Anda di halaman 1dari 23

FISIKA ZAT PADAT

BAB III
ELEKTRON DALAM LOGAM

Pada bab 1 telah disebutkan bahwa pada dasarnya Fisika Zat Padat mengkaji Kristal
dan elektron – elektron. Dalam pembahasan mengenai Dinamika Kisi dalam Bab II, telah
diuraikan gerakan atom – atom dalam Kristal sebagai akibat dari adanya rambatan
gelombang, mekanik maupun termal, serta berbagai sifat yang ditimbulkannya. Pada Bab III
ini, giliran elektron yang mendapat bagian untuk dibahas secara khusus, mengingat gerakan
elektron dalam zat padat sangat berbeda dari gerakan atom – atom dalam Kristal.
Secara umum setiap jenis bahan padat yang disusun oleh atom – atom selalu
mengandung elektron – elektron. Namun demikian, elektron – elektron tersebut ada yang
terikat erat pada ikatan atom – atom dan ada juga yang bebas. Elektron dikatakan bebas
bilamana elektron tersebut dapat bergerak oleh karena suatu hal ( misalnya medan listrik )
secara bebas dari satu titik ke titik lain di seluruh Kristal elektron yang bersifat demikian
disebut elektron bebas. Sedangkan, elektron yang tidak dapat bergerak bebas, yaitu elektron
yang terikat dalam atom maupun ikatan antar atom, disebut elektron terikat.
Struktur ikatan pada bahan logam memungkinkan zat padat jenis ini mengandung
elektron bebas, sedangkan bahan bukan – logam lainnya, yaitu bahan – bahan yang
mempunyai ikatan ionik atau kovalen, tidak memiliki elektron bebas. Dengan adanya
elektron bebas ini logam mempunyai sifat – sifat yang khas, antara lain merupakan
penghantar listrik dan penghantar panas yang baik serta permukaanya mengkilat (sifat
pantulnya baik).

3.1 ELEKTRON BEBAS KLASIK

Dalam pendekatan ini elektron – elektron dapat dipandang sebagai partikel gas ideal.
Sebagai contoh, perhatikan logam Natrium (11 Na ). Atom natrium memiliki konfigurasi
elektron : 1s2 – 2s2 – 2p6 – 3s1. Elektron – elektron pada orbital 1s sampai dengan 2p
membentuk struktur kulit penuh. Elektron – elektron ini bersama dengan inti atom
membentuk teras atom. Sedangkan elektron yang ke 11 pada orbital 3s merupakan elektron
valensi. Elektron inilah yang menjadi elektron bebas apabila atom – atom natrium
membentuk kristal tunggal. Lihat kembali ikatan logam pada BAB I.
Secara umum bila suatu logam mempunyai rapat massa ρm, tersusun oleh atom –
atom dengan elektron valensi Z, dan massa atom yang bersangkutan M, maka konsentrasi
elektron bebas pada logam tersebut adalah :

ZNA
n  m (3.1)
M

N A adalah bilangan Avogadro. Konsentrasi elektron pada persamman 3.1 tersebut dinyatakan
dalam satuan elektron/cm3 atau elektron/m3 dan biasanya hanya ditulis cm-3 atau m-3.

3.1.1 Hantaran Listrik


Perhatikan seutas kawat sepanjan L dengan luas tampang A, ujung – ujung kawat ( C
dan D ) diberi beda potensial VCD, dan nilai hambatan kawat adalah R. dalam kawat mengalir
arus listrik I serta timbul medan listrik E, separti gambar 3.1. menurut hukum Ohm, kuat arus
listrik dalam kawat :

VCD
I  (3.2)
R

Gambar 3.1 Arah arus listrik, medan listrik dan gerakan elektron
Dalam seutas kawat yang diberi beda potensial

Selanjutnya dapat dituliskan rumus – rumus lainnya yang menyangkut :


I
(i) Rapat arus : J 
A

3- 2
VCD
(ii) Kuat Medan : E (3.3)
L

L
(iii) Hambatan kawat : R
A

dengan ρ menyatakan resistivitas listrik bahan kawat, dan dapat dituliskan dalam
hubungannya dengan kondutivitas listrik σ :

1
 (3.4)

Dari persamaan – persamaan di atas, hukum Ohm seperti pada persamaan (3.2) dapat
dituliskan kembali dalam bentuk :

J  E (3.5)

Semua besaran listrik di atas merupakan besaran makroskopik yang dapat diukur atau
ditentukan secara langsung. Bagaimanakah mekanisme elektron menghantarkan listrik
sehingga persamaan – persamaan di atas dapat terpenuhi.

Gambar 3.2 Elektron dalam Kristal bergerak dipercepat oleh medan listrik dan dihamburkan
oleh atom-atom.
Pada gambar 3.2 elektron bergerak dipercepat kearah kanan sebagai akibat penerapan
medan listrik kearah kiri. Dalam gerakannya, elektron menumbuk dan dihamburkan oleh
atom – atom. Tumbukan dengan atom – atom ini menimbulkan “ gaya hambat “ yang dialami
oleh elektron, yang akan mengimbangi gaya oleh medan listrik pada elektron. Keadaan
demikian dapat diungkapkan melalui persamaan gerak sebagai berikut :

3- 3
dv v
m*   e E  m* (3.6)
dt 

Dengan m* menyatakan massa efektif elektron, V kecepatan elektron, e muatan elektron, t


waktu dan τ waktu relaksasi tumbukan ( waktu antara dua kali tumbukan berurutan ). Suku
kedua ruas kanan pada persamaan (3.6) merupakan gaya hambat yang seperti “ gaya gesek “
Stokes pada percobaan pengukuran vikositas cairan.
Perimbangan antara gaya oleh medan dan gaya hambat akan menghasilkan keadaan
tunak ( stasioner ). Bila keadaan ini tercapai maka :

dv
0 (3.7)
dt

Dengan ini persamaan ( 3.6 ) menghasilkan :

e
v E (3.8)
m*

Yaitu kecepatan akhir elektron yang disebut juga kecepatan alir ( drift velocity ). Tanda
minus ( - ) menyatakan bahwa arah gerak elektron berlawanan dengan arah medan listrik E
yang menyebabkannya. Kecepatan elektron ini berperan dalam hantaran listrik. Untuk
membedakannya dengan kecepatan rambang ( akan dibahas kemudian ), kecepatan alir
dituliskan dengan notasi v d . Jadi :

e
vd   E (3.8a)
m*

Selanjutnya, rapat arus listrik dapat didefinisikan sebagai berikut :

J  ( n e ) v d (3.9)

Dengan n menyatakan konsentrasi elektron. Dengan mengganti v d seperti pada persamaan


(3.8a), diperoleh :

3- 4
n e 2
J  E (3.10)
m*

Bandingkan persamaan ini dengan hukum Ohm pada persamaan ( 3.5 ), dihasilkan ungkapan
bagi konduktivitas listrik :

n e 2
  (3.11)
m*

Persamaan terakhir ini menunjukkan hubungan antara besaran makroskopik ( σ ) dan besaran
mikroskopik bagi elektron ( τ dan m* ).
Di pihak lain, apabila diambil keadaan relaksasi, yaitu apabila medan listrik
dihilangkan ( E=0 ), maka persamaan gerak elektron menjadi :

dv v
m*   m* (3.12)
dt 

Yang memberikan solusi :

t
vd (t )  vd (0) e 
(3.13)

menyatakan kecepatan akhir sesaat sebelum medan listrik dihilangkan. Τ yang


merupakan waktu relaksasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

l
  (3.14)
vr

l adalah jarak antara dua tumbukan berurutan atau disebut juga lintasan bebas rata – rata
elektron. Sedangkan vr menyatakan kecepatan rambang elektron, yaitu kecepatan elektron
dalam gerakannya karena pengaruh termal (panas). Kecepatan rambang tidak berpengaruh
dalam hantaran listrik. Dengan hubungan (3.14), maka ungkapan konduktivitas listrik (3.11)
menjadi :

3- 5
n e2 l
  (3.15)
m* vr

Beberapa nilai dari besaran – besaran bersangkutan diberikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Besaran nilai dari beberapa logam.


Logam σ(  1 m 1 ) n ( m 3 ) Τ ( detik ) l (Å) v r ( m s 1 )

Na 1.07 x 107 4.6 x 1028 0.9 x 10-14 110 1.3 x 106 1.2
Cu 5.88 x 107 8.5 x 1028 2.7 x 1014 420 1.6 x 106 1.0
Zn 1.69 x 107 13.1 x 1028 - - 1.82 x 106 0.85
Al 3.69 x 107 18.06x1028 - - 2.02 x 106 -

3.1.2 Resistivitas Listrik

Dari persamaan (3.4) dan (3.11) dapat diperoleh rumusan bagi resistivitas listrik :

1 m*
  (3.16)
 n e2 

Tumbukan elektron dengan penghambur dalam Kristal dapat dibedakan atas dua faktor, yaitu
:
(i). Karena vibrasi kisi atau tumbukan dengan fonon
(ii). Tumbukan dengan atom – atom takmurnian ( imputitas ).

Apabila tumbukan dengan fonon menghasilkan waktu relaksasi  f dan tumbukan dengan

atom impuritas menghasilkan waktu relaksasi  i , maka dapat dituliskan :

1 1 1
  (3.17)
 f i

Dengan demikian, resistivitas listrik pada persamaan di atas berubah menjadi :

3- 6
Yang selanjutnya dapat ditulis :

   f  i (3.18)

Pada suhu rendah ( T << ) tidak ada fonon, jadi  f  0 , sehingga    i . Sebaliknya pada

suhu tinggi ( T>> ) konsentrasi fonon meningkat, sehingga tumbukan dengan fonon menjadi
dominan. Akibatnya  f   i dan dengan demikian    i . Jadi jelas bahwa resistivitas

listrik bergantung pada suhu ( T ), terutama sebagai akibat tumbukan dengan fonon. Untuk
menampung kebergantungan pada T ini, maka lebih tepat dituliskan sebagai berikut :

 ( T )   i   f (T ) (3.19)

 f (T ) dapat diturunkan berdasarkan teori kinetik gas dan memiliki bentuk :


 f (T )  T (3.20)
M k ' D2

dengan M massa atom dalam Kristal, k’ tetapan gaya antar atom dan  D suhu Debye.
Persamaan ( 3.19 ) disebut hukum Matthiessen. Hukum ini menyimpang pada suhu rendah (
mendekati T = 0 ), dalam penyimpangan ini disebut efek Kondo. Lihat gambar 3.3 dan 3.4

3- 7
Gambar 3.3 Kurva  (T ) menurut hukum Matthissen dan efek kondo.

Gambar 3.4 Resistivitas listrik tembaga (Cu) dengan takmurnian Ni dalam beberapa
konsentrasi.

3.2 ELEKTRON BEBAS KUANTUM

Berbeda dengan pembahasan pada pasal 3.1 dimana elektron bebas dipandang seperti
gas ideal, dalam bagian ini elektron sebagai partikel kuantum harus memenuhi :

(i). Prinsip eksklusi ( larangan ) Pauli; yaitu bahwa setiap keadaan elektron dengan energi
tertentu hanya dapat ditempati oleh dua buah elektron dengan spin yang berlawanan. Lihat
Gambar 3.5.a.

3- 8
(ii). Probabilitas menempati suatu keadaan tertentu sesuai dengan statistic Fermi – Dirac.
Lihat gambar 3.5.b

Gambar 3.5 a. Keadaan electron yang memenuhi prinsip eksklusi Pauli.


b. Fungsi distribusi Fermi – Dirac.

Pada suhu T = 0ºK, fungsi distribusi Fermi – Dirac memiliki bentuk :

1 ; untuk E  E f
f (E)   (3.21)
0 ; untuk E  E f

Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi ( T > 0 ) :

1
f (E)  ( EE f )
(3.22)
T
kB
e 1

k B tetapan Boltzman dan E F adalah energi Fermi. E F didefinisikan sebagai energi


maksimum elektron dalam logam pada suhu T = 0ºK; atau energi dengan nilai probabilitas
setengah ( 50% ) ditempati elektron pada suhu T > 0º K.
Berkaitan dengan energi Fermi tersebut dapat didefinisikan kecepatan elektron pada
tingkat Fermi ( VF )sebagai berikut :

1 * 2
EF  m VF (3.23)
2

Pada suhu T=0ºK, kecepatan elektron :

3- 9
Bila digambarkan dalam ruang kecepatan (Vx, Vy, Vz) akan diperoleh permukaan Fermi
yang berbentuk permukaan bola dan disebut bola Fermi, seperti pada Gambar 3.6. pada suhu
0 ºK tidak ada titik di luar bola, artinya bahwa kecepatan elektron maksimum adalah VF .
Kecepatan elektron pada tingkat Fermi cukup besar. Untuk logam dengan energi Fermi
sebesar 5 eV, kecepatannya :

Gambar 3.6 a. Bola Fermi dalam “ruang” kecepatan pada kuadran I.


b. Proyeksi bola Fermi pada bidang

Jika konsentrasi elektron dalam logam adalah n maka energi Fermi logam yang bersangkutan
:

2 2
EF  *
(3  2 n ) 3 (3.24)
2m

Konsep bola Fermi dapat digunakan untuk menjelaskan dapat digunakan untuk menjelaskan
hantaran listrik dalam logam. Perhatikan kembali gambaran dalam ruang kecepatan dalam

3 - 10
Gambar 3.6.b. Gerakan elektron karena pengaruh termal ( tanpa medan listrik ) tidak
menghantarkan arus listrik, karena :

vi
i 0 (3.25)

Setiap titik dalam bola Fermi, yang menggambarkan elektron dengan kecepatan tertentu ( vi ),
selalu memiliki titik pada posisi berlawanan, yang melukiskan elektron dengan kecepatan

yang sama tapi berlawanan arah ( - vi ). Dan bila ini dijumlahkan ( secara vector ) untuk
selurh populasi elektron, seperti pada persamaan ( 3.25 ), akan memberikan nilai nol. Dengan
kata lain secara efektif tidak ada aliran elektron, sehingga tidak ada hantaran ( arus ) listrik.
Kini perhatikan Gambar 3.7.a. , dengan adanya medan listrik E kearah kanan, elektron
memiliki kecepatan alir v d ke arah kanan, elektron memiliki kecepatan alir v d ke arah kiri

dan ini berarti bola Fermi bergeser ke kiri sejauh v d . Pergeseran ini menghasilkan elektron
konduksi yang diwakili oleh volume bola yang diarsir. Perhitungan jumlah elektron konduksi
dapat dilakukan dengan menggunakan gambar 3.7.b. jumlah elektron “sisanya” ( yang tidak
berkonduksi ) dinyatakan oleh bagian volume bola yang tidak diarsir, dan bentuknya
mendekati bangun “ elipsoida “. Setengah sumbu panjang elipsoida :

Gambar 3.7 a. Pergeseran ke kiri bola Fermi akibat medan listrik E ke kanan.
Menghasilkan electron konduksi (bagian terarsir).

3 - 11
b. Bagian bola Fermi ‘sisanya” yang mengandung electron tak berkonduksi
berbentuk elipsoida (bagian tidak terarsir).

a  VF (3.26)

Karena . Sedangkan setengah sumbu pendek :

1
b ( 2 V F  Vd ) (3.27)
2

Dan volume elipsoida :

4
Velip   a b2 (3.28)
3

Selanjutnya, volume bagian bola yang berisi elektron konduksi ( bagian terarsir ) ialah selisih
antara volume bola Fermi dan volume elipsoida :

Perbandingan antara jumlah elektron konduksi dan jumlah elektron total :

Vd

VF

3 - 12
Karena Vd  VF . Jumlah elektron yang menghantarkan arus apabila jumlah elektron bebas
total n adalah :

Vd
( )n (3.29)
VF

Rapat arus pada tingkat Fermi :

Vd
  en ( ) VF
VF

  en Vd

Gantikan Vd seperti pada persamaan ( 3.8a ), akan diperoleh :

n e2  F
J  E (3.30)
m*

 F adalah waktu tumbukan elektron pada tingkat Fermi. Selanjutnya bila persamaan ( 3.30 )
dibandingkan dengan hukum Ohm ( 3.5 ) menghasilkan :

n e2  F
  (3.31)
m*
Dengan :
lF
F  (3.32)
VF

l F adalah lintasan bebas elektron rata – rata pada tingkat Fermi. Tampak bahwa persamaan (
3.31 ) adalah sama dengan persamaan ( 3.11 ). Ini berarti bahwa teori elektron bebas klasik
dan teori elektron bebas kuantum dapat menerangkan gejala hantaran listrik pada logam.

3.3 RAPAT KEADAAN ELEKTRON

3 - 13
Pada Bab II telah dipelajari jumlah keadaan fonon dalam selang frekuensi ( ) atau
bilangan gelombang ( q ) yang dinyatakan dengan rapat keadaan fonon g ( ) atau g (q ) .
Sementara itu,  dan q berhubungan atu sama lain melalui hubungan dispersi  (q ) .
Ekivalen dengan fonon, jumlah elektron dalam selang energi ( E ) atau bilangan gelombang (
k ) juga dinyatakan dengan rapat keadaan g( E ) atau g( k ). Besaran E dan k berhubungan
satu sama lain melalui ungkapan energi kinetik :

2 2
E k (3.33)
2m *

Untuk kasus 3-dimensi ungkapan energi E dapat ditulis :

2
E ( k x2  k y2  k z2 ) (3.34)
2m *
Dengan

n x , n y , n z masing – masing bilangan kuantum dan L ukuran bahan logam yangditinjau.

Dalam ruang-k dapat dilukiskan permukaan Fermi seperti pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Permukaan Fermi dalam ruang-k.

3 - 14
Dari Gambar 3.8 dapat ditentukan jumlah elektron yang mempunyai bilangan gelombang
antara k dan k + dk adalah :

Atau :
k2
g (k )  (3.35)
2

Untuk menentukan δ( E ), gunakan hubungan :

g (k ) dk  g ( E ) dE (3.36)

Dan persamaan (3.33). dari sini akan didapat hubungan :

dk
g ( E )  g (k ) (3.37)
dE

Substitusi persamaan (3.33) dan (3.35) ke dalam persamaan (3.37), yang memberi hasil :

12m * 3 2 1 2
g (E)  ( ) E (3.38)
2 2  2

Yaitu rapat keadaan elektron sebagai fungsi dari energinya.

3.4 KAPASITAS DAN KONDUKTIVITAS PANAS

3 - 15
Pada suhu yang lebih besar dari 0ºK, bahan logam selain mengandung elektron juga
terdapat fonon didalamnya. Elektron dan fonon inilah yang berperanan dalam menentukan
nilai baik kapasitas panas maupun konduktivitas panas.

3.4.1 Kapasitas Panas

Kapasitas panas logam dengan adannya elektron dan fonon dapat ditulis sebagai berikut :

C log am  C fonon  C elektron (3.39)

Dengan menggunakan model elektron bebas klasik, energi rata-rata elektron pada suhu T,
sebagaimana gas ideal adalah :

3 3
E  N A ( kB T )  RT (3.40)
2 2

Sehingga kapasitas panas elektron :

E 3
C elektron   R (3.41)
T 2

Semetara itu, seperti pada Bab II, kapasitas panas fonon :

C fonon  3R (3.42)

Dari persamaan (3.39), (3.41) dan (3.42) jelas bahwa kapasitas panas logam :

3 1
C log am  3R  R  4 R (3.43)
2 2

3 - 16
Sementara menurut hasil ekperimen untuk semua zat padat diperoleh nilai kapasitas panas
3R. jadi, model elektron bebas klasik tidak dapat menerangkan kapasitas panas logam.
Di pihak lain, menurut model elektron bebas kuantum energi rata – rata elektron pada
suhu T :

(k B T ) 2
E  NA (3.44)
EF

Kapasitas panas elektron :

E k T
C elektron   2R B (3.45)
T EF

Definisikan suhu Fermi :

EF
TF  (3.46)
kB
Sehingga :

T
C elektron  2 R (3.47)
TF

Dari perhitungan yang lebih eksak dihasilkan

 2 R k BT
C elektron  (3.48)
2 EF

3.4.2 Konduktivitas Panas

Pada sebuah batang logam, bila ujung-ujung batang mempunyai suhu yang berbeda,
akan terjadi aliran panas dari ujung batang yang bersuhu lebih tinggi ke ujung yang suhunya

3 - 17
lebih rendah. Dalam Gambar 3.9, aliran energi panas persatuan waktu dan persatuan luas
batang, dinyatakan oleh :

Gambar 3.9 Aliran energy panas pada batang logam yang pada ujung-ujungnya
terdapat perbedaan suhu.

dT
Q  K (3.49)
dx

dT
( ) adalah gradient suhu, dan K menyatakan konduktivitas panas bahan logam. Tanda
dx
minus (-) diambil agar Q bernilai positif untuk K yang bernilai positif, oleh karena gradient
suhu < 0.
Dalam bahan logam konduktivitas panas merupakan sumbangan oleh elektron dan
fonon, sehingga dapat dituliskan :

K  K fonon  K elektron (3.50)

dengan :

Dan

3 - 18
Karena umumnya : K fonon  0,01 K elektron , maka :

(3.51)

Dari persamaan (3.31) dan (3.51) dapat diambil perbandingan antara konduktivitas panas dan
konduktivitas listrik sebagai berikut :

(3.52)

L disebut bilangan Lorentz. Nilai L untuk beberapa logam ditunjukkan pada table 3.2.

Table 3.2. bilangan Lorentz ( L ) untuk beberapa logam


Logam L ( kal. . s 1 .K 1 ) Logam L ( kal. . s 1 .K 1 )
Na Al
Cu Cd
Ag Ni
Au Fe

3.5 PITA ENERGI ZAT PADAT

Lihat kembali ilustrasi pada pasal 3.1 tentang logam natrium (Na). pada contoh
tersebut diketahui bahwa elektron pada orbital 3s merupakan elektron valensi. Pada atom Na
yang bebas elektron valensi terikat di dalam atom. Tetapi bila atom-atom Na membentuk
ikatan logam, elektron valensi menjadi elektron bebas. Lihat ilustrasi pada gambar 3.10.

3 - 19
Gambar 3.10 Potensial pada atom Na bebas, electron valensi dalam keadaan terikat ( atas ).
Potensial pada Kristal Na, electron valensi menjadi bebas ( bawah ).

Dapat dibayangkan bahwa bila elektron bergerak di sepanjang kristal yang


potensialnya periodik, elektron tidak sepenuhnya bebas tetapi berinteraksi dengan medan
kristal. Fungsi gelombang elektron untuk menggambarkan gerakannya dalam pengaruh
medan kristal merupakan gabungan dari fungsi gelombang untuk elektron bebas dan fungsi
yang periodik. Fungsi yang bersangkutan disebut fungsi Bloch :

 ( x )  e ikx u k ( x) (3.53)

Dengan e ikx adalah fungsi untuk elektron bebas sedangkan u k (x) suatu fungsi yang periodik,
lihat Gambar 3.11.

3 - 20
Gambar 3.11 Fungsi Bloch

Apabila fungsi Bloch seperti pada persamaan (3.53) digunakan untuk menyelesaikan
persamaan gerak elektron dalam potensial periodik :

 2 d  ( x)
2

  V( x )  ( x )  E ( x ) (3.54)
2m * dx 2

V( x ) adalah potensial periodik seperti pada gambar 3.10. maka akan diperoleh solusi yang

berupa energi E sebagai fungsi k seperti ditunjukkan pada Gambar 3.12

3 - 21
Gambar 3.12 Kurva E vs k yang merupakan solusi persamaan (3.54); membentuk struktur
pita.

Enegri E sebagai fungsi k untuk elektron yang bergerak dalam medan Kristal
periodik, dalam gambar 3.12, menghasilkan selang energi yang terlarang ( celah energi ) dan
selang yang diperbolehkan ( pita energi ). Keadaan energi elektron seperti ini disebut struktur
pita zat padat.
Sebagai akibat dari interaksi elektron dengan medan Kristal, maka elektron mengalami
peubahan massa karena pengaruh medan tersebut. Massa elektron menjadi lebih besar atau
lebih kecil dari massa diamnya. Massa yang demikian disebut massa efektif ( m * ) dan
dirumuskan :

2
m*  (3.55)
d 2E
( 2)
dk

Dengan E adalah energi elektron sebagai fungsi bilangan gelombang K : E(k). sebagai contoh
untuk elektron bebas energinya :

2 2
E (k )  k (3.56)
2mo
dan turunan kedua terhadap K :

3 - 22
Sehingga massa efektifnya :

2 2
m*    mo (3.57)
d 2E 2
( 2) ( )
dk mo

Massa efektif elektron bebas sama dengan massa diamnya.

3 - 23

Anda mungkin juga menyukai