Prinsip Hidup Dengan Odha, Family Centerd Pada Odha
Prinsip Hidup Dengan Odha, Family Centerd Pada Odha
OLEH:
Ni Putu Shinta Ayu Diana ( P07120219021 )
Putu Ayu Erika Prameswari Cahyani Dewi ( P07120219042 )
I Gusti Made Ngurah Bagus Dalem ( P07120219044 )
Ni Putu Dian Indah Pratiwi ( P07120219045 )
I Putu Pande Gilang Bargasta ( P07120219046 )
Ni Putu Eka Dhiana Pratiwi (P07120219047 )
S. Tr KEPERAWATAN / IIA
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN 2020/2021
KATA ENGANTAR
Puja dan puji sykur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
menyadari bahwa berkat rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Prinsip Hidup Dengan Odha, Family Centerd Pada Odha Dan Stigma Pada
Odha ” dengan lancar. Tersusunnya makalah ini juga tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari dosen, maka dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih
yang setinggi-tingginya
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kami
mohon kritik dan saran para pembaca untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Kami
selalu berharap semoga makalah ini dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan
yang bermanfaat.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Peneliti perkembangan dalam bidang psikologi positif memfokuskan perhatian
mereka kesekolah sebagai lembaga yang berdampak wellness pada masa remaja.
Aspek yang berbeda dari iklim sekolah dan faktor sekolah terkait lainnya seperti
lampiran sekolah, kepuasan dengan sekolah, guru, dukungan teman sebaya,
keterlibatan orang tua, keyakinan akademik, persepsi otonomi akademik,
keterlibatan dalam belajar, telah dikaitkan dengan berbagai aspek kesejahteraan
dan penyesuaian psikologis. Ditemukan fenomena yang menjelaskan kurangnya
obat telah menyebabkan meningkatnya ketakutan terhadap virus dan penyakit
AIDS dikalangan banyak orang, yang telah menghasilkan persepsi negatif dan
ketidak adilan untuk melawan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Fakta-fakta ini
mengancam kesejahteraan psikologis ODHA. Studi yang dilakukan di luar negeri
mengungkapkan bahwa hampir setengah dari ODHA menderita gangguan
kecemasan dan bahwa 20-32% dari ODHA terkenagangguan mental seperti
depresi.
1.3. Tujuan
1. TujuanUmum
2
Agar mahasiswa mampu mengetahui apa aitu penyakit HIV AIDS dan prinsip
hidup bersama orang dengan HIV AIDS (ODHA) dan pemberdayaan dengan
ODHA.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu penyakit HIV AIDS
b. Mahasiswa mampu memahami prinsip hidup dengan ODHA
c. Mahasiswa mampu memahami bagaimana menyikapi ODHA
d. Mahasiswa mengerti bagaimana pemberdayaan dengan ODHA
3
BAB II
PEMBAHASAN
B. PENGERTIAN ODHA
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai
pengganti istilah penderita yang mengarah pada pengertian bahwa orang
tersebut sudah secara positif didiagnosa terinfeksi HIV/AIDS. Di Indonesia,
istilah ODHA telah disepakati sebagai istilah untuk mengartikan orang yang
terinfeksi positif mengidap HIV/AIDS (Nurbani,2013).Hingga saat ini banyak
masyarakat yang mengucilkan odha, bukan hanya secara psikis tetapi mental
4
mereka juga terkena dampaknya karena di kucilkan ditempat tinggalnya dan
tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari dengan normal seperti dulu.
Sebagaimana manusia lainnya Odha memiliki kehidupannya sendiri yang tentu
saja tidak dapat dihentikan hanya dengan alasan penyakit mematikan yang
dideritanya tetapi interaksi Odha dengan yang lain tetap memerlukan ilmu baik
dari sisi medis maupun psikospirit agar interaksi yang berjalan tidak menjadi
interaksi yang negatif terutama bagi Odha sendiri. banyak presepsi masyarakat
atau orang kebanyakan mengenai cara penularan penyakit HIV/AIDS yang
keliru dan salah diartikan. Virus HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh
ODHA bukan berarti semua jenis cairan tubuh dapat menularkan penyakit ini.
Untuk hidup dengan ODHA dalam kehidupan atau aktivitas yang dilakukan
sehari-hari ada baiknya untuk tidak membedakan peralatan yang akan
digunakannya agar ia memiliki peralatannya sendiri. Pasien HIV dengan orang
lain dapat berbagai makanan dan minuman yang sama sehingga tidak perlu takut
untuk tertular virus HIV karena biasanya penyakit ODHA dapat ditekan dengan
pengobatan alternatif HIV AIDS sehingga tidak menular.
5
“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang
langsungataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras,etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan,
penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalamkehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya.”
Konsepsi diskriminasi tersebut di atas jauh lebih luas dari konsepsi
diskriminasiyang dianut oleh Kovenan Interrnasional tentang Hak Sipil
dan Politik, KovenanInternasional Menentang Diskriminasi Rasial, dan
Kovenan Internasional Penghapusan.Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan.
Diskriminasi terhadap ODHA merupakan diskriminasi terhadap kelompok
yang tidak dibenarkan oleh UU Ham. Berkenaan dengan pemajuan dan
perlindungan Ham, termasuk tentunya ODHA kitaperlu mengenali asas-asas dasar
UU Ham sebagai berikut :
1. Negara republik indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak
asasimanusia dankebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati
melekat pada dantidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi,
dihormati, dan ditegakkan demipeningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan sertakeadilan.
2. Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia
yangsama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
3. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikirandan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagaipribadi dan tetap butuh berinteraksi sosial guna
mematangkan kisi-kisi sosial kepribadiannya dalambermasyarakat.
6
Akan tetapi interaksi Odha dengan yang lain tetap memerlukan ilmu baik
dari sisi medis maupun psikospirit agar interaksi yang berjalan tidak
menjadi interaksiyang negatif terutama bagi ODHA sendiri. ODHA agar
dapat berinterksi kembali di tengah-tengah kehidupan, kesehatannyaharus
tetap dijaga, dan ini membutuhkan perhatian bagi orang-orang
yang ada disekitarnya.
Mengajak ODHA untuk lebih terbuka. Ada kalanya ODHA akan merasa
bahwa dirinya berbeda dengan orang lain disekitarnya akibat penyakit yang
dialaminya, hal ini jika dibiarkan lama kelamaan akan membuat ODHA menjadi
pribadi yang tertutp dan sulit untuk didekati. Jika melihat situasi ini ODHA
sebenarnya membutuhkan seorang atau tempat yang mana dapat ia percayai untuk
mencurahkan isi hati dan pemikirannya. ODHA yang dalam kehidupan sehari-
7
harinya mengalami tekanan batin akibat banyak hal dan pemikiran yang
dipendamnya sendiri lama kelamaan akan membuat kesehatan mentalnya menjadi
terganggu.
8
A. Dukungan Emosional
B. Dukungan Penghargaan
9
Dukungan penghargaan bisa berupa keluarga membandingkan dengan
orang lain, sehingga bahwa masih banyak orang lain yang menderita penyakit
yang sama sehingga termotivasi dalam menjalani pengobatan. HIV adalah
masalah kesehatan, bukan aib sehingga ada keterkaitan erat pentingnya
pencegahan dan upaya dukungan. HIV bisa mengenai siapa saja, sehingga
dengan dukngan yang baik langkah pencegahan penularan ke orang lain akan
behasil apabila pasien merasa nyaman secara individu, keluarga dan
masyarakat (Green & Hestin, 2009). Keterlibatan pasien HIV dalam kegiatan
keluarga dan kegiatan sosial dan selalu mendukung pasien tetap melakukan
pekerjaan sehari- hari merupakan salah satu bentuk dukungan penghargaan. 7
C. Dukungan Instrumental
Bantuan ini berupa dukungan yang secara langsung seperti merawat,
mengantar kontol, menyiapkan obat, penyediaan finansial utuk berobat ataupun
pemberian materi secara langsung.
D. Dukungan Informative
Dukungan infromasi berupa bantuan atau tindakan yang dilakukan oleh
keluarga berupa saran, informasi serta nasehat yang dilakukan kepada pasien
yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.Manfaat dari dukungan
ini adalah dapat menekan munculnya stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.Aspek dalam
dukungan ini berupa nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
E. Gambaran Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal
berupa sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga merasa diterima, dalam hal ini keluarga yang menderita HIV/
AIDS (Friedmen, 2010). Keluarga dapat membantu menurunkan kesakitan dan
mempercepat proses pemulihan dari suatu penyakit dengan cara memberikan
dukungan pada anggota keluargannya yang sakit. Baik buruknya dukungan
keluarga sangat mempengaruhi kondisi kesehatan anggota keluarga yang
sedang sakit, karena anggota keluarga yang sedang sakit membutuhkan
10
dorongan dari luar dirinya untuk menjaga atau membantu meningkatkan
kesehatan dirinya. Bagi penderita HIV/ AIDS dalam menjalani kehidupannya
akan terasa sulit, karena dari segi fisik akan mengalami perubahan berkaitan
dengan perkembangan penyakitnya. Tekanan emosional dan psikologis bisa
dialami karena dikucilkan oleh keluarga atau masyarakat (Nihayati, 2012).
Kejujuran dalam mengungkapkan penyakit akan mempermudah keluarga
dalam memberikan dukugan yang dibutuhkan. Dukungan keluarga yang baik
akan berdampak berdampak positif terhadap pekerjaan, psikologis, sosial dan
pekerjaan seseorang sehingga akan membantu dalam meningkatkan kesehatan
dan memerangi penyakit (Nurbani dkk, 2006). Pasien dengan dukungan yang
suportif memiliki peluang memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Dukungan
keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien yang menderita HIV/ AIDS (Nurmalasari, 2007).
F. STIGMA ODHA
Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) adalah orang yang terinfeksi virus
HIV sehingga kekebalan tubuh mereka sudah berkurang dan mengakibatkan
mereka rentan terhadap penyakit. Selain penyakit mereka seringkali menghadapi
stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Hal tersebut membuat ODHA tidak
berani membuka diri bahwa ia positif mengidap virus HIV. Hal tersebut senada
dengan pernyataan Jonathan Mann dalam Nasronudin (2007:284) terkait dengan
epidemi HIV dan AIDS meliputi, yaitu:
a. Epidemi pertama ialah penyebaran virus HIV, epidemi ini berlangsung secara
diam diam dan mungkin telah dimulai pada tahun 1950-an.
b. Epidemi kedua adalah berjangkit AIDS yang telah menyerang lebih dari
setengah juta penderita diseluruh dunia.
c. Epidemi ketiga bersifat sosial, yakni stigmatisasi prasangka dan diskriminasi
yang timbul dimasyarakat.
11
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonsia (KBBI) mendefenisikan stigma
sebagai ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungan. Secara etimologi stigma sendiri berarti tanda atau cap buruk.
Sedangkan dalam pandangan sosiologi yang lebih umum menurut Kando dalam
dalam Robert M. Page (1984:1) stigma dapat mengacu pada sifat yang meragukan
dan tidak pantas. United Nations Programme on HIV and AIDS(UNAIDS)
mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif
yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar
dan tidak adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
UNAIDS adalah program pendukung utama untuk aksi global terhadap
epidemik HIV dan AIDS membedakan stigma dalam beberapa kategori, yaitu :
a) Stigma instrumental AIDS
Ketakutan atas hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan
menular. Maksudnya adalah stigma muncul akibat dari faktor penyebab dan
akibat dari HIV dan AIDS, sebagai contoh masyarakat memberi stigma pada
ODHA sebagai orang yang akan mati.
b) Stigma simbolis AIDS
Pengunaan HIV dan AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok
sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit
tersebut, seperti seseorang menjadi ODHA karena pergaulan pada masa lalu
yang suka berganti-ganti pasangan.
c) Stigma kesopanan AIDS
Hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu HIV dan AIDS atau
orang yang positif HIV, seperti ODHA dikeluarkan dari tempat kerja dengan
tidak hormat.
Selain memiliki kategori stigma juga memilki dimensi. Jones membagi
dimensi stigma menjadi enam dimensi, yaitu :
a) Concealability, yakni sampai sejauh mana suatu kondisi dapat
disembunyikan atau tidak tampak oleh orang lain.
12
b) Course, menjelaskan bagaimana kondisi orang yang mendapatkan stigma
berubah dari waktu ke waktu.
c) Strains, menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal menjadi tegang.
d) Aesthetic Qualities, menjelaskan bagaimana penampilan seseorang sangat
dipengaruhi oleh kondisi stigma.
e) Cause, menjelaskan apakah seseorang mengalami stigmatisasi karena
bawaan dari lahir atau setelah dewasa.
f) Peril, menjelaskan kemungkinan keberbahanyaan pada orang lain terkait
dengan kondisi terstigmatisasi
Faktor penyebab timbulnya stigma di masyarakat terhadap ODHA adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai HIV dan
AIDS disamping itu kurangnya sosialisasi atau penyuluhan mengenai HIV dan
AIDS terutama cara penularan dan pencegahannya sehingga masyarakat
mempunyai tanggapan yang keliru tentang ODHA. Hal ini berdampak pada
meningkatnya diskriminasi pada ODHA, seperti mengusir dan mengasingkan
ODHA di masyarakat, memecat ODHA yang bekerja, menceraikan pasangan yang
berstatus HIV positif, dan perilaku diskriminatif lainnya. Hal tersebut senada
dengan hasil penelitian pada tahun 2000 terkait dengan ODHA dalam Muclis
Achan dan Agung Sujatmoko (2015: 99) yang menjelaskan beberapa faktor yang
menjadi penyebab munculnya stigma dan diskriminasi yaitu :
a. Kurangnya pengetahuan mengenai HIV dan AIDS.
b. Tanggapan yang salah tentang cara penularan HIV.
c. Kesalahan dalam mencari tindakan dan pengobatan.
d. Adanya pelopor epidemi yang kurang benar dan anggapan bahwa penyakit
HIV dan AIDS tidak dapat disembuhkan.
e. Adanya prasangka dan ketakutan yang berlebihan terhadap masalah sosial
yang sensitif.
Stigma terhadap ODHA terjadi hampir dalam segala lapisan masyarakat
yaitu keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekolah atau kerja. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh Muclis Achan dan Agung Sujatmoko (2015:100)
13
stigma terhadap ODHA terjadi pada berbagai tingkatan, mulai dari keluarga,
masyarakat, institusi sampai tingkat nasional. Tingkat keluarga misalnya tidak
menerima anggota keluarga yang terserang HIV dan AIDS. Masyarakat antara lain
menolak keberadaan ODHA, sehingga tidak diperbolehkan tinggal di lingkungan
masyarakat. Sebagai contoh, terdapat ketua rukun tangga (RT) yang gigih
mempengaruhi warganya agar menolak keberadaan ODHA di sekitarnya. Tingkat
institusi ODHA dikeluarkan dari tempat kerja dengan tidak hormat tanpa alasan
yang jelas atau ada persyaratan harus bebas HIV saat melamar pekerjaan, dan
terdapat juga sekolah dengan terang-terangan menolak ODHA masuk ke institusi
pendidikan dengan alasan akan menularkan ke murid atau mahasiswa lain di
sekitarnya
Hal senada juga diungkap oleh Nasronudin (2007:297) yaitu ODHA sering
menghadapi reaksi spontan yang keliru dari masyarakat (termasuk sebagian dari
kalangan kedokteran), seperti menjauhkan diri dari ODHA, berusaha tidak
menyentuh ODHA, menggunakan obat pencuci hama bahkan membakar kasur
atau pakaian bekas ODHA.Reaksi tersebut menambah beban psikologis dan
sosial pada ODHA. Nasronudin juga melihat adanya sikap masyarakat yang
cenderung mengisolasi penderita, menolak kehadirannya kembali ke rumah, atau
kampung halaman pasca perawatan dari rumah sakit. Situasi tersebut sangat tidak
kondusif bagi kelangsungan hidup dan proses pengobatan ODHA.
Fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia terkait dengan stigma kepada
ODHA adalah sebagai berikut:
a. Ketakutan akan stigma dan diskriminasi, kendala utama penanganan HIV
dan AIDS.
b. Stigma HIV dan AIDS masih berkutat pada masalah seks.
c. Paradigma baru pola transmisi HIVdan AIDS yang didominasi oleh
pengguna narkotika intevana.
Selain stigma masyarakat, ODHA juga memiliki tekanan atau reaksi psikososial
pada dirinya, menurut Nasronudin (2007:305) reaksi psikososial
tersebut meliputi:
14
a. Kecemasan: rasa tidak pasti tentang penyakit yang diderita, perkembangan dan
pengobatannya, merasa cemas dengan berbagai gejala-gejala baru, merasa
cemas dengan ancaman kematian.
b. Depresi: merasa sedih, tak berdaya, merasa rendah diri merasa bersalah,
merasa tak berharga, putus asa, keinginan untuk bunuh diri, menarik diri, sulit
tidur, dan hilang napsu makan.
c. Merasa terisolasi dan kurangnya dukungan sosial: merasa ditolak oleh
keluarga maupun masyarakat.
d. Merasa marah pada diri sendiri dan orang lain: menunjukkan sikap
bermusuhan terhadap pemberi perawatan, menolak untuk bekerja sama dengan
pemberi perawatan.
e. Merasa takut bila ada orang yang mengetahui penyakit yang diderita.
f. Merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita terinfeksi HIV,
penyangkalan terhadap kebiasaan seksual dan penggunaan obat-obat
terlarang.
Reaksi psikososial dan ditambah dengan stigma dari
masyarakat seperti ODHA merupakan orang yang melanggar norma dan atauran,
ODHA adalah hukuman dari tuhan dan berbagai stigma lainya membuat ODHA
mengalami berbagai kesulitan dalam menjalankan kehidupannya sehingga
membuat ODHA putus asa dan tidak berfungsi sosial dengan baik. Oleh sebab itu
pekerja sosial harus mampu untuk menghilangkan stigma yang melekat pada
ODHA.
G. MENYIKAPI ODHA
Sebagai mahluk tuhan yang sederajat,serta warga negara tentulah kita tidak
boleh melihat ODHA sebagai sosok yang rapuh dengan segudang persoalan medis
dan social. ODHA bukanlah makhluk yang pesimis terhadap kehidupan, sehingga
tercipta persepsi publik bahwa menemani hidup Odha adalah pekerjaan sia-
sia.Odha telah menjadi sumber ketakutan bagi sebagian masyarakat.Acapkali
muncul berbagai perdebatan yang mempertentangkan antara kepentingan
15
masyarakat umum dengan Odha.Akibatnya, hak-hak Odha dalam kehidupan
sehari-hari sering terabaikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Human Immuno deficiency Virus (HIV) merupakan sebuah virus yang
melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Virus tersebut menyerang dua
jenis sel darah putih (sel CD4 dan T), dimana sel tersebut sangat penting bagi
sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika kedua sel tersebut terinfeksi HIV maka
16
sistem kekebalan tubuh manusia akan melemah dan tidak mampu lagi melawan
beragam infeksi penyakit.
Hidup dengan ODHA artinya menghilangkan segala batasan antara pasien
dengan orang yang merawatnya, jika hal ini dilakukan dapat membantu pasien
HIV untuk bangkit dari keterpurukan yang dialaminya.AIDS pada ODHA dapat
ditekan apabila tubuh ODHA sehat, dan kesehatan ini secara langsung juga
dipengaruhi oleh mental ODHA.
Faktor penyebab timbulnya stigma di masyarakat terhadap ODHA adalah
rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai HIV dan
AIDS disamping itu kurangnya sosialisasi atau penyuluhan mengenai HIV dan
AIDS terutama cara penularan dan pencegahannya sehingga masyarakat
mempunyai tanggapan yang keliru tentang ODHA.
B. SARAN
1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS dan
bagaimana cara penularannya yang benar agar stigma dan diskriminasi
terhadap ODHA dapat diluruskan. Untuk itu perlu diadakannya seminar dan
penyuluhan tentang HIV/AIDS serta diselenggarakannya acara testimonial
dari para ODHA untuk pelajar dan mahasiswa.
2. ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat dan
pemerintah, selain itu dukungan kawan sebaya juga dapat memberikan
semangat hidup bagi penderita HIV/AIDS
DAFTAR PUSTAKA
17
Direktorat Jendral PP dan PL Kementerian Kesehatan RI. Laporan Situasi
Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan septeember
2014. Jakarta. 2014
Nasronudin. HIV&AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya : Pusat penerbitan dan percetakan UNAIR. 2012
18