Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWARTAN GERONTIK

PERUBAHAN SISTEM INTEGUMEN PADA LANSIA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 (3B)

1. ANGGI UTAMI NINDIA (15.11.4066.E.A.0050)


2. MUHAMMAD FAJRI (15.11.4066.E.A.0074)
3. WINDASARI (15.11.4066.E.A.0091)
4. ZAINA MAULIDA (15.11.4066.E.A.0093)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM KALTIM

AKADEMI KEPERAWATAN YARSI SAMARINDA

TAHUN AKADEMIK 2017/2018

KEPERAWATAN GERONTIK| 1
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

  Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

        Akhir kata kami berharap semoga makalah keperawatan gerontik mengenai
perubahan sistem integumen pada lansia ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

    
                                                                                  Samarinda, 25 September 2017
    
                                                                                              Penyusun

KEPERAWATAN GERONTIK| 2
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................2

Daftar Isi.............................................................................................................3

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar belakang..............................................................................................4


1.2 Rumusan masalah ........................................................................................6
1.3 Tujuan penulisan..........................................................................................6
1.4 Manfaat penulisan........................................................................................7

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep dasar perubahan sistem integumen pada lansia...............................7


2.1.1 Stratum koneum ...............................................................................8
2.1.2 Epidermis .........................................................................................8
2.1.3 Dermis .............................................................................................9
2.1.4 Subkutis ...........................................................................................9
2.1.5 Bagian tambahan pada kulit ............................................................9
2.2 Faktor yang mempengaruhi perubahan kulit pada lansia ..........................10
2.3 Masalah kulit pada lansia ..........................................................................11
2.4 Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem integumen ....12
2.4.1 Pengkajian......................................................................................12
2.4.2 Diagnosa ........................................................................................15
2.4.3 Rencana asuhan keperawatan.........................................................17

Bab 3 Penutup

3.1 Kesimpulan..................................................................................................29

Daftar Pustaka.................................................................................................30

KEPERAWATAN GERONTIK| 3
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Negara indonesia merupakan negara dengan persentase penduduk lansia


terbanyak yaitu sebesar 55.52 % (world population prospect, 2010). Usia harapan
hidup (UHH) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional
termasuk dibidang kesehatan. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehaatan ini
juga terlihat di Indonesia dimana terdapat peningkatan UHH dari 70.7 tahun pada
periode 2010-2015 menjadi 71,7 pada periode 2015-2020 (Kemenkes, 2014)
pertambahan jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah
15.814.511 jiwa atau 7,2 % dan diperkirakan akan terus bertambah menjadi
28.822.879 jiwa atau 11.34 % pada tahun 2020. Dari data diatas menunjukkan
akan terjadi peningkatan jumlah lansia dalam 15 tahun kedepan. Berdasarkan hasil
survey dari Susenas (2013) menyatakan bahwa lansia yang ditinggal didaerah
perkotaan sebanyak 9,26 juta orang atau 7.49 %. Lansia yang tidak tinggal
dirumah sendiri dapat tinggal dengan saudara, anak dan bahkan tidak biasanya
tinggal di pinggir jalan dan terlantar. Berdasarkan situasi tersebut, maka di daerah
perkotaan muncul suatu tempat penampungan bagi lansia yang tidak memiliki
tempat tinggal, yang disebut dengan sasana werdha. (dikutip dari Karya Ilmiah
Akhir Ners Universitas Indonesia Zuriati Rahmi, S.Kep asuhan keperawatan pada
lansia yang mengalami gangguan integritas kulit pada kaki melalui perawatan
kaki (foot care) 2016).

Meningkatnya jumlah lansia di Indonesia tentu saja akan meningkatkan


permasalahan kesehatan terkait lansia. Penyakit pada lanjut usia (lansia) bebeda
dengan deewasa muda, hal ini disebabkan karena penyakit pada lansia merupakan
gabungan antara penyakit dengan proses menua yaitu menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringanuntuk memperbaiki diri serta mempertahankan
fungsi dan struktur normalnya. Sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakn yang didierita (Stanley, 2006).
(dikutip dari Karya Ilmiah Akhir Ners Universitas Indonesia Zuriati Rahmi, S.Kep

KEPERAWATAN GERONTIK| 4
asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami gangguan integritas kulit pada
kaki melalui perawatan kaki (foot care) 2016).

Berdasarkan data kemenkes pada tahun 2011, masalah yang umum terjadi
pada lansia adalah hipertensi (4.02 %), Diabetes Melitus (2.1 %), asam urat,
dyspepsia (2.52 % ), penyakit jantung iskemik (2.84 %) dan penyakit kulit (2.33
%). Individu yang telah lanjut usia juga dapat terlihat dari kulit yang mulai
keriput, rambut yang mulai memutih, berkurangnya fungsi pendengaran dan
pengelihatan, melambatnya proses berpikir, dan aktivitas untuk bergerak yang
mulai melambat, yang berarti akan membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan barbagai aktivitas (Wallace, 2008). Diantara perubahan yang terjadi
pada lansia, perubahan kulit merupakan salah satu perubahan nyata yang dapat
dilihat.

1.2 Rumusan masalah

Pertambahan usia pada lansia menyebabkan lansia sangat rentan dan


berisiko terhadap penyakit. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan baik
secara fisik maupun psikososial. Perubahan anatomi dan fisiologi akibat penuaan
dapat meningkatkan kerentanan pada lansia terutama untuk masalah kulit.
Prevalensi masalah gangguan integritas kulit pada lansia cukup tinggi. Kulit pada
lansia umumnya kering, tipis dan pecah-pecah. Kerentanan lansia terhadap
masalah kulit ditambah dengan kondisi hidup diperkotaan yang penuh dengan
polusi, cuaca yang panas, dan sinar matahari menyengat (lawton, 2007 dalam
cowdell dan radley, 2012). Berdasarkan fenomena tersebut, penulis menganggap
penting untuk melakukan pembahasan mengenai perubahan peubahan sistem
integumen pada lansia beserta asuhan keperawatan yang akan di berikan pada
lansia dengan perubahan sistem integumen.

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui perubahan-


perubahan sistem integumen yang terjadi pada lansia dan asuhan

KEPERAWATAN GERONTIK| 5
keperawatan yang diberikan pada lansia dengan perubahan sistem
integumen yang dialami lansia.

1.3.2 Tujuan khusus


a. Mengetahui perubahan-perubahan sistem integumen pada lansia
b. Mengetahui masalah keperawatan dengan perubahan sistem
integumen
c. Menegetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia dengan
perubahan sistemm integumen
1.4 Manfaat penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan bagi mahasiswa


dapat menambah wawasan mengenai perubahan-perubahan sistem integumen
pada lansia dan asuhan keperawatan yang akan diberikan

KEPERAWATAN GERONTIK| 6
Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Konsep dasar perubahan sistem integumen pada lansia

Menurut Reichel (2009), penuaan pada kulit dikategorikan menjadi dua,


yaitu penuaan instriknsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan instrinsik adalah
perubahan kulit yang terjadi akibat proses penuaan secara kronologis atau normal.
Sedangkan penuaan ekstrinsik merupakan perubahan kulit yang disebabkan oleh
faktor-faktor lain, seperti gaya hidup, diet radikal bebas, paparan sinar UV, dan
kebiasaan lainnya. Secara struktural, kulit yang tersusun atas tiga lapisan,
diantaranya epidermis, dermis dan jaringan subkutan akan mengalami perubahan
akibat bertambahnya usia. Selain itu, rambut, kuku, dan kelenjar keringat sebagai
aksesoris kulit juga mengalami perubahan. Secara fungsional kulit juga akan
mengalami perubahan akibat degradasi sel-sel kulit.

Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas
tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis
tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol.
Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik
pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan
dorsal dari tangan dan lengan bawah.

Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat


penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur
kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas
kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan
penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan
turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan
penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per
dekade.

KEPERAWATAN GERONTIK| 7
2.1.1 Stratum Koneum

Stratum korneun merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari
timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada stratum
koneum akibat proses menua:

a. Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini
adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih
lama.
b. Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah
penampilan kulit lebih kasar dan kering.

2.1.2 Epidermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses
menua:

a. Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses perbaikan
sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah
pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi
pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor
predisposisi terjadinya infeksi.
b. Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah
perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi
yang tidal merata pada kulit.
c. Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan
konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan
kulit terhadap alergen berkurang.
d. Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah
perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang
abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

KEPERAWATAN GERONTIK| 8
2.1.3 Dermis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua:

a. Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan


dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia
rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan
luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit
terhadap zat-zat topikal.
b. Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.
Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya
kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.
c. Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi
dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan
termoregulasi.

2.1.4 Subkutis

Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua:

a. Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini


adalah penampilan kulit yang kendur/ menggantung di atas tulang rangka.
b. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini
adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.

2.1.5 Bagian tambahan pada kulit

Bagian tambaha pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Berikut ini merupakan perubahan yang
terjadi pada rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan
kelenjar sebasea akibat proses menua:

a. Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah Rambut


bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita,

KEPERAWATAN GERONTIK| 9
mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam
hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.
b. Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi
lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepet mengalami kerusakan.
c. Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan)
menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah
mengalami nekrosis karenan rasa terhadap tekanan berkurang.
d. Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon
dalam keringat, perubahan termoregulasi, kulit kering.
e. Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia
berkurang.

2.2 Faktor yang mempengaruhi perubahan kulit pada lansia

Perubahan kulit yang terjadi pada lansia dapat disebabkan dari faktor
instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yang menyebabkan terjadinya
perubahan kulit pada lansia karena adanya proses penuaan dan perubahan biologis
yang terprogram, sedangkan faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi
perubahan kulit pada lansia adalah lingkungan seperti terpapar matahari dan
polusi, gaya hidup dan kebersihan diri (Farage et al, 2010 dalam Voegeli, 2012).

Faktor instrinsik pada lansia dapat disebabkan karena adanya perubahan


pada fungsi dan struktur sistem integumen. Hal ini terjadi karena adanya
penurunan melanin pada lapisan epidermis, sehingga terjadi penurunan respons
perlindungan kulit terhadap sinar matahari. Oleh karena itu, lansia berisiko tinggi
untuk mengalami kerusakan kulit akibat terpajan sinar matahari yang berlebihan.

Sementara faktor ekstrinsik dapat bersumber dari lingkungan dan


kebersihan diri. Ketika kulit menjadi kering seiring dengan penuaan, kelembaban
yang rendah merupakan faktor predisposisi bagi lansia mengalami pruritus yang
diakibatkan oleh kulit yang kering.

KEPERAWATAN GERONTIK| 10
2.3 Masalah kulit pada lansia

Perubahan pada sistem integumen lansia meningkatkan kerentanan lansia


mengalami masalah kulit. Masalah kulit pada kaki yang umum terjadi pada lansia
diantaranya xerosis, pruritus, infeksi jamur (Voegeli, 2012). Tinea pedis
merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh T.rubrum. penyakit ini biansanya
terjadi antara jari-jari kaki, dan biasanya pasien akan mengeluh ruam gatal dan
kulit menjadi bersisik. Penyakit ini bisa dicegah dengan menjaga kebersihan kaki,
mempertahankan agar kaus kaki tetap kering dan menggunakan alas kaki pada
saat di kamar mandi (Thomas, 2014).

Xerosis atau yang dikenal dengan kulit kering adalah kondisi kulit yang
mengering dari biasanya. Xerosis ditandai dengan rasa gatal, kering pecah-pecah,
dan terdapat beberapa kulit yang retak atau terkelupas (Norman, 2008). Xerosis
pada lansia merupakan hasil penurunan lemak permukaan kulit selama periode
waktu. Seiring pertambahan usia, lapisan luar kulit menjadi rapuh dan kering
akibat berkurangnya jumlah pelembab alami kulit. Sumber utama hidrasi bagi
kulit adalah pelembab yang dihasilkan dari difusi vaskular dibawah jaringan .
xerosis pada lansia lebih sering terjadi dibagian bawah kaki (Smith & Hsieh,
2000).

Pruritas adalah masalah umum yang sering terjadi pada lansia. Pruritus
dapat diartikan sebagai sensasi rasa yang tidak nyaman pada area kulit yang
menimbulkan keinginan untuk menggaruk (Norman, 2008). Pruritaus ditandai
peradangan pada area kulit yang gatal yang dapat diakibatkan oleh garukan.
Kejadian pruritus meningkat seiring dengan penambahan usia dan dapat menjadi
masalah kulit yang tidak normal. Pruritus dapat menyebabkan ketidaknyamanan
dan pada kasus berat dapat mengganggu tidur, menimbulkan kecemasan dan
depresi. Kecemasan dan stress dapat memperparah rasa gatal yang muncul.
Sensasi gatal sangat erat kaitannya dengan sensasi sentuhan dan nyeri. Pruritus
dirangsang oleh pelepasan neurostimulators seperti histamin dari sel mast dan
peptida lainnya yang menyampaikan implus ke pusat otak sehingga menimbulkan
rangsangan untuk menggaruk.

KEPERAWATAN GERONTIK| 11
Penuaan yang terjadi pada kulit meningkatkan kejadian pruritus karena
efek kumulatif dari lingkungan yang merubah stuktur kulit seiring dengan
penambahan usia. Faktok yang menyebabkan meningkatnya kejadian pruritus
yaitu berkurangnya hidrasi kulit, menurunnya kolagen kulit, kerusakan sistem
imun, rusaknya fungsi kulit sebagai sistem pertahanan dari patogen. Pada lansia,
pruritus sering dihubungkan dengan kulit kering yang merupakan hasil penurunan
permukaan lemak pada kulit, keringat, sebum dan perfusi kulit (Cohen, Frank,
Salbu & Israel, 2012).

2.4 Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem integuman


2.4.1 Pengkajian

Pengkajian yang dapat dilakukan mengenai masalah gangguan interitas kulit


meliputi (Miller, 2012).

a. Identitas pasien

Identitas pasien yang perlu ada saat pengkalian mencakup nama/inisial,


umur, jenis kelamin, agama, status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, serta alasan
lansia masuk ke pantai.

b. Riwayat kesehatan saat ini

Riwayat kesehatan termasuk riwayat trauma, alergi kulit, dan setiap


keluhan yang dirasakan saat ini seperti gatal, luka, ulkus, ruam dan lecet.

c. Aktifitas sehari-hari

Dalam mengkaji aktifitas sehari-hari, hal yang perlu untuk ditanyakan


kepada lansia mencakup : berapa banyak dan kapan waktu yang anda habiskan di
bawah sinar matahari? Bagaimana anda mengelola mandi anda? Seberapa sering
anda mandi? Apakah anda menggunakan sabun setiap kali anda mandi? Apakah
anda menggunakan sabun setiap kali anda mandi? Apa jenis sabun yang anda
gunakan? Apakan anda menggunakan segaja jenis lotion kulit, krim, atau salep?
Apakah anda mendapatkan atau memerlukan bantuan dengan perawatan kuku?

KEPERAWATAN GERONTIK| 12
d. Pemeriksaan fisik

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, hal yang harus diperhatikan mencakup


keadaan dan kebersihan kuku, kondisi kulit, warna, kelembapan, dan turgor kulit
dapat dilakukan dengan cara inspeksi. Ukuran, kedalaman, warna, bau, dan
kekentalan drainase lesi pada kulit harus dievaluasi. Biasanya warna kulit di
seluruh bagian tubuh sama. Hidrasi dicerminkan dalam turgor kulit dan
kelembapan membran mukosa. Tekstur kulit harus dikaji melalui palpasi. Kulit
mungkin terasa kasar dan kering terutama pada bagian telapak kaki dan telapak
tangan. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan MMSE yang bertujuan untuk
melihat apakah ada perubahan kognitif pada lansia, melakukan menilaian index
massa tubuh (IMP) yang bertujuan untuk melihat berat badan, serta melakukan
pengukuran kekuantan otot yang bertujuan untuk melihat apakah terjadi
penurunan kekuatan dan massa otot pada lansia.

Lansia sangat rentan terhadap gangguan patologi kanker kulit terutama pada
peptic ulcer. Oleh karena itu, perawat perlu melakukan pengkajian terkait
kesehatan kulit lansia. Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan inspeksi
permukaan kulit.

1. Wawancara, berfungsi membantu dalam upaya promosi kesehatan.


Memiliki tujuan untuk mengidentifikasi persepsi setiap orang dari suatu
masalah, faktor resiko yang mungkin mempengaruhi untuk masalah kulit ,
dan cara menjaga kebersihan kulit.
2. Inspeksi, dilakukan terhadap seluruh permukaan kulit, rambut, dan kuku.
Saat inpeksi perhatikan apakah ada lesi atau tidak pada kulit lansia.
Apabila terdapat lesi atau luka, perhatikan warna, pigmentasi (kehitaman),
sakit atau tidak, kelembaban kulit, kemerahan, ukuran luka, lokasi luka,
dan bentuk luka. Inspeksi dilanjutkan dengan memeriksa rambut dan kuku.
Apabila terdapat luka peptic ulcer atau ulkus dekubitus, lanjutkan dengan
memeriksa tingkat keparahan (stage), lokasi, warna dari permukaan ulkus
tersebut. Menurut Stanley & Beare (2000) ulkus diabetus memiliki 4 stage,
namun menurut Miller (2012) terdapat 2 tambahan stage yaitu unstageable

KEPERAWATAN GERONTIK| 13
dan suspected deep tissue injury. Berikut ini adalah deskripsi kedalaman
ulkus, yaitu:
a. Lesi stage 1 dilihat sebagai daerah berwarna merah, jika tidak
memucat ketika dipalpasi ringan mengindikasikan adanya
kerusakan jaringan yang lebih dalam namun dengan strategi
pencegahan, tidak akan menimbulkan lapisan jaringan yang lebih
dalam dan tidak akan terbuka.
b. Lesi stage 2, epidermis telah mengelupas, menampakan dermis
yang memiliki vaskularisasi yang sangat tinggi.
c. Lesi stage 3 terjadi ketika lapisan jaringan mengalami nekrosis,
subkutan menjadi terlihat.
d. Lesi stage 4, ketika tulang dan otot dasar mulai terlihat yang dapat
mengakibatkan infeksi tulang lokal dan sulit serta memakan waktu
cukup lama untuk sembuh tanpa intervensi pembedahan.
e. Unstageable, kehilangan jaringan yang tebal di mana dasar ulkus
ditutupi oleh nanah (kuning, cokelat, abu-abu, hijau, atau coklat)
dan / atau jaringan kulit palsu (tan, coklat, hitam). Kedalaman tidak
dapat ditentukan sampai nanah dan / atau jaringan kulit palsu telah
dihapus untuk mengekspos dasar luka. Jaringan kulit palsu (eschar)
yang stabil (yaitu, kering, patuh, utuh tanpa eritema atau
fluctuance) tidak boleh dihapus karena merupakan pelindung dari
luka.
f. Suspected deep tissue injury, kulit daerah lesi berwarna keunguan
atau merah marun mungkin akan diawali oleh jaringan yang
menyakitkan, tegas, lembek, berawa, atau lebih hangat atau lebih
dingin daripada jaringan yang berdekatan Selain pengkajian
tersebut, perlu dilakukan pengkajian faktor lain yang dapat
menyebabkan masalah kulit, seperti merokok, penggunaan alkohol,
dan obat-obatan yang dapat menimbulkan efek pada kulit.
3. Palpasi, bertujuan untuk mengetahui tekstur permukaan kulit lansia.
Biasanya hasil yang didapatkan adalah pada bagian telapak tangan maupun
kaki bertekstur kasar karena sering terpajan.

KEPERAWATAN GERONTIK| 14
2.4.2 Diagnosa
1. Kerusakan integritas kulit adalah kerusakan pada epidermis/dermis yang
berhubungan dengan vesikel/ bula yang pecah, kelembapan, usia ekstrem,
nutrisi tidak adekuat, peerubahan hormonal, dan tekanan pada tonjolan
tulang.
2. Kerusakan integritas jaringan adalah cedera pada membran mukosa,
kornea, sistem integume, fascia muskular, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi, dan atau ligamen yang berhubungan dengan usia ekstrem,
hambatan mobilitas fisik, ketidakseimbangan status nutrisi, kurang
pengetahuan tentang perlindungan integritas jaringan, kurang pengetahuan
tentang pemeliharaan integritas jaringan, dan suhu lingakungan ekstrem.
3. Gangguan citra tubuh adalah konfusi dalam gambaran mental fisik-fisik
individu yang berhubungan dengan perubahan persepsi diri, perubahan
fungsi tubuh, dan transisi perkembangan.
4. Gangguan identitas pribadi adalah ketidakmampuan mempertahankan
persepsi diri yang utuh dan komplet yang berhubungan dengan transisi
perkembangan, prasangka, dan tahap perkembangan.
5. Resiko infeksi adalah rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme
patogenik yang dapat mengganggu kesehatan yang berhubungan dengan
gangguan integritas kulit, kekurangan pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen, malnutrisi, prosedure invasif, stasis cairan tubuh,
perubahan pH sekresi dan gangguan integritas kulit.
6. Resiko cidera adalah rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi
lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif
individu, yang dapat mengganggu kesehatan berhubungan dengan fisik
(mis., integritas kulit tidak utuh, gangguan mobilitas), gangguan fungsi
kognitif, hambatan fisik, hambatan sumber nutrisi, pajanan pada patogen,
disfungsi imun, dan usia ektrem.

KEPERAWATAN GERONTIK| 15
KEPERAWATAN GERONTIK| 16
2.4.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC Rasional Implementasi Evaluasi


Keperawatan
1 kerusakan integritas Tujuan : 1.1 Lakukan inspeksi 1.1 Memantau terjadinya 1.1 Melakukan inspeksi Kulit klien utuh
kulit, b.d Integritas kulit pasien lesi setiap hari lesi lesi setiap hari
Vesikel/bula yang kembali utuh 1.2 Pantau adanya 1.2 Melihat adanya tanda- 1.2 Memantau adanya
pecah, kelembapan, tanda-tanda infeksi tanda kerusakan kulit tanda-tanda infeksi
usia ekstrem, nutrisi Kriteria hasil: 1.3 Ubah posisi pasien 1.3 Mengubah posisi 1.3 Mengubah posisi
tidak adekuat,  Kulit utuh, eritema tiap 2-4 jam dapat mengurangi pasien tiap 2-4 jam
peerubahan dan skuama hilang tekanan pada kulit
hormonal, dan  Krusta 1.4 Bantu mobilitas 1.4 Mengurangi kekakuan 1.4 Membantu
tekanan pada menghilang pasien sesuai pada otot-otot klien mobilitas pasien
tonjolan tulang.  Daerah axilla dari kebutuhan sesuai kebutuhan
Ds : inguinal tidak 1.5 Pergunakan sarung 1.5 Menjaga agar tidak 1.5 Mempergunakan
 kulit terasa kasar mengalami tangan jika merawat ada gesekan kasar sarung tangan jika
dan kering maserasi lesi merawat lesi
Do : 1.6 Jaga agar alat tenun 1.6 Mengurangi adanya 1.6 Menjaga agar alat
 kerusakan selalu dalam inflamasi tenun selau dalam
integritas kulit keadaan bersih dan keadaan bersih dan

KEPERAWATAN GERONTIK| 17
kering kering

2 Kerusakan integritas Tujuan : 2.1 Pantau 2.1 Mengevaluasi status 2.1 Memantau Klien tidak
jaringan b.d usia integritas jaringan perkembangan kerusakan kulit perkembangan mengalami
ekstrem, hambatan tidak mengalami kerusakan kulit sehingga dapat kerusakan kulit Kerusakan
mobilitas fisik, kerusakan lebih jauh, klien setiap hari. memberikan klien setiap hari. integritas kulit
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil: intervensi yang tepat. begitu cepat
status nutrisi,  Temperatur kulit 2.2 Keadaan lembab 2.2 Mencegah
kurang pengetahuan normal 2.2 Cegah penggunaan dapat meningkatkan penggunaan linen
tentang  Sensasi kulit linen bertekstur perkembangbiakan bertekstur kasar dan
perlindungan normal kasar dan jaga agar mikroorganisme, jaga agar linen tetap
integritas jaringan,  Kulit elastis linen tetap bersih, untuk mencegah bersih, tidak
kurang pengetahuan  Hidrasi kulit tidak lembab, dan terjadinya lesi kulit lembab, dan tidak
tentang adekuat tidak kusut. akibat gesekan dengan kusut.
pemeliharaan  Warna kulit linen
integritas jaringan, normal 2.3 Lakukan perawatan 2.3 Untuk meningkatkan 2.3 Melakukan
dan suhu  Bebas lesi kulit secara aseptik proses penyembuhan perawatan kulit
lingakungan jaringan 2 kali sehari. lesi kulit serta secara aseptik 2 kali
ekstrem. mencegah terjadinya sehari.
 Kulit intak (tidak

KEPERAWATAN GERONTIK| 18
Do : ada eritema dan infeksi sekunder.
 cedera jaringan, nekrosis)
 jaringan rusak.

3 Gangguan citra Tujuan : 3.1 Diskusikan arti dari 3.1 Berikan kesempatan 3.1 Mendiskusikan arti Klien merasa
tubuh b.d perubahan Pasien tidak kehilangan/ untuk dari kehilangan/ percaya diri saat
persepsi diri, mengalami gangguan perubahan pada mengidentifikasi rasa perubahan pada berada dihadapan
perubahan fungsi citra tubuh pasien/orang takut/ kesalahan pasien/orang umum
tubuh, dan transisi Kriteria hasil : terdekat. konsep dan terdekat.
perkembangan.  Mengungkapkan menghadapinya
Ds : berfokus pada peningkatan rasa secara langsung. 3.2 Mendiskusikan
fungsi masa lalu, percaya diri dalam 3.2 Diskusikan persepsi 3.2 Isyarat verbal/non persepsi pasien
berfokus pada kemampuan untuk pasien mengenai verbal orang terdekat mengenai
penampilan masa menghadapi bagaimana orang dapat mempunyai bagaimana orang
lalu, menolak penyakit, terdekat menerima pengaruh mayor pada terdekat menerima
menerima perubahan pada keterbatasan. bagaimana pasien keterbatasan.
perubahan gaya hidup, dan memandang dirinya
Do : kemungkinan sendiri. 3.3 Memperhatikan
 gangguan fungsi keterbatasan. 3.3 Perhatikan perilaku 3.3 Dapat menunjukkan perilaku menarik
tubuh,  Menyusun rencana menarik diri, emosional ataupun diri, penggunaan

KEPERAWATAN GERONTIK| 19
 gangguan realistis untuk penggunaan metode koping menyangkal atau
pandangan masa depan. menyangkal atau maladaptive, terlalu
tentang tubuh terlalu membutuhkan memperhatikan
seseorang, memperhatikan intervensi lebih lanjut. perubahan.
 gangguan perubahan. 3.4 Menyusun batasan
struktur tubuh. 3.4 Susun batasan pada 3.4 Membantu pasien pada perilaku mal
perilaku mal adaptif. untuk adaptif. Bantu
Bantu pasien untuk mempertahankan pasien untuk
mengidentifikasi kontrol diri, yang mengidentifikasi
perilaku positif yang dapat meningkatkan perilaku positif
dapat membantu perasaan harga diri. yang dapat
koping. membantu koping.
3.5 Mengikut sertakan
3.5 Ikut sertakan pasien pasien dalam
dalam 3.5 Meningkatkan merencanakan
merencanakan perasaan harga diri, perawatan dan
perawatan dan mendorong membuat jadwal
membuat jadwal kemandirian, dan aktivitas.
aktivitas. mendorong

KEPERAWATAN GERONTIK| 20
berpartisipasi dalam
terapi. 3.6 Membantu dalam
kebutuhan
3.6 Bantu dalam 3.6 Mempertahankan perawatan yang
kebutuhan penampilan yang diperlukan.
perawatan yang dapat meningkatkan
diperlukan. citra diri.

4 Gangguan identitas Tujuan : 4.1 Berikan support 4.1 Klien merasa 4.1 Memberikan Klien tidak
diri, b.d transisi Pasien tidak pada pasien untuk dipedulikan support pada pasien merasa minder
perkembangan, mengalami gangguan menerima untuk menerima atau klien merasa
prasangka, dan konsep diri body keadaannya keadaannya percaya diri
tahap image 4.2 Kaji persepsi pasien 4.2 Mengetahui tahapan 4.2 Mengkaji persepsi dengan body
perkembangan. tentang gambaran persepsi klien tentang pasien tentang imagenya
Ds : Kriteria hasil : dirinya gambaran dirinya gambaran dirinya
 Ketidakefektifan  Pasien tidak 4.3 Jaga komunikasi 4.3 Dapat menjaga 4.3 Menjaga
koping menarik diri dari yang baik dengan hubungan interaksi komunikasi yang

KEPERAWATAN GERONTIK| 21
 Ketidakefektifan kontak social pasien dan bantu klien baik dengan pasien
performa peran  Pasien mau pasien untuk dan bantu pasien
 Ketidakmampua berpartisipasi berkomunikasi untuk
n membedakan dalam perawatan dengan orang lain berkomunikasi
stimulus internal dirinya dengan orang lain
dan eksternal  Ekspresi wajah 4.4 Catat adanya 4.4 Memantau tingkah 4.4 Mencatat adanya
Do : pasien tidak tingkah laku non- laku klien tingkah laku non-
 Gangguan citra menunjukkan verbal atau tingkah verbal atau tingkah
tubuh tanda berduka laku negative laku negative

 Perasaan yang 4.5 Keluarga sebagai 4.5 Melibatkan

berfluktuasi pada 4.5 Libatkan keluarga orang terdekat yang keluarga untuk

diri sendiri untuk dapat memberi meningkatkan

 Perilaku tidak meningkatkan nasehat pada klien konsep diri pasien

konsisten konsep diri pasien

5 Resiko infeksi,b.d Tujuan : 5.1 Lakukan teknik 5.1 Untuk mengurangi 5.1 Melakukan teknik Klien tidak
vesikel/bula yang Tidak terjadi infeksi aseptic dan resiko infeksi bagi aseptic dan mengalami
pecah (garukan antiseptic dalam klien maupun petugas antiseptic dalam infeksi pada

KEPERAWATAN GERONTIK| 22
terus menerus), Kriteria hasil : melakukan tindakan kesehatan melakukan tindakan kulitnya
kekurangan Hasil pengukuran pada pasien pada pasien
pengetahuan untuk tanda vital dalam 5.2 Memantau tanda- 5.2 Mengukur tanda
menghindari batas normal. 5.2 Ukur tanda vital tiap tanda vital klien vital tiap 4-6 jam
pemajanan patogen, 4-6 jam 5.3 Memantau adanya 5.3 Mengobservasi
malnutrisi,  RR :16-20 x/menit 5.3 Observasi adanya inflamasi/peradangan adanya tanda-tanda
prosedure invasif,  N : 70-82 x/menit tanda-tanda infeksi infeksi
stasis cairan tubuh,  T : 37,5 C 5.4 kurangi kunjungan 5.4 Membatasi jumlah
perubahan pH  TD : 120/85 5.4 Batasi jumlah agar mengurangi pengunjung
sekresi dan mmHg pengunjung tingkat resiko infeksi
gangguan integritas
kulit.
Do :

 Jumlah sel basal


menjadi lebih
sedikit,
 perlambatan
dalam proses

KEPERAWATAN GERONTIK| 23
perbaikan sel,
 penurunan
jumlah
kedalaman rete
ridge.

6 Resiko cidera b.d Setelah dilakukan 6.1 Ciptakan 6.1 Mencegah terjadinya 6.1 Menciptakan
Fisik (mis., asuhan keperawatan lingkungan yang risiko cidera lingkungan yang
integritas kulit tidak selama 2 x 24 jam aman untuk pasien aman untuk pasien
utuh, gangguan diharapkan resiko 6.2 Identifikasi 6.2 Menentukan 6.2 Mengidentifikasi
mobilitas), cidera dapat kebutuhan kebutuhan pasien kebutuhan
gangguan fungsi diminimalisir dengan keamanan pasien, terhadapm keamanan keamanan pasien,
kognitif, hambatan kriteria hasil : berdasarkan tingkat dan menentukan berdasarkan tingkat
fisik, hambatan fisik, fungsi kognitif intervensi yang tepat fisik, fungsi
sumber nutrisi,  Pasien dan sejarah tingkah kognitif dan sejarah
pajanan pada mengenal tanda laku tingkah laku
patogen, disfungsi dan gejala yang 6.3 Mencegah risiko 6.3 Menghilangkan
imun, dan usia mengindikasikan 6.3 Hilangkan bahaya cidera bahaya lingkungan
ektrem. faktor resiko lingkungan 6.4 Menjauhkan objek
cidera skala 5

KEPERAWATAN GERONTIK| 24
Do :  Pasien dapat 6.4 Jauhkan objek 6.4 Mencegah risiko berbahaya dari
 Kerusakan mengidentifikasi berbahaya dari cidera lingkungan
struktur nukleus resiko kesehatan lingkungan 6.5 Menjauhkan dari
keratinosit yang mungkin 6.5 Jauhkan dari pajanan yang tidak
 Distribusi terjadi skala 5 pajanan yang tidak diperlukan,
6.5 Menghindari risiko
kembali dan  Tingkat kesadaran diperlukan, mengerikan dan
cidera
penurunan lemak pasien baik skala 5 mengerikan dan panas
tubuh.  Status kognitif panas 6.6 Mengidentifikasi
 Korpus pacini pasien baik skala 5 kognitif dan
(sensasi tekan)  Orientasi kognitif kekurangan fisik
6.6 Menentukan
dan korpus pasien baik skala 4 6.6 Identifikasi kognitif dari pasien yang
kebutuhan pasien dan
meissner  Pasien mengetahui mungkin
dan kekurangan menentukan intervensi
(sensasi tentang risiko meningkatkan
fisik dari pasien yang tepat
sentuhan) cidera skala 5 potensial untuk
yang mungkin
menurun.  Pasien mengetahui cedera
meningkatkan
strategi untuk potensial untuk
mengatasi risiko 6.7 Mengidentifikasi
cedera
cidera skala 5 kebiasaan dan
factor risiko yang
 Pasien mengetahui

KEPERAWATAN GERONTIK| 25
dan dapat 6.7 Membantu petugas
mempengaruhi
menggunakan kesehatan mengurangi
untuk cedera.
pengaman sesuai risiko cidera untuk
6.7 Identifikasi
prosedur skala 5 pasien dari kebiasaan
kebiasaan dan factor
 Pasien dapat yang dilakukan dan
risiko yang
menunjukan sikap faktor-faktor
mempengaruhi 6.8 Mencari informasi
melindungi diri penyebabnya
untuk cedera. riwayat cedera
sendiri dari risiko 6.8 Mengurangi risiko
pasien dan
cidera skala 5 cidera berulang pada
keluarga.
pasien
6.9 Mengidentifikasi
6.9 Mengetahui
karakteristik
6.8 Cari informasi lingkungan sekitar
lingkungan yang
riwayat cedera pasien sehingga dapat
bisa meningkatkan
pasien dan keluarga. dimodifikasi untuk
potensial untuk
6.9 Identifikasi mengurangi risiko
cedera.
karakteristik cidera
lingkungan yang
bisa meningkatkan
potensial untuk

KEPERAWATAN GERONTIK| 26
cedera.

KEPERAWATAN GERONTIK| 27
KEPERAWATAN GERONTIK| 28
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa perubahan-
perubahan sistem integumen pada lansia seperti peradangan kulit
epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen
atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis pada kulit.
Kemudian asuhan keperawatan dilakukan sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan dasar klien dan mengembalikan kondisi klien
seoptimal mungkin dengan cara memberikan beberapa tindakan dan
perawatan secara profesional.

KEPERAWATAN GERONTIK| 29
Daftar Pustaka

1. Rahmi Z. 2016. Asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami


gangguan integritas kulit pada kaki melalui perawatan kaki (foot care).
Universitas indonesia. Jakarta.
2. P. Pratiwi Suhartin. 2010. Teori penuaan, perubahan pada sistem tubuh
dan implikasinya pada lansia. Program studi ilmu keperawatan fakultas
kedokteran. Universitan Diponegoro. Semarang.
3. Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th
Edition. Missouri: Mosby Elsevier
4. Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications
(NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier
5. T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. 2015. NANDA International
Inc. Nursing diagnoses: definition & classification 2015-2017. Buku
kedokteran EGC. Jakarta.
6. Judith M. Wilkinson. 2014. Diagnosa keperawatan : diagnosa nanda-I,
intervensi NIC, hasil NOC, Ed 10. Buku kedokteran EGC. Jakarta.

KEPERAWATAN GERONTIK| 30

Anda mungkin juga menyukai