Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuh kembang seorang anak sesungguhnya telah dimulai sejak
awal konsepsi dan akan terus berlangsung sampai dengan kelahiran dan
tahapan kehidupan selanjutnya (Bobak, 2005). Adapun tahapan atau periode
awal kehidupan seorang anak setelah kelahiran tersebut dikenal dengan
periode neonatal. Periode neonatal merupakan suatu periode dimana bayi
memulai fungsi organ tubuh secara mandiri (Bobak, 2005). Pada periode
ini, bayi baru lahir melakukan adaptasi dengan kehidupan ekstrauterin yang
melibatkan serangkaian perubahan fisiologis tubuh yang kompleks
(Lissauer, 2009). Perubahan fisiologis tubuh tersebut meliputi perubahan
pada sistem respirasi, sirkulasi, termoregulasi, keseimbangan asam basa,
persarafan, hemopoetika, gastrointestinal, integumen, endokrin,
muskuloskeletal, dan eliminasi (Wong et al., 2009).
Selain merupakan periode dimana bayi melakukan adaptasi
dengan kehidupan ekstrauterin, periode neonatal tersebut juga sekaligus
menjadi periode yang rentan bagi bayi baru lahir untuk mengalami berbagai
masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan pada periode neonatal, adaptasi
yang dilakukan oleh bayi baru lahir adakalanya disertai dengan berbagai
penyakit, kecacatan, infeksi, penyulit saat persalinan, dan bahkan
kelahiran dengan berat lahir rendah (Bobak, 2005). Kelahiran dengan berat
lahir rendah masih merupakan permasalahan dunia hingga saat ini
karena merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir (Sloan et
al., 2008). Laporan World Health Organization(WHO) yang dikutip dari
State of The World’s Mother 2007 (data tahun 2000-2003) mengemukakan
bahwa 27% kematian bayi baru lahir disebabkan oleh berat lahir rendah
(HTA Indonesia, 2008). Di Indonesia, proporsi nasional kelahiran bayi berat
lahir rendah ini mencapai 11,1% (Riset Kesehatan Dasar, 2010).

1
Angka kematian bayi di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran
hidup dan angka kematian neonatal sebasar 32 per 1.000 kelahiran hidup.
55,8% kematian bayi terjadi pada periode perinatal dan 78,5% terjadi pada
neonatal usia 0-6 hari (Riskesdas, 2007 dalam Kementrian Kesehatan Repulik
Indonesia, 2010). Menurut Riskesda tahun 2007, penyebab kematian neonatal
usia 0-6 hari di Indosesia disebabkan karena gangguan atau kelainan
pernafasan (35,9%), prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,3%),
kelainan darah/ikterus 5%, post matur (2,8%) dan kelainan kongenital (1,4%).
Menurut Ersdal, et al., (2012), di Tanzania, masalah bayi baru lahir
61% mengalami asfiksia, 15% mengalami prematur, 8% mengalami berat
badan lahir rendah, 2% mengalami infeksi, 8% mengalami anomali
kongenital, dan 2% mengalami masalah yang tidak jelas. Masalah kesehatan
pada neonatus mengharuskan neonatus untuk di rawat di ruang perawatan
perinatologi dan dikategorikan sebagai bayi baru lahir yang beresiko.
Dukungan kebutuhan selama perawatan neonatus meliputi dukungan
respirasi, dukungan termoregulasi, perlindungan terhadap infeksi, hidrasi,
nutrisi, konservasi energi, perawatan kulit, penanganan nyeri serta dukungan
keterlibatan keluarga (Hockenberry, 2011). Dukungan kebutuhan nutrisi pada
neonatus membutuhkan perhatian yang optimal seiring dengan usaha untuk
memenuhi dukungan kebutuhan lainnya karena kebutuhan nutrisi bayi baru
lahir diperlukan sebagai energi untuk kesehatan, untuk percepatan
pertumbuhan dan untuk pemeliharaan harian walaupun bayi dalam keadaan
banyak kekurangan anatomis dan fisiologis (Hockenbery 2011; Senterre,
2009).
Sebagai seorang pemberi pelayanan kesehatan profesional, perawat
sedianya juga harus memperhatikan aspek penting lainnya dalam
mengupayakan kesehatan bagi bayi berat lahir rendah tersebut. Sebab
sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan utama penatalaksanaan bayi
risiko tinggi, termasuk bayi berat lahir rendah, adalah konservasi energi
(Wong et al., 2009). Hal ini berarti bahwa konservasi energi merupakan
cerminan dari penatalaksanaan bayi berat lahir rendah yang tidak semata

2
bertumpu pada bagaimana kebutuhan nutrisi bayi tersebut terpenuhi,
melainkan adanya fokus perhatian terhadap kebutuhan akan serangkaian
perawatan lainnya yang membuat energi yang dimiliki bayi dapat digunakan
untuk tumbuh dan berkembang. Adapun pendekatan praktik asuhan yang
dapat dilakukan untuk mencapai konservasi energi tersebut adalah melalui
asuhan perkembangan atau developmental care.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah:
1. Menggunakan teori/model keperawatan Myra Estrin Levine di ruang
neonatus risiko tinggi.
2. Menganalisis teori/model keperawatan Myra Estrin Levine di ruang
neonatus risiko tinggi.
3. Mengetahui aspek positif dan negatif penggunaan teori/model
keperawatan Myra Estrin Levine di ruang neonatus risiko tinggi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Keperawatan Myra Estrin Levine


A. Biografi
Myra Estrin Levine lahir pada tahun 1921 di Chicago dan sangat
menikmati karir yang bervariasi. Secara klinis, dia bertugas sebagai
perawat pribadi, perawat sipil untuk Angkatan Darat AS, pengawas
bedah, dan direktur keperawatan. Myra Estrin Levine menjadi Profesor
Emerita, keperawatan medikal-bedah, pada tahun 1987 di University of
Illinois, Chicago. Dia mulai bekerja pada bidang akademis di Wilayah
Cook School of Nursing, Loyola University, Rush University, University
of Illinois, Chicago. Levine berkesempatan mengunjungi profesor di
Universitas Tel-Aviv dan Sekolah Keperawatan Recanati juga
Universitas Ben Gurion Negev, di Israel pada tahun 1982.
Myra Estrin Levine adalah penerima piagam dalam American
Academy of Nursing dan telah dihormati oleh Asosiasi Perawat Illinois.
Dia adalah penerima penghargaan pertama dari Elizabeth Russell Belford
Award untuk keunggulan mengajar. Dia diberikan gelar doktor
kehormatan oleh Loyola University, Chicago, pada tahun 1992.
Meskipun pada awalnya Myra Estrin Levine tidak berniat
mengembangkan teori, dia membuat struktur organisasi untuk mengajar
keperawatan medikal bedah dan sebuah rangsangan untuk
mengembangkan teori (Stafford, 1996). Dia juga mulai menempatkan
ide-idenya tentang keperawatan dalam menulis (Trench, 1987), bahkan
lebih dari dua dekade setelah penerbitan awal Pengantar Keperawatan
Klinis (Levine, 1969) dia tidak suka menyebut dirinya sebagai teoritis tapi
lebih suka untuk mengidentifikasi dirinya sebagai model konseptual. Dia
tertarik dalam membantu perawat menyadari bahwa setiap kontak
perawat-pasien mengarah ke teka-teki dalam kaitannya dengan perawatan
yang perlu dipecahkan secara individual. Karyanya telah berkembang

4
selama bertahun-tahun, dengan update komprehensif terbaru dari teori
diterbitkan pada tahun 1989 dan diskusi tambahan pada tahun 1990 dan
1991.
Levine (1990) berpendapat bahwa masuk ke dalam sistem
pelayanan kesehatan dikaitkan dengan memberikan beberapa ukuran
kemerdekaan pribadi. Untuk menunjuk orang yang telah memasuki sistem
perawatan kesehatan klien memperkuat keadaan ketergantungan, untuk
klien adalah pengikut. Dia mendukung pasien karena pasien berarti
penderita, dan ketergantungan dikaitkan dengan menderita.
Ini adalah kondisi penderitaan yang memungkinkan untuk
mengatur kemerdekaan disamping menerima jasa orang lain. Ini adalah
tantangan perawat untuk memberikan individu dengan perawatan yang
tepat tanpa mengabaikan integritas individu, untuk menghormati
perawatan yang mana pasien telah ditempatkan di perawat, dan untuk
mendorong partisipasi individu dalam kesejahteraannya sendiri. Pasien
datang dalam kepercayaan dan ketergantungan hanya selama jasa perawat
yang dibutuhkan. Tujuannya agar perawat selalu untuk memberikan
pengetahuan dan kekuatan sehingga individu dapat datang dan pergi
sebagai individu independen.
Dalam tulisannya, Levine (1989, 1990, 1991) sangat berhati-hati
untuk kredit karya para ilmuwan dimana ia dibangun. Dalam membahas
mekanisme fisiologis, ia menarik pada (1963) description Cannon
penerbangan dan melawan respon. teori (1956) stres Selye memberikan
informasi lebih lanjut tentang perlindungan dari bahaya hidup. (1966)
sistem persepsi Gibson tentang bagaimana orang-orang secara aktif
terlibat dalam mengumpulkan informasi dari lingkungan mereka untuk
membantu mereka dalam bergerak dengan aman melalui lingkungan
mereka yang ditarik atas. Erikson (1969, 1975) diskusi tentang pengaruh
lingkungan terhadap pengembangan lebih lanjut diperluas informasi
Levine tentang interaksi orang-lingkungan. (1967) deskripsi Bate dari tiga
jenis lingkungan juga penting. Karya-karya DUBOS (1966), Cohen

5
(1968) dan Goldstein (1963) memberikan kontribusi untuk konsep Levine
adaptasi.

B. Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan Myra Estrin Levine Dalam


Proses Keperawatan
Model Konservasi merupakan teori yang bersifat universal
sehingga dapat digunakan pada berbagai kondisi pasien, pada semua umur
dan berbagai seting pelayanan keperawatan. Model Konservasi Levine
bertujuan untuk mendorong adaptasi dan wholeness (keutuhan) dengan
menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model ini memandu perawat
untuk berfokus pada pengaruh-pengaruh dan respon-respon pada tingkat
organismik. Perawat mencapai tujuan dari model melalui konservasi
energi, konservasi integritas struktur, dan konservasi integritas sosial dan
konservasi integritas personal (Parker, 2005). Alligood (2010)
menjelaskan model Levine didasarkan pada 3 konsep utama, yaitu
adaptasi (adaptation), keutuhan (wholeness), dan konservasi
(conservation). Levine menggambarkan model konservasi seperti gambar
berikut:

6
Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil
adaptasi. Adaptasi adalah proses dimana klien memelihara integritas di
dalam lingkungan yang nyata baik internal maupun eksternal (Levine,
1966, 1989 dalam Parker, 2005). Karakteristik dari adaptasi adalah ; 1)
Historicity mengandung makna bahwa adaptasi merupakan proses
historis, dimana respon didasarkan pada pengalaman masa lalu baik itu
dari segi personal maupun genetik; 2) Specificity, bahwa adaptasi juga
bersifat spesifik, artinya bahwa pada perilaku individu memiliki pola
stimulus respon yangspesifik dan unik dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari; dan 3) Redundancy yang artinya pilihan akan selamat atau gagal oleh
individu untuk memastikan terjadinya adaptasi yang berkelanjutan. Jika
suatu sistem tubuh tidak mampu beradaptasi, maka sistem yang lain akan
mengambil alih dan melengkapi tugasnya. Redundancy dipengaruhi oleh

7
trauma, usia, penyakit atau kondisi lingkungan yang membuat individu
tersebut sulit untuk mempertahankan hidup (Parker, 2005).
Konservasi merupakan hasil dari adaptasi. Konservasi adalah
menjaga bersama-sama kelangsungan sistem kehidupan. Menjaga
bersama-sama diartikan sebagai menjaga keseimbangan antara intervensi
keperawatan dan partisipasi klien sesuai dengan kemampuannya. Levine
meyakini bahwa seorang individu akan terus menerus berusaha
mempertahankan keutuhannya secara menyeluruh. Seorang individu
mempertahankan sistem dalam interaksi yang konstan dengan lingkungan
dan melakukan penghematan energi untuk menjaga integritas. Sumber
energi tidak dapat langsung diamati, tetapi tanda atau manifestasi klinis
dari perubahan energi dapat diprediksi, dikelola dan dikenali. Konservasi
adalah suatu usaha mencapai keseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan energi di dalam realitas yang unik dari individu (Alligood,
2010). Keseimbangan energi adalah hubungan antara energi yang didapat
dari makanan dan energi yang digunakan oleh tubuh. Tubuh mendapat
energi dalam bentuk kalori dari karbohidrat, protein dan lemak (Kozier,
2011). Apabila asupan nutrisi tidak terpenuhi sesuai kebutuhan, maka
keseimbangan energi tidak akan tercapai.
Wholeness (keutuhan) akan dapat dipertahankan jika terjadi
interaksi atau adaptasi yang konstan dengan lingkungan. Perawat
mempromosikan keutuhan melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi
(Alligood, 2010).Levine menganggap bahwa Wholeness merupakan
sistem terbuka dan menggabungkan bagian-bagian untuk sebuah keutuhan
untuk menghadapi perubahan lingkungan (Parker, 2005). Penyakit infeksi
merupakan salah satu penyebab tidak tercapainya wholeness. Invasi
mikroorganisme yang berasal dari lingkungan eksternal dapat
mengganggu lingkungan internal pasien sehingga menimbulkan tanda
klinis penyakit.

8
C. Prinsip prinsip Konservasi Energi
Konservasi menurut Levine memiliki empat ranah atau dimensi
yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas personal, dan konservasi integritas sosial. Intervensi
keperawatan ditujukan agar klien dapat mencapai keempat prinsip
konservasi ini.
a. Konservasi energi
Konservasi energi ditujukan untuk menjaga masukan (nutrisi,
oksigen,cairan) dan pengeluaran energi untuk menghindari
kelelahan berlebihan. Individu membutuhkan keseimbangan energi
dan pembaharuan energi yang terus menerus untuk menjaga
kelangsungan hidupnya (Leach, 2006; Basavanthappa, 2007).
Tubuh mendapatkan energi dalam bentuk kalori dari nutrisi.
Kekurangan asupan nutrisi dapat menganggu keseimbangan energi
sehingga pasien tidak dapat melakukan konservasi energi untuk
menjaga kelangsungan berbagai aktivitas tubuh.
b. Konservasi integritas struktur
Konservasi integritas struktur adalah memelihara dan memulihka
struktur tubuh dengan mencegah kerusakan fisik dan meningkatkan
proses penyembuhan (Leach, 2006; Basavanthappa, 2007).
c. Konservasi integritas personal
Konservasi integritas personal dilakukan dengan memelihara
identitas diri, harga diri dan mengakui keunikan klien (Leach,
2006; Basavanthappa, 2007).

d. Konservasi integritas sosial


Konservasi integritas sosial adalah mendorong kesadaran bahwa
pasien adalah makhluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain
danlingkungan sosialnya (Leach, 2006; Basavanthappa, 2007).
Perawat memiliki peran untuk menghadirkan anggota keluarga,
membantu kebutuhan religius, dan menggunakan hubungan

9
interpersonal untuk konservasi integritas sosial (Tomey &
Alligood, 2006)

D. Proses Keperawatan Berdasarkan Levin’s Model


Model perawatan Levine pada prinsipnya sama dengan elemen-
elemen proses perawatan. Menurut Levine, seorang perawat harus selalu
mengobservasi klien, memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan
perencanaan dan melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah
diberikan. Dalam model Levine, klien dipandang dalam posisi
ketergantungan, sehingga klien membutuhkan bantuan dari perawat untuk
beradaptasi terhadap gangguan kesehatannya. Perawat bertanggung jawab
dalam menentukan besarnya kemampuan partisipasi klien dalam
perawatan. Menurut Alligood (2010), proses keperawatan berdasarkan
model Levine dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data dengan wawancara dan
observasi terhadap perubahan yang terjadi pada pasien dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi. Perawat mengamati
terhadap respon sakit, membaca laporan medis, hasil pemeriksaan
diagnostik dan berbicara dengan klien untuk mengetahui kebutuhan
mereka yang perlu dibantu. Perawat menilai perubahan lingkungan
internal dan eksternal dari klien yang dapat menghambat kemampuan
mereka untuk mencapai kesehatan yang secara menyeluruh. Dengan
mempertimbangkan prinsip konservasi, perawat akan menilai perubahan
pada beberapa aspek berikut :
1. Konservasi energi : keseimbangan antara pengeluaran dan pasokan
energi klien.
2. Konservasi integritas struktur: sistem pertahanan bagi tubuh
3. Konservasi integritas personal: perasaan klien tentang harga diri,dan
kepribadian.

10
4. Konservasi integritas sosial: kemampuan seseorang untukberpartisipasi
dalam sistem sosial (keluarga, masyarakat, dll)

b. Trophicognosis
Levine merekomendasikan trophicognosis sebagai suatu alternatif
diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Levine adalah
memberi arti atau makna data yang telah dikumpulkan sesuai dengan
kondisi pasien. Menyusun data-data yang telah dikumpulkan,
kemudian memberi arti dan melakukan analisa untuk memutuskan
kebutuhan pasien dan intervensi keperawatan mungkin
diperlukan.Mengambil keputusan kebutuhan pasien disebut sebagai
trophicognosis.
c. Hipotesis
Rencana penerapan intervensi keperawatan bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan pasien dan mempromosikan adaptasi mereka
terhadap situasi saat ini. Berdasarkan trophicognosis yang ditemukan,
perawat akan melakukan validasi ke pasien tentang masalah mereka.
Perawat akan membuat hipotesis dari masalah tersebut dan solusi yang
bisa dilakukan, yang selanjutnya akan menjadi rencana keperawatan.
d. Intervensi
Perawat akan berpedoman pada hipotesis yang telah dibuat dalam
memberikan perawatan langsung pada pasien. Pada dasarnya perawat akan
menguji hipotesis yang sudah disusun dengan memberikan perawatan
langsung pada pasien. Intervensi yang dilakukan didasarkan pada prinsip-
prinsip konservasi yaitu konservasi energi, integritas struktur, integritas
personal dan integritas sosial. Tujuan dari pendekatan ini adalah menjaga
keutuhan klien dan mempromosikan adaptasi.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian respon klien terhadap intervensi yang
diberikan. Evaluasi dilakukan dengan mengkaji respon klien apakah
mendukung atau tidak hipotesis yang sudah dibuat. Hasil evaluasi dapat

11
berupa supportif (memberikan kenyamaman untuk klien) dan terapeutik
(meningkatkan pemahaman klien tentang kesehatan). Jika hipotesis
ternyata tidak mendukung pemecahan masalah klien, maka rencana yang
telah dibuat harus direvisi dan dibuat hipotesis baru.

2.2 Konsep Neonatus Resiko Tinggi


A. Definisi Neonatus Resiko Tinggi
Neonatus resiko tinggi dapat didefenisikan sebagai bayi baru lahir,
tanpa memperhitungkan usia gestasi atau berat badan, yang memiliki
kemungkinan lebih besar dari rata-rata morbiditas atau mortalitas. Hal
ini disebabkan oleh keadaan atau lingkungan yang menyertai perjalanan
normal yang berhubungan dengan kelahiran dan penyesuaian keadaan
ekstrauterin. Periode resiko tinggi meliputi pertumbuhan dan
perkembangan manusia sejak saat usia gestasi 23 minggu sampai 28
hari setelah kelahiran dan meliputi penanganan untuk menyelamatkan
nyawa dan kesehatan yang terjadi selama periode prenatal, perinatal,
dan postnatal.

B. Klasifikasi Bayi Baru Lahir Resiko Tinggi


Bayi resiko tinggi paling sering diklasifikasikan sesuai berat
badan, usia gestasi dan masalah patofisiologis yang menonjol. Masalah
yang paling sering berhubungan dengan status fisiologis yang
berhubungan erat dengan keadaan maturitas bayi dan biasanya
melibatkan gangguan kimiawi (mis; hipoglikemia, gawat pernapasan,
hipotermia). Karena faktor resiko tinggi sering terjadi pada beberapa
area tertentu, terutama obstsetrik, pediatrik dan neonatologi, maka
diperlukan terminologi khusus untuk menggambarkan status
perkembangan bayi baru lahir.
Klasifikasi bayi resiko tinggi:
1. Klasifikasi menurut ukuran

12
1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR): bayi yang berat
badannya kurang dari 2500 g, tanpa memperhatikan usia
gestasi
2) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLSR): bayi yang
berat badannya kurang dari 1500 g
3) Bayi berat badan lahir ekstrim rendah (BBLER): bayi yang
berat badannya kurang dari 1000 g
4) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya: bayi yang berat
badannya antara presentil ke 10 sampai ke 90 pada kurva
pertumbuhan intrauterin
5) Bayi berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia
gestasinya: bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat
dan yang berat badan lahirnya kurang dari presentil ke 10
pada kurva pertumbuhan intrauterin
6) Retradasi pertumbuhan intrauterin (IUGR): ditemukan pada
bayi yang pertumbuhan intrauterinnya mengalami retradasi
7) Symetric IUGR: retradasi pertumbuhan berat badan, panjang
badan dan lingkar kepala
8) Asymetric IUGR: retradaksi pertumbuhan yang titunjukan
dengan lingkar kepala dan berat badan rendah kurang dari
presentil 10 pada kurva pertumbuhan
9) Bayi besar untuk usia gestasinya: bayi yang berat badan
lahirnya di atas presentil ke 90 pada kurva pertumbuhan

2. Klasifikasi menurut usia gestasi


1) Bayi prematur (preterm): bayi yang lahir sebelum akhir usia
gestasi 37 minggu, tanpa meperhitungkan berat badan lahir
2) Bayi cukup bulan (full-term): bayi yang lahir antara
permulaan usia gestasi 38 minggu dan sampai akhir 42
minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir

13
3) Bayi postmatur (post-term): bayi yang lahir setelah usia
gestasi 42 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir
4) Nera Term (late-preterm): bayi yang lahir antar usia gestasi
36 sampai 36 minggu tanpa memperhatikan berat badan lahir.

3. Klasifikasi menurut mortalitas


1) Lahir hidup: kelahiran ketika neonatus memperlihatkan tanda
denyut jantung, bernapas, atau memperlihatkan gerakan
volunter, tanpa memperhitungkan usia gestasi
2) Kematian fetal: kematian fetus setelah usia gestasi 20 minggu
dan sebelum persalinan, tanpa adanya tanda kehidupan
setelah lahir
3) Kematian neonatal: kematian yang terjadi dalam 27 hari
pertama kehidupan, kematian neonatal awal terjaadi dalam
minggu pertama kehidupan, kematian neonatal lambat terjadi
antara 7-27 hari
4) Kematian perinatal: menggambarkan jumlah total kematian
fetus dan neonatus awal per 1000 kelahiran hidup
5) Kematian postnatal: kematian yang terjadi antara 28 hari
sampai 1 tahun

C. Perawatan Neonatus Resiko Tinggi


1. Pemantauan Data Fisiologis
Kebanyakan neonatus yang diobservasi intensif
ditempatkan dalam lingkungan yang suhunya terkontrol dan
dipantau denyut jantung, aktivitas respirasi, dan suhu tubuhnya.
Alat pemantau dilengkapi dengan sistem alarm yang menunjukan
bilamana tanda vital berada di atas atau di bawah batas yang telah
ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi, penting juga memeriksa denyut
jantung apikal dan membandingkannya dengan bacaan monitor.

14
Penempatan elektroda tetap merupakan masalah bagi
perawat karena sedikitnya daerah datar, ukuran elektroda, dan iritasi
akibat pasta atau plester. Elektroda untuk memantau jantung sering
dipasang pada punggung atau lengan atas untuk menghindari dada;
elektroda anggota badan tanpa perekat menghilangkan
kemungkinan iritasi kulit karena plester. Elektroda hidrogen badan
tanpa perekat menghilangkan kemungkinan iritasi kulit karena
plester. Elektrode hidrogel lebih lembut ke kulit dan mudah dilepas
dengan mengangkat tepinya dari kulit dan melembapkan dengan air
biasa untuk menghilangkan perekat. Bila elektroda yang sama
digunakan kembali ke kulit, hidrogel harus dibasuh dengan air biasa
untuk menghilangkan natrium yang terakumulasi dari keringat,
yang bisa mengiritasi kulit. Kita harus mengikuti petunjuk pabrik
pembuat mengenai asuhan pada penanganan elektroda untuk
menghindari malfungsi atau luka bakar pada kulit sensitif.
Tekanan darah dipantau rutin pada neonatus yang sakit baik
dengan alat internal maupun eksternal. Pembacaan langsung dengan
kateter anterial sering digunakan namun beresiko seperti pada
semua prosedur yang memasukkan kateter ke dalam arteri. Kateter
vena umbilikalis bisa juga digunakan untuk memantau tekanan vena
sentral neonatus. Osilometri atau alat transkutaneus doopler
merupakan cara yang sederhana dan efektif untuk mendeteksi
perubahan TD sistemik (hipotensi atau hipertensi).
Di NICU, pemeriksaan laboratorium yang sering dan
interpretasinya merupakan bagian integral pengkajian yang terus-
menerus pada kemajuan bayi.
Catatan masukan dan haluaran yang akurat terus dijalankan
pada semua bayi. Haluaran yang akurat dapat diperoleh dengan
mengumpulkan spesimen kemih dalam kantong pengumpul kemih
plastik yang khusus dibuat untuk bayi prematur atau dengan
menimbang popok, yang merupakan cara sederhana dan paling

15
tidak traumatis mengukur haluaran kemih. Popok basah yang telah
ditimbang sebelumnya ditimbang lagi dengan timbangan berskala
gram, dan gram berat kemih langsung dikonversikan ke milimeter
(mis. 25 g = 25 ml).
Pemeriksaan darah merupakan bagian yang penting pada
pengkajian berkelanjutan dan pemantauan kemajuan bayi baru lahir
resiko tinggi. Uji yang paling sering dilakukan adalah glukosa
darah, bilirubin, kalsium, hematokrit, elektrolit serum, dan gas
darah. Sampel dapat diambil dari tumit; vena arteri, atau keteter di
vena umbilikalis, arteri umbilikalis, atau arteri perifer
Bila jumlah sampel darah yang harus diambil cukup
banyak, penting untuk mempertahankan catatan akurat jumlah darah
yang telah diambil, terutama pada bayi BBLER dan BBLSR, yang
dapat memburuk akibat kehilangan darah pada fase akut
penyakitnya. Harus ditekankan untuk mengambil sampel darah
sesedikit mungkin pada neonatus risiko tinggi untuk meminimalkan
kehilangan volume darah berlebihan dan menghindari transfusi dan
komplikasi yang berlebihan. Perawat harus mencatat perubahan
oksigenasi (satu aspek lain yang dipantau) berkaitan dengan
penanganan dan penyesuaian asuhan bayi. Frekuensi tanda vital
ditentukan oleh tingkat kekuatan bayi dan respons terhadap
penanganan.

2. Dukungan Respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan
mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen
suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa
penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan
penyakit bayi

16
3. Termoregulasi
Setelah atau bersamaan dengan tercapinya respirasi,
kebutuhan yang paling krusial bayi BBLR adalah pemberian
kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi
distres benar-benar esensial untuk kesintasan, dan mempertahankan
lingkungan bersuhu normal merupakan aspek yang menantang
dalam asuhan keperawatan intensif neonatus. Produksi panas
merupakan proses kompleks yang melibatkan sitem kardiovaskular,
neurologis dan metabolik, dan neonatus yang imatur bermasalah
dengan semua yang berhubungan dengan produksi panas yang bisa
dihadapi bayi cukup bulan. Akan tetapi, bayi BBLR berada pada
daerah yang lebih tidak menguntungkan lagi akibat berbagai
masalah lain. Mereka memiliki massa otot yang jauh lebih kecil dan
deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,
kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan kontrol refleks
yang buruk pada kapiler kulitnya.
Untuk menunda atau mencegah efek stres dingin, bayi baru
lahir berisiko harus ditempatkan di lingkungan yang dipanaskan
segera setelah lahir, mereka dibiarkan di tempat itu sampai mampu
mempertahankan stabilitas suhu: kapasitas untuk menyeimbangkan
produksi dan konservasi panas dan menghilangkan panas. Karena
pemanasan yang berlebihan menyebabkan peningkatan konsumsi
oksigen dan kalori, maka bayi juga terancam bahaya jika
ditempatkan di lingkungan hipertermik. Lingkungan suhu netral
memungkinkan bayi mempertahankan suhu inti tubuh normal
dengan konsumsi oksigen dan penggunaan kalori.
Regulasi suhu pada bayi BBLSR maupun BBLER
memerlukan kisaran suhu udara yang lebih tinggi dari suhu inti
tubuh. Bayi BBLSR dan BBLER, dengan kulit tipis, dan hampir
tanpa lemak subkutan, tidak dapat mengontrol suhu panas tubuh
atau hanya menambah suhu dalam kisaran yang sangat terbatas dari

17
suhu lingkungannya. Pada bayi tersebut, kehilangan panas dari
radiasi, evaporasi, dan kehilangan air transpidermal tiga sampai
lima kali lebih besar dibandingkan bayi yang lebih besar, dan
penurunan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan mortalitas.
Lingkungan suhu netral yang dianjurkan pada bayi BBLSR adalah
suhu nyaman yang diperlukan untuk mempertahankan suhu inti bayi
saat istirahat berkisar 36.7◦ sampai 37.3◦C, dengan perubahan suhu
inti dan kulit kurang dari 0,2◦ sampai 0.3◦ C per jam.
Konsekuensi stres dingin yang menghasilkan bahaya
tambahan bagi neonatus adalah hipoksia, asidosis metabolik dan
hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respons terhadap
kedinginan menciptakan peningkatan kompensasi konsumsi oksigen
dan kalori. Bila oksigen yang tersedia tidak dinaikan untuk
mengakomodasi kebutuhan ini, tekanan oksigen akan menurun.
Keadaan ini akan semakin diperberat dengan kecilnya volume paru
dibandingkan laju metabolisme, yang menyebabkan kurangnya
oksigen dalam darah bersamaan dengan gangguan paru.

4. Perlindungan Terhadap Infeksi


Perubahan terhadap infeksi merupakan bagian integral
asuhan semua bayi baru lahir, namun neonatus preterm dan sakit
terutama lebih peka. Lingkungan perlindungan dalam inkubator
yang secara teratur dibersihkan dan diganti merupakan isolasi yang
efektif terhadap agen infeksi yang ditularkan melalui udara. Namun
cuci tangan yang seksama, teliti dan sering tetap merupakan fondasi
program pencegahan.
Personel yang sakit infeksi dilarang masuk ke unit ini
sampai tidak lagi menularkan atau bila perlu dilengkapi dengan
pelindung yang memadai, seperti masker atau sarung tangan, untuk
mengurangi kemungkinan kontaminasi. Di beberapa daerah,

18
vaksinasi influenza tahunan ddirekomendasikan untuk personel
NICU.
Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan
dengan jumlah personel dan peralatan yang berkontak dengan bayi.
Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan
secara teratur sesuai rekomendasi pabrik atau protokol institusi;
yang meliputi membersihkan tempat tidur, kasur, inkubator,
penghangat radiasi, monitor kardiorespirasi, oksimetri nadi, dan
peralatan monitor tanda vital setelah dipakai pada salah satu bayi
dan sebelum dipakai pada bayi lainnya.

5. Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk
asupan tambahan kalori, elektrolit, dan/atau air. Hidrasi yang
adekuat sangat penting pada bayi preterm karena kandungan air
ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan (full-
term) dan sampai 90% pada bayi preterm, permukaan tubuhnya
lebih luas, dan kapasitas osmotik dieurisis terbatas pada ginjal bayi
preterm yang belum berkembang sempurna. Oleh karena itu, bayi
tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.
Cairan parenteral dapat diberikan pada neonatus risiko
tinggi melalui berbagai rute bergantung pada keadaan penyakit,
durasi dan tipe terapi cairan, dan pilihan unit. Rute infus cairan yang
paling sering adalah kateterisasi perifer. Vena sentral yang dipasang
melalui periver (atau vena sentral perkutan), vena atau arteri sentral
yang dimasukan melalui pembedahan, dan terkadang vena dan arteri
umbilikalis. Tempat yang dipilih untuk infus IV perifer pada
neonatus adalah vena perifer pada permukaan dorsal tangan dan
kaki. Tempat alternatif adalah kulit kepala dan vena antekubital.
Cairan IV harus selalu diberikan dengan pompa infus
kontinue yang memberikan volume kecil dengan kecepatan aliran

19
yang telah diatur. Kateter dilekatkan pada kulit dengan jumlah
plester seminimal mungkin secara hati-hati untuk tidak memberikan
tekanan yang tidak perlu antara jarum dan selang. Karena semua
bayi, terutama BBLER dan BBLSR, sangat peka terhadap
perubahan cairan, maka kecepatan infus harus diatur dengan teliti
dan diperiksa setiap jam untuk menghindari kerusakan jaringan
akibat ekstravasasi, kelebihan cairan, atau dehidrasi. Edema paru,
gagal jantung kongestif, duktus anteriosus paten, dan perdarahan
intraventrikular dapat terjadi pasa kelebihan cairan. Dehidrasi dapat
menyebabkan gangguan elektrolit dengan potensial efek serius pada
sistem saraf pusat.
Masalah umum yang sering terlihat pada bayi yang
dipasang kateter arteri umbilikalis adalah vasokonstriksi pembuluh
perifer, yang dapat mengganggu sirkulasi. Respons ini dicetuskan
oleh vasospasme arteri akibat adanya kateter, cairan infus, atau
injeksi obat. Memutihnya gluteus dan genetalia, atau kaki
merupakan indikasi adanya vasospasme. Masalah ini harus
diketahui segera dan dilaporkan kepada dokter. Perawat juga harus
waspada terhadap adanya tanda trombus pada bayi dengan infus
vena atau arteri umbilikalis.

6. Nutrisi
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan
harian harus dipenuhi dalam keadaan adanya banyak kekurangan
anatomis dan fisiologis. Meskipun beberapa aktivitas mengisap dan
menelan sudah ada sejak sebelum lahir dan pada bayi prematur,
namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih
32 sampai 34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron
dalam 36 sampai 37 minggu. Refleks muntah belum berkembang
sampai usia gestasi 36 minggu. Konsekuensinya, bayi sangat mudah
mengalami aspirasi dan bahaya yang menyertainya. Ketika bayi

20
matur, pola mengisap dan menelan sudah berkembang namun masih
lambat dan belum efektif, dan refleks ini mudah mengalami
kelelahan.
Jumlah dan metode pemberian makanan ditentukan oleh
ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan baik parenteral
maupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi dengan
BBLER dan BBLSR, dan/atau sakit kritis sering diberi makan
eksklusif melalui rute parenteral karena ketidakmampuan mereka
mendigesti dan mengabsorbsi nutrisi enteral. Dukungan nutrisi
parenteral total bayi sakit akut dapat dilakukan secara berhasil
dengan larutan IV yang tersedia secara komersial dan dirancang
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, termasuk protein, asam
amino, mineral renik, vitamin, karbohidrat, dan lemak.
Pemberian ASI dengan botol. Bayi aktif dapat diberi air
susu ibu tanpa banyak kesulitan, sedangkan bayi preterm yang
terganggu memerlukan metode alternatif. Air steril dapat diberikan
terlebih dahulu. Jumlah yang diberikan terutama ditentukan oleh
pertambahan berat badan bayi dan toleransi terhadap pemberian
makan sebelumnya dan ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai
asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi
untuk menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi,
denyut jantung, dan saturasi oksigen; variasi dari kondisi normal
dapat menimbulkan stres dan keletihan. Bayi preterm akan
mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan
bernapas, dengan akibat apnea, bradikardia, dan penuruna saturasi
oksigen
Empeng dot atau botol yang digunakan harus cukup padat
dan stabil. Meskipun empeng lunak dengan aliran deras dan tidak
memerlukan banyak energi untuk menyusu, namun alirannya
mungkin terlalu cepat pada sebagian bayi preterm untuk menyusu

21
tanpa risiko aspirasi. Empeng yang lebih padat memungkinkan
konfigurasi lidah lebih cupped dan memungkinkan aliran lebih
terkontrol dan teratur.
Menyusu botol diteruskan bila bayi mampu menoleransi
makanan dan menghabiskan semua yang dibutuhkan. Bayi paling
baik diberi makan saat siaga penuh. Bayi makan dengan lebih
lambat saat mengantuk, dan cairan lebih mungkin memenuhi faring
yang relaks sebelum bayi menelan, yang menyebabkan tersedak.
Beberapa bayi prematur berespon lebih lambat daripada bayi cukup
bulan, maka interval pemberian makanan, maupun jumlah makanan
harus diatur secara individual. Bayi preterm sering makan dengan
lambat dan memerlukan kesabaran, peridoe istirahat yang sering
dan sendawa.
Menyusu ASI. Ibu yang berharap meberikan ASI pada
bayi pretermnya harus didorong untuk memompa ASI sampai
bayinya cukup stabil untuk menoleransi menyusu ASI langsung.
Bayi preterm harus dievaluasi dengan hati-hati mengenai
kesiapannya menyusu ASI, termasuk mengkaji perilaku,
kemampuan mempertahankan suhu tubuh tanpa dukungan sumber
pemanas artifisial, status respirasi, dan kesiapan mengisap payudara
ibu. Yang terahir dapat diatasi dengan menggunakan metode
kanguru. Kanul oksigen nasal juga dapat diberikan selama
pemberian makan bayi preterm berdasarkan hasil pengkajian bayi.
Waktu, kesabaran dan dedikasi ibu dan staf perawat
diperlukan untuk membantu bayi menyusu. Proses ini dimulai
perlahan-lahan dengan menyusu sekali sehari dan secara bertahap
menyusu ditingkatkan sebanyak yang ditoleransi bayi.
Pemberian ASI dengan gavage. Pemberian makan dengan
gavage merupakan cara aman untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi yang usia gestasinya kurang dari 32 minggu atau beratnya
kurang dari 1500 g. Bayi tersebut biasanya terlalu lemah untuk

22
mengisap dengan efektif, tidak mampu mengkoordinasi proses
menelan dan tidak memiliki reflek muntah. Pemberian makan
dengan gavage dapat diberikan melalui tetesan kontinu yang diatur
melalui pompa infus atau dengan bolus makanan intermiten. Studi
memperlihatkan bahwa bila diberikan infus gavage kontinu
konsentrasi lemak susu total harus diturunkan. Hal ini menunjukan
bahwa pemberian melalui gavage intermiten dilakukan bila
memungkinkan. Pemberian makan dengan gavage intermiten
digunakan sebagai teknik penghematan energi bayi yang sedang
belajar menyusu yang mengalami kelelahan, tidak puas, atau
sianotik.
Slang makan 37.5 cm dan ukuran 5 sampai 8 French
digunakan untuk menggunakan susu formula, dan metode umum
dipakai untuk menentukan pemasangan yang benar. Meskipun
semakin relaks sfingter esofagus semakin mudah pemasangannya,
namun masih tetap terjadi perubahan denyut jantung dan tekanan
darah sebagai respon terhadap rangsangan esofagus. Prosedur ini
paling baik dilakukan ketika bayi berada dalam posisi tengkurap
atau miring ke sisi kanan dengan kepala sedikit dinaikkan. Lebih
disukai memasukan selang dari mulut daripada hidung. Slang
melalui hidung dapat menutupi jalan napas dan dapat mengiritasi
mukosa hidung yang lembut. Pemasukan melalui mulut juga
memungkinkan untuk mengobservasi adanya refleks muntah. Akan
tetapi, karena kurangnya rangsangan refleks muntah, maka slang
gavage melalui hidung dapat digunakan pada beberapa keadaan,
seperti bayi preterm yang lebih besar yang memerlukan
suplementasi setelah makanan per dot yang mencegah muntah pada
pemasangan slang oral.

23
7. Konservasi Energi
Salah satu tujuan utama untuk bayi resiko tinggi adalah
konservasi energi. Kebanyakan asuhan yang dijalankan dalam
konsep ini diarahkan pada tujuan ini. Mempertahankan lingkungan
hangat, pemberian makan melalui gavage, pemberian oksigenasi,
dan pembatasan implementasi semua aktivitas pemberian asuhan
yang dapat meningkatkat konsumsi oksigen dan kalori. Bayi yang
tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi usaha bernapas,
makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini
untuk pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat
kebisingan lingkungan dan melindungi bayi dari cahaya terang juga
meningkatkan istirahat.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan
bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih
menoleransi makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit
bila diposisikan telungkup. Akan tetapi, ada yang lebih menyukai
postur berbaring miring fleksi. Posisi telentang lama bagi bayi
preterm tidak disukai, karena tampaknya mereka kehilangan
keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi vital sebagai
usaha untuk mencapai keseimbangan dengan mengubah postur.
Selain itu, posisi telentang jangka lama bayi preterm tidak disukai
karena berhubungan dengan masalah jangka pannjang seperti fleksi
anggota badan, pelvis, dan batang tubuh; abduksi pelvis lebar
(posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan ekstensi
leher dan punggung melengkung.

8. Perawatan Kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi cukup
bulan. Pada kebanyak bayi preterm, sifat barier kulit menyerupai
kulit bayi term setelah usia 2 sampai 3 minggu pascanatal, tanpa

24
memperhatikan usia gestasi saat lahir. Karena sangat sensitif dan
rapuh, maka sabun berbasis alkalis yang dapat merusak tidak boleh
digunakan. Tingginya permeabilitas kulit memungkinkan absorbsi
zat-zat kandungan. Semua produk kulit harus digunakan dengan
hati-hati. Kulit harus segera dibilas dengan air sesudahnya karena
zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar
kimia pada bayi BBLSR dan BBLER.
Kulit sangat mudah mengalami ekskoriasi dan terkelupas.
Harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus
tersebut. Keseluruhan tebal kulit jauh lebih tipis dari kulit bayi
cukup bulan. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau
untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat mengakibatkan
ekskoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit sehingga
epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester.
Penggunaan plester Hytape dengan dasar zink oksida dianjurkan
untuk meminimalkan pelepasan epidermis, plester ini fleksibel,
tahan air dan dapat dicuci.
Sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk
mengelupas balutan atau plester dari ekstermitas bayi imatur yang
sangat kecil, karena bisa memotong ekstermitas yang kecil tersebut
atau melepas kulit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan
untuk melepas plester juga harus dihindari karena cenderung
mengeringkan dan membakar kulit lembut.
Selama pengkajian kulit bayi preterm, perawat harus
waspada mengenai tanda tersembunyi yang menunjukan adanya
defisiensi zink, masalah yang kadang terlihat pada bayi yang
asupannya rendah atau kehilangan zink abnormal. Luka biasa terjadi
di daerah sekitar mulut, gluteus dan jari kaki. Pada bayi preterm dan
BBLSR, luka dapat juga terjadi pada lipatan leher, pergelangan
tangan dan kaki.

25
9. Intervensi dan Asuhan Perkembangan
Banyak perhatian telah ditujukan pada efek intervensi
perkembangan awal (atau kekurangannya) baik pada bayi normal
dan preterm. Bayi merespons berbagai jenis stimulus sedangkan
lingkungan dan aktivitas NICU menimbulkan stimulus yang
berlebihan. Konsekuensinya bayi di NICU rentan terhadap stimulus
yang tidak perlu yang bisa berbahaya. Misalnya tingkat kebisingan
yang dihasilkan oleh peralatan pemantau, alarm, dan aktivitas unit
umum ternyata berhubungan dengan insidens perdarahan
intrakranial, terutama pada bayi BBLER dan BBLSR. Aktivitas
asuhan keperawatan, seperti memeriksa tanda vital, mengubah
posisi bayi, menimbang, dan mengganti popok, berhubungan
dengan periode hipoksia yang sering, desaturasi oksigen, dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi perkembangan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan toleransi pada setiap bayi. Selama stadium awal
perkembangan (terutama sebelum usia gestasi 33 minggu),
rangsangan akan menghasilkan aktivitas acak, tidak terkoordinasi,
seperti ekstensi, ekstensi kejut tungkai, hiperfleksi, dan tanda vital
yang tidak teratur. Pada tahap ini bayi perlu mendapatkan
rangsangan lingkungan minimal. Mereka ditangani dengan gerakan
perlahan, terkontrol, dan gerakan acak mereka dikontrol dengan
anggota badan dipegang mendekati tubuhnya selama memutar atau
perubahan posisi lainnya.
Meskipun harus disesuaikan secara individual, kontak kulit
dan masase lembut yang singkat dapat membantu mengurangi stres.
Metode kanguru dapat menjadi salah satu alternatif. Kontak kulit ke
kulit antara orang tua dan bayi, selain merupakan metode yang
aman dan efektif dapat juga memberikan efek penyembuhan positif
bagi ibu dengan kehamilan risiko tinggi. Ibu akan mengalami

26
penyembuhan psikologis sehubungan dengan kelahiran preterm dan
memperoleh kembali peran ibu melalui skin to skin contact.

10. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga


Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak
diharapkan dan membuat stres bila keluarga tidak siap secara emosi.
Mereka harus secara bersamaan menghadapi kebutuhan mereka
sendiri, kebutuhan bayinya, dan kebutuhan keluarganya. Selain itu,
keadaan berbahaya pada kondisi bayi mereka menimbulkan
kecemasan dan ketidakpastian. Mereka dihadapkan pada krisis
ganda dan perasaan bingung mengenai tanggung jawab,
ketidakberdayan dan frustasi.
Bila bayi harus dipindahkan dari rumah sakit, orang tua
perlu penjelasan mengenai fasilitas tempat bayinya akan dibawa.
Yang paling penting orang tua harus memiliki kesempatan kontak
dengan bayinya sebelum dipindahkan. Orang tua perlu diberi tahu
mengenai kemajuan bayi dan diyakinkan bahwa bayinya mendapat
asuhan yang memadai.

11. Memfasilitasi Hubungan Orang Tua-Bayi


Manajemen komperhensif bayi baru lahir resiko tinggi
meliputi mendorong dan memfasilitasi keterlibatan orang tua bukan
mengisolasi mereka dari bayi dan asuhan yang diterima. Hal ini
terutama penting dalam hubungannya dengan ibu. Untuk
mengurangi efek pemisahan fisik, ibu disatukan dengan bayi baru
lahir pada kesempatan seawal mungkin. Mepersipakan orang tua
untuk melihat bayinya pertama kali merupakan tanggung jawab
keperawatan.
Ketidakmampuan orang tua untuk memusatkan pada bayi
mereka merupakan petunjuk bagi perawat untuk membantu orang
tua bahwa itu adalah respon normal yang pernah dialami orang tua

27
lain. Penting untuk menunjukan dan memperkuat aspek positif
tingkah laku orang tua dan interaksi dengan bayi mereka.
Kebanyakan orang tua merasa takut dan tidak aman untuk
memulai interaksi dengan bayi mereka. Perawat dapat merasakan
tingkat kesiapan orang tua dan memberikan dorongan pada asuhan
pertama ini. Orang tua bayi prematur juga menjalani proses
perkenalan seperti yang dilakukan orang tua bayi cukup bulan.
Mereka mungkin akan segera melanjutkan proses tersebut atau
mungkin juga memerlukan waktu beberapa hari, atau bahkan
beberapa minggu, untuk menyelesaikan proses. Orang tua mulai
dengan menyentuh ekstremitas bayi mereka dengan ujung jari dan
menepuk bayi dengan lembut, kemudian dilanjutkan dengan
membelai dan memegang. Menyentuh adalah tindakan pertama
komunikasi antara orang tua dan anak. Orang tua perlu dipersipakan
terhadap respon bayi yang berlebihan dan terkejut ketika disentuh
sehingga mereka tidak akan menginterpretasikannya secara negatif.
Mungkin perlu untuk membatasi rangsangan taktil bila bayi skait
kritis, namun perawat dapat memberikan pilihan lain seperti
berbicara perlahan atau duduk disamping tempat tidur.
Sepanjang proses perkenalan orang tua bayi, perawat harus
mendengarkan dengan hati-hati apa yang dikatakan orang tua agar
dapat membantu keprihatinan dan kemajuan mereka untuk
menerima bayi ke dalam kehidupan mereka. Cara orang tua merujuk
bayinya dan pertanyaan yang mereka ajukan menunjukan
kecemasan dan perasaan mereka dan dapat menjadi petunjuk
berharga dalam hubungan masa depan dengan bayi. Perawat yang
pasti bisa menangkap petunjuk samar kebutuhan orang tua ini, yang
menjadi panduan untuk intervensi keperawatan. Sering kali semua
yang dibuthkan orang tua hanya keyakinan bahwa mereka akan
mendapat dukungan perawat selama aktivitas pemberian asuhan dan

28
tingkah laku kekhawatiran mereka adalah reaksi normal dan akan
menghilang ketika bayi menjadi matur.

2.3 Deskripsi Ruang Rawat


NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruangan khusus di
rumah sakit, untuk merawat bayi baru lahir sampai usia 28 hari yang
memerlukan pengobatan dan perawatan khusus. Sarana dan prasarana
medis di NICU lengkap, teknologinya pun canggih. Sehingga perawatan
NICU mampu mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ
vital yang dialami bayi baru lahir yang disebbakan oleh kelahiran kurang
dari 37 minggu atau lahir dengan kondisi kronis lainnya. Staf NICU adalah
praktisi kesehatan terlatih di bidang perawatan bayi baru lahir, terdiri dari
dokter dan perawat.
Alat penting yang biasanya di ruang NICU, diantaranya:
1) Alat bantu napas: diperlukan jika bayi prematur sesak napas berat,
akibat paru-parunya belum berkembang sempurna. Jika bayi tidak bisa
bernapas sendiri, ventilator (alat penukar udara kotor dengan bersih)
dipasang di mulut dilengkapi selang kecil yang akan memasukan
udara ke dalam paru-paru. Jika bayi bisa bernapas sendiri tapi butuh
bantua, diberikan Continous Positive Airway Pressure (CPAP), dua
selang kecil dimasukan ke dalam hidung agar udara terdorong masuk
ke paru-paru
2) Inkubator: ruangan berdinding kaca yang suhunya bisa diatur agar
tetap hangat. Kehangatan dibutuhkan bayi prematur karena beresiko
mengalami hipotermi, akibat kurangnya jaringan lemak di bawah
kulit. Selain itu, inkubator juga bisa dipakai untuk meminimalkan
risiko kontak antara bayi prematur dengan orang dan lingkungan yang
berpotensi menularkan penyakit.
3) Monitor: setiap bayi dipantau dengan cermat dan teliti. Ada dua jenis
monitor; pertama monitor saturasi oksigen yang diikat di tanagn atau
kaki untuk memantau kadar oksigen darah. Kedua, monitor tanda-

29
tanda vital yang direkatkan di dada untuk memantau laju pernapasan,
denyut jantung, suhu dan tekanan darah.
4) Pemberian makanan: selang untuk memenuhi kebutuhan bayi akan
cairan, obat-obatan dan nutrisi seperti lemak, protein, zat besi, kalsium
dan vitamin. Pemberian makanan pada bayi prematur dinaikkan secara
bertahap berdasarkan perkembangannya. Jika pencernaannya belum
optimal, pemberian cairan termasuk ASI dilakukan melalui Continous
drip (Shering Pump), dengan kecepatan bisa diatur. Jika kemampuan
mengisap, menelan, dan saluran cerna cukup baik, bayi bisa disusui
langsung atau disuapi pakai sendok.

30
BAB III
ANALISIS DAN APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA RUANG NEONATUS RESIKO TINGGI

3.1 Analisis Teori Keperawatan Myra E. Levine


Neonatus resiko tinggi dapat didefenisikan sebagai bayi baru lahir,
tanpa memperhitungkan usia gestasi atau berat badan, yang memiliki
kemungkinan lebih besar dari rata-rata morbiditas atau mortalitas. Bayi
resiko tinggi paling sering diklasifikasikan sesuai berat badan, usia gestasi
dan masalah patofisiologis yang menonjol. Masalah yang paling sering
berhubungan dengan status fisiologis yang berhubungan erat dengan
keadaan maturitas bayi dan biasanya melibatkan gangguan kimiawi (mis;
hipoglikemia, gawat pernapasan, hipotermia). Karena faktor resiko tinggi
sering terjadi pada beberapa area tertentu, terutama obstetrik, pediatrik dan
neonatologi, maka diperlukan terminologi khusus untuk menggambarkan
status perkembangan bayi baru lahir (Hockenberry, 2009).
Berbagai permasalahan pada neonataus dengan risiko tinggi tersebut
ditangani oleh tenaga kesehatan secara khusus di ruang Neonatus Intensif
Care Unit (NICU). NICU (Neonatal Intensive Care Unit) adalah ruangan
khusus di rumah sakit, untuk merawat bayi baru lahir sampai usia 28
hari yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus.
Salah satu tujuan utama untuk bayi risiko tinggi adalah
konservasi energi (mis; mengganggu bayi sesedikit mungkin,
mempertahankan lingkungan hangat, pemberian makan melalui gavage,
pemberian oksigenasi, dan pembatasan implementasi semua aktivitas
pemberian asuhan yang dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan
kalori), (Hockenbery, 2009).
Model Konservasi merupakan teori yang bersifat universal
sehingga dapat digunakan pada berbagai kondisi pasien, pada semua
umur dan berbagai seting pelayanan keperawatan. Model Konservasi
Levine bertujuan untuk mendorong adaptasi dan wholeness (keutuhan)
dengan menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model ini memandu

31
perawat untuk berfokus pada pengaruh-pengaruh dan respon-respon
pada tingkat organismik. Perawat mencapai tujuan dari model melalui
konservasi energi, konservasi integritas struktur, dan konservasi
integritas sosial dan konservasi integritas personal (Parker, 2005).
Alligood (2010) menjelaskan model Levine didasarkan pada 3 konsep
utama, yaitu adaptasi (adaptation), keutuhan (wholeness), dan
konservasi (conservation).
Konservasi merupakan hasil dari adaptasi. Konservasi adalah
menjaga bersama-sama kelangsungan sistem kehidupan. Menjaga
bersama-sama diartikan sebagai menjaga keseimbangan antara
intervensi keperawatan dan partisipasi klien sesuai dengan
kemampuannya. Levine meyakini bahwa seorang individu akan terus
menerus berusaha mempertahankan keutuhannya secara menyeluruh.
Seorang individu mempertahankan sistem dalam interaksi yang konstan
dengan lingkungan dan melakukan penghematan energi untuk menjaga
integritas. Sumber energi tidak dapat langsung diamati, tetapi tanda atau
manifestasi klinis dari perubahan energi dapat diprediksi, dikelola dan
dikenali. Konservasi adalah suatu usaha mencapai keseimbangan antara
pasokan dan kebutuhan energi di dalam realitas yang unik dari individu
(Alligood, 2010).
Neonatus yang tidak menggunakan banyak energi untuk
bernapas, makan, atau kontrol suhu tubuh dapat digunakan energi
tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan neonatus. Posisi
telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm dan
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan,
dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas
fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup.
Akan tetapi, ada yang lebih menyukai postur berbaring miring fleksi.
Posisi telentang lama bagi bayi preterm tidak disukai, karena
tampaknya mereka kehilangan keseimbangan saat telentang dan
menggunakan energi vital sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan

32
dengan mengubah postur. Selain itu, posisi telentang jangka lama bayi
preterm tidak disukai karena berhubungan dengan masalah jangka
pannjang seperti fleksi anggota badan, pelvis, dan batang tubuh;
abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu,
peningkatan ekstensi leher dan punggung melengkung.

3.2 Aplikasi Teori Keperawatan Myra E. Levine


1. Pengkajian
By Ny R, jenis kelamin laki-laki, dirawat sejak tanggal 5 Februari
2012. By Ny R, berusia 50 hari, usia gestasi 28 minggu, usia
koreksi 34 minggu+2 hari. Saat ini dirawat di SCN 3 dengan
diagnosa NKB, SMK, riwayat sepsis ec E. Cloacae, riwayat infeksi
saluran kemih (ISK) ec candida tropicalis, riwayat BPD dan AOP.
Residen melakukan pengkajian pada tanggal 26 Maret 2012.
Terapi yang didapatkan adalah Caffein sitrat 1 x 5,5 mg per oral,
Apyalis 1×0,3 ml per oral, Vit E 1×15 IU per oral dan OMZ
1x1mg per oral

a. Riwayat Kesehatan
By Ny R lahir spontan dengan usia gestasi 28 minggu dengan BBL
1060 gram, PB lahir 33 cm dan apgar score 6/9. By Ny R
merupakan bayi berisiko dengan berat badan lahir sangat rendah
atau BBLSR (<1500 gram), usia gestasi < 37 minggu dan tersangka
ISK tidak diobati. Saat baru lahir, dimenit pertama By Ny R
memiliki usaha nafas yang lambat, ektremitas sedikit fleksi,
gerakan sedikit, tangan dan kaki kebiruan. Bayi kemudian
dimasukan kedalam plastik, dipasang topi, diletakan diatas radian
warmmer dan dilakukan bantuan nafas. Bayi diberikan O2 CPAP
dengan PEEP 7 FiO2 21%. Saturasi 82-93%. Pada menit ke 5 bayi
menangis kuat, gerakan aktif dan tubuh kemerahan kemudian
dirawat di SCN 4. Usia 1 hari CPAP dilepas, dilakuakan septic

33
waork up: kultur darah steril dan menjalani light therapi karena
hiperbilirubinemia dengan bilirubin total 13,4 mg/dl. Usia 7 hari
mengalami apnea dan diberi amonifilin, antibiotik lini II dan
menggunakan CPAP dengan PEEP 6 dan FiO2 21%. Hasil USG
kepala normal. Usia 9 hari mengalami instabilitas suhu dan
dilakukan septic work up: kultur darah menunjukan adanya E.
Cloacae dan diberi antibiotik lini III (meropenem). Ig G, Ig M, Ig A
dan Ig A rendah sehingga diberikan gammaras selama 3 hari. Usia
13 hari mengalami apnea lagi, pasang CPAP lagi dengan PEEP 7,
FiO2 30%, dan diberi antibiotik meropenem dan amikaxin. Kultur
darah pada usia 15 hari menunjukan adanya candida tropicalis
sehingga diberikan amphoterisin. Usia 48 hari hasil kultur darah
menunjukan steril.

b. Konservasi Energi
Saat dilakukan pengkajian By Ny R dirawat di inkubator dengan
suhu 33°C. Inkubator ditutup dengan penutup inkubator. Bayi
ditempatkan dalam inkubator dengan menggunakan nesting dan
mengenakan diapers. Nafas spontan dengan FR 52x/menit, saturasi
oksigen 96%, FN 155x/menit, suhu 37°C, suhu tubuh stabil, tidak
ada retraksi dinding dada, tidak ada sianosis, tidak ada apnea,
terpasang monitor saturasi. Bayi mendapatkan nutrisi susu formula
prenan 8×30 cc melaui OGT. Observasi dan intervensi keperawatan
dilakukan setiap 3 jam.

c. Integritas Struktural

Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan warna kulit sawo


matang, kulit tampak tipis, tidak ada tanda-tanda sianosis, tidak
ikterik, tidak ada kemerahan, tidak ada petechie, kulit tampak utuh,
dan turgor kulit baik. Pada pemeriksaan rambut dan kuku

34
ditemukan warna rambut hitam, distribusi rambut merata, tidak
mudah rontok. Warna kuku normal dan tidak terdapat jari tabuh.

Pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan bentuk kepala


normal, fontanel anterior belum menutup, tidak ada kaku kuduk,
tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe. Mata simetris,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada sekret dan
kelopak mata tidak cekung. Membran mukosa lembab, tidak
terdapat stomatitis, tidak terdapat perdarah gusi.

Pada pemeriksaan kardiovaskuler ditemukan suara jantung


normal, irama janung teratur, frekuensi nadi 155x/menit, tidak ada
murmur dan galop, tidak ada sianosis, tidak ada edema ekstremitas,
dan waktu pengisian kapiler kurang dari 3 detik. Pada pemeriksaan
sistem respirasi didapatkan hidung simetris, nafas spontan, tidak
ada perdarahan hidung, tidak terdapat infeksi hidung, tidak ada
obstruksi, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, irama nafas
teratur dengan frekuensi 52x/menit. Pergerakan dada simetris,
tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada batuk, tidak terdapat
suara ronki dan tidak terdapat wheezing di kedua lapang paru.

Pada pemeriksaan sistem gastrointestinal didapatkan abdomen


supel, tidak terdapat pembesaran hati dan limfe, tidak ada asites,
tidak ada diare, tidak konstipasi, tidak ada muntah, terdapat bising
usus, tidak ada kembung. Pada pemeriksaan sistem sistem urianrius
dan genitalias ditemukan bayi berkemih spontan dengan warna urin
kuning jernih, menggunakan diapers, tidak hematuria. Jenis
kelamin laki-laki, genitalia normal, tidak ada pembengkakan, dan
anus bersih serta tidak tampak adanya kelainan.

Pada pemeriksaan muskuloskletal dan neurologis didapatkan


bayi tampak aktif, pergerakan sendi bebas, tonus otot baik, tidak
ada pembengkakan sendi, tidak terdapat kelainan kongenital

35
muskuloskeletal. Tidak ada riwayat trauma kepala, tidak ada
kejang, tingkat kesadaran composmentis, reaksi terhadap cahaya
positif. Refleks moro dan menggenggam normal. Refleks
menghisap bayi masih lemah.

d. Integritas Personal
By Ny R, merupakan anak pertama, belum memiliki nama,
belum mendapatkan ASI dan selama residen merawat klien,
kedua orang tua klien datang menjenguk.

e. Integritas Sosial
Selama dalam perawatan, bayi berinteraksi dengan perawat dan
dokter ruangan perinatologi dan kedua orang tuanya saat
berkunjung. Perawat berinteraksi secara terjadwal setiap 3 jam,
dan saat tindakan prosedur yang tidak terjadwal. Saat
berkunjung, orang tua terlihat berkomunikasi memanggil
bayinya dan satu kali memberikan perawatan metode kanguru.

2. Keputusan-Tropicognosis (Diagnosa Keperawatan)


Diagnosa keperawatan pada konservasi energi adalah sebagai berikut:
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
2) Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas fungsi
ginjal
3) Risiko gangguan termoregulasi (hipotermi) berhubungan dengan
kontrol suhu tubuh yang imatur dan tipisnya lemak sub kutan
4) Diagnosa keperawatan pada integritas struktural meliputi:
5) Risiko pola nafas berhubungan dengan imaturitas paru, alveolar
dan nerologik.
6) Risiko infeksi infeksi berhubungan dengan imaturitas sistem imun

36
7) Risiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
struktur kulit yang immature

3. Hipotesis (Intervensi keperawatan)


Hyposis yang teridentifikasi pada kasus ini adalah sebagai berikut:
a. Risiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru,
alveolar dan nerologik. Tujuan dari tropicognosis ini adalah setelah
dilakukan intervensi selama 1x 24 jam diharapkan ketidakefektifan
pola nafas tidak terjadi dengan kriteria hasil: Frekuensi pernafasan 40-
60x/menit, tidak ada apnea, tidak ada sianosis, tidak ada retraksi
dinding dada, tidak ada pernafasan cuping hidung. Intervensi yang
dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut: 1) Monitor
adanya penyimpangan pola nafas seperti adanya apne, takhypnea,
cianosis, retraksi dinding dada, pernafasan cuping hidung, merintih,
nasal flaring. 2) Posisikan bayi dengan posisi yang dapat mebantu
ekspansi paru dan mencegah akumulasi sekret (posisi prone dapat
dianjurkan pada bayi preterm untuk memperluas ekspansi paru dan
oksigenasi. 3) Monitor tanda-tanda vital, status perfusi (CRT). 4)
Lakukan penghisapan lendir jika perlu. 5) Beikan perkusi, vibrasi dan
postural drainase sesuai kebutuhan dan toleransi bayi.
b. Risiko gangguan termoregulasi (hipotermi) berhubungan dengan
kontrol suhu tubuh yang imatur dan tipisnya lemak sub kutan. Tujuan
dari tropicognosis ini adalah setelah dilakukan intervensi selama 3×24
jam diharapkan tidak terjadi gangguan termoregulasi dengan kriteria
hasil: Akral hangat, Suhu tubuh 36,5-37,5C. Intervensi yang dilakukan
untuk mencapai tujuan adalah sebagai berikut: Monitor suhu bayi,
monitor FR dan FP, monitor gejala hipotermia, berikan nutrisi yang
adekuat sesuuai kebutuhan, bungkus/ selimuti bayi untuk mencegah
penurunan panas, perlihara kehangatan suhu bayi dengan
menempatkan bayi pada inkubator atau box bayi yang hangat,
tempatkan bayi diruang isolasi yang hangat, atur suhu lingkungan baik

37
suhu ruangan maupun suhu incubator, berikan tutup kepala untuk
mencegah penurunan panas, gunakan matras dan selimut yang hangat,
berikan perawatan metode kanggoro, hindari situasi yang merupakan
predisposisi kehilangan panas seperti, udara dingin, baju dan alas yang
basah, monitor nilai serum glukosa untuk meyakinkan kadar gula
darah dalam batas normal(40-45 gr/dL).
c. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas fungsi
ginjal. Tujuan dari tropicognosis ini adalah setelah dilakukan
intervensi selama 1×24 jam diharapkan tidak terjadi
ketidakseimbangan cairan dengan kriteria hasil : 1)Turgor kulit elastis,
membaran mukosa lembab, ubun-ubun tidak cekung, kelopak mata
tidak cekung. 2) Asupan dan keluaran cairan seimbang. 3) Tanda
vital : suhu tubuh 36,5-37,5°C, FN 120-140x/menit, FP 40-60x/menit.
Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai
berikut: 1) Monitor adanya tanda dehidrasi seperti turgor kulit tidak
elastis, membran mukosa kering, ubun-ubun cekung dan kelopak mata
cekung. 2) Observasi tanda-tanda vital. 3) Monitor ketat cairan dan
elektrolit jika bayi menjalani terapi yang meningkatkan
InsendibleWater Lose (IWL) seperti: fototerapi, pemakaian radiant
warmer atau lampu sorot. 4) Lakukan upaya untuk meminimalkan
IWL seperti penutup plastik atau meningkatkan kelembaban. 5)
Yakinkan pemberian asupan cairan secara oral atau parenteral yang
adekuat. 6) Monitor urine keluaran dan nilai lab sebagai tanda adanya
dehidrasi atau overhydrasi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan. Tujuan dari
tropicognosis ini adalah setelah dilakukan intervensi diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi dengan kriteria hasil: berat
badan bayi naik 15-20 gram/hari, tidak ada muntah, tidak ada
kembung, reflek hisap kuat. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai
tujuan adalah sebagai berikut: observasi kesiapan pemberian ASI/ Susu

38
formula : kemampuan untuk terjaga dan koordinasi antara menelan dan
bernafas, bantu ibu untuk memberikan ASI jika memungkinkan,
berikan nutrisi per oral dengan menggunakan cawan, Timbang BB
bayi setiap hari, berikan oral hygiene untuk memberi kenyamanan
mulut bayi, observasi toleransi bayi terhadap pemberian asupan oral
seperti ada tidaknya muntah dan kembung.
e. Risiko penyebaran infeksi infeksi berhubungan dengan imaturitas
sistem imun. Tujuan dari tropicognosis ini adalah setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 1 hari diharapakan tidak terjadi infeksi,
dengan kriteria hasil: suhu tubuh 36,5-37,5, nilai leukosit darah dalam
batas normal (5-19,5×103/µL), kultur darah steril, CRP negatif , tidak
terdapat tanda-tanda infeksi (hipotermi atau hipertermi, letagie,
sianosis, bradikardi atau takikardia, abdomen distensi, dan tidak mau
minum). Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah
sebagai berikut: 1) Tempatkan bayi dalam ruangan khusus untuk
mengurangi tepajan dengan organisme penyakit. 2) Observasi adanya
tanda-tanda infeksi (hipotermi atau hipertermi, letagie, sianosis,
bradikardi atau takikardia, abdomen distensi, dan tidak mau minum).
3) Observasi tanda-tanda vital. 4) Monitor hasil laboratorium indikator
adanya infeksi seperti kultur darah, leukosit, CRP dan prokalsitonin. 5)
Cuci tangan sebelum melakukan tindakan dan menganjurkan keluarga
untuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayinya. 6)
Gunakan tehnik aseptik dengan sangat teliti pada semua
prosedur/tindakan. 7) Evaluasi anak untuk menemukan setiap lokasi
yang berpotensi menyebabkan infeksi. 8) Kolaborasi pemberian
antibiotic. 9) Kolaborasi pemberian antipiretik jika demam.
f. Risiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
struktur kulit yang immatur. Tujuan dari tropicognosis ini adalah
setelah dilakukan tindakan selama 7 hari kerusakan itegritas kulit tidak
terjadi denga kriteria hasil : kulit lembab dan bersih, tidak ada
kemerahan, tidak ada lecet. Intervensi yang dilakukan untuk mencapai

39
tujuan adalah sebagai berikut: hindari menggosok kulit ketika
memandikan atau mengeringkan, minimalkan penggunaan plester,
gunakan plester transparan untuk fiksasi kateter dan infus, lepaskan
plester atau barier kulit secara perlahan, tekan kulit dengan satu
tangan, lalu lepaskan plester dgn tangan yang lain pelan dan jaga
kelembaban dan kebersihan kulit perianal dengan menjaga kulit tetap
bersih dan memgganti diapers setiap 3 jam.

4. Implementasi
a. Konservasi Energi
Implentasi ini meliputi: memonitor suhu bayi, memonitor TD, nadi dan
RR, memonitor gejala hipotermia, memberikan nutrisi yang adekuat,
menempatkan bayi dalam inkubator, mengatur suhu lingkungan,
memberikan tutup kepala untuk mencegah penurunan panas,
mengunakan matras, alas tidur dan selimut yang hangat, mengganti
diapers bayi setiap 3 jam, monitor adanya tanda dehidrasi seperti
turgor kulit tidak elastis, membran mukosa kering, ubun-ubun cekung
dan kelopak mata cekung, memberikan minum susu formula prenan
per NGT, mencatat asupan dan keluaran, mencatat BB bayi setiap hari,
memberikan oral hygiene untuk memberi kenyamanan mulut bayi,
mengobservasi toleransi bayi terhadap pemberian asupan NGT seperti
ada tidaknya muntah dan kembung, memberikan obat apyalis 0,3 ml,
OMZ 1 mg, Vit E 15 IU

b. Integritas Struktural
Implementasi ini meliputi: 1) memonitor adanya penyimpangan pola
nafas seperti adanya apne, takhypnea, cianosis, retraksi dinding dada,
pernafasan cuping hidung, merintih, nasal flaring. 2) Memposisikan
bayi dengan posisi yang dapat mebantu ekspansi paru: memposisikan
dengan kepala lebih tinggi 30°. 3) Memonitor tanda-tanda vital, stsus
perfusi (CRT). 4) Memberikan caffein sitras 5,5 mg per oral. 5)

40
Menemempatkan anak dalam ruangan perawatan khusus. 6)
Mengobservasi adanya tanda-tanda infeksi (hipotermi atau hipertermi,
letagie, sianosis, bradikardi atau takikardia, abdomen distensi, dan
tidak mau minum). 7) Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.
8) Mengunakan tehnik aseptik dengan sangat teliti pada semua
prosedur/tindakan. 9) Mengevaluasi anak untuk menemukan setiap
lokasi yang berpotensi menyebabkan infeksi. 10) Mengindari
menggosok kulit ketika memandikan atau mengeringkan. 11)
Membersihkan area perianal dan mengganti diapers setiap 3 jam

41
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Aspek Positif dari Teori/Model Keperawatan Myra Estrin Levine


 Aspek positif dari teori/model keperawatan Levine adalah
konservasi energi yang diharapkan dapat direalisasikan melalui
asuhan keperawatan yang diberikan di ruang neonatus dengan
resiko tinggi.

4.2 Aspek Negatif dari Teori/Model Keperawatan Myra Estrin Levine


 Aspek negatif dari teori/model keperawatan Levine adalah
kesulitan dalam penerapan prinsip konservasi personal integrity
dan sosial integrity sehubungan dengan usia yang masih muda.

42
BAB V
KESIMPULAN

Teori Konservasi menyediakan empat ranah kajian yang tidak lain


merupakan empat prinsip konservasi yaitu prinsip konservasi energi, integritas
struktural, integritas personal, dan integritas sosial. Pada prinsip konservasi
energi, prinsip tersebut sejalan dengan tujuan utama dari tatalaksana bayi
berat lahir rendah yaitu tercapainya konservasi energi. Adapun pendekatan
yang dilakukan untuk mencapai konservasi energi tersebut adalah melalui
pendekatan asuhan perkembangan.
Perawat sebagai bagian dari praktisi kesehatan profesional
bertanggung jawab untuk berperan serta dalam mewujudkan pembangunan
kesehatan yang berkualitas melalui pemberian asuhan keperawatan berbasis
kompetensi. Kompetensi merupakan kecakapan diri seorang perawat dalam
bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan terbaik bagi klien dan keluarga.

43
DAFTAR PUSTAKA

Aligood, M.R & Thomey, A.M. (2006). Nursing theory: Utilization & application
(3th ed). Elsevier Mosby: St Louis.

Hockenberry-Eaton, M., Wilson,D. (2009). Wong’s Essentials of Pediatric


Nursing (7th ed). St. Louis: Mosby, Inc

Indriansari. 2012. Aplikasi Teori Konservasi dalam Asuhan Keperawatan Bayi


Berat Lahir Rendah yang Mengalami Penundaan PEMBERIAN NUTRISI
Enteral Dini Melalui Pendekatan Asuhan Perkembangan Di Ruang
Perinatologi RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. UI. Depok

James, S.R., & Ashwill, J.W. (2007). Nursing Care of Children: Principles &
Practice (3rd ed). St. Louis: Saunders

Mefford, L.C. (2004). Atheory of health promotion for preterm infants based on
levine’s conservation model of nursing. Nurs Sci Q, 17, 260

Zubaidah. 2013. Penerapan Model Konservasi Levine pada Bayi Prematur


dengan Intoleransi Minum. UI. Depok

44

Anda mungkin juga menyukai