Anda di halaman 1dari 60

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

STUDENT PROJECT I
DISCHARGE PLANNING

Oleh:
NYOMAN ANGGUN SEPTIANA PUTRI
1702521044

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
A. LAPORAN PENDAHULUAN DISCHARGE PLANNING
1. Definisi Discharge Planning
Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu proses mulainya pasien
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik
dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan serajat kesehatannya
sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004, dalam
Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020). Discharge planning didefinisikan sebagai
serangkaian keputusan dan aktivitas-akticitas yang terlibat dalam pemberian asuhan
keperawatan yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga
pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005 dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020).
Discharge planning adalah suatu pendekatan interdisiplin meliputi pengkajian
kebutuhan klien tentang perawatan kesehatan di luar rumah sakit, disertai dengan
kerjasama dengan klien dan keluarga dalam mengembangkan rencana perawatan
setelah keluar dari rumah sakit (brunner & Suddart, 2002 dalam Rosya, Sesrianty, &
Kiaranti, 2020). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
discharge planning adalah suatu proses yang dimulai sejak pasien diterima di layanan
rumah sakit hingga pasien dipulangkan ke rumah, yang melibatkan pasien dan keluarga
untuk meningkatkan pemahaman serta mengembangkan kemampuan pasien dan
keluarga tentang perawatan di rumah dan masalah kesehatan yang dihadapi untuk
mempercepat penyembuhan serta menghindari kemungkinan komplikasi.
2. Pemberi Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning dilakukan secara komprehensif dan multidisiplin (Potter &
Perry, 2006, dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020). Sesorang yang menjadi
coordinator dalam perencanaan pulan adalah staf rumah sakit yang berfungis sebagai
konsultan untuk discharge planning. Prtugas kesehatan dalam hal ini bertugas membuat
rencana koordinasi, memonitor, dan memberikan tindakan dan proses proses kelanjutan
perawatan. Pengetahuan dan kemampuan perawat sangat berpengaruh dalam
pekontinuitas perawatan, oleh karena itu perawat memiliki posisi yang penting dalam
discharge planning.
3. Penerima Discharge Planning
Penerima discharge planning merupakan setiap pasien yang dirawat di rumah sakit
(Potter & Perry, 2005, dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020). Pasien dan anggota
keluarga harus mendapatkan infomasi tentang semua rencana pemulangan, karena
discharge planning tidak hanya melibatkan pasien, namun juga keluarga.
4. Tujuan Discharge Planning
Tujuan discharge planning yaitu untuk meningkatkan kontinuitas dan kualitas
perawatan, serta memaksimalkan manfaat sumber daya pelayanan kesehatan sehingga
pasien dapat mencapai kualitas hidup yang optimum sebelum dipulangkan. Melalui
discharge planning hari rawatan pasien dapat dikurangi dan kekambuhan dapat
dicegah. Discharge planning juga dapat meningkatkan perkembangan kondisi
kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada keluarga.
5. Manfaat Discharge Planning
Discharge planning atau perencanaan pulang dapat memberikan banyak manfaat pada
pasien maupun keluarga. Manfaat tersebut antara lain:
a. Dapat memperkuat pengajaran kepada pasien terkait dengan kondisinya.
b. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis untuk menjamin kontinuitas
perawatan pasien.
c. Mengurangi hari rawat pasien dan menghemat biaya.
d. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan perawatan baru yang
mungkin dibutuhkan pasien (pelayanan yang tidak terencana).
e. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di
rumah.
f. Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali ke rumah.
g. Meningkatkan kepuasan pasien dan pemberi layanan
h. Mengoptimalkan hasil kesehatan yang dicapai.
6. Jenis Discharge Planning
Discharge planning atau perencanaan pulang dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
(Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020):
a. Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge), merupakan discharge
planning yang dilakukan apabila klien dalam kondisi yang baik dan tidak
terdapat komplikasi. Klien untuk sementara dirawat di rumah dengan
pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.
b. Pulang mutlak (absolute discharge), merupakan discharge planning yang
dilakukan dengan mengakhiri perawatan sehingga merupakan akhir dari
hubungan klien dan rumah sakit. Apabila klien perlu dirawat kembali maka
prosedur perawatan juga dapat dilakukan kembali.
c. Pulang paksa (judicial discharge), merupakan discharge planning yang
dilakukan dengan memperbolehkan klien pulang walaupun kondisi
kesehatannya tidak memungkinkan untuk pulang. Pada kondisi ini klien harus
tetap dipantau oleh rumah sakit yang bekerjasama dengan perawat puskesmas
setempat.
7. Faktor yg Mempengaruhi Discharge Planning
Discharge planning pada dasarnya merupakan program pemberian pendidikan
kesehatan kepada pasien. Keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari perawat dan pasien. Faktor yang
berasal dari perawat yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian
kesehatan, yaitu sikap, emosi, pengetahuan, dan pengalaman masa lalu (Notoadmojo,
2003, dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020).
a. Sikap perawat sngat mempengaruhi penyampaian informasi kepada pasien,
sikap yang baik akan membuat informasi yang disampaikan menjadi lebih jelas
dan mudah dimengerti oleh pasien.
b. Emosi akan mempengaruhi pendidikan kesehatan dalam hal pelaksanaannya.
Pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan perawat untuk bersikap sabar,
hati-hati, dan telaten, sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima
dengan lebih mudah oleh pasien.
c. Pengetahuan dalam ini merupakan kunci dari keberhasilan pendidikan
kesehatan yang dilakukan. Perawat harus memiliki pengetahuan yang baik
mengenai apa yang akan disampaikan, sehingga pasien dapat menerima
informasi yang sesuai dengan kebutuhannya.
d. Pengalaman masa lalu perawat mempengaruhi gaya perawat dalam memberikan
infromasi. Informasi yang disampaikan oleh perawat yang sudah
berpengalaman akan lebih terarah sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat
yang berpengalaman juga lebih dapat membaca situasi pasien, sehingga
infomasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan faktor yang berasal dari pasien, meliputi motivasi, sikap, rasa
cemas/emosi, kesehatan fisik, tahap perkembangan dan pengetahuan sebelumnya,
serta kemampuan belajar dan tingkat pendidikan (Waluyo, 2010, dalam Rosya,
Sesrianty, & Kiaranti, 2020).
a. Motivasi merupakan faktor yang mengarahkan pasien untuk belajar. Motivasi
yang tinggi akan mengarahkan pasien untuk giat mendapatkan informasi
mengenai kondisinya dan tindakan yang perlu dilakukan untuk melanjutkan
pengobatan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap yang positif terhadap diagnose penyakit dan perawatan akan
memudahkan perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan dan pasien
dalam menerima infomasi.
c. Perasaan cemas/emosi dapat mengurangi kemampuan untuk menerima
informasi sehingga diperlukan emosi yang stabil untuk siap menerima infomasi.
d. Kesehatan fisik yang kurang baik akan mengganggu penerimaan informasi.
e. Tahap perkembangan berhubungan dengan usia, semakin dewasa usia maka
kemampuan untuk menerima informasi akan semakin baik, serta didukung pula
dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
f. Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien dalam
menerima dan memproses infomasi yang diberikan. Kemampuan belajar
berhubungan dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan
maka kemampuan belajar semakin tinggi.
8. Prinsip Discharge Planning
Discharge planning harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip, yaitu
(Nursalam & Efendi, 2008, dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, 2020):
a. Klien merupakan fokus utama dalam pelaksanaan discharge planning, sehingga
petugas kesehatan harus mengkaji dan mengevaluasi nilai keinginan dan
kebutuhan klien.
b. Identifikasi kebutuhan klien untuk mengantisipasi masalah yang mungkin
muncul pada saat pasien dipulanhkan dan dirawat di rumah.
c. Discharge planning harus dilakukan secara kolaboratif atau multidisiplin.
d. Discharge planning disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang
tersedia. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan
dengan pengetahuan dari tenaga dan fasilitas yang tersedia di masyarakat.
e. Discharge planning dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan.
Discharge planning harus dilakukan pada setiap pasien yang memasuki tatanan
kesehatan.
Adapun menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2008) dalam Rosya,
Sesrianty, & Kiaranti, (2020) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan oleh perawat
dalam pembuatan discharge planning, yaitu:
a. Dibuat pada saat pasien masuk dengan mengkaji kebutuhan pasien,
sehingga diharapkan dapat menurunkan lama waktu rawat dan biaya
perawatan.
b. Berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif.
c. Melibatkan berbagai pihak yang terkait (pasien, keluarga, dan care giver)
untuk mengoptimalkan sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai
setelah pasien dipulangkan.
d. Mendokumentasikan pelaksanaan discharge planning, minimal 24 jam
sebelum pasien dipindahkan.
9. Komponen Discharge Planning
Discharge planning yang efektif dapat tercapai bila terdapat beberapa komponen
penting di dalamnya. Komponen tersebut antara lain, keterlibatan pasien dan keluarga,
kolaborasi antara tim kesehatan, dan dukungan dari care giver. Discharge Planning
Association (2008) dalam Rosya, Sesrianty, & Kiaranti, (2020), menyatakan bahwa
unsur-unsur yang harus ada pada sebuah form discharge planning, antara lain:
a. Pengobatan di rumah yang meliputi resep baru, pengobatan yang sangat
dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan.
b. Daftar nama obat, mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang
terjadi.
c. Kebutuhan akan hasil tes laboratorium yang dianjurkan dan pemeriksaan
lainnya, serta petunjuk untuk memperolehnya dan kapan harus dilakukan.
d. Pilihan gaya hidup dan bagaimana melakukannya, perubahan aktivitas, latihan,
serta makanan yang dianjurkan dan pembatasannya.
e. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan
insulin, dll.)
f. Perawatan dan pengobatan selanjutnya setelah dipulangkan (kapan dan
bagaiaman), termasuk nama pemberi pelayanan, waktu, tanggal, dan lokasi
kontrol.
g. Hal-hal yang harus dilakukan dalam keadaan darurat dan nomor telepon yang
dapat dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan.
h. Pengaturan perawatab lanjutanseperti jadwal pelayanan di rumah, perawat yang
menjenguk, pembantu jalan, dll., termasuk nama dan nomor telepon setiap
instansi yang bertanggungjawab untuk menyediakan pelayanan.
10. Keberhasilan Discharge Planning
Menurut Potter & Perry (dalam Prasetyo & Hadi, 2018), keberhasilan discharge
planning dapat dikatakan berhasil bila:
a. Pasien dan keluarga memahami diagnose, antisipasi tingakt fungsi, obat-
obatan dan pengobatan ketika menjalani perawatan di rumah, antisipasi
perawatan tingkat lanjur, dan respon jika terjadi kegawatdaruratan.
b. Pendidikan khusus pada keluarga dan pasien untuk memastikan perawatan
yang tepat pada perawatan di rumah.
c. Berkoordinasi dengan sistem pendukung di masyarakat untuk membantu
pasien dan keluarga membentuk koping terhadap perubahan dalam status
kesehatan.
d. Melakukan relokasi dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan
pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain.
B. LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2002). Diabetes mellitus
merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia, 2019). Gangguan metabolik disebabkan oleh kerusakan
pankreas sehingga menyebabkan produksi insulin tidak mencukupi bagi tubuh atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Penderita diabetes mellitus
akan merasa sering lapar disebabkan adanya gangguan pada hormon insulin (Kemenkes
RI, 2019).
2. Epidemiologi
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang masih banyak
terjadi di masyarakat. Angka kejadian diabetes di dunia mencapai 422 juta pada tahun
2014 dan 8,5% diderita oleh orang dewasa serta berkembang dengan lebih cepat pada
negara berkembang (World Health Organization, 2020). WHO (2020) juga menyebutkan
bahwa 1,6 juta kematian pada tahun 2016 disebabkan oleh diabetes melitus dan termasuk
dalam tujuh penyebab kematian utama.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan peningkatan angka
kejadian diabetes melitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan bahwa proporsi kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di
daerah perkotaan menduduki peringkat ke-2 dengan angka 14,7%, sementara daerah
pedesaan menduduki peringkat ke-6 dengan angka 5,8% (Maulana, dkk (2019). Menurut
Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2012, DM berada pada urutan ke 6 dari 10
penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit di Indonesia (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, dalam Dafriani & Dewi, 2019). Sementara berdasarkan
hasil Riskesdas 2018, kejadian DM meningkat menjadi 8,5% dari 6,9% pada tahun 2013
(Kemenkes RI, 2018). Pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Mellitus (DM) diperkirakan
di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (WHO, dalam Kemenkes RI, 2019). Sementara
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi bahwa jumlah penyandang DM
di Indonesia akan meningkat dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun
2035 (Kemenkes RI, 2019).
3. Penyebab/faktor predisposisi
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas dan
dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan yang mengakibatkan berkurangnya
produksi insulin sepenuhnya (Dewi, 2014). Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Mayer-Davis, et al. dan Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia (dalam Adelita, Arto, & Deliana, 2020), bahwa DM tipe 1 terjadi karena
gangguan matabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronis akibat
kerusakan destruksi sel beta pancreas baik karena proses autoimun maupun
idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan berhenti.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Secara umum DM tipe II terjadi akibat tubuh tidak mampu memproduksi dan
mengkompensasi peningkatan insulin. Menurut Dewi (2014), terdapat tiga faktor
penting yang dapat menjadi penyebab terjadinya DM tipe II yaitu :
1. Faktor individu atau genetik etnis yang menyebabkan kerentanan mengalami
diabetes mellitus.
2. Kerusakan sel beta pancreas, namun dalam hal ini bukan disebabkan oleh proses
autoimun.
3. Berkurangnya kerja hormone insulin di dalam jaringan (retensi insulin),
termasuk otot skeletal, hati, dan jaringan adipose. Sel-sel target insulin tidak
mampu untuk merespon hormone insulin secara normal sehingga gula darah
tidak dapat masuk ke dalam sel yang berdampak pada sekresi hormon insulin
dan produksi glukosa yang berlebihan.
Selain tiga faktor penyebab di atas, faktor yang juga sangat penting dalam
terjadinya DM tipe II adalah faktor lingkungan (Decroli, 2019). Fator lingkungan yang
dimaksud adalah adanya obesitas, konsumsi makanan berlebih, dan kurangnya aktivitas
fisik. Sementara menurut Fitriyani (2012) terdapat beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya DM Tipe II, yaitu:
1. Sosiodemografi
a. Umur, proses penuaan menyebabkan penurunan sel B pankreas untuk
memproduksi insulin. Kelompok yang berisiko terkena DM tipe II di negara
maju adalah kelompok orang dengan usia 65 tahun keatas. Sementara di negara
berkembang, kelompok yang lebih rentan adalah kelompok usia 46-64 tahun
karena pada usia tersebut terjadi intoleransi glukosa.
b. Jenis kelamin, wanita lebih rentan terkena diabetes karena peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar.
c. Pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat
pengetahuan mengenai kesehatan juga semakin tinggi. Namun, seseorang yang
berpendidikan tinggi cenderung lebih banyak bekerja dikantoran sehingga
aktivitas fisik yang dilakukan lebih sedikit, hal tersebut dapat memicu
peningkatan indeks masa tubuh dan glukosa dalam darah.
d. Riwayat kesehatan keluarga yang sebelumnya pernah menderita DM.
2. Pola hidup
a. Kurangnya Aktivitas fisik, aktifitas fisik dapat membantu mengontrol gula
darah dengan mengubah glukosa menjadi energi.
b. Merokok, nikotin merangsang kelenjar adrenal untuk meningkatkan glukosa
darah.
4. Patofisiologi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. DM dibedakan menjadi dua
jenis yaitu DM Tipe I dan DM Tipe II. DM tipe I disebabkan oleh ketidakmampuan sel
β pankreas menghasilkan insulin. Hal ini dikarenakan sel β pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun, yang mana proses autoimun merupakan suatu proses dimana
sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Akibatnya, sel β pankreas
tidak dapat menghasilkan insulin sehingga terjadi defisiensi insulin di dalam tubuh
(Brunner & Suddarth, 2002). DM Tipe I biasanya terdiagnosa sejak usia masih anak-
anak. Pada DM Tipe I, tubuh penderita akan sedikit menghasilkan insulin bahkan tidak
sama sekali, oleh karena itu, agar tetap bertahan hidup penderita harus mendapatkan
suntikan insulin setiap harinya. Sedangkan pada DM Tipe II, dapat disebabkan oleh
faktor usia, genetik, kelainan pada jaringan perifer (resistensi insulin), dan gangguan
sekresi insulin. Resistensi insulin ini menyebakan penurunan reaksi intrasel dan jumlah
sel β pankreas menurun sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa dalam darah. Karena tidak dapat menstimulasi, akibatnya kadar
glukosa dalam darah meningkat. Penderita DM Tipe II juga akan mengalami sekresi
insulin yang mana merupakan ciri khas dari DM Tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin, namun masih ada insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Meski demikian, DM
Tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya (Brunner &
Suddarth, 2002). Pada penderita DM, akan terjadi kondisi hiperglikemia yang
disebabkan karena defisiensi dari insulin dan resistensi insulin. Hiperglikemia akan
menyebabkan hiperosmolitas yaitu suatu kondisi yang ditandai dengan kadar gula darah
yang sangat tinggi. Hiperosmolitas ini menyebabkan sel dalam tubuh mengkerut
sehingga ekstabilitas sel saraf juga ikut menurun sehingga mengakibatkan penurunan
kesadaran (koma) disertai dengan penurunan kalori. Karena adanya penurunan kalori
ini menyebabkan pasien mengalami peningkatan selera makan (polifagi). Selain itu,
produksi gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya glukosa tersebut muncul di dalam
urine. Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekskresi tersebut
akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan sehingga pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea) dan rasa haus (polidipsia).
5. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, Diabetes Mellitus yang utama di klasifikasikan menjadi
diabetes melitus tipe 1 atau Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe 2 atau
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) (Padoli, 2020). DM tipe I
merupakan klasifikasi DM yang lebih banyak terjadi dibandingkan dengan DM tipe 1
dengan perkiraan prevalensi lebih dari 90% dari semua populasi diabetes (Smeltzers,
Hinkle, & Cheever, 2014).
1. Diabetes Mellitus tipe-1 merupakan salah satu gangguan metabolik serius yang
sering terjadi pada anak dan remaja baik di dunia maupun di Indonesia (Dewi,
2018). Setiap tahun diperkirakan sekitar 13.000 anak dan remaja didiagnosis DM
tipe-1 (Center for Disease Control and Prevention, dalam Dewi, 2018). DM tipe 1
diakibatkan oleh berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas
yang didasari oleh proses autoimun (Rustama dkk., 2010). Selain proses autoimun,
destruksi sel beta pankreas yang terjadi juga berhubungan dengan kondisi idiopatik
(Perkeni, 2019). Pada kondisi yang lebih parah produksi kelenjar pankreas sama
sekali tidak dapat memproduksi insulin sehingga penderita memerlukan tambahan
insulin dari luar (Luwiharto & Ginanti).
2. DM tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai adanya kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau resistensi
insulin (Fatimah, 2015). Pada penderita diabetes tipe II, insulin yang dihasilkan
tidak mampu bekerja dengan baik karena reseptor insulin pada sel target berkurang
atau mengalami perubahan struktur sehingga menyebabkan glukosa yang masuk
ke dalam sel sedikit atau tidak dapat masuk sama sekali (Dewi, 2014). Akibatnya,
sel mengalami kekurangan glukosa dan glukosa akan menumpuk di dalam darah
(Tandra, 2017). Apabila kondisi tersebut dibiarkan dalam jangka panjang akan
berdampak pada rusaknya pembuluh darah dan menimbulkan berbagai macam
komplikasi (Suriani, 2012).
Selain dua tipe tersebut, terdapat dua tipe DM lainnya yaitu DM gestasional dan tipe
spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain (Perkeni, 2019).
1. DM gestasional adalah DM yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga
kehamilan, yang mana sebelum kehamilan seseorang tidak pernah menderita
diabetes.
2. Tipe spesifik yang berkaitan dengan penyebab lain, diantarnya sindroma diabetes
monogenik (diabetes neonatal, maturity – onset diabetes of the young [MODY]),
penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreasitis), maupun obat-obatan dan
zat kimia (penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
6. Gejala klinis
Gejala awal penderita diabetes sering disebut dengan triaspoli yaitu poliuri, polidipsi
dan polifagi (banyak kencing, selalu haus, dan banyak makan), disertai dengan badan
lemas dan berat badan menurun drastik meski penderita banyak makan dan minum
(Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng, 2016). Gejala lainnya adalah kesemutan, gatal,
pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita (Decroli,
2019).
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada penyakit diabetes mellitus yaitu (Perkeni,
2019):
- Pengukuran tinggi dan berat badan
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran TD dalam posisi berdiri untuk
mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik.
- Pemeriksaan funduskopi
- Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
- Pemeriksaan jantung
- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun stetoskop
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vascular, neuropati, dan
deformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantonis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, necrobiosis
diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin.
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain.
8. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Kadar glukosa darah
Pemeriksn kadar glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah secara enzimatik dengan bahan dasar plasma darah, namun untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler (Decroli, 2019).
2. HbA1c (hemoglobin glikat)
HbA1c merupakan komponen utama dan terbanyak dari hemoglobin glikat
yang menggambarkan kadar glukosa selama 2-3 bulan sebelumnya sesuai
masa parut eritrosit (Himpunan Kimia Klinik Indonesia, 2020). Pemeriksaan
ini dianjurkan untuk dilakukan bsetiap 3 bulan pada DM yang stabil. Hasil
pemeriksaan HbA1c dipengaruhi oleh perubahan eritrosit, Hb, serta varian Hb
sehingga rentan mengalami kesalahan pada pasien dengan gangguan-
gangguan tersebut.
3. Albumin glikat
Albumin glikat menggambarkan kadar glukosa sesuai dengan masa paruh
albumin yang jauh lebih pendek daripada eritrosit sehingga pemantauan
pengobatan dapat dilakukan dengan lebih cepat (Himpunan Kimia Klinik
Indonesia, 2020). Selain itu, albumin glikat juga dapat lebih tepat untuk
mencerminkan kontrol glikemik, retinopati pada pasien DM tipe 2, dan
perubahan glukosa postprandial. Namun parameter ini dipengaruhi oleh
perubahan kadar albumin sehingga harus dipertimbangkan bila terdapat
perubahan kadar albumin yang nyata.
4. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). TTGO dilakukan dengan standar WHO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air (Luwiharto & Ginanti, 2020). Meskipun TTGO lebih
sensitif dan spesifik bila dibandingkan dengan pemeriksaan GDP, namun
TTGO tidak dapat dilakukan secara berulang-ulang. Bila hasil TTGO tidak
memenuhi kriteria DMT2, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
(toleransi glukosa terganggu) bila GD 2 jam setelah TTGO mencapai 140-199
mg/dL atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu) bila pemeriksaan GDP
mencapai 100-125 mg/dL (Decroli, 2019).
b. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada pasien dengan risiko DM namun tidak
menunjukkan tanda dan gejala (Decroli, 2019). Pemeriksaan ini bertujuan untuk
menemukan pasian dengan DM, TGT maupun GDPT yang merupakan tahap pra
diabetes, sehingga dapat diatasi lebih dini. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila
didapatkan hasil sesuai dengan kriteria DM, maka perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
9. Kriteria Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan tiga cara, yaitu (Luwiharto & Ginanti, 2020):
1. Jika ditemukan keluhan klasik, maka hasil pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >
200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Kadar gula plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥2 00 mg/dL.
Selain tiga hal tersebut, menurut Decroli (2019) terdapat beberapa hasil
pemeriksaan darah vena dengan cara enzimatik yang dapat dijadikan parameter untuk
menegakkan diagnose DM, yaitu:
1. Tanpa gejala klasik dengan dua kali pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dL.
2. Tanpa gejala klasik dengan dua kali pemeriksaan GDS ≥ 200 mg/dL.
3. Tanpa gejala klasik dengan dua kali pemeriksaan kadar gula plasma 2 jam pada
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL
4. HbA1c ≥ 6,5%
10. Tindakan Penanganan
Menurut American Diabetes Association (2010), terapi diabetes melitus dibagi menjadi
2 yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi.
a. Non farmakologi
Terapi non farmakologi untuk DM dilakukan dengan melaksanakan diet, gerak
badan, dan mengubah pola hidup (misalnya dengan berhenti merokok, bagi
penderita yang merokok). Diet dilakukan terlebih pada pasien yang mengalami
kelebihan berat badan.
b. Farmakologi
Golongan obat antidiabetes oral berdasakan cara kerjanya, dibagi menjadi 5
golongan:
1. Pemicu sekresi insulin, seperti sulfonylurea dan glinid
2. Peningkatan sensitivitas terhadap insulin, seperti metformin dan tiazolidindion
3. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
4. Penghambat absorpsi glukosa
5. Penghambat glukoksidase alfa DPP-4 inhibitor
Menurut Perkeni (2019), pada penatalaksanaan DM terdapat beberapa tujuan yang
ingin dicapai yaitu:
- Tujuan jangka pendek, antara lain menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
- Tujuan jangka panjang, antara lain mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makrongaiopati.
- Tujuan akhir, yaitu turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Maka untuk mencapai tujuan tersebut, dirumuskan penatalaksanaan secara umum dan
khusus Perkeni (2019).
a. Penatalaksanaan umum, yaitu evaluasi medis lengkap meliputi riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, evaluasi laboratorium, dan penapisan komplikasi.
b. Penatalaksanaan khusus, yaitu dengan 4 pilar penatalaksaan diabetes mellitus
yang meliputi edukasi, terapi nutrisi medis, latihan fisik, dan terapi farmakologis.
- Edukasi
Materi edukasi terdiri dari materi edukais tingkat awal dan tingkat lanjutan.
Materi edukasi pada tingkat awal dilakukan di pelayanan kesehatan primer,
sedangkan materi tingkat lanjut dilakukan di pelayanan kesehatan sekunder
atau tersier (Perkeni, 2019). Edukasi yang diberikan adalah pemahaman
tentang perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi
yang timbul dan resikonya, pentingnya intervensi obat dan pemantauan
glukosa darah, cara mengatasi hipoglikemia, perlunya latihan fisik yang
teratur, dan cara mempergunakan fasilitas kesehatan.
- Terapi Nutrisi Medis
Terapi nutrisi atau perencanaan makan yang baik merupakan bagian penting
dari penatalaksanaan diabetes secara komprehensif. Diet seimbang akan
mengurangi beban kerja insulin dengan meniadakan pekerjaan insulin
mengubah gula menjadi glikogen. (Holt, 2015). Kunci keberhasilannya
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim kesehatan baik
tenaga medis, pasien, amupun keluarga. Terapi sebaiknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien agar dapat mencapai sasaran (Perkeni, 2019).
- Latihan Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur dilakukan 3-
5 hari seminggu selama kurang lebih 30-45 menit, dengan total 150 menit
per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari dua hari berturut-turut
(Perkeni, 2019). Kegiatan seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, berkebun, dll. harus tetap dilakukan meski kegiatan atau aktivitas
sehari-hari tersebut bukan termasuk ke dalam latihan fisik (Gunton, 2014).
- Terapi Farmokologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntika (ADA, 2015; Perkeni, 2019).
11. Komplikasi
Menurut Decroli (2019), terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita diabetes, antara lain:
- Ulkus kaki diabetik (UKD)
UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan karakteristik adanya
neuropatik sensorik, motorik, otonom, atau gangguan pembuluh darah tungkai. UKD
dapat berkembang menjadi infeksi, gangrene, amputasi, bahkan kematian. UKD
disebabkan oleh hiperglikemia kronik, neuropati perifer, keterbatasan sendi, dan
deformitas.
- Komplikasi pada ginjal
Penyakit ginjal diabetik terjadi akibat interaksi antara faktor hemodinamik dan
metabolik. Kondisi hiperglikemia dan produksi mediator humoral, sitokin, dan
bermacam growth factor menyebabkan perubahan struktur ginjal.
- Komplikasi pada jantung
Retensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat menyebabkan inflamasi, stress
oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit oksida endotel vaskuler. Kerusakan
endotel akan menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis coroner yang kemudian
berujung pada penyakit kardiovaskuler. Komplikasi terkait kardiovaskuler yang
sering terjadi adalah penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer dan penyakit
pembuluh arteri karotis.
Selain komplikasi tersebut, penderita DM juga dapat mengalami retinopati diabetik
yaitu gangguan mata/pengelihatan dan disfungsi seksual yang berkembang secara
bertahap (Kemenkes RI, 2019)
12. Pencegahan
a. Pencegahan primer, adalah upaya pencegahan yang ditujukan pada kelompok
masyarakat yang memiliki faktor risiko yaitu mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk menderita DM tipe 2 dan intoleransi glukosa (Perkeni, 2019.
Faktor tersebut antara lain faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti riwayat
keluarga, faktor yang bisa dimodifikasi seperti gaya hidup, dan faktor lain yang
terkait dengan risiko DM seperti riwayat penyakit kkardiovaskular. Pencegahan
primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan.
b. Pencegahan sekunder, adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM yang dilakukan dengan
pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko
penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal (Perkeni, 2019).
c. Pencegahan tersier, adalah pencegahan yang ditujukan untuk kelompok
penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup penderita
(Perkeni, 2019).

C. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
• Pasien
➢ Nama : Tn. N
➢ Umur : 55 tahun
➢ Jenis Kelamin : laki-laki
➢ Pendidikan : S1
➢ Pekerjaan : PNS
➢ Status Perkawinan : Kawin
➢ Agama :Hindu
➢ Suku : Bali
➢ Alamat : Tabanan
➢ Tanggal Masuk : 1 Oktober 2020
➢ Tanggal Pengkajian : 3 Oktober 2020
➢ Sumber Informasi : pasien, keluarga, rekam medis
• Diagnosa Masuk : DM Tipe II, KAD
• Penanggung
➢ Nama : Tn. S
➢ Hubungan Dgn Pasien: Anak
2. Riwayat Keluarga
• Genogram (kalau perlu)
• Keterangan Genogram
: Laki-laki

: Perempuan

: Sudah Meninggal

---------- : Tinggal Serumah

: Klien

3. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
➢ Keluhan utama : pasien mengeluh nyeri pada kaki kanan
➢ Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan Penyakit saat ini:
Pasien mengatakan luka pada jempol kanan sejak 1 bulan yang lalu. Luka
disebabkan karena tersandung batu saat berjalan. Awalnya luka kecil dan telah
dibersihkan dengan kain bersih. Lama-lama luka makin membesar dan
mengeluarkan nanah. Sempat dibawa ke puskesmas terdekat 2 minggu setelah
luka namun luka tidak kunjung memembaik bahkan bertambah parah. Tanggal
1 Oktober pasien dibawa keluarga ke UGD karena mengalami penurunan
kesadaran. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah di UGD= 380 mg/dl, keton
(+). Pasien telah dilakukan tatalaksana KAD selama di UGD. Tanggal 2
Oktober pasien dipindahkan ke ruang mawar. Rencana akan dilakukan
debridement tanggal 4 Oktober 2020.
➢ Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya :
Keluarga mengatakan saat pasien mengalami penurunan kesadaran langsung
dibawa ke UGD RS X.

b. Status Kesehatan Masa Lalu


➢ Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan telah mengalami DM sejak 5 tahun, hipertensi sejak 2 tahun
➢ Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di RS sebelumnya.
➢ Riwayat alergi :  Ya √ Tidak
Jelaskan : ...........................................................
➢ Riwayat tranfusi :  Ya √ Tidak
➢ Kebiasaan : ...........................................................
• Merokok :  Ya √ Tidak
Sejak: ............................ Jumlah: ..............................
• Minum kopi  Ya √ Tidak
Sejak: ............................ Jumlah: ..............................
• Penggunaan Alkohol  Ya √ Tidak
Sejak: ............................ Jumlah: ..............................

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan di keluarga paman nya mengalami sakit DM dan jantung
5. Diagnosa Medis dan Therapy
DM Tipe II, ulkus diabetic grade III , Hipertensi, Nefropti, neuropati

Therapy:
- IVFD NaCl 0,9% 20tpm
- Ceftriaxone 2gram @24 jam
- Metronidazole 500 mg@ 8jam
- Ranitidin 50 mg @ 8 jam obat
- Insulin novorapid 3x10 unit
- Insulin lantus 10 unit
- Paracetamol 500mg @ 8 jam
- Captopril 25 mg@ 8 jam

6. Pola Fungsi Kesehatan


a. Pemeliharaan dan Persepsi Terhadap Kesehatan
Pasien mengatakan selama ini di dalam rumah tidak pakai sandal dan kadang tidak
menggunakan alas kaki ketika di halaman rumah agar perdaran darah lancar.
Pasien sering merasa kesemutan di area kaki dan hanya diurut minyak. Pasien
mengatakan jarang control ke puskesmas karena tidak ada yang mengantar dan
merasa tubuh baik-baik saja. Pasien mengatakan dulu mengkonsumsi obat
metformin dan sejak MRS disuntik insulin. Pasien tidak tahu cara menyuntik
insulin.
b. Nutrisi/Metabolik
Pasien mengatakan sebelum sakit suka makan diluar, beli babi guling dan nasi
padang, suka makan makanan manis terutama jaje bali. Saat pengkajian tidak ada
perubahan dalam pola dan nafsu makan. Porsi makan yang diberikan selalu habis.
TB= 158 cm2, BB = 85 kg. Minum ± 1500 cc setiap hari. Diet DM 1700 kkal/hari.
c. Pola Eliminasi
SMRS pasien mengatakan pola BAB dan BAK pasien normal. BAB 1x sehari
dengan konsistensi lembek. BAK sering, terutama malam hari 2-3 x tiap malam.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.

e. Pola Tidur dan Istirahat


SMRS pasien mengatakan tidur malam 6-8 jam per hari, namun pada saat
pengkajian pasien mengatakan waktu tidur berkurang dikarenakan rasa nyeri pada
luka di jempol kaki kanan dan kadang kesemutan di kedua kaki. Sering terbangun
karena nyeri dan kencing.
f. Pola Kognitif-Perseptual
P: pasien mengeluh nyeri pada luka di jempol kaki kanan dan kadang kesemutan
di kedua kaki
Q: nyeri terasa seperti tertusuk dan cenut-cenut
R: pada jempol kaki kanan
S: skala nyeri 5 (0-10)
T: terus-menerus
Pasien mengeluh cemas karena akan dilaksanakan operasi, karena sebelumnya
tidak pernah di operasi. Pasien tampak gelisah dan meringis kesakitan
g. Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
Tidak ada keluhan terkait persepsi diri termasuk citra tubuh, peran, harga diri, dan
ideal diri pada pasien. Pasien mampu menyebutkan identitas dirinya dengan
lengkap dan benar.
h. Pola Seksual dan Reproduksi
Pasien mengatakan mengalami penurunan gairah seksual
i. Pola Peran-Hubungan
SMRS dan saat pengkajian pasien mengatakan tidak ada masalah terkait peran diri
dan hubungan pasien dengan orang terdekat, keluarga, dan kerabat pasien baik.
Semua keluarga dan kerabat membesuknya saat dirawat di RS.
j. Pola Manajemen Koping Stress
Pasien mengatakan jika memiliki masalah terkait hal apapun selalu
mendiskusikannya dengan istri dan keluarga.
k. Pola Keyakinan-Nilai
Pasien beragama Hindu. Pasien mengatakan SMRS rajin sembahyang di merajan
setiap sore. Saat ini hanya bisa berdoa di tempat tidur saja.

7. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik


Keadaan umum :  Baik √ Sedang  Lemah Kesadaran: Composmentis
TTV TD:150/80 mmHg Nadi : 100 kali/menit
RR: 22 kali/menit Suhu: 37,8 0C

a. Kulit, Rambut dan Kuku


Distribusi rambut :
Lesi  Ya √ Tidak
Warna kulit  Ikterik  Sianosis  Kemerahan √ sawo matang
Akral √ Hangat  Panas  Dingin kering
 Dingin
Turgor:
Oedem  Ya √ Tidak Lokasi:
Warna kuku: √ Pink  Sianosis  lain-lain

b. Kepala dan Leher


Kepala √ Simetris  Asimetris
Lesi  ya √ Tidak
Deviasi trakea  Ya √ Tidak
Pembesaran kelenjar tiroid  Ya √ Tidak

c. Mata dan Telinga


Gangguan pengelihatan  Ya √ Tidak
Menggunakan kacamata  Ya √ Tidak
Visus: 6/6
Pupil √ Isokor  Anisokor
Ukuran : 3mm/3mm
Sklera/ konjungtiva Anemis  Ikterus
Gangguan pendengaran  Ya √ Tidak
Menggunakan alat bantu dengar  Ya √ Tidak
Tes weber : tidak dilakukan
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Swabach : tidak dilakukan

d. Sistem Pernafasan:
Batuk:  Ya √ Tidak
Sesak:  Ya √Tidak
− Inspeksi:
Gerakan dinding dada simetris, tidak ada massa, tidak ada lesi, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan,
Palpasi :
Taktil fremitus normal, tidak ada krepitasi
− Perkusi :
Suara sonor pada seluruh lapang paru
− Auskultasi :
Suara nafas vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing.
e. Sistem Kardiovaskular :
Nyeri dada  Ya √ Tidak
Palpitasi  Ya √ Tidak
CRT √ < 3 dtk  > 3 dtk
− Inspeksi:
Tidak terdapat lesi atau masa, Tidak tampak pembesaran jantung
− Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, ictus cordis teraba pada ICS ke-5
− Perkusi :
Batas jantung normal.
Atas: ICS 2
Bawah: ICS 4
Kanan: ICS 2
Kiri : ICS 2
− Auskultasi :
Suara terdengar BJ I dan BJ II, tidak terdengar murmur dan gallop.
f. Payudara Wanita dan Pria:
Tidak tampak lesi dan massa, tidak ada nyeri tekan.
g. Sistem Gastrointestinal:
Mulut √ Bersih Kotor Berbau
Mukosa  Lembab √ Kering  Stomatitis
Pembesaran hepar  Ya √ Tidak
Abdomen  Meteorismus  Asites  Nyeri tekan
Peristaltik: 6 kali/mnt
TB= 158 cm2, BB= 85 kg.

h. Sistem Urinarius :
Penggunaan alat bantu/ kateter Ya √ Tidak
Kandung kencing, nyeri tekan  Ya √ Tidak
Gangguan  Anuria  Oliguria  Retensi  Inkontinensia
√ Nokturia  Lain-lain:
Produksi urin 1500 / hari, warna kuning
i. Sistem Reproduksi Wanita/Pria :
Pasien mengatakan mengalami impotensi

j. Sistem Saraf:
GCS: 15 Eye:4 Verbal: 5 Motorik: 6
Rangsangan meningeal  Kaku kuduk  Kernig
 Brudzinski I  Brudzinski II

Refleks fisiologis + Patela + Trisep


+ Bisep + Achiles

Refleks patologis - Babinski - Chaddock


- Oppenheim - Rossolimo - Gordon
- Schaefer - Stransky ny- Gonda
Gerakan involunter : tidak ada
k. Sistem Muskuloskeletal:
Kemampuan pergerakan sendi  Bebas √ Terbatas
Deformitas  Ya √ Tidak
Lokasi:
Fraktur  Ya √tidak
Lokasi:
Kekakuan  Ya √ Tidak
Nyeri sendi/otot √ Ya  Tidak
Kekuatan otot : 555 555
555 455
Lainnya : Luka pada jempol jari kaki kanan grade III, pus (+), jaringan nekrotik (+).
Adanya kapalan pada plantar dan tumit kaki kanan dan kiri, neuropati (+/+)

l. Sistem Imun:
Perdarahan Gusi  Ya Tidak
Perdarahan lama Ya √ Tidak
Pembengkakan KGB  Ya √ Tidak
Lokasi: .........................
Keletihan/kelemahan √ Ya  Tidak
Lainnya :

m. Sistem Endokrin:
Hiperglikemia √ Ya Tidak
Hipoglikemia  Ya √ Tidak
Luka gangrene √ Ya Tidak
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium yang berhubungan
9. Analisa Data
No. Tanggal Data Penyebab Masalah
1. 3/10/2020 Data objektif : Agen cedera fisik Nyeri akut
- Pasien tampak meringis kesakitan
Luka tak kunjung sembuh
- pasien akan menjalani debridement pada tanggal 4
Oktober. Ulkus dan gangrene
Data subjektif :
Kerusakan sel
- Hasil pengkajian nyeri
P: nyeri pada luka di jempol kaki kanan dan kadang Pelepasan mediator nyeri
kesemutan di kedua kaki histamine dan serotonin
serta pembentukan
Q: nyeri terasa seperti tertusuk dan cenut-cenut
leukotriene, dradikinin,
R: pada jempol kaki kanan dan prostaglandin
S: skala nyeri 5 (0-10)
T: terus-menerus Stimulasi nosiseptor

- Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan Reseptor nyeri di otak


mengganggu waktu tidur. (thalamus)

Nyeri

2. 4/10/2020 Data objektif : Diabetes Melitus Kerusakan Integritas jaringan


- Ulkus dalam dengan abses
Peningkatan LDL
- Terdapat jaringan nekrotik
- Terdapat luka gangrene Penebalan membrane
- Terdapat pus pada luka pembuluh darah

- Neuropati Makroangiopati
- LDL tinggi 158 mg/dL
Sterosklerosis

Data subjektif :
Penyumbatan vaskuler
- Pasien mengatakan luka pada jempol kanan sejak 1
bulan yang lalu. Luka disebabkan karena tersandung Insufisiensi vaskuler
perifer
batu saat berjalan.

Penurunan suplai oksigen


ke ekstremiktas

Nekrotik jaringan

Ulkus

Thrombosis pembuluh
darah

Gangrene

Kerusakan integritas
jaringan
4. 3/10/2020 Data objektif : Terdapat luka ulkus dan Ansietas
- Pasien tampak gelisah gangrene

- Tampak luka gangren dan pus pada luka Akan dilakukan tindakan
- Pasien akan dilakukan debridement pada tanggal 4 pembedahan
oktober.
Klien cemas akan prosedur
Data subejktif :
pembedahan
- Pasien mengeluh cemas karena akan dilaksanakan
operasi, karena sebelumnya tidak pernah di operasi. Pasien tampak gelisah

Ansietas
5. 3/10/2020 Data Objektif : Diabetes melitus Defisit Perawatan Diri
- Sebagian besar aktivitas pasien dibantu oleh orang
Hiperglikemia
lain.
- Pasien mengalami kelemahan. Sel tidak dapat mengubah
Data subjektif : glukosa menjadi energi

- Pasien mengatakan nyeri pada otot dan persendian.


Kekurangan energi

Kelemahan

Tidak dapat memenuhi


kebutuhan secara mandiri
kecuali makan dan
mobilitas di tempat tidur
Defisit perawatan diri
6. 3/10/2020 Data Objektif : - Kurangnya paparan Defisien pengetahuan
- Kapalan pada plantar dan tumit kaki kanan dan kiri. informasi tentang
manajemen penyakit
Data subjektif :
diabetes
- Pasien mengatakan di dalam rumah tidak pakai sandal
dan kadang tidak menggunakan alas kaki ketika di Perilaku tidak tepat

halaman rumah agar perdaran darah lancar.


Defisien pengetahuan
- Pasien mengatakan tidak tahu cara menyuntik insulin.

7. 3/10/2020 Data objektif : Diabetes Melitus Risiko ketidakstabilan kadar


- Glukosa puasa tinggi 287 mg/dL glukosa darah
Pemantauan glukosa darah
- Glukosa 2 jam pp tinggi 263 mg/Dl tidak adekuat
- Hasil pemeriksaan urinalisis menunjukkan Glukosa
urin 2+ Manajemen diabetes tidak
tepat
- Ketourin 1+
- Hiperglikemia Manajemen medikasi tidak
- A1C 10,3% efektif
- IMT = 34,05 kg/m2
Risiko ketidakstabilan
- Intake kalori 1700 kkal/hari. kadar glukosa darah

Data subjektif :
- Pasien mengatakan jarang kontrol ke puskesmas
karena tidak ada yang mengantar
- Pasien mengatakan sebelum sakit suka makan babi
guling dan nasi padang, serta makanan manis
terutama jaje bali.
- Pasien mengatakan sering merasakan kesemutan
pada kaki.

10. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)


No. Tanggal
Dx. Keperawatan Tanggal Teratasi TTD
Dx Muncul
1. 3/10/2020 Nyeri akut b.d agen cedera fisik d.d ekspresi wajah nyeri, laporan tentang 6/10/2020 √
perilaku nyeri/perubahan aktivitas, keluhan tentang intensitas menggunakan
skala nyeri, dan keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrument nyeri.
3. 3/10/2020 Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi dan neuropati perifer d.d 6/10/2020 √
luka pada jempol grade III, jaringan nekrotik (+), luka gangrene.
4. 3/10/2020 Ansietas b.d ancaman pada status terkini d.d gelisah, dan perasaam cemas. 4/10/2020 √
5. 3/10/2020 Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler d.d tidak mampu mandi, 6/10/2020 √
menggunakan pakaian, toileting, berpindah, dan ambulasi ROM secara
mandiri; kelemahan.
6. 3/10/2020 Defisien pengetahuan b.d kurang informasi d.d perilaku tidak tepat (tidak 6/10/2020 √
memakai sandal di halaman rumah untuk menjaga kelancaran aliran darah) dan
kurang pengetahuan mengenai cara menyuntikkan insulin.
7. 3/10/2020 Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d pemantauan kadar glukosa 6/10/2020 √
darah tidak adekuat dan manajemen diabetes tidak tepat.

11. Perencanaan
Hari/ No Rencana Keperawatan
Tgl Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Sabtu/3 1. Setelah dilakukan intervensi selama NIC Label : Pemberian Analgesik Pemberian Analgesik
Oktober 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang 1. Tentukan lokasi, karakteristik, 1. Mengetahui dan memastikan keadaan
2020 dengan kriteria hasil : kualitas, dan keparahan nyeri umum dari nyeri yang dialami
NOC Label : Kontrol Nyeri sebelum mengobati pasien. pasien sebelum melakukan tindakan
- Secara konsisten menggunakan 2. Cek perintah pengobatan meliputi seperti pemilihan analgesik yang
teknik pengurangan nyeri non obat, dosis, dan frekuensi obat tepat untuk menangani nyeri.
farmakologis analgetik yang diresepkan. 2. Pengobatan yang dilakukan harus
- Secara konsisten menunjukkan 3. Cek adanya riwayat alergi obat. sesuai dengan 6 benar pemberian
penggunaan analgesik yang obat, dan menghindari kesalahan
direkomendasikan NIC Label : Manajemen nyeri dalam pemberian analgesik.
NOC Label : Tingkat Nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri 3. Analgesic yang diberikan dapat
komorehensif yang meliputi lokasi, menimbulkan efek yang tidak
- Nyeri yang dilaporkan dalam skala karakteristik, onset/durasi, diinginkan pada pasien, sehingga
ringan (4) frekuensi, kualitas, intensitas atau penting untuk dilakukan pengecekan
- Panjangnya episode nyeri beratnya nyeri, dan faktor pencetus. sebagai langkah antisipasi.
berkurang hingga skala ringan (4) 2. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen Manajemen Nyeri
- Ekspresi nyeri wajah ringan (4) nyeri. 1. Nyeri merupakan suatu respon
- Tidak dapat beristirahat ringan (4) 3. Ajarkan penggunaan teknik non subjektif yang dirasakan oleh pasien.
NOC Label : Perfusi Jaringan: farmakologis. Oleh karena itu, pasien harus
Perifer mengemukan bagaimana rasa nyeri
- Paresthesia deviasi ringan dari NIC Label : Peningkatan Tidur yang dialami kepada perawat
kisaran normal (4) 1. Bantu meningkatkan jumlah jam sehingga dapat diberikan intervensi
tidur dengan menganjurkan untuk yang sesuai.
tidur siang sebagai pemenuhan 2. Manajemen nyeri merupakan suatu
kebutuhan tidur. tindakan untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan oleh pasien.
3. Teknik non farmakologi diberikan
sebagai teknik atau terapi untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan
serta dapat mengurangi efek samping
penggunaan obat, apabila
memungkinkan, salah satu contohnya
adalah terapi musik.
Peningkatan Tidur
1. Karena pasien mengalami gangguan
tidur yang disebabkan oleh rasa nyeri
dan nokturia, tidur siang akan
menambah waktu tidur dalam 1 hari
sehingga dapat menggantikan jam
tidur pasien yang terganggu pada
malam hari.

Sabtu/3 2. Setelah dilakukan intervensi selama NIC Label : Perawatan Luka Perawatan Luka
Oktober 3x24 jam diharapkan terjadi 1. Moniotor karakteristik luka, 1. Perkembangan karakteristik luka
2020 peningkatan pada keadaan luka dan termasuk drainase, warna, ukuran, perlu diketahui oleh perawat untuk
tidak terjadi infeksi dengan kriteria dan bau. dapat memberikan intervensi yang
hasil: 2. Berikan perawatan ulkus pada kulit. tepat.
NOC Label : Penyembuhan Luka 3. Pertahankan teknik balutan steril 2. Luka pada pasien DM mengalami
Sekunder ketika melakukan perawatan luka. proses penyembuhan yang lama,
- Adanya jaringan granulasi baru (4) 4. Anjurkan pasien dan anggota ulkus yang tidak dirawat dapat
- Berkurangnya perluasan luka (4) keluarga pada prosedur perawatan berkembang menjadi infeksi.
- Drainase purulen terbatas (4) luka. 3. Teknik steril dapat mencegah risiko
- Tidak ada jaringan nekrosis (5) NIC Label : Perlindungan Infeksi infeksi.
- Tidak ada bau busuk (5) 1. Monitor adanya tanda dan gejala 4. Pasien dan anggota keluarga sebagai
NOC Label : Keparahan Infeksi infeksi sistemik dan lokal. orang terdekat dapat melakukan
- Tidak ada peningkatan sel darah 2. Instruksikan pasien untuk meminum perawatan luka secara mandiri
putih (5) antibiotik yang diresepkan. sebagai upaya penyembuhan dan
3. Anjurkan pasien dan keluarga untuk pencegahan perburukan.
mengenali tanda dan gejala infeksi Perlindungan Infeksi
dan kapan harus. melaporkannya 1. Tanda-tanda infeksi yang
pada pemberi pelayanan kesehatan. terdeketksi lebih dini akan
4. Monitor hitung mutlak WBC. mempercepat penanganan terhadap
infeksi dan menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Antibiotik memiliki efek untuk
menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia pada organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh
bakteri.
3. Karena tanda dan gejala infeksi yang
dikenali dan dilaporkan lebih dini
dapat menurunkan risiko infeksi
sehingga tanda dan gejala perlu
diketahui oleh pasien dan kelurga
serta pentingnya melaporkan pada
petugas kesehatan.
4. WBC yang mengalami peningkatan
menunjukkan adanya inflamasi dan
infeksi.
Sabtu/3 3. Setelah dilakukan intervensi selama NIC Label: Pengurangan Pengurangan Kecemasan
Oktober 1x24 jam diharapkan kecemasan Kecemasan 1. Pendekatan yang tenang dapat
2020 pasien dapat berkurang dengan kriteria 1. Gunakan pendekatan yang tenang mendorong klien untuk
hasil: dan meyakinkan. mengekspresikan cemas yang
NOC Label: Tingkat Kecemasan 2. Dorong keluarga untuk dirasakan.
- Perasaan gelisah mendampingi klien. 2. Keluarga adalah orang terdekat pasien
- Rasa cemas yang disampaikan secara 3. Ajarkan klien untk melakukan yang dipercaya dalam menjamin
lisan terapi relaksasi, missal latihan keamanannya. Pada perawatan
- Peningkatan tekanan darah napas dalam. paliatif, selain berfokus pada pasien,
- Gangguan tidur 4. Berada di sisi klien untuk perawatan juga berfokus pada dan
meningkatkan rasa aman dan melibatkan keluarga. Dalam hal ini
NOC Label: Kontrol Kecemasan mengurangi ketakutan. keluarga sebagai support system.
Diri 3. Pendampingan yang dilakukan
- Menggunakan teknik relaksasi untuk perawat dapat menumbuhkan
mengurangi kecemasan. hubungan saling percaya dan
meningkatkan rasa aman klien.
4. Teknik relaksasi pernapasan dapat
mendorong pasien untuk relaks dan
menjadi cara bagi pasien untuk
mengatasi dan mengontrol
kecemasan.
Sabtu/3 4. Setelah dilakukan intervensi selama NIC Label : Bantuan Perawatan Diri Bantuan Perawatan Diri
Oktober 1x24 jam diharapkan perawatan diri 1. Monitor kebutuhan pasien terkait 1. Karena sebagian besar pemenuhan
2020 pasien dapat terpenuhi dengan kriteria dengan alat-alat kebersihan maupun kebutuhan pasien harus dibantu oleh
hasil: perawatan diri. orang lain.
NOC Label : Perawatan Diri: 2. Dorong kemandirian pasien, tapi 2. Meskipun pemenuhan ADL harus
Aktivitas Sehari-Hari bantu ketika pasien tak mampu dibantu orang lain, perawat juga
- Berpakaian tidak terganggu (5) melakukannya. harus mempertahankan kemandirian
- Mandi sedikit terganggu (4) 3. Ajarkan keluarga untuk mendukung pasien.
- Berpindah sedikit terganggu (4) kemandirian dengan membantu 3. Keluarga merupakan orang terdekat
- Ke toilet sedikit terganggu (4) hanya ketika pasien tak mampu pasien yang akan membantu
melakukannya. pemenuhan ADL di rumah sakit
maupun di rumah.
Sabtu/3 5. Setelah dilakukan intervensi selama 3 NIC Label : Fasilitasi Pembelajaran Fasilitasi Pembelajaran
Oktober x pertemuan, diharapkan pengetahuan 1. Berikan informasi terkait perubahan 1. Paien DM rentan mengalami luka
2020 serta perilaku pasien terkait perilaku pasien dalam pencegahan dan sukar untuk sembuh akibat
manajemen kesehatan dapat luka terutama pada kaki tingginya glukosa darah. Tindakan
mengalami peningkatan dengan (penggunaan alas kaki). pencegahan seperti memakai alas
kriteria hasil:
NOC Label: Pengetahuan: 2. Penggunaan Bahasa yang umum kaki merupakan sutu hal yang sangat
Manajemen Diabetes dan mudah dimengerti. penting bagi pasien.

yang NIC Label : Dukungan Keluarga 2. Bahasa yang umum akan


- Memiliki pengetahuan
1. Berikan pengetahuan yang mempermudah pemahaman
banyak tentang penggunaan
dibutuhkan keluarga mengenai informasi atau edukasi kesehatan
insulin yang benar (4)
perawatan pasien. yang diberikan oleh tenaga
- Memiliki pengetahuan yang
2. Dukung pengambilan keputusan kesehatan.
banyak tentang teknik yang tepat
dalam perawatan pasien. Dukungan Keluarga
untuk mengambil dan mengelola
NIC Label : Pengajaran : Peresepan 1. Peningkatan pengetahuan keluarga
insulin (4)
Obat-Obatan mengenai penyakit dan manajemen
- Memiliki pengetahuan
yang 1. Instruksikan pasien menganai dosis penyakit pasien akan sangat
banyak tentang rencana rotasi dan rute obat. meningkatkan motivasi keluarga
tempat injeksi 2. Instruksikan pasien cara dalam mendukung perawatan

- Memiliki pengetahuan yang menyimpan obat insulin dengan pasien.

banyak tentang cara pembuangan tepat yaitu di kulkas namun tidak 2. Keputusan yang tept akan

jarum suntik yang tepat diletakkan pada freezer. menunjang kesembuhan dan
3. Evaluasi kemampuan pasien dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.
- Memiliki pengetahuan yang
memberikan obat secara mandiri. Pengajaran: Peresepan Obat-Obatan
banyak tentang pencegahan
1. Penggunaan obat insulin sesuai
perawatan kaki
dengan dosis dan rute yang tepat
akan mengefektifkan kerja obat.
NOC Label: Manajemen Diri: 2. Insulin yang membeku akan
Diabetes berkurang efektifitasnya meskipun
telah dicairkan.
- Secara konsisten menunjukkan
3. Perawat perlu menilai kemampuan
perilaku melakukan tindakan
pasien dalam pemberian obat secara
pencegahan dengan perawatan kaki
mandiri dengan tepat.
(5)

- Secara konsisten menunjukkan


perilaku menggunakan prosedur
yang tepat dalam mengelola insulin
(5)

Sabtu/3 6. Setelah dilakukan intervensi selama NIC label: Manajemen Hiperglikemi Manajemen Hiperglikemi
Oktober 3x24 jam diharapkan kadar glukosa 1. Monitor kadar glukosa darah. 1. Kadar gula yang tidak dimonitor
2020 darah pasien menurun dan terkontrol 2. Monitor tanda dan gejala dengan baik dapat menyebabkan
dengan kriteria hasil : hiperglikemia, seperti poliuria, berbagi komplikasi yang
NOC Label : Kadar Glukosa Darah polidipsi, polifagi, kelemahan, memperburuk keadaan pasien.
- Glukosa darah berdeviasi ringan latergi, malaise, pandangan kabur, 2. Hiperglikemia terjadi ketika jumlah
sedang dari kisaran normal (4) atau sakit kepala. glukosa berlebihan dalam darah
3. Monitor ketourin. sehingga menimbulkan efek osmotic
4. Berikan insulin sesuai resep. yang menghasilkan peningkatan rasa
- Hemoglobin glikosilat berdeviasi 5. Dorong pemantauan sendiri kadar haus (polidipsi), rasa lapar
ringan sedang dari kisaran normal glukosa darah. (polifagi), dan keinginan untuk
(4) 6. Instruksikan kepada pasien dan berkemih (poliuri).
- Urin glukosa berdeviasi ringan keluarga mengenai manajemen 3. KAD merupakan salah satu
sedang dari kisaran normal (4) diabetes. komplikasi akut yang dapat dialami
- Urin keton berdeviasi ringan pasien DM.
sedang dari kisaran normal (4) NIC Label : Pengajaran: Peresepan 4. Insulin akan membantu metabolisme
NOC Label : Keparahan Diet glukosa dalam darah untuk diubah
Hipeglikemia 1. Kaji pengetahuan pasien mengenai menjadi energi sehingga tidak terjadi
- Peningkatan glukosa darah ringan diet yang disarankan penumpukan glukosa.
(4) 2. Ajarkan pasien nama-nama 5. Kadar glukosa darah penderita DM
- Peningkatan A1C ringan (4) makanan yang sesuai dengan diet sewaktu-waktu dapat mengalami
NOC Label : Manajemen diri : yang disarankan penurunan maupun peningkatan.
Diabetes 3. Instruksikan pasien untuk 6. Manajemen penyakit yang baik akan
- Sering melakukan pemantauan menghindari makanan yang mencegah terjadinya perburukan
glukosa darah (4) dipantang dan mengonsumsi atau komplikasi.
- Secara konsisten menunjukkan makanan yang diperbolehkan Pengajaran: Peresepan Diet
perilaku mengikuti diet yang 4. Sediakan contoh menu yang sesuai 1. Pengetahuan mengenai diet yang
direkomendasikan (5) 5. Libatkan pasien dan keluarga disarankan bagi penderita DM
Manajemen Berat Badan sangat penting untuk dikaji sebagai
acuan dalam memberikan intervensi
- Secara konsisten menunjukkan 1. Diskusikan risiko yang muncul jika yang memungkinkan seperti
penggunaan strategi kontrol berat terjadi kelebihan berat badan pada edukasi.
badan yang efektif. pasien DM. 2. Langsung mengajarkan pasien
- Secara konsisten menunjukkan 2. Bantu pasien membuat mengenai nama-nama makanan
penggunaan pelayanan kesehatan perencanaan makan yang seimbang yang dianjurkan akan memudahkan
sesuai dengan kebutuhan (5) dan konsisten dengan jumlah energi pasien untuk mengingat jenis
yang dibutuhkan setiap harinya makanan yang dianjurkan.
sesuai dengan diit yang tepat untuk 3. Karena diet yang tidak sesuai atau
pasien DM. konsumsi makanan yang pantang
3. Hitung berat badan ideal pasieen. dapat membahayakan pasien dan
menimbulkan perburukan atau
komplikasi.
4. Contoh menu akan memudahkan
pasien maupun keluarga untuk
menyiapkan menu makanan sehari-
hari.
5. Pasien dan keluarga harus terlibat
langsung dalam manajemen diet
untuk mengoptimalkan tindakan
kesehatan yang dilakukan. Keluarga
sebagai sistem pendukung.
Manajemen Berat Badan
1. Obesitas atau kelebihan berat badan
pada penderita DM berhubungan
secara bermakna dengan sindroma
metabolic yang didasari oleh
resistensi insulin.
2. Paada pasien diabetes dengan
kelebihan berat badan atau obesitas,
kalori harus dikurangi 20% hingga
30% dari kebutuhan kalori basal.
Pengaturan diet merupakan salah
satu hal yang berpengaruh untuk
penurunan berat badan selain
aktivitas fisik dan perubahan
perilaku.
3. Sebagai acuan dalam perubahan
perilaku khususnya pengaturan diit
dan aktivitas fisik dengan tujuan
mencapai berat badan deviasi ringan
dari berat badan ideal, mencegah
timbulnya hiperglikemia.
12. Evaluasi
No. Hari/Tanggal No. Dx Jam Evaluasi TTD
1. Selasa/6 1 10.00 S:
WITA
Oktober 2020 - Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 3.
- Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah tidak terjadi secara
terus-menerus dan tidak terlalu mengganggu waktu tidur.

- Pasien mengatakan bahwa tidur siang dapat menambah waktu tidur.
O : Pasien tidak meringis kesakitan
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dilanjutkan untuk mengontrol nyeri tetap pada skala ringan.
2. Selasa/6 2 10.00 S:-
WITA O:
Oktober 2020
- Abses/pus berkurang
- Tidak terdapat jaringan nekrotik
- Adanya jaringan granulasi baru
- Tidak terjadi perluasan luka √

- Tidak ada bau busuk


- Tidak ada peningkatan sel darah putih
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi untuk merawat luka dan mencegah infeksi.
3. Minggu/4 3 10.00 S:
WITA √
Oktober 2020 Pre op
- Pasien mengatakan perasaan gelisah berkurang.
- Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
Post op
- Pasien mengatakan perasaan cemas akan tindakan operasi berkurang karena
telah berhasil menjalaninya.
O:
- Pasien mampu menyampaikan rasa cemas yang dialami secara lisan
- Tidak terjadi peningkatan tekanan darah
- Pasien tidak mengalami gangguan tidur
- Debridement luka telah dilakukan
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
4. Minggu/4 4 10.00 S:
WITA
Oktober 2020 - Pasien mengatakan pemenuhan kebutuhannya terbantu.
O:- √
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dilanjutkan membantu pemenuhan ADL.
5. Selasa/6 5 10.00 S:
WITA
Oktober 2020 - Pasien mengatakan paham tentang penggunaan insulin yang benar termasuk
teknik yang tepat untuk mengambil dan mengelola insulin.
- Pasien paham tentang pencegahan komplikasi dengan perawatan kaki.

O : Pasien sudah menunjukkan tindakan pencegahan dengan perawatan kaki dengan


memakai sandal ketika ingin ke kamar mandi.

A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
6. Selasa/6 6 10.00 S:
WITA
Oktober 2020 - Pasien mengatakan akan sering melakukan kontrol glukosa darah.
- Pasien mengatakan paham akan pentingnya diit untuk mengotrol kadar
glukosa darah.
- Pasien mulai menunjukkan perubahan pola makan sesuai diit yang
dianjurkan.
- Pasien mengatakan paham akan pentingnya melakukan kontrol penyakit ke
pelayanan kesehatan.

O:
- Glukosa puasa 200 mg/dL
- Glukosa 2 jam pp tinggi 180 mg/dL
- Glukosa urin 1+
- Ketourin (-)
- Hiperglikemia ringan
- A1C 10%
- Intake kalori 1200 kkal/hari.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan untuk mengontrol kadar glukosa dan berat badan.

D. DISCHARGE PLANNING
S Pada pengkajian awal, pasien mengeluh mengalami :
- Pasien mengeluh nyeri dengan hasil pengkajian nyeri :
P: nyeri pada luka di jempol kaki kanan dan kadang kesemutan di kedua kaki
Q: nyeri terasa seperti tertusuk dan cenut-cenut
R: pada jempol kaki kanan
S: skala nyeri 5 (0-10)
T: terus-menerus
- Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan mengganggu waktu tidur.
- Pasien mengatakan luka pada jempol kanan sejak 1 bulan yang lalu. Luka disebabkan karena tersandung batu saat berjalan.
- Pasien mengeluh cemas karena akan dilaksanakan operasi, karena sebelumnya tidak pernah di operasi.
- Pasien mengatakan nyeri pada otot dan persendian.
- Pasien mengatakan di dalam rumah tidak pakai sandal dan kadang tidak menggunakan alas kaki ketika di halaman rumah agar
perdaran darah lancar.
- Pasien mengatakan tidak tahu cara menyuntik insulin.
- Pasien mengatakan jarang kontrol ke puskesmas karena tidak ada yang mengantar. Pasien mengatakan sebelum sakit suka makan
babi guling dan nasi padang, serta makanan manis terutama jaje bali. Pasien mengatakan sering merasakan kesemutan pada kaki.
O Pada pengkajian awal, ditemukan data abnormal pada pasien, yaitu :
- Pasien tampak meringis kesakitan
- Ulkus dalam dengan abses
- Terdapat jaringan nekrotik
- Terdapat luka gangrene
- Terdapat pus pada luka
- Neuropati
- Pasien tampak gelisah
- Sebagian besar aktivitas pasien dibantu oleh orang lain
- Pasien mengalami kelemahan
- Kapalan pada plantar dan tumit kaki kanan dan kiri
- LDL 158 mg/Dl
- Glukosa puasa tinggi 287 mg/Dl
- Glukosa 2 jam pp tinggi 263 mg/Dl
- Glukosa urin 2+
- Ketourin 1+
- Hiperglikemia A1C 10,3%
- IMT = 34,05 kg/m2
- Intake kalori 1700 kkal/hari.
A Berdasarkan analisis data, terdapat beberapa permasalahan keperawatan, yaitu:
- Nyeri akut b.d agen cedera fisik d.d ekspresi wajah nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas, keluhan tentang
intensitas menggunakan skala nyeri, dan keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri.
- Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi dan neuropati perifer d.d luka pada jempol grade III, jaringan nekrotik (+),
luka gangrene.
- Ansietas b.d ancaman pada status terkini d.d gelisah, dan perasaam cemas
- Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler d.d tidak mampu mandi, menggunakan pakaian, toileting, berpindah, dan
ambulasi ROM secara mandiri; kelemahan.
- Defisien pengetahuan b.d kurang informasi d.d perilaku tidak tepat (tidak memakai sandal di halaman rumah untuk menjaga
kelancaran aliran darah) dan kurang pengetahuan mengenai cara menyuntikkan insulin.
- Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d pemantauan kadar glukosa darah tidak adekuat dan manajemen diabetes tidak
tepat.
P Prosedur Perawatan Luka Pasca Operasi
Perawatan luka pasca operasi harus dilakukan secara berkelanjutan ketika pasien keluar dari rumah sakit dan dirawat di rumah. Luka
pasca operasi harus dirawat untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari terjadinya infeksi. Berikut merupakan cara merawat
luka pasca operasi, yaitu (Rumah Sakit Ananda Purwokerto, 2019):
1. Selalu bersihkan luka, area di sekitar luka operasi harus selalu bersih, termasuk mencuci tangan ketika akan menyentuh area
luka. Luka pascaoperasi hendaknya tidak basah atau terkena air agar cepat mengering. Luka dibersihkan ketika akan
menggnati perban. Pembersihan luka dan area sekitarnya dapat dilakukan dengan menggunakan kain kasa yang telah direndam
dalam cairan infus garam. Kemudian usap secara lembut dan perlahan, lalu keringkan dengan kasa atau kain lembut yang
bersih dan kering. Jangan gunakan sabun antibakteri atau cairan antiseptik lainnya seperti alkohol atau povidon iodin. Jangan
mengoleskan krim, larutan, atau serbuk obat herbal apapun saat melakukan pembersihan luka, kecuali telah diijinkan oleh
petugas kesehatan.
2. Perhatikan kondisi luka, perhatikan adanya tanda dan gejala infeksi dan bila ditemukan segera laporkan kepada petugas
kesehatan. Infeksi dapat terjadi dalam satu bulan setelah operasi. Beberapa tanda infeksi seperti luka berwarna merah dan
mengeluarkan pus (nanah), bengkak, hangat, dan nyeri di daerah sekitar luka.
3. Ganti perban secara rutin, perban digunakan untuk melindungi luka dari cedera luar. Pastikan mencuci tangan dengan air
mengalir dan sabun sebelum dan sesudah mengganti perban. Jika memungkinkan gunakan sarung tangan sekali pakai untuk
membuka perban.
Perilaku Hidup Sehat
Perubahan perilaku ke arah yang lebih sehat sangat penting dilakukan oleh penyandang DM untuk dapat mencapai proses perawatan
dan kualitas hidup yang optimal. Perilaku hidup sehat bagi penyandang DM, antara lain (Perkeni, 2015) :
1. Mengikuti pola makan yang sehat atau diet yang dianjurkan
2. Meningkatkan kegiatan dan latihan fisik yang teratur.
3. Menggunakan obat DM dan obat lainnya secara aman dan teratur, termasuk penggunaan antibiotik pada terapi pasien dengan
ulkus diabetik. Antibiotik harus diminum hingga habis dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Terkait dengan penggunaan
insulin, insulin diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah jarum suntik tegak lurus terhadap cubitan
permukaan kulit. Spuit dan jarum sebaiknya digunakan dalam 1 kali pemakaian, meskipun dapat digunakan 2 hingga 3 kali
oleh penderita yang sama. Perhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan dengan spuit yang digunakan (jumlah
unit/mL). Penyuntikan dilakukan pada daerah perut sekitar pusat hingga ke samping, kedua lengan atas bagian luar, dan kedua
paha bagian luar. Perhatikan rotasi penyuntikan, hindari menyuntikkan pada bagian yang sama secara berturut-turut. Insulin
disimpan di kulkas namun tidak diletakkan pada freezer.
4. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) dan memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan yang dilakukan.
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit dengan tepat.
7. Mempunyai keterampilan menghadapi dan mengatasi masalah yang sederhana, serta memiliki kemauan untuk bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes. Selain itu, juga mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan DM. dukungan
keluarga sangat penting dalam pengelolaan DM agar pengobatan dapat berjalan dengan lebih optimal.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Manajemen Nutrisi
Penyandang DM perlu memperhatikan pentingnya keteraturan Jadwal makan serta Jenis dan Jumlah kandungan kalori (3J). 3J
bertujuan untuk mempertahankan kadar gula dan lipid dalam batas normal, mencapai dan mempertahankan berat ideal, mencegah
komplikasi akut dan kronik, serta meningkatkan kualitas hidup (Utami, 2018). Komposisi makanan yang dianjurkan (Perkeni, 2015;
Utami, 2018):
1. Karbohidrat, konsumsi karbohidrat dianjurkan 60-70% dari kebutuhan energi total dan dibatasi namun tidak kurang dari
130g/hari, diutamakan konsumsi karbohidrat berserat tinggi seperti nasi merah, roti gandum utuh, oat, dan membatasi
konsumsi karbohidrat sederhana seperti gula pasir, madu, dll. Selain itu pembatasan karbohidrat juga dilakukan pada jenis
“refined carbohydrate” yang terdapat pada produk-produk bakery seperti roti, kue, dll. Kedua jenis karbohidrat tersebut cepat
diserap oleh tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Konsumsi karbohidrat juga dapat diselingi dengan konsumsi buah-
buahan seperi papaya, jeruk, kurma, apel, dll.
2. Lemak, konsumsi lemak (20-25% dari kebutuhan energi total) dan kolesterol dibatasi (<200 mg/hari). Batasi konsumsi daging
merah dan susu fullcream. Disarankan untuk mengonsumsi ikan 2-3 kali/minggu.
3. Protein, dikonsumsi sebanyak 10-20% dari kebutuhan energy total, karena pada pasien DM, protein susah untuk diproses oleh
tubuh. sumber protein yang dianjurkan yaitu ikan, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, tempe, tahu,
dan produk susu rendah lemak.
4. Serat, dianjurkan 25-30 gr/hari. Sumber serat yang dianjurkan yaitu buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan
sumber karbohidrat kompleks (selain mengandung serat, juga mengandung vitamin, mineral, dan zat lainnya yang baik untuk
kesehatan).
5. Natrium, dianjurkan tidak melebihi 300 mg/hari (1 sendok teh garam dapur). Sumber natrium meliputi garam dapur, vetsin,
kecap, soda kue, dan pengawet makanan.
Pencegahan Luka pada Kaki
Pasien diabetes dapat mengalami neuropati perifer, yaitu hilangnya sensasi distal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya ulkus
kaki dan amputasi. Semua penyandang DM yang disertai dengan neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mencegah terjadinya ulkus kaki. Adapun hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah ulkus kaki diabetik terkait dengan perawatan
kaki, yaitu (Pekeni, 2015):
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air.
2. Periksa kaki setiap hari dan laporkan pada petugas kesehatan apabila kulit terkelupas, memerah, atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab pada kulit yang kering.
5. Pototong kuku secara teratur.
6. Keringkan kaki dan sela-sela jari kaki secara teratur setelah pergi ke kamar mandi.
7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung-ujung jari kaki.
8. Jika ada kalus, tipiskan secara teratur.
9. Jika terdapat kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus.
10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau terlalu longgar.
11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas untuk menghangatkan kaki.
I Intervensi keperawatan yang telah dilakukan :
NIC Label: Pemberian Analgesik
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien.
- Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgetik yang diresepkan.
- Cek adanya riwayat alergi obat.
NIC Label: Manajemen nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komorehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri, dan faktor pencetus.
- Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
- Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis.
NIC Label: Peningkatan Tidur
- Bantu meningkatkan jumlah jam tidur dengan menganjurkan untuk tidur siang sebagai pemenuhan kebutuhan tidur.
NIC Label : Perawatan Luka
- Moniotor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.
- Berikan perawatan ulkus pada kulit.
- Pertahankan teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka.
- Anjurkan pasien dan anggota keluarga pada prosedur perawatan luka.
NIC Label : Perlindungan Infeksi
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
- Instruksikan pasien untuk meminum antibiotik yang diresepkan.
- Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala infeksi dan kapan harus. melaporkannya pada pemberi pelayanan
kesehatan.
- Monitor hitung mutlak WBC.
NIC Label: Pengurangan Kecemasan
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
- Dorong keluarga untuk mendampingi klien.
- Ajarkan klien untk melakukan terapi relaksasi, missal latihan napas dalam.
- Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi ketakutan.
NIC Label: Bantuan Perawatan Diri
- Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat kebersihan maupun perawatan diri.
- Dorong kemandirian pasien, tapi bantu ketika pasien tak mampu melakukannya.
- Ajarkan keluarga untuk mendukung kemandirian dengan membantu hanya ketika pasien tak mampu melakukannya.
NIC Label: Fasilitasi Pembelajaran
- Berikan informasi terkait perubahan perilaku pasien dalam pencegahan luka terutama pada kaki (penggunaan alas kaki).
- Penggunaan Bahasa yang umum dan mudah dimengerti.
NIC Label: Dukungan Keluarga
- Berikan pengetahuan yang dibutuhkan keluarga mengenai perawatan pasien.
- Dukung pengambilan keputusan dalam perawatan pasien.
NIC Label: Pengajaran: Peresepan Obat-Obatan
- Instruksikan pasien menganai dosis dan rute obat.
- Instruksikan pasien cara menyimpan obat insulin dengan tepat yaitu di kulkas namun tidak diletakkan pada freezer.
- Evaluasi kemampuan pasien dalam memberikan obat secara mandiri.
NIC label: Manajemen Hiperglikemi
- Monitor kadar glukosa darah.
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia, seperti poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
- latergi, malaise, pandangan kabur, atau sakit kepala.
- Monitor ketourin.
- Berikan insulin sesuai resep.
- Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa darah.
- Instruksikan kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen diabetes.
NIC Label : Pengajaran: Peresepan Diet
- Kaji pengetahuan pasien mengenai diet yang disarankan
- Ajarkan pasien nama-nama makanan yang sesuai dengan diet yang disarankan
- Instruksikan pasien untuk menghindari makanan yang dipantang dan mengonsumsi makanan yang diperbolehkan
- Sediakan contoh menu yang sesuai
- Libatkan pasien dan keluarga
Manajemen Berat Badan
- Diskusikan risiko yang muncul jika terjadi kelebihan berat badan pada pasien DM.
- Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang dan konsisten dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
sesuai dengan diit yang tepat untuk pasien DM.
- Hitung berat badan ideal pasien.
E Kondisi terakhir dari pasien, yaitu :
1. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala 3.
- Pasien mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan sudah tidak terjadi secara terus-menerus dan tidak terlalu mengganggu waktu
tidur.
- Pasien mengatakan bahwa tidur siang dapat menambah waktu tidur.
- Pasien mengatakan perasaan gelisah sebelum operasi berkurang.
- Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
- Pasien mengatakan perasaan cemas akan tindakan operasi berkurang karena telah berhasil menjalaninya.
- Pasien mengatakan pemenuhan kebutuhannya terbantu.
- Pasien mengatakan paham tentang penggunaan insulin yang benar termasuk teknik yang tepat untuk mengambil dan mengelola
insulin.
- Pasien paham tentang pencegahan komplikasi dengan perawatan kaki.
- Pasien mengatakan akan sering melakukan kontrol glukosa darah.
- Pasien mengatakan paham akan pentingnya diit untuk mengotrol kadar glukosa darah.
- Pasien mulai menunjukkan perubahan pola makan sesuai diit yang dianjurkan.
- Pasien mengatakan paham akan pentingnya melakukan kontrol penyakit ke pelayanan kesehatan.
2. Data Objektif :
- Pasien tidak meringis kesakitan
- Abses/pus berkurang
- Tidak terdapat jaringan nekrotik
- Adanya jaringan granulasi baru
- Tidak terjadi perluasan luka
- Tidak ada bau busuk
- Tidak ada peningkatan sel darah putih
- Pasien mampu menyampaikan rasa cemas yang dialami secara lisan
- Tidak terjadi peningkatan tekanan darah
- Pasien tidak mengalami gangguan tidur
- Debridement luka telah dilakukan
- Pasien sudah menunjukkan tindakan pencegahan dengan perawatan kaki dengan memakai sandal ketika ingin ke kamar mandi.

- Glukosa puasa 200 mg/Dl


- Glukosa 2 jam pp tinggi 180 mg/Dl
- Glukosa urin 1+
- Ketourin (-)
- Hiperglikemia ringan
- A1C 10%
- Intake kalori 1200 kkal/hari.

Klien MRS pada tanggal 1 Oktober 2020 jam 10.00 WITA dengan diagnosa DM Tipe II dan KAD telah diberikan tindakan keperawatan di atas.
Untuk itu perlu perawatan lanjutan di rumah mulai tanggal 8 Oktober 2020.

Terapi obat yang diberikan :


- IVFD NaCl 0,9% 20tpm
- Ceftriaxone 2gram @24 jam
- Metronidazole 500 mg@ 8jam
- Ranitidin 50 mg @ 8 jam obat
- Insulin novorapid 3x10 unit
- Insulin lantus 10 unit
- Paracetamol 500mg @ 8 jam
- Captopril 25 mg@ 8 jam

Anjuran : Pasien dan keluarga diinformasikan mengenai perawatan luka pasca operasi dan tanda gejala infeksi serta segera melaporkan bila
ditemukan. Pasien dan keluarga juga diinformasikan mengenai perilaku hidup sehat bagi penyandang DM (termasuk penggunaan obat antibiotik
dan insulin), instruksi terkait dengan manajemen diet, dan pencegahan luka pada kaki (perawatan kaki).
Keterangan :

Denpasar, 8 Oktober 2020

Perawat
Nyoman Anggun Septiana Putri
DAFTAR PUSTKA
Adelita, M., Arto, K. S., & Deliana, M. (2020). Kontrol Metabolik pada Diabetes Melitus Tipe
1. Cermin Dunia Kesehatan. 47(3), 227-232.
American Diabetes Association. (2010). Standards of medical care in diabetes 2010. Diabetes
Care. 33(1), 11-61.
American Diabetes Association. (2015). American Diabetes Association Standards of Medical
Care in Diabetes. The journal of Clinical and Applied Research and Education. 38(1), 1-
93.
Dafriani, P., & Dewi, R. I. S. (2019). Tingkat Pengetahuan pada Pasien Diabetes Melitus (DM)
Tipe 2. Jurnal Abdimas Saintika. 1(1), 45-50.
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Dewi, R. K. (2014). Diabetes Bukan untuk Ditakuti Tetap Sehat dengan Pengaturan Pola
Makan Bagi Penderita Diabetes Tipe 2. Jakarta: FMedia.
Dewi, W. (2018). Studi Fenomenologi: Kebutuhan Dukungan Sosial pada Remaja dengan
Diabetes Mellitus Tipe-1. Jurnal Kesehatan Holistic, 2(2), 47-65.
Fatimah, R.N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 4(5), 101-93.
Fitriyani. (2012). Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Citangkil
Dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon. Program Sarjana Reguler
Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Gunton, J. E. (2014). Assessment of Drug Interactions in Elderly Patients of A Family Health
Care Unit in Aracaju (Brazil): A Pilot Study. Afr J Pharm Pharmacol, 5(7), 812–818.
Herdman, H., Kamitsuru, S. (2018). NANDA International Nursing Diagnoses: definition and
classification 2018-2020. Jakarta: EGC.
Himpunan Kimia Klinik Indonesia. (2020). Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosis dan
Pemantauan Pengobatan Diabetes Melitus. Diperoleh melalui
http://www.hkki.org/article/detail/7/Pemeriksaan-laboratorium-untuk-diagnosis-dan-
pemantauan-pengobatan-Diabetes-
melitus#:~:text=Pemeriksaan%20laboratorium%20untuk%20diagnosis%20dan%20p
emantauan%20pengobatan%20diabetes%20melitus%20adalah,dan%20yang%20terb
aru%20albumin%20glikat. Diakses pada 28 Oktober 2020.
Holt. (2015). Kajian restropektif interaksi obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito
Yogyakarta. Majalah Farmasi Indonesia. 17(4),177–183.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Apa Saja Komplikasi Dan Akibat Dari
Diabetes. Diperoleh melalui http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/penyakit-diabetes-melitus/page/5/apa-saja-komplikasi-dan-akibat-dari-diabetes.
Diakses tanggal 28 Oktober 2020.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Luwiharto, J. & Ginanti, P. W. (2020). Diabetes Melitus. Diperoleh melalui
https://prodiaohi.co.id/diabetes-melitus. Diakses pada 28 Oktober 2020.
Maulana, A., Putra, B., Isyanda, K., & Alamsyah, F. (2019). Penyuluhan Penyakit Diabetes
Dan Pelatihan Alat Ukur Glukosa Sederhana Bagi Guru Mts Wihdatul Ulum Desa
Bontokassi Kecamatan Parangloe Gowa. Jurnal Balireso: Jurnal Pengabdian pada
Masyarakat. 4(2), 129-134.
Moorhead, S. (2016). Nursing Outcomes Classification (NIC) (6th ed.) (Intansari Nurjanah
&amp; Roxsana Devi Tumanggor, Penerjemah). Indonesia: Elsevier.
Padoli, S. D. I. S. (2020). Kepatuhan Pemberian Insulin Dengan Komplikasi Akut Pada Klien
Diabetes Mellitus Tipe 1 Di Wilayah Kerja Puskesmas Pacar Keling Surabaya. Jurnal
Keperawatan.
Prasetyo dan Hadi, G. (2018). Mengidentifikasi Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge
Planning pada Pasien Anak dengan Gizi Lebih di Ruang Izmail RS Siti Khodijah
Muhammadiyah Cabang Sepanjang: Thesis. Universitas Muhamadiyah.
Rosya, E., Sesrianty, V., & Kairani, A. (2020). Discharge Planning (Perencanaan Pasien
Pulang) di Rumah Sakit. Purwokerto: Pena Persada.
Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng. (2016). Diabetes Melitus dan Penanganannya.
Diperoleh melalui https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/diabetes-melitus-dan-
penanganannya-98. Diakses pada 28 Oktober 2020.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H. (2014). Brunner and Suddarth’s
Textbook of Medical-Surgical Nursing 13th edition. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkins.
Suriani, N., (2012). Gangguan Metabolisme Karbohidrat Pada Penderita Diabetes Melitus.
Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Barawijaya.
Tandra, H. (2017). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Jakarta:
Gramedia.
Wagner, C. M., Et al. S. (2016). Nursing Outcomes Classification (NIC) (6th ed.) (Intansari
Nurjanah &amp; Roxsana Devi Tumanggor, Penerjemah). Indonesia: Elsevier
World Health Organization. (2020). Diabetes. Diperoleh melalui https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes. Diakses pada 28 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai