Vida P - 181810301038 - Laporan 4
Vida P - 181810301038 - Laporan 4
Vida P - 181810301038 - Laporan 4
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan percobaan ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1 Mahasiswa mampu melakukan uji interferensi terhadap suatu metode yang
digunakan dalam percobaan.
1.3.2 Mengetahui pengaruh adanya unsur lain pada analisis besi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Fe(Cl)3.6H2O Akuades
2,4202 gram
- Dilarutkan sampai volume 500 mL
- Diambil 1 mL
Cu(NO3)2.3H2O Akuades
0,3880 gram
- Dilarutkan sampai volume 100 mL
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Tabel Hasil Interferensi Pb(II) dan Cu(II) terhadap Fe(III)
No. Ion Pengganggu Volume (Ml) Absorbansi
0 0,799
0,5 0,679
1 0,567
1. Cu (II)
1,5 0,499
2 0,435
2,5 0,331
0 0,801
0,5 0,721
1 0,641
2. Pb(II)
1,5 0,587
2 0,494
2,5 0,401
4.2 Pembahasan
Percobaan ini diawali dengan pembuatan larutan sandar Fe (III) 10 ppm, Cu(II)
5 ppm, dan Pb(II) 5 ppm. Larutan standar merupakan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya secara tepat dari suatu zat. Larutan standar berfungsi
untuk memastikan konsentrasi dari suatu larutan tertentu yang konsentrasinya
sulit diperoleh melalui pembuatan secara langsung. Larutan induk merupakan
larutan baku kimia yang dibuat dengan kadar tinggi dan digunakan untuk
membuat larutan baku atau standar dengan kadar yang lebih rendah. Larutan
standar Fe(III) 10 ppm dibuat dari larutan induk Fe(III) 1000 ppm dengan
pengenceran. Pengenceran pada larutan Fe(III) bertujuan untuk mendapatkan
larutan dengan konsentrasi yang diinginkan yaitu 10 ppm. Larutan induk Fe(III)
1000 ppm dibuat dengan melarutkan Fe(Cl 3)3.6H2O dalam akuades. Larutan
standar Cu(II) 5 ppm, dan Pb(II) 5 ppm dibuat dengan pengenceran larutan
induk Cu(II) 1000 ppm dan Pb(II) 1000 ppm. Pengenceran pada larutan Cu(II)
Pb(II) juga bertujuan untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi yang
diinginkan yaitu 5 ppm. Warna yang dihasilkan dari pengenceran Fe(iii) terbentuk
larutan kuning sedangkan pada Cu(ii) dan Pb(ii) yaitu terbentuk larutan biru dan
tidak berwarna.
Larutan yang bertindak sebagai larutan baku primer pada percobaan ini
yaitu larutan baku Fe(III) 1000 ppm, Cu(II) 1000 ppm, dan Pb(1000) ppm.
Larutan baku sekunder pada percobaan ini adalah larutan Fe(III) 10 ppm, Cu(II) 5
ppm, dan Pb(II) 5 ppm karena dibuat dari pengenceran larutan baku primernya.
Fungsi pengenceran dalam pembutan larutan standar yaitu untuk menurunkan
konsentrasi pada larutan baku primer. Pengenceran juga dilakukan untuk variasi
konsentrasi sehingga dapat dibuat suatu kurva kalibrasi. Pengenceran larutan
mengakibatkan warna larutan semakin pudar karena konsentrasi larutan yang
semakin menurun. Reaksi yang terjadi pada proses pelarutan yaitu:
Cu(NO3)2(s) + 2H2O(l) Cu(OH)2(aq) + 2HNO3(aq) . . . (4.1)
Pb(NO3)2(s) + 2H2O(l) Pb(OH)2(aq) + 2HNO3(aq) . . . (4.2)
2Fe(Cl3)3(s) + 6H2O(l) 2Fe(OH)3(aq) + 6HCl3(aq) . . . (4.3)
Perlakuan selanjutnya yaitu uji interferensi Cu(II) terhadap Fe(III). Larutan
standar Cu(II) yang digunakan memiliki konsentrasi 5 ppm yang telah diencerkan
dari larutan induknya. Penambahan larutan standar Cu(II) 5 ppm digunakan
dengan variasi volume untuk setiap analisis Fe(III). Variasi volume yang
digunakan yaitu 0; 0,5; 1,5; 2,5; dan 0 mL. Tujuan dilakukan variasi volume
larutan Cu(II) 5 ppm adalah untuk menunjukkan pengaruh jumlah peambahan
Cu(II) terhadap uji interferensi Fe(III). Variasi konsentrasi larutan standar Cu(II)
juga berfungsi untuk mengetahui pengaruh larutan Cu(II) sebagai zat pengganggu
pada Fe(III) melalui nilai absorbansi yang dihasilkan. Larutan Cu(II) 0 mL hanya
mengandung larutan Fe(III) dan KSCN tanpa adanya Cu(II) sehingga dapat
digunakan sebagai pembanding dan juga sebagai larutan blanko. Nilai absorbansi
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai parameter yang menunjukkan adanya
unsur lain yang bertindak sebagai pengganggu terhadap analisis Fe(III).
Gangguang tersebut dapat menurunkan atau meningkatkan nilai absrobansi dari
nilai sebenarnya. Larutan Cu(II) 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mL masing-masing
ditambahkan dengan 10 mL Fe(III) 10 ppm dan 5 mL KSCN 10% untuk diamati
pengaruh penambahan Cu(II) terhadap analisis Fe(III). Penamabahan larutan
standar Fe(III) juga untuk melakukan analisis larutan standar Fe(III) karena
adanya zat pengganggu. Tujuan penambahan KSCN 10% adalah untuk
membentuk senyawa kompleks dengan Fe(III) sehingga larutan akan berubah
warna menjadi jingga hingga kemerahan. Perubahan warna yang dihasilkan
disebabkan oleh adanya transisi elektronik pada orbital d atom pusat yaitu Fe(III)
yang berikatan dengan ligan SCN dari KSCN sehinnga terbentuk senyawa
kompleks. Ligan SCN dapat menggantikan ligan Cl dan FeCl 3. Hal tersebut
dikareanakan kekuatan ligan dari SCN lebih kuat daripada Cl− sehingga ligan
yang lebih kuat akan menggantikan ligan yang lemah. Penambahan KSCN yang
mengakibatkan terbentuknya senyawa kompleks berwarna jingga ini
mempermudah pendeteksian oleh spektrofotometer UV-Vis dan pengamatan
terhadap pengaruh penambahan Cu(II) terhadap Fe(III). Larutan yang tidak
berwarna sulit untuk diidentifikasi melalui spektrofotometri UV-Vis karena
cahaya yang dihasilkan sangat kecil sehingga daya serapnya kurang optimal (Day
dan Underwood, 2002). Reaksi pembentukan kompleks yang terjadi yaitu:
Fe3+(aq) + 6SCN- [Fe(SCN)6]3-(aq) . . . (4.4)
Senyawa kompleks Fe(SCN)6 yang dihasilkan memberikan warna pada
larutan uji yang akan diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 450 nm. Larutan sampel dengan variasi
konsentrasi dan larutan blanko kemudian dimasukkan ke dalam kuvet untuk
dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrometer UV-Vis dengan
panjang gelombang 450 nm. Pengukuran ini menggunakan panjang gelombang
450 nm karena pada daerah panjang gelombang tersebut dapat menyerap cahaya
secara maksimum. Kuvet merupakan wadah untuk meletakkan larutan sampel
dalam pengukuran absorbansi yang berfungsi untuk mengabsorbsi sinar atau
cahaya pada daerah terteentu sehingga nilai absorbansi dapat diketahui.
Pengukuran absorbansi dilakukan berurutan mulai dari larutan blanko, yaitu 0 mL
Cu(II) + Fe(III) + KSCN yang diakhiri dengan penambahan 2,5 mL Cu(II).
Pengukuran absorbansi dari konsentrasi terendah ke konsentrasi tertinggi untuk
menghindari kontaminasi jika dilakukan dari konsentrasi tinggi ke terendah.
Larutan blanko adalah larutan yang diberi perlakuan seperti sampel tetapi tidak
mengandung analit. Larutan balnko digunakan sebagai pembanding atau untuk
kalibrasi spektrofotometer (Handayani, 2018). Hasil yang diperoleh dibuat kurva
dengan memplotkan konsentrasi Cu(II) terhadap nilai absorbansi Fe(III). Berikut
ini kurva yang dihasilkan dari uji interferensi Cu(II) terhadap Fe(III):
0,5
0,4
0,3
Absorbansi vs Volume
0,2
0,1 Linear (Absorbansi vs Volume)
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Volume (mL)
R² = 0,9951
0,5
Absorbansi vs
0,4 Volume
0,3 Linear (Absorbansi vs
0,2 Volume)
0,1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Volume (mL)
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan uji interferensi adanya unsur lain pada analisis
besi (III) menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah :
5.1.1 Uji interferensi dapat dilakukan dengan cara pengukuran absorbansi larutan
yang berisi Fe(III) dengan unsur lain, yaitu Cu(II) dan Pb(II) sebagai zat
pengganggu. Metode ini dilakukan dengan membentuk suatu kompleks
[Fe(SCN)6]3- karena reaksi antara Fe(III) dengan KSCN yang berguna untuk
mengukur absorbansi dari sampel karena terbentuk larutan yang berwarna
jingga. Semakin pekat warna larutan maka zat penggangu dalam sampel
semakin sedikit.
5.1.2 Pengaruh adanya unsur lain pada analisis Fe(III) mengakibatkan semakin
turunnya nilai absorbansi yang dihasilkan dari nilai yang sebenarnya.
Volume Cu(II) dan Pb(II) yang semakin banyak, maka nilai absorbansi
larutan standar semakin kecil yang ditandai dengan memudarnya warna
larutan standar. Interferensi Pb (II) terhadap Fe (III) lebih besar daripada
interferensi Cu (II) terhadap Fe (III) karena Cu(II) lebih reaktif daripada
Pb(II).
5.2 Saran
Saran untuk praktikum kedepannya adalah diharapkan praktikan memahami
konsep pada percobaan terlebih dahulu. Praktikan juga harus melakukan
pembuatan larutan standar dengan baik dan benar agar tidak mengalami kesalahan
yang mempengaruhi hasil pengukuran absorbansi. Praktikan sebaiknya
memahami prosedur kerja yang dilakukan sehingga saat mengamati video
praktikum tidak bingung.
LAMPIRAN
V1 =
= 1 mL
2. Pengenceran Cu(II) 5 ppm
Larutan Induk Cu(II) 1000 ppm
M1 . 1 = M2 . V2
V1 =
= 0.5 mL
3. Pengenceran Pb(II) 5 ppm
Larutan Induk Pb(II) 1000 ppm
M1 . 1 = M2 . V2
V1 =
= 0.5 mL
Kurva Absorbansi vs Volume Cu(II)
0,9
y = -0,1794x + 0,776
0,8
R² = 0,987
0,7
0,6 Absorbansi vs Volume
Absorbansi
0,5
Linear (Absorbansi vs
0,4 Volume)
0,3
0,2
0,1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Volume (mL)
R² = 0,9951
0,5
Absorbansi vs Volume
0,4
0,3 Linear (Absorbansi vs
Volume)
0,2
0,1
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Volume (mL)
DAFTAR PUSTAKA