Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

TEKNOLOGI PENANGANAN HASIL PERTANIAN

PENERAPAN TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN


KOMODITAS BAWANG MERAH

DISUSUN OLEH :

DEDE RAHMAWATI (02.01.18.011)

DENI EFRIANSYAH (02.01.18.012)

ENOK RINA MUSTIKA (02.01.18.013)

FADHILLAH FEBYANTI (02.01.18.014)

FADILA (02.01.18.015)

PROGRAM STUDI
PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
JURUSAN PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN BOGOR
KEMENTERIAN PERTANIAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Makalah Penerapan Teknologi Penanganan Pascapanen
Komoditas Bawang Merah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Yul Harry Bahar selaku dosen pengampu mata kuliah teknologi
penanganan dan pengolahan hasil pertanian.
2. Ibu Ir. Anastasia Promosiana, MS selaku dosen pengampu mata kuliah
teknologi penanganan dan pengolahan hasil pertanian.
3. Ibu Ibu Tine Arfanti, SST selaku pranata laboratorium pertanian.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang membangun penyusun butuhkan demi kesempurnaan
makalah yang akan datang. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.

Desember, 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Gambaran Umum Komoditas Bawang Merah...............................................4
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................7
A. Kegiatan dan tahapan Penanganan Pascapanen Bawang Merah....................7
1. Panen..........................................................................................................7
2. Pengeringan Awal......................................................................................7
3. Pengeringan Lanjutan................................................................................8
4. Pembersihan...............................................................................................9
5. Sortasi dan Grading.................................................................................10
6. Penyimpanan............................................................................................11
7. Pengemasan.............................................................................................11
B. Pengelolaan Lingkungan..............................................................................12
C. Permasalahan dan Hambatan........................................................................14
D. Solusi dan Saran...........................................................................................15
BAB IV PENUTUP..............................................................................................17
A. Kesimpulan...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Provinsi Sentra Produksi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2014........5

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perkembangan Produksi Bawang Merah (ribu ton) Indonesia


dan Kontribusi Impor Tahun 2009 – 2014..........................................................4

Gambar 2. Pemanenan Bawang Merah...............................................................7


Gambar 3. Pengeringan Awal Bawang Merah...................................................8
Gambar 4. Pengeringan Lanjutan Bawang Merah............................................9
Gambar 5. Pembersihan Bawang Merah..........................................................10
Gambar 6. Sortasi dan Grading Bawang Merah..............................................10
Gambar 7. Penyimpanan Bawang Merah.........................................................11
Gambar 8. Pengemasan Bawang Merah................................................................12

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman Bawang Merah merupakan sayuran rempah yang dipanen  bagian


umbinya yang merupakan umbi lapis yang di guanakan  untuk konsumsi  sebagai 
bumbu penyedap masakan. Dan kebutuhannya relatif stabil sepanjang tahun dan
memiliki potensi  yang cenderung  semakin meningkat. Dalam usaha budidaya
bawang merah untuk memperoleh hasil yang baik atau kualitas bawang merah
yang, maka di perlukan proses penanganan panen/pasca panen yang benar.
Adapun penanganan pasca panen yang baik dan benar ada beberapa proses  yaitu,
panen menentukan umur panen yaitu tanaman umur 60-70 hari setelah tanam
adapun tanaman bawang merah yang sudah siap dipanen memiliki ciri-ciri sebagai
berikut, kerebahan daun dan perubahan daun menjadi kekuningan mencapai 60-
70% dan sebagian umbi  telah nampak di permukaan tanah atau sudah kelihatan
keatas tanah, dan sudah berubah warna merah atau keunguan dan berbau khas
bawang merah. Waktu panen sebaiknya dua hari sebelumnya tanah yang keras
kita basahi dulu atau kita siram dengan tujuan mempermudah pencabutan.

Segi ekonomi menunjukkan usaha bawang merah cukup menguntungkan


serta mempunyai pasar yang cukup luas. Konsumsi bawang merah penduduk
Indonesia pada saat ini mencapai 650.000 ton, dan konsumsi bawang merah ini
meningkat sekitar 5% setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk dan berkembangnya industri olahan. Selain itu peluang ekspor bawang
merah segar masih terbuka luas, selain akibat peningkatan konsumsi, peningkatan
pemanfaatan bawang merah untuk terapi kesehatan. Musim panen (tanam)
bawang merah di Indonesia saling melengkapi dengan negara lain, dalam arti,
bilamana di negara lain misalnya daratan China sedang musim tanam, maka di
Indonesia sedang panen raya, dan sebaliknya. Sehingga kondisi ini memberi

1
peluang masuknya bawang merah impor bawang merahal dari China, Philipina
dan India masuk secara ilegal maupun illegal, atau sebaliknya dapat memberi
peluang ekspor bawang merah bilamana konsumsi dan kebutuhan industri bawang
merah dalam negeri telah dipenuhi (Direktoat Jenderal Pengolahan Dan
Pemasaran Hasil Pertanian, 2006).

Bawang merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi yang


relatif tinggi. Fluktuasi harga bawang dapat disebabkan oleh pasokan impor, harga
impor bawang merah dan harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang
memberikan pengaruh paling besar adalah harga impor bawang merah. Selain itu
yang menyebabkan harga bawang merah berfluktuasi adalah masa panen dimana
saat panen besar produksi melimpah harga menjadi rendah,sebaliknya saat
produksi rendah harga menjadi tinggi. Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga
bawang cukup tinggi yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan
untuk periode bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2011 sebesar
20,86 %, yang artinya adalah rentang penyimpangan harga bawang merah bulanan
dalam jangka waktu satu tahun terakhir berada dalam kisaran dalam kisaran
+20,86 % dari harga rata-rata nasional dalam periode tersebut. Untuk periode
bulan Desember 2010 sampai dengan bulan Desember 2011, harga rata-rata
bawang merah nasional yaitu sebesar Rp.19.243/kg, dengan fluktuasi harga yang
menurun sejak bulan Juli 2011 hingga Desember 2011.

Penurunan harga ini disebabkan karena panen berlangsung bersamaan di


beberapa wilayah Jawa tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Produksi bawang
merah lokal meningkat akibat perluasan lahan produksi. Selain itu pasokan
bawang meningkat bukan hanya bawang merah dari produksi lokal, tetapi juga
bawang impor yang masuk di wilayah Brebes, yang merupakan salah satu sentra
penghasil bawang di Indonesia (Fitri Prima Nanda, Ira mega dan Iqlima Idayah,
2011). Strategi pengembangan di lini off-farm diawali dengan perbaikan teknologi
pengolahan untuk mendukung pengembangan industri hilir bawang merah (skala
rumah tangga maupun industri), misalnya industri irisan kering, irisan basah/utuh,
pickles/acar, bawang goreng, bubuk bawang merah, tepung bawang merah,
oleoresin, minyak bawang merah, dan pasta.

2
B. Tujuan

Mengobservasi proses penanganan pascapanen yang baik kepada petani dan


pelaku usaha dalam proses pascapanen bawang merah yang didasarkan pada
prinsip-prinsip Good Handling Practices (GHP) sehingga diharapkan petani dapat
menekan tingkat kehilangan hasil bawang merah dan memproduksi sesuai
persyaratan mutu

Melaksanakan proses pemantauan untuk melihat kondisi di lapangan, dalam


mendeskripsikan mengenai permasalahan yang dihadapi dan mencarikan solusi
dalam proses penerapan penanganan pascapanen tanaman bawang.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Komoditas Bawang Merah

Bawang merah merupakan jenis tanaman umbi-umbian yang sering


dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan masakan. Selain
digunakan sebagai bumbu utama masakan, kandungan gizi yang ada di dalam
bawang merah juga memiliki berbagai manfaat kesehatan. Di antaranya adalah
untuk meningkatkan nafsu makan, mencegah penyempitan pembuluh darah, kaya
akan antioksidan dan ekstraknya dipercaya berkhasiat menyembuhkan flu serta
sesak nafas. Komoditas jenis sayuran ini termasuk jenis komoditas yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional,
sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa negara.

Gambar 1. Perkembangan Produksi Bawang Merah (ribu ton) Indonesia


dan Kontribusi Impor Tahun 2009 – 2014
Sumber : BPS, diolah

Di Indonesia sendiri, secara umum kebutuhan akan bawang merah


sudah cukup terpenuhi oleh produksi dari petani dalam negeri. Sempat
mengalami krisis bawang merah di penghujung 2014 hingga mendekati

4
pertengahan 2015 karena pengaruh cuaca (el-nino), kini Indonesia justru mulai
melakukan ekspor bawang merah ke beberapa negara seperti Malaysia,
Singapura, dan Vietnam. Ekspor tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah
dalam menjaga kestabilan harga bawang merah yang sedang surplus produksi.
Sementara itu, jika ditinjau dari aktivitas impor, terhitung dari tahun 2009
ada kecenderungan penurunan kontribusi volume impor bawang merah
terhadap produksi bawang merah dalam negeri. Hal ini dapat dikatakan wajar
mengingat hasil produksi dalam negeri yang terus mengalami peningkatan dan
mampu mengakomodir kebutuhan dalam negeri. Tren tersebut tampak pada
Gambar 1.

Lebih lanjut, sentra produksi bawang merah hingga saat ini masih
terpusat di wilayah Pulau Jawa, dimana Jawa Tengah menjadi provinsi
dengan hasil panen terbesar setiap tahunnya. Adapun provinsi sentra
produksi bawang merah berdasarkan output yang dihasilkan petani yang
terdapat di masing-masing provinsi menurut data BPS tahun 2014 dapat
dilihat pada Tabel sebagai berikut.

Tabel 1. Provinsi Sentra Produksi Bawang Merah di Indonesia Tahun 2014


Kontribusi

Provinsi Produksi (ton) terhadap Stok

Nasional (%)
(1) (2) (3)
Jawa Tengah 519.356 42,09
Jawa Timur 293.179 23,76
Jawa Barat 130.083 10,54

Nusa Tenggara Barat 117.513 9,52


Sumatera Barat 61.336 4,97

Sulawesi Selatan 51.728 4,19


Sumber : BPS, diolah

5
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa Pulau Jawa masih menjadi
kawasan paling potensial yang mampu menyumbangkan tiga perempat
pasokan bawang merah Indonesia. Provinsi Jawa Tengah merupakan
provinsi yang paling produktif (produksi hampir 520 ribu ton di tahun
2014), dengan Kabupaten Brebes sebagai kontributor utama dan dikenal
sebagai lumbung bawang merah berkualitas (mampu mensuplai sekitar 30
persen kebutuhan nasional). Lebih lanjut, diharapkan hasil Survei Pola
Distribusi (POLDIS) perdagangan bawang merah ini mampu
memperoleh potret persebaran bawang merah di Indonesia.

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kegiatan dan tahapan Penanganan Pascapanen Bawang Merah

1. Panen
Panen dilakukan secara manual dengan sistem cabut tanpa menggunakan
alat kemudian dilanjutkan dengan pengikatan.

Gambar 2. Pemanenan Bawang Merah


Sumber : kompasiana.com
Ciri dan Umur Panen
Bawang merah dapat dipanen jika kondisi daun mulai menguning,
daunnya rebah, umbinya tampak menonjol dari permukaan tanah, warna
umbi terlihat kemerahan dengan perabaan leher umbi lunak. Serta umur
panen tanaman bawang merah yaitu 58-60 HST pada musim kemarau
sedangkan pada musim penghujan dapat dipanen lebih awal.

2. Pengeringan Awal
Pengeringan awal pada tanaman bawang merah dinamakan curing. Proses
curing atau pemulihan umbi berfungsi untuk menutup luka pada umbi yang terjadi
pada saat panen dan dilakukan sampai daun layu sekitar 2 hari.

7
Gambar 3. Pengeringan Awal Bawang Merah
Adapun cara melakukan proses curing adalah sebagai berikut:
a. Letakkan penjemuran di lahan bekas penanaman, dialasi daun jati/daun
tebu/anyaman bambu. Umbi yang sudah diikat ditata di alas tersebut secara
teratur, tidak bertumpuk, dengan daun menghadap keatas supaya daun cepat
layu dan mengering dibiarkan selama 2 hari
b. Lakukan pembalikan ikatan agar bagian dalam daun terkena sinar matahari dan
posisi umbi tetap tertutup daun, lakukan penataan ulang untuk merapikan
posisi umbi dalam penjemuran sampai kondisi mengering
c. Lakukan penataan ulang untuk merapikan posisi umbi dalam penjemuran
selama 2 hari sampai kondisi daun mongering dan gabungkan 2 ikatan menjadi
1 ikatan kemudian lakukan penanganan terpisah pada bawang yang cacat,
rusak atau terlepas dari ikatannya
d. Tutup dengan terpal pada malam hari a untuk mengurangi penguapan air dan
melindungi dari hujan, berikan ruang antara terpal dan bawang, agar terpal
tidak langsung mengenai bawang.

3. Pengeringan Lanjutan
Pengeringan lanjutan pada bawang merah berfungsi untuk menurunkan
kadar air umbi pada lapisan luar agar memiliki daya simpan yang lebih panjang.
Pengeringan lanjutan untuk konsumsi dianggap cukup apabila kulit luar sudah
mengelupas, bunyi menggeresek, menyusut 15-20% dilakukan setelah sekitar 7-8
hari setelah curing sedangkan pengeringan untuk bibit dibutuhkan 12-15 hari

8
sampai warna umbi merah cerah dan melekat pada umbinya atau menyusut 17-
22%.
Selanjutnya penggabungan 4 ikatan roji yang dijadikan satu agar keringnya
merata dan dilakukan penjemuran dengan membalik umbi setiap 3 jam setiap hari
apabila hari panas. Susun bawang yang telah kering kedalam keranjang plastik
untuk memudahkan proses pengangkutan ke tahap selanjutnya.

Gambar 4. Pengeringan Lanjutan Bawang Merah

4. Pembersihan
Setelah melakukan pengeringan awal dan lanjutan, langkah berikutnya yaitu
mengumpulkan semua hasil panen di bangsal pasca panen, bangsal pasca panen
harus dekat dengan lahan produksi. Selanjutnya lakukan pembersihan dengan
menggunakan sarung tangan terhadap hasil panen agar kualitasnya lebih bersih
dan lebih baik dengan cara memotong daun kering di atas leher umbi. Setelah itu
potong akarnya dan bersihkan umbi dari kulit kering dan kotoran yang menempel,
pisahkan produk yang cacat agar yang lainnya tidak terkena mikroba pembusuk.
Kemudian Letakkan hasil yang telah dibersihkan ke dalam keranjang untuk
mendapatkan hasil yang baik.

9
Gambar 5. Pembersihan Bawang Merah
Sumber : anakagronomy.com

5. Sortasi dan Grading


Sortasi dan grading dilakukan secara manual berdasarkan keseragaman
bentuk, kebersihan, kepadatan, bebas penyakit dan kerusakan serta ukuran
panjang berat serta diameter. Penggolongan terbagi kedalam beberapa mutu sesuai
dengan kebutuhan pasar, yaitu
Mutu 1 diameter siung 3-4 cm
Mutu 2 diameter siung 2-3 cm
Mutu 3 diameter siung <2 cm

Gambar 6. Sortasi dan Grading Bawang Merah


Sumber : tabloidsinartani.com

10
6. Penyimpanan
Bawang merah yang sudah kering dan disortasi selanjutnya dilakukan
proses penyimpnan dengan cara menggantungkan ikatan ikatannya di para para
yang terbuat dari kayu. Penyimpanan di dalam gudang/ruang yang teduh atap
sebaiknya dari seng agar ada penerangan dapat digunakan atap dari fiber glass
dantertutup,ventilasi ruangan cukup baik, suhu 25 - 30 C dan kelembaban 70 - 75
%. Gudang penyimpanan dan rak-rak/ para-para yang akan digunakan harus
bersih. Penyimpanan bawang merah untuk konsumsi maksimal 2 bulan,
sedangkan untuk benih 2-3 bulan.

Gambar 7. Penyimpanan Bawang Merah


Sumber : mutiarahati-leqsw.blogspot.com

7. Pengemasan
Pengemasan Bawang merah untuk pasar lokal biasanya menggunakan
karung plastik yang berlubang – lubang atau keranjang plastik/keranjang bambu
dengan kapasitas 25 – 30 kg, untuk pemasaran luar daerah biasanya menggunakan
kardus yang sudah dilubangi untuk ventilasi udara sedangkan untuk ekspor
dikemas dengan kardus khusus dari eksportir lengkap dengan nama dagang dan
tanggal panen. Kardus diberi lubang kecil dengan ukuran kardus untuk kapasitas
15 – 20 kg.

11
Gambar 8. Pengemasan Bawang Merah
Sumber: yusrongeet.woordpress.com

B. Pengelolaan Lingkungan

Pengolahan limbah pertanian dapat dilakukan di rantai berikutnya, yaitu


pasar. Pasar merupakan salah satu areal penyumbang limbah terbesar, dan
mayoritas limbah yang dihasilkan adalah limbah organik terutama yang berasal
dari produk pertanian. Proporsi limbah organik yang dihasilkan oleh pasar
berkisar 70–75% (Jana et al., 2006). Tingginya jumlah limbah organik pasar
merupakan potensi bahan baku pengelolaan limbah lebih lanjut. Secara parsial
penelitian pemanfaatan sampah pasar sebagai bahan baku pupuk organik telah
banyak dilakukan, di antaranya dilaporkan oleh Sagala (2005) dan Lestari. et al.
(2006). Pengolahan limbah pasar menjadi pupuk organik pertanian memililki
keunggulan pada peningkatan produksi tanaman sayuran (Satro et al., 2009; Satro
et al., 2013).

Pengolahan limbah bawang merah menjadi pupuk organik telah dilakukan


sejak awal tahun 2005. Limbah bawang merah yang dihasilkan pengupas bawang
dikirim dan dikumpulkan di rumah kompos. Menurut perhitungan rata-rata sampai
dengan saat ini limbah bawang merah yang dihasilkan berkisar 500-750 kg per
hari. Angka tersebut merupakan angka yang sangat tinggi jika terus bertambah
setiap harinya dan apabila limbah yang dihasilkan tidak diolah, maka hanya akan
menyebabkan penumpukan limbah yang sangat tinggi.

12
Limbah bawang merah memiliki manfaat yang sangat besar apabil diolah
secara baik dan benar dan akan menghasilkan nilai jual yang akan menguntungkan
dari sebuah limbah. Oleh karena itu, Limbah bawang merah dapat diolah menjadi
pupuk organik siap pakai akan mengalami penyusutan berkisar 75–85% dari berat
limbah awal. Hasil produksi pupuk organik limbah bawang merah yang dihasilkan
dari suatu industry biasanya sebesar 100 kg/hari. Pupuk yang dihasilkan
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan industry itu sendiri, yaitu untuk
penanaman yang diunakan dalam keiatan industry itu sendiri atau terantung
keinginana industry itu sendiri. Walaupun dijual sekalipun, hasil olahan limbah
bawan merah tersebut dapat dijual dengan harga Rp3.500/kg atau suatu industry
akan mendapatkan pemasukan Rp350.000.- hanya dari suatu limbah.

Proses pembuatan pupuk dari limbah bawang merah akan menguntunkan


bagi industry serta lingkungan, karena untuk indusri sendiri ia akan mendapatkan
penghasilan tambahan dari suatu limbah dan bai linkunan, sampah limbah yan
dihasilkan oleh suatu industry dapat berkuran hinga 85%, dan secara tidak lansun
industry tersebutt elah menyelamatkan linkungan dari sampah dan limbah yan
menumpuk. Pemanfaatan limbah bawang merah dapat menjadi salah satu
alternatif sumber bioenergi terbarukan yang ramah lingkungan untuk
pengembangan pertanian ke depan. Kerja sama dan koordinasi berbagai pihak
dalam pengolahan limbah menjadi salah satu sumber bioenergi terbarukan perlu
dibangun dan terus dikembangkan.

Pengolahan limbah bawang merah menjadi pupuk oganik tidak hanya


meningkatkan produksi tanaman sayuran, akan tetapi aman bagi kesehatan
manusia dan mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Pengolahan
limbah bawang merah menjadi pupuk organik bukan hanya menjadi solusi
permasalahan sampah pasar yang ada, akan tetapi dapat menjadi solusi
permasalahan ekonomi masyarakat setempat dan solusi sulitnya mendapatkan
media tanam organik dalam pengembangan pertanian rumah.

13
C. Permasalahan dan Hambatan

Adapun permasalahan umum yang ada dalam proses penanganan pasca


panen bawang merah antara lain:

1. Sebagian besar petani melakukan pengeringan dengan cara tradisional yakni


dengan pengeringan menggunakan sinar matahari. Metode ini kurang efektif
karena iklim indonesia yang tidak menentu. Selain itu, pengeringan dengan
metode tradisional dapat menurunkan kualitas bawang merah karena sinar
matahari dapat merusak vitamin dan warna bahan.
2. Sebagian besar petani melakukan proses penyimpanan itu pasa saat
pengeringan. Petani membuat tempat khusus pengeringan sekaligus
penyimpanan selama pengeringan .
3. Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani dalam teknis dan manajamem
penanganan pasca panen bawang merah masih terbatas
4. Bawang mudah rusak sehingga wakt penyimpanan pendek
5. Penurunan kualitas akibat tumbuhnya tunas dan terjadi kebusukan
6. Tingkat kehilangan lebih dari 45% setelah disimpan selama 2 bulan.
Kehilangan ini terjadi pada pengeringan dan penyimpanan
7. Jika terjadi anomali iklim, terutama musim hujan yang berkepanjangan
dewasa ini telah menimbulkan dampak negatif pada pasokan dan harga
bawang merah sebagai akibat dari jumlah produksi dan areal panen
berkurang.

8. Dampak teknis akibat adanya musim hujan berkepanjangan atau anomali


iklim adalah meningkatnya serangan OPT dan kesulitan pemanenan, pasca
panen dan distribusi.
9. Petani menghindari penanaman pada musim hujan, karena terkendala oleh
hujan yang terlalu banyak, serta menghindari resiko gagal yang cukup
tinggi.
10. Petani memutuskan untuk menunda penanaman dan hanya menanam
sebagian luas lahan yang dimilikinya. Akibatnya penanaman menjadi
mundur dan jumlah luas tanam berkurang dari rencana yang sudah
disepakati.

14
11. Terjadinya peningkatan permintaan terhadap bawang merah karena
menjelang bulan puasa dan terkait dengan perayaan hari-hari besar
keagamaan (Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Natal) dan tahun baru.
12. Banyaknya permintaan bawang merah dari provinsi lain di luar daerah
sentra produksi karena kelangkaan pasokan, akan menjadi daya tarik bagi
pedagang untuk memenuhi permintaan itu terlebih dahulu karena harganya
yang jauh lebih mahal. Akibatnya terjadi kelangkaan produksi di daerah
sentra produksi.
13. Dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan rencana penghapusan atau
pengurangan subsidi bahan bakar minyak oleh pemerintah akan mendorong
terjadinya kenaikan tarif jasa dan transportasi (salah satunya tarif jalan tol).
Akibatnya memicu spekulasi kenaikan harga bawang merah, baik di tingkat
petani maupun di pasar.
14. Naiknya harga-harga sarana produksi pertanian/saprodi (pupuk, herbisida,
fungisida dll) yang memicu naiknya harga bawang merah.

D. Solusi dan Saran


Adapun solusi dan saran yang dapat digunakan dalam menghadapi
permasalahan dan hambatann yang ada pada proses penanganan pasca panen
bawang merah antara lain:

1. Pengeringan bawang merah dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan


memberikan manfaat kepada petani atau pengusaha, yakni dapat
menghasilkan bawang merah kering bermutu tinggi sehingga menambah
nilai ekonomi, serta bawang merah dapat disimpan lebih lama
dibandingkan pengeringan dengan dijemur.

Pengeringan bawang merah dengan tekanan vakum dan suhu rendah akan
memberikan manfaat kepada petani atau pengusaha, yakni dapat
menghasilkan bawang merah kering bermutu tinggi sehingga menambah
nilai ekonomi, serta bawang merah dapat disimpan lebih lama dibandingkan
pengeringan dengan dijemur. Bila dijemur, kadar air bawang merah masih
berkisar antara 65-70%, sementara dengan pengeringan vakum, kadar air
bisa mencapai 14%.

15
2. Seperti produk hortikultura lainnya bawang merah merupakan produk yang
juga mudah mengalami kerusakan. Penerapan GHP (Good Handling
Practices) pada komoditas hortikultura dapat menekan kehilangan maupun
kerusakan hasil, mempertahankan mutu dan daya simpan sayuran.

Penanganan teknologi pasca panen bawang merah oleh petani sayuran


masih dilaksanakan secara tradisional sehingga kehilangan hasil cukup
tinggi, karena itu perlu upaya perbaikan dan penyempurnaan penerapan
teknologi penanganan pasca panen bawang merah bertujuan agar hasil
bawang merah tersebut dalam kondisi baik dan sesuai untuk dapat segera
dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan.

3. Produksi bawang merah dipengaruhi oleh iklim (musim) setempat, karena


bawang merah sangat peka terhadap hujan dan kekeringan. Di Berebes,
Jawa Tengah sebagai pusat bawang merah, dilaporkan bahwa produksi
bawang merah dipengaruhi oleh bibit dan iklim. Kintamani sebagai sentra
produksi bawang merah, petani menggunakan bibit buatan sendiri, dan
secara teknis budidaya petani juga menggunakan mulsa, pupuk, pestisida,
dengan pengairannya menggunakan pompa air yang memanfaatkan air
danau Batur, sehingga air tersedia cukup dan kontinyu sepanjang musim.

Dengan teknis budidaya, produksi bawang merah dapat optimal dan


kontinyu sepanjang tahun. Petani berproduksi dua kali setahun, dengan
musim panen pada bulan Maret dan Juli. Teknis budidaya seperti diatas,
semestinya dapat mengantisipasi perubahan musim, akan tetapi ternyata
produksi bawangnya masih sangat bervariatif, dengan rata rata fluktuasi
sebesar 7.427,50 kw pada lima tahun terakhir (2006 ± 2010). Keadaan ini
menunjukkan adanya ketidakpastian yang menimbulkan risiko produksi dan
akhirnya menyebabkan pendapatan petani tidak menentu.

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penerapan GHP (Good Handling Practices) pada komoditas bawang merah


dapat menekan kehilangan maupun kerusakan hasil, mempertahankan mutu dan
daya simpan sayuran. Penanganan teknologi pasca panen bawang merah oleh
petani sayuran masih dilaksanakan secara tradisional sehingga kehilangan hasil
cukup tinggi, karena itu perlu upaya perbaikan dan penyempurnaan penerapan
teknologi penanganan pasca panen bawang merah bertujuan agar hasil bawang
merah tersebut dalam kondisi baik dan sesuai untuk dapat segera dikonsumsi atau
untuk bahan baku pengolahan.

Salah satu permasalahan penanganan pasca panen bawang merah adalah


anomali iklim, terutama musim hujan yang berkepanjangan dewasa ini telah
menimbulkan dampak negatif pada pasokan dan harga bawang merah sebagai
akibat dari jumlah produksi dan areal panen berkurang. Dengan teknis budidaya
seperti, petani menggunakan bibit buatan sendiri, dan secara teknis budidaya
petani juga menggunakan mulsa, pupuk, pestisida, dengan pengairannya
menggunakan pompa air yang memanfaatkan air danau Batur, bertujuan agar air
tersedia cukup dan kontinyu sepanjang musim, sehingga produksi bawang merah
dapat optimal dan kontinyu sepanjang tahun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Dewa Gede. 2005. Faktor-Faktor Karakteristik Usahatani Yang


Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Bawang Merah Di Desa Songan
Kecamatan Kintamani

Aman, W., Subarna, M. Arfah, D. Syah, dan A.I. Budiwati. 1992. Pengeringan
dalam Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
Institut Pertanian Bogor. hlm. 177-194.

Asgar, A. dan R.M. Sinaga. 1992. Pengeringan bawang merah (Allium


ascalonicum L.) dengan menggunakan ruang berpembangkit vortex.
Bulletin Penelitian Hortikultura XXII(1): 134-139. Thesis S2. Program
Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.

BBPP Lembang. 2017. Panen dan Pasca Panen Bawang Merah. Diakses pada
tanggal 9 Desember 2020 http://www.bbpp-
lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/1347-panen-dan-
pascpanen-bawang-merah

BPS Tahun 2015. Distribusi Perdagangan Komoditas Bawang Merah Indonesia

Cybex Pertanian. 2019. Penanganan Paca Panen Bawang Merah


http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/81918/Penanganan-Pasca-Panen-
Bawang-Merah/ (diakses pada tanggal 9 Desember 2020)

Djibran, M. M., & Biki, S. J. Penanganan Pascapanen Komoditas Bawang Merah


(Allium ascalonicum L) Di Desa Tunggulo Kecamatan Limboto
Barat. JURNAL ILMIAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS, 95.

Hardanti, Sri. Model pengembangan kelembagaan pasca panen, pengolahan hasil


dan kemitraan usaha bawang merah di sentra produksi melalui pelatihan dan
pendampingan (Studi Kasus Di daerah Sentra Produksi Bawang di Kab.

18
Nganjuk). Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Islam
Malang

Jamal, I B., Mulyawati, I dan Setyawan, N. 2016. Teknologi Penanganan Pasca


Panen Bawang Merah di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian

Jitunews.com. Riana. 2015 Potensi Kendala dan Hambatan Produksi Bawang


Merah https://www.jitunews.com/read/7852/potensi-kendala-dan-hambatan-
produksi-bawang-merah (Diakses pada tanggal 12 Desember 2020)

Lestari, F., & Kusumasari, A. C. (2020). Penerapan Teknologi Mekanisasi pada


Proses Penanganan Pascapanen Biji Bawang Merah.

Lestari, I.P., E. Sugihartini, Y. Sastro. 2006. Kajian Teknologi Pertanian


Perkotaan Berbasis Organik pada Sayuran Daun di DKI Jakarta. Laporan
Penelitian. BPTP. Jakarta.

Sugihartini, E. et al. 2013. Kajian Teknologi Pemanfaatan Limbah Bawang Merah


sebagai Pupuk Organik dan Biopestisida di DKI Jakarta. Laporan Akhir.
BPTP Jakarta. Jakarta.

Sastro, Y. et al. 2012. Teknologi Produksi dan Pemanfaatan Pupuk Organik dari
Limbah Dapur Rumah Tangga Mendukung Budidaya Pertanian di
Pekarangan Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian. BPTP Jakarta. Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai