Anda di halaman 1dari 13

A.

Latar Belakang

Keperawatan komunitas merupakan suatu sistem dari praktek keperawatan dan praktik
kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta memelihara kesehatan
penduduk. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya kebutuhan pelayanan
kesehatan menuntut perawat saat ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai
bidang. Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang, dimana perawat memiliki peran
yang lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit,
juga memandang klien secara komprehensif. Perawat dianggap sebagai salah satu profesi
kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan baik di
dunia maupun di Indonesia.

Dalam menjalankan visi misinya tentu perawat komunitas memiliki peran dan fungsi.
Diataranya Peran yang dapat dilaksanakan adalah sebagai pelaksana pelayanan
keperawatan, pendidik, koordinator pelayananan kesehatan, pembaharu(innovator),
pengorganisasian pelayanan kesehatan (organizer), panutan (role model), sebagai fasilitator
(tempat bertanya), dan sebagai pengelola (manager). Selain peran perawat juga memiliki
fungsi, diantaranya adalah fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen.
Dengan tanggung jawab fungsi dan peran tersebut kehadiran perawat diharapkan mampu
meningkatkan status kesehatan masyarakat indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi Keperawatan Komunitas ?

2. Bagaimanakah Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas Indonesia ?

3. Prinsip keperawatan komunitas

4. Standart keperawatan

5. Evaluasi
BAB I

A. Definisi Keperawatan Komunitas


Para ahli mendefinisikan komunitas dari berbagai sudut pandang, yaitu sebagai berikut :
1. Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, memiliki
nilai-nilai keyakinan dan minat yang relatif sama, serta berinteraksi satu sama lain
dengan mencapai tujuan.
2. WHO tahun 1974 mendefinisikan komunitas sebagai suatu kelompok sosial yang
ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama,
sertaada rasa saling mengenal dan interaksi antara anggota masyarakat yang stu dan
yang lainnya.
3. Spradley (1985), komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar
pengalaman penting dalam hidupnya.
4. Koentjaradiningrat (1990), komunitas sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang
menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat,
serta terikat oleh rasa identitas suatu komunitas.
5. Sounders (1991), komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang-orang atau sistem
sosial.

Definisi keperawatan komunitas

1. Menurut WHO (1959), keperawatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang
merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan
bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan
guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan
fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar ditujukan kepada
individu, keluarga yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi
masyarakat secara keseluruhan
2. American Nursis Association (1973), keperawatan komunitas merupakan suatu sistem
dari praktek kepeawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk
meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk.
3. WHO (1974), keperawatan komunitas adalah kesaatuan mencakup perawatan
kesehatan kerluarga (nurse health family) juga kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat luas, membantu masyarakat tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada
pada mereka sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain.
4. Ruth B.Freeman (1981), keperawtan komunitas adalah kesatuan yang unik dari praktik
keperawatan dan kesehatan masayarakat yang ditujukan pada pengembanagn serta
peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri sendiri sebagai perorangan maupun
secara kolektif sebagai keluarga, kelompok khusus, atau masyarakat. Pelayanan
kesehatan untuk masyarakat.
5. Departmen kesehatan RI (1986), keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu
upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang dialaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan
lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tim kesehatan individu, keluaraga, dan
masyarakat yang lebih tinggi.
6. Pradley (1985), Logan dan Dawkin (1987), keperawtan komunitas adalah pelayanan
keperawatan profesional ynag ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada
kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal yang
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, jugan melibatkan klien sebagai
mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan
7. Rapat Kerja Keperawatan Kesehatan Masyarakat (1990) mendefinisikan keperawatan
komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara
keperawatan dan keadaan masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta
masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara
menyeluruh dan terpadu yang ditujukan pada individu, kelompok, serta masyarakat
sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk
meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri
dalam upaya kesehatan
8. Menurut IOM (2003), Praktik pelayanan komunitas adalah layanan keperawatan
profesional yang diberikan oleh perawat yang telah memperoleh pendidikan
keperawatan komunitas atau disiplin lain yang berkaitan dan bekerja untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang berfokus pada masyarakat
9. Perawatan komunitas adalah perawatan yang diberian dari luar suatu institusi yang
berfokus pada masyarakat atau individu dan keluarga (Elisabeth, 2007)
10. Winslow (1920), seorang ahli kesehatan adalah ilmu dan senio mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, serta meningkatkan efisiensi hidup melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat untuk hal-hal berikut ini:
a) Kelompok-kelompok masyarakat yang terkoordinir
b) Perbaikan kesehatan lingkungan
c) Mencegah dan memberantas penyakit menular
d) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat / perseorangan
e) Dilaksanakan dengan mengkoordinasikan tenaga kesehatan dalam satu wadah
pelayanan kesehatan masyarakat yang mampu menumbuhkan swadaya
masyarakat untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal.

B. Sejarah Perkembangan Keperawatan Komunitas


Perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia dimulai pada abad ke-16,yaitu
dimulai dengan adanya upaya pembatasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti
oleh masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke indonesia tahun 1927, dan pada pada
tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk ke indonesia
melalui singapura dan mulai berkembang di indonesia, sehingga berawal dari wabah kolera
tersebut pemerintah Belanda (pada waktu itu indonesia dalam penjajahan Belanda)
melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Gubernur Jendral Deandles pada tahun
1807 telah melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dalam praktik persalinan.
Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi (infan mortality rate)
yang tinggi. Namun, upaya ini tidak bertahan lama, akibat langkanya tenaga pelatih
kebidanan. Baru kemudian di tahun 1930, program ini dimulai lagi dengan didaftarkannya
para dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan.pada tahun 1851 berdiri sekolah
dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr. Blekker-kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer di
indonesia. Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA (SCHOOL Tot Oplelding van
Indiche Arsten) atau sekolah pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan
sekolah dokter yang ke-2 di S urabaya dengan nama NIAS ( Nederland Indische Artsen
School). Pada tahun 1927 STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan sejak
berdirinya universitas indonesia tahun 1947, STOVIA berubah menjadi Fakulitas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain itu, perkembangan kesehatan masyarakat di indonesia juga ditandai dengan
berdirinya pusat laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888- tahun 1938 pusat
laboratorium ini berubah menjadi lembaga Eykman. Selanjutnya, laboratorium-
laboratorium lain juga didirikan di kota-kota seperti medan, Semarang, makasar, surabaya,
dan Yokyakarta dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar
serta penyakit lainnya. Bahkan lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922, penyakit pes masuk ke indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini
menjadi epidemis di beberapa tempat, terutama dipulau jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT
terhadap rumah-rumah penduduk dan vaksinasi masal. Tercatat sampai pada tahun 1941,
15 juta orang telah di vaksinasi. Pada tahun 1945, hydrich- seorang petugas kesehatan
pemerintah Belanda- melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian
dan kesakitan di Banyumas purwokerto. Dari hasil pengamatan dan analisisnya,
disimpulkan bahwa tingginya angka kesakitan dan kematian dikedua daerah tersebut
dikarenakan buruknya kondisi sanitasi lingkungan, masyarakat buang air besar di
sembarangan tempat, dan pengguna air minum dari sungai yang telah tercemar.
Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi lingkungan dikarenakan
perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai upaya kesehatan
masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan cara melakukan
promosi mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap
sebagai awal kesehatan masyarakat di indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak perkembangan kesehatan
masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkannya Konsep Bandung ( Bandung plane)
pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr.Patah-yang selanjutnya dikenalkan dengan
nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini,diperkenalkan bahwa dalam upaya pelayanan
kesehatan masyarakat ,aspek preventif dan kuratif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti
dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, kedua aspek ini tidak boleh
dipisahkan, baik dirumah sakit maupun dipuskesmas. Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai
kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat oleh dr. Y. Susanti dengan berdirinya
proyek Bekasi ( lemah abang ) sebagai proyek percontohan/ model pelayanan bagi
pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di indonesia dan sebagai pusat pelatihan
tenaga kesehatan. Proyek ini juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan
program kesehatan. Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih
delapan desa wilayah pengembangan masyarakat.
1. Sumatra utara : indrapura
2. Lampung
3. Jawa Barat: Bojong Loa
4. Jawa tengah : Sleman
5. Yokyakarta : Godean
6. Jawa timur : Mojosari
7. Bali : Kesiman
8. Kalimantan Selatan : Barabai

Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini. Pada
bulan november 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program
kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat indonesia,
yaitu mengenai konsep puskesmas- yang dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodilogo- yang
mengacu pada konsep Bandung dan proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulakan
dan disepakati mengenai sistem puskesmas yang terdiri atas tipe A,B, dan C. Akhirnya
pada pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas
merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh
pemerintah ( Departemen Kesehatan ) menjadi pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(puskesmas).

Puskesmas disepakati sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kuratif dan
preventif secara terpadu, menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja
kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan
pembangunan kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diperkenalkanlah
program untuk selalu menguatkan puskesmas (strengthening puskesmas). Di negara
berkembang seperti Indonesia, fasilitas kesehatan berlandaskan masyarakat disarankan
lebih efektif dan penting. Departemen kesehatan telah membuat usaha intensif untuk
membangun puskesmas yang kemudian dimasukkan ke dalam master plan untuk operasi
penguatan pelayanan kesehatan nasional.
Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan,
yaitu :

1. Kesehatan ibu dan anak (KIA)


2. Keluarga berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pencegahan dan Pemberantasan penyakit menular serta imunisasi,
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulit
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatrik
14. Latuhan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obatan tradisional
16. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk sistem informasi kesehatan.

Pada tahun1969, sistem puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu puskesmas tipe A
yang dikelola oleh dokter dan puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang paramedis.
Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979btidak diadakan
perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B- hanya ada satu puskesmas saja, yang dikepalai
oleh seorang dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas mulai mengalami
perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak harus dipimpin oleh seorang dokter,tapi
dapat juga dipimpin oleh Sarjana Kesehatan Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat
membawa perubahan yang positif,dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan
langsung pada klien dan tidak disibukkan dengan urusan administratif/manajerial, sehingga
mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Di provinsi Jawa Timur misalnya, sudah dijumpai
kepala puskesmas dari lulusan sarjana kesehatan masyarakat seperti di kabupaten Gresik,
Bojonegoro, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979 dikembangkan satu peranti manajerial
guna penilaian puskesmas, yaitu stratifikasi puskesmas,sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1, puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 , puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 , puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Peranti manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning untuk perencanaan dan
lokakrya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Pada
tahun 1984, tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program
paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (posyandu) yang mencakup kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, gizi, penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi. Sampai
dengan tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309. hal ini berarti 3,6
puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani sekitar 28.144 penduduk.
Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921 pada tahun 2003, yang berarti
setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa-dibandingkan dengan rumah sakit yang
harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah puskesmas masih teus dikembangkan dan diatur
lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih
jauh dari memadai, terutama di daerah tepencil. Diluar jawa dan sumatra, puskesmas harus
menangani wilayah yang uas,( terkadang beberapa kali lebih luas dari satu kabupaten di
Jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas terkadang hanya
melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi sebagian penduduk puskesmas terlalu jauh
untuk dicapai.
C. Prinsip keperawatan komunitas
Pada perawatan kesehatan masyarakat harus mempertimbangkan beberapa  prinsip, yaitu :
1. Kemanfaatan Semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat
yang  besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang dilakukan harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas, artinya ada keseimbangan
antara manfaat dan kerugian (Mubarak, 2009).
2. Kerjasama Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat
berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas sektoral (Riyadi,
2007)
3. Secara langsung Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan
intervensi, klien dan lingkunganya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik
mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan (Riyadi, 2007).
4. Keadilan Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari
komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan upaya atau tindakan sesuai dengan
kemampuan atau kapasitas komunitas (Mubarak, 2009).
5. Otonomi Klien Otonomi klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau
melaksanakan  beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan
yang ada (Mubarak, 2009).

D. Standart keperawatan komunitas


Menurut ANA (2004), standar praktik keperawatan dapat dibagi dalam beberapa standar
dengan membagi dalam kompetensi perawat komunitas generalis dan spesialis.
(Ahmad,2015)
STANDAR 1 : PENGKAJIAN
Perawat kesehatan kornunitas mengkaji status komunitas menggunakan data, idcntifikasi
sumber surnber yang ada di komunitas, masukan dari komunitas dan pemangku
kepentingan (stakeholder) lain, serta penilaian professional.
Kriteria Pengukuran bagi Perawat Kesehatan Komunitas
1.      Mengumpulkan data dari berbagai surnber yang berhubungan dengan masyarakat skala
luas atau komunitas khusus.
2.      Menggunakan model dan prinsip-prinsip epiderniologi, dernografi, biometri, sosial,
perilaku, dan pemeriksaan fisik untuk mengolab data yang telah dikumpulkan.
3.      Menentukan prioritas pengkajian berdasarkan kepentingan kebutuhan atau risiko pada
area geografisatau kornunitas.
4.      Melakukan pengkajian berdasarkan kriteria yang ditentukan untuk memenuhi
kebutuhan komunitas, nilai dan kepercayaan, sumber-sumber, dan faktor lingkungan yang
relevan.
5.      Menganalisis data menggunakan teknik pemecahan masaJahdan model keperawatan,
kesehatan masyarakat, dan disiplin lain.
6.      Menggunakan data untuk meugldentifikasi kecenderungan dan penyimpangan dari
pola kesehatan yang diharapkan di komunitas.
7.      Melakukan pengkajian data dokumen yang tidak dimengerti yang terlibat dalam
proses.
8.      Menerapkan etik, hukum, dan menghormati privasi klien dalam mengumpulkan,
mengolah, serta menyampaikan data dan informasi.

E.  Kriteria Pengukuran Tambahan bagi Perawat Spesialis Kesehatan Komunitas


F. 1.      Mengumpulkan data dari berbagai sumber antardisiplin dengan menggunakan
metode yang sesuai untuk mendapatkan atau memverifikasi data yang berfokus pada
komunitas.
G. 2.      Bekerja sarna dengan kornunitas, tenaga profesional kesehatan, dan pemangku
kepentingan lain dalam pengumpulan data.
H. 3.      Menginterpretasikan data dari berbagai sumber yang didapat selama proses
pengkajian secara kompleks.
I. 4.      Konsultasi dengan perawat kesehatan komunitas, komunitas, tim antardisiplin, dan
pemangku kepentingan lain dalam mefencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sistem
data yang berfokus pada kebutuhan dan keperluan komunitas.

J. Evaluasi
K. Tahap Evaluasi
L. a. Mengevaluasi setiap kegiatan yang dilakukan di komunitas dalam hal kesesuaian,
kefektifan dan keberhasilan kegiatan serta aktivitas dari komunitas.
M. b. Mengevaluasi seluruh kegiatan di komunitas dalam hal pencapaian tujuan, keberhasilan
pemecahan masalah dan kemampuan komunitas dalam pemecahan masalah.

PRINSIP KEPERAWATAN KOMUNITAS


Daftar pustaka

1. Iqbal Mubarak,W.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas.jakarta:Salemba Medika


Anderson Elizabeth. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik.
2. Edisi 3.EGC.Jakartas Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu
Keperawatan Komunitas 1. Jakarta : CV. Sagung Seto
3. Ahmad,A. 2015. Standar Praktik Dalam Keperawatan Komunitas. Diakses tanggal 18
Februari 2018. Pk 19 : 20 dari https://andinurrahmad.wordpress.com/category/standar-
praktik-keperawatan-komunitas/
4. Efendy, Ferry, Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik
Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
5. Potter, P ,Perry, A. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Alih Bahasa ; Ferdderica,
A. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai