Anda di halaman 1dari 22

Jurnal Wacana Politik - ISSN 2502 - 9185 : E-ISSN: 2549-2969 Vol. 3, No.

1, Maret 2018: 14 - 28

PENTINGNYA PENGAWASAN PARTISIPATIF DALAM MENGAWAL PEMILIHAN


UMUM YANG DEMOKRATIS

Ratnia Solihah1, Arry Bainus2 dan Iding Rosyidin3


1
Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadajran
2
Departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Padjadajran 3Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia
E-mail: ratnia@unpad.ac.id

ABSTRAK
Tulisan ini mengkaji tentang pentingnya pengawasan partisipatif dalam mengawal penyelenggaraan
pemilu, yang bertujuan untuk menciptakan pemilu yang demokratis. Saat ini terdapat berbagai lembaga
pengawas pemilu, antara lain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat pusat, Panitia Pengawas
Pemiluu (Panwaslu) di tingkat Daerah, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang
khusus menangani pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu. Namun dalam kenyataannya masih
ditemui berbagai pelanggaran oleh berbagai pihak, sehingga pemilu dinilai kurang berintegritas dan kurang
demokratis. Dengan dilibatkannya stakeholder dan masyarakat secara independen dalam mengawasi
penyelenggaraan pemilu, diharapkan proses pemilu yang demokratis akan terwujud. Dengan menggunakan
pendekatan kualitatif melalui studi literatur, tulisan ini membahas persoalan yang muncul dalam konteks
pengawasan partisipatif, pengawasan partisipatif yang sudah dilakukan selama ini oleh lembaga pemantau
pemilu maupun organisasi masyarakat sipil lainnya serta upaya yang dilakukan dalam pengawasan
partisipatif untuk mengawal pemilu yang demokratis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Kata kunci: Pengawasan Partisipatif, Pemilu, Demokratis

ABSTRACT
This paper examines the importance of participatory monitoring in overseeing the election, which aims to
create democratic elections. Currently, there are various election supervisory bodies, such as the Central
Election Supervisory Board (Bawaslu) at the central level, the Election Supervisory Committee (Panwaslu)
at the regional level, and the Election General Electoral Council (DKPP) which deal specifically with
ethical violations by election organizers. But in reality there are still various violations by various parties,
so the election is considered less integrity and less democratic. With the involvement of stakeholders and
the community independently in watching the elections, it is hoped that a democratic election process will
be realized. This paper using a qualitative study to discusses issues that arise in the context of
participatory monitoring, participatory oversight already undertaken by election observers and other civil
society organizations as well as efforts taken in participatory monitoring to preserve democratic elections
by current regulation.

Key words: participatory oversight, Electoral, Democratic

PENDAHULUAN Berdasarkan Klasifikasi tersebut, Indonesia


yang sebelumnya digolongkan sebagai negara
Demokrasi merupakan sistem politik dengan status partly free, sejak tahun 2008
yang memberikan ruang bagi keadilan dan telah digolongkan sebagai free countries.
per- samaan bagi semua warga negara. Sistem Dalam tren global yang dibuat Freedom
ini menjadi pilihan paling populer yang House (2016) terlihat bahwa jumlah negara
digunakan negara-negara di dunia. dengan status free countries persentasenya
Beberapa lembaga internasional menurun pada tahun 2016 (Badan Pusat
menawar- kan sistem yang memungkinkan statistik, 2016: 148). Selain Freedom House,
untuk mela- kukan kuantifikasi terhadap The Economist (2015) membuat pengukuran
demokrasi. Freedom House sejak tahun 1972 serupa tentang demokrasi dengan kategori full
melakukan pengukuran demokrasi dengan democracies, flawed democracies, hybrid
klasifikasi free countries, partly free countries, regimes, serta authoritarian regimes (Badan
dan not free countrie (Badan Pusat Statistik, Pusat Statistik, 2016: 149) yang juga
2016: 147). mencantumkan ranking
Pentingnya Pengawasan Partisipatif dalam Mengawal Pemilihan Umum yang Demokratis 15

dari semua negara yang diukur. Pada Tahun Pada saat sekarang, yaitu era reformasi,
2007 Indonesia menempati ranking 65, turun tuntutan untuk pemilu yang jujur dan adil
menjadi peringkat 69 pada tahun 2008 dan semakin tinggi, dibuktikan dengan semakin
naik menjadi peringkat 60 pada tahun 2010 kuatnya legal formal pembentukan Badan
dan menempati posisi 58 pada Tahun 2012 Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat Pusat,
(Badan Pusat Statistik, 2016: 147). di tingkat Provinsi sampai Pembentukan
Ciri paling mendasar dari sebuah negara Panitia Pengawasan Pemilu di tingkat
demokrasi adalah keberadaan pemilihan Kabupaten/ Kota yang awalnya adhoc saja
umum (Pemilu). Sekalipun bukan satu- maka diusulkan agar menjadi permanen
satunya aspek dalam demokrasi, namun (Suswantoro, 2016: 62).
Pemilu merupakan satu bagian yang sangat Namun demikian, Bawaslu sebagai
penting, karena Pemilu berperan sebagai badan formal yang bertugas untuk
mekanisme perubahan politik mengenai pola mengawasi seluruh tahapan
dan arah kebijakan publik dan/ atau mengenai penyelenggaraan pemilu, masih mengalami
sirkulasi elit secara periodik dan tertib berbagai kendala pengawasan.
(Surbakti dkk, 2008: 12). Salah satu contoh masalah yang terkait
Begitu juga dengan Indonesia, Pemilu dengan kendala pengawasan adalah adanya
dilaksanakan sebagai wujud dari demokrasi pelanggaran pilkada serentak 2015
yang merupakan sarana dalam mengagregasi sebagaimana dikemukakan oleh Peneliti
aspirasi yang ada di masyarakat yang Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
sebelum- nya diartikulasikan oleh partai politik (Perludem), Khairunisa Nur Agustiyati, bahwa
sesuai dengan fungsinya. dari keseluruhan tahap- an pilkada serentak
Dengan berjalannya waktu, pemilu 2015 ditemukan 140 pelanggaran yang terbagi
di Indonesia yang dimulai dari tahun 1955 ke dalam lima kategori diantaranya kekerasan
sudah mengalami perkembangan yang cukup pelaksanaan pilkada, logistik pilkada,
signifikan apabila kita melihatnya dari aspek pelanggaran pidana dalam pelaksanaan
pengawasan dalam pemilu. Pada Pemilu pilkada, pelanggaran administrasi dan sengketa
pertama Tahun 1955, belum dikenal istilah pencalonan. Pelanggaran pidana merupakan
pengawasan pemilu. Karena pada masa itu pelanggaran terbanyak dengan ditemukannya
telah ada kepercayaan (trust) antara seluruh 54 temuan. Urutan kedua adalah logistik
peserta pemilu dengan warga negara dengan 36 temuan, salah satu bentuk
terhadap penyelenggaraan pemilu yang pada pelanggarannya adalah tidak disebarkannya
saat itu dimaksudkan untuk membentuk undangan pemilihan formulir C6 untuk
lembaga parlemen yang disebut dengan pemilih. Urutan ketiga adalah pelanggaran
Dewan Konstituante. administrasi dengan 25 temuan, sedangkan
Pengawasan pemilu baru muncul dalam pelanggaran kekerasan di urutan keempat
pelaksanaan pemilu tahun 1982, namanya dengan 13 temuan, dan sengketa pencalonan
adalah Panitia Pengawas Pelaksanaan berada di urutan terakhir dengan 12 temuan.
Pemilihan Umum (Panwaslak Pemilu), yang (Pasaribu, 2015).
terbentuknya dilatarbelakangi oleh Adanya kecenderungan pelanggaran di
ketidakpercayaan ter- hadap pemilu yang setiap pemilu salah satunya karena
dianggap telah disetting oleh kekuatan rezim keterbatasan jumlah pengawas jika dilihat dari
penguasa (Bawaslu RI, 2017). Kemudian pada banyaknya Tempat Pemungutan Suara (TPS)
Pemilu tahun 1987, protes terhadap yang ada. Pada pilpres 2014, dalam rangka
pelanggaran dan kecurangan pemilih lebih pemberian dukungan administratif dan teknis
banyak lagi, sehingga pemerintah dan DPR operasional pengawasan Pemilu, Bawaslu,
yang ketika itu didominasi oleh Golkar dan Bawaslu Pro- vinsi, Panwaslu
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan
merespon hal ini dengan gagasan untuk Pengawas Pemilu Luar Negeri telah
memperbaiki undang-undang yang ber- tujuan membentuk sekretariat, dengan dukungan
untuk meningkatkan kualitas pemilu personilsebanyak248orangsekretariatBawaslu,
berikutnya. Pemerintah juga mengenalkan 819 orang sekretariat Bawaslu Provinsi, 5.947
adanya badan baru yang akan terlibat dalam orang sekretariat Panwaslu Kabupaten
urusan pemilu sebagai pendamping Lembaga Kota,
Pemilihan Umum (LPU). 30.399 orang sekretariat Panwaslu Kecamatan,
16 Ratnia Solihah, Arry Bainus, dan Iding Rosyidin
dan 29 orang sekretariat Pengawas Pemilu
Luar Negeri (Bawaslu RI, 2014: 16).
Sementara itu, saat pileg dan pilpres 2014
terdapat sebanyak
545.803 TPS. (https://nasional.sindonews. “Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam
com/ read/1235166/12/kpu-tetapkan- Pengawasan Pemilu.” Pelibatan masyarakat
pemilih-300- orang-di-tiap-tps-1504070517) . menunjukkan satu kewajiban bawaslu sebagai
Dalam pemilu serentak yang akan fungsi yang terlembaga dalam pengawasan
diselenggarakan tahun 2019 terjadi pemilu, sedangkan partisipasi masyarakat lebih
penambahan TPS yang cukup signifikan. pada penggunaan hak warga negara untuk
Apalagi dengan disusutkannya jumlah pemilih mengawal hak pilihnya. namun, pelembagaan
dari pemilu sebelumnya 500 orang pemilih pengawasan itu tidak serta-merta mengambil
menjadi 300 orang pemilih per TPS, sehingga hak warga negara untuk melakukan fungsi
total seluruh TPS di Indonesia pada pemilu kontrolnya dalam menjaga suara atau
serentak 2019 adalah sebanyak 800 ribuan, kedaulatan rakyat.
bahkan bisa lebih dari 800.000 Dalam tulisan ini, penulis
(http://nasional.republika. co.id/ 29 Agustus mempertegas pentingnya pengawasan
2017). Bertambahnya jumlah TPS tersebut partisipatif, tidak saja dari masyarakat
harus diiringi oleh bertambahnya jumlah pemilih, namun dari berbagai pihak yang
pengawas dalam pemilu serentak, yang tidak terkait (stakeholders) dan masyarakat
saja menjadi tugas Bawaslu dan Panwaslu di sendiri.
daerah, tetapi juga perlu adanya pengawasan Berdasarkan apa yang dikemukakan di
dari pihak di luar lembaga pengawas pemilu atas, penulis tertarik untuk mengkaji
tersebut. Oleh karenanya penting sekali untuk pentingnya pengawasan partisipatif dalam
melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan mengawal pemilu yang demokratis, dengan
masyarakat dalam proses pengawasan ini. membahas per- soalan yang muncul dalam
Dengan dilibatkannya pemangku kepen- konteks pengawasan partisipatif,
tingan (stakeholder) dan masyarakat secara mengidentifikasi pengawasan parti- sipatif
independen dalam mengawasi yang sudah dilakukan selama ini oleh lembaga
penyelenggaraan pemilu, diharapkan akan pemantau pemilu maupun organisasi
menghasilkan pemilu yang berintegritas, masyarakat sipil lainnya serta upaya yang
dimana seluruh partisipan pemilu akan lebih dilakukan dalam pengawasan partisipatif untuk
merasa mawas diri dan memiliki kesadaran mengawal pemilu yang demokratis sesuai
politik yang baik terhadap nilai-nilai kejujuran, dengan peraturan perundang-undangan yang
keadilan dan demokratis terkait pemilu. berlaku.
Beberapa tulisan tentang pengawasan
dalam pemilu banyak dilakukan, antara lain METODE
tulisan tentang Fungsi dan Peran Panwaslu
Dalam Sistem Pemilihan Umum di Indonesia Kajian tentang Pentingnya Pengawasan
(Kajian dari Aspek Yuridis) oleh J. Partisipatif dalam Mengawal Pemilihan Umum
Tjiptabudy. Dalam kajian tersebut, Panwas yang Demokratis memerlukan identifikasi dan
Pemilu mem- punyai peranan yang penting pemahaman yang mendalam untuk melihat
dalam rangka mengawal pelaksanaan pemilu konteks politik yang melingkupi perma-
sesuai dengan peraturan perundang-undangan salahan penelitian dan proses yang terjadi
yang berlaku. Pentingnya peranan Pengawas dalam pengawasan partisipatif tersebut. Oleh
Pemilu karena semua pengaduan haruslah karenanya, pendekatan penelitian yang di-
melewati satu pintu yaitu Pengawas Pemilu. gunakan adalah penelitian kualitatif dengan
Musfialdy dalam tulisannya yang menggunakan studi literatur. Sebagaimana
berjudul Mekanisme Pengawasan Pemilu di dikemukakan oleh Maxwell (1996:17-19),
Indonesia, membahas Mekanisme Kerja penelitian kualitatif antara lain ditujukan untuk
Pengawasan Pemilu mulai dari Pendaftaran memahami makna, memahami konteks parti-
partai Politik dan Verifikasi Partai Politik kular, mengantisipasi fenomena dan pengaruh
sampai dengan Rekapitulasi Penghitungan yang tidak terantisipasi, serta memahami
Perolehan Suara, yang menjadi tahapan proses. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi
bawaslu dan panwaslu dalam menjalankan persoalan yang muncul dalam konteks peng-
tugas dan fungsinya ber- dasarkan UU No 10 awasan partisipatif, mengidentifikasi peng-
Tahun 2008. awasan partisipatif yang sudah dilakukan
Kajian lainnya tentang pengawasan selama ini oleh lembaga pemantau pemilu
pemilu dilakukan oleh Perludem dengan judul maupun organisasi masyarakat sipil lainnya
serta upaya
yang dilakukan dalam pengawasan partisipatif memastikan bahwa parameter pemilu yang
untuk mengawal pemilu yang demokratis demokratis baik dalam proses maupun hasil
sesuai dengan peraturan perundang-undangan pemilu, serta asas-asas pemilu tersebut dapat
yang berlaku. berjalan dengan baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilu Demokratis
Menurut Surbakti (2015:11), untuk
Bawaslu RI sebagai pengawal pemilu yang
mewujudkan pemilu demokratis, terdapat
demokratis
beberapa parameter, yaitu:
Parameter pemilu yang demokratis
1. Kesetaraan antar warga negara, baik dalam
ditandai dengan adanya integritas proses
pemungutan dan penghitungan suara mau-
penye- lenggaraan pemilu dan integritas hasil
pun dalam alokasi kursi DPR dan DPRD
pemilu (Suswantoro, 2016: 18). Integritas
dan pembentukan daerah pemilihan. Pemilu
proses penyelenggaraan pemilu akan berhasil
dicapai jika semua tahapan pemilu diselenggarakan karena yang diterapkan
diselenggarakan menurut peraturan perundang- bukan demokrasi langsung, melainkan
undangan yang berlaku, seperti Undang- demokrasi perwakilan. Agar dapat berjalan,
Undang Pemilu dan Peraturan KPU, yang demokrasi perwakilan memerlukan rakyat
kesemuanya mengandung kepastian hukum. sebagai pemilih berdaulat, sejumlah wakil/
Semua ketentuan, baik Undang-undang Pemilu kursi untuk tiap daerah pemilihan, dan
maupun turunannya di dalam Peraturan KPU partai politik atau calon sebagai peserta
tidak boleh menyimpang dari asas Luber pemilu yang bersaing mendapat
Jurdil. kepercayaan rakyat jadi wakil daerah
Adapun pengertian Luber Jurdil pemilihan itu;
(Bawaslu, 2015: 12) adalah sebagai berikut: 2. Kepastian hukum yang dirumuskan ber-
1. Langsung berarti pemilih diharuskan dasarkan asas pemilu demokratis. Salah satu
memberikan suaranya secara langsung dan dimensi penyelenggaraan pemilu adalah
tidak boleh diwakilkan; kompetisi atau konflik merebut kursi. Agar
2. Umum berarti pemilihan umum dapat berlangsung tertib, penyelenggaraan pemilu
diikuti seluruh warga negara yang sudah harusberdasarkanhukumberderajatkepastian
memiliki hak menggunakan suara; tinggi. Agar pemilu yang diselenggarakan
3. Bebas berarti pemilih diharuskan memberi- demokratis, hukum yang mengatur pemilu
kan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak harus merupakan penjabaran asas pemilu
mana pun; demokratis: langsung, umum, bebas,
4. Rahasia berarti suara yang diberikan oleh rahasia, jujur dan adil, transparan dan
pemilih bersifat rahasia, hanya diketahui akuntabel;.
oleh si pemilih itu sendiri; 3. Persaingan bebas dan adil antar kontestan
5. Jujur mengandung arti bahwa pemilihan pemilu. Agar penyelenggara negara yang
umum harus dilaksanakan sesuai dengan terpilih berasal dari partai atau calon
aturan untuk memastikan bahwa setiap terbaik, harus ada kompetisi bebas dan adil
warga negara yang memiliki hak dapat antarpartai/calon untuk meyakinkan rakyat
memilih sesuai dengan kehendaknya, dan memilih mereka. Para kontestan harus
setiap suara pemilih memiliki nilai yang berangkat dan bersaing dari titik tolak sama
sama untuk menentukan wakil rakyat yang sehingga yang terbaik yang akan terpilih;
akan terpilih; 4. Partisipasi seluruh pemangku kepentingan
6. Adil adalah perlakuan yang sama terhadap dalam seluruh rangkaian penyelenggaraan
peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada peng- tahapan pemilu. Untuk menjamin agar
istimewaan atau diskriminasi terhadap rakyat berdaulat, peran warga negara dalam
peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan pemilu tak hanya memberi suara, tetapi
adil mengikat tidak hanya kepada pemilih juga melakukan berbagai peran berbeda
atau peserta pemilu, tetapi juga kepada pada seluruh tahap pemilu. Secara individu,
penyelenggara pemilu. kelompok, terorganisasi atau melembaga,
rakyat perlu berperan dalam pendidikan
Signifikansi dari keberadaan lembaga
pemilih, aktif sebagai anggota partai dalam
pengawas pemilu seperti Bawaslu,
membahas calon dan rencana kebijakan
sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-
partai, melakukan kampanye mendukung
undang adalah
atau menentang peserta pemilu tertentu, harus ada partisipasi dari seluruh pemangku
memantau pelaksanaan pemilu, mengawasi
penyelenggaraan pemilu, memberitakan
atau menyiarkan kegiatan pemilu melalui
media massa, melakukan survei dan menye-
barluaskan hasil survei tentang persepsi
pemilih tentang peserta pemilu, serta
melaku- kan dan menyebarluaskan hasil
hitung cepat hasil pemilu. Rangkaian
penyelenggaraan pemilu akan dipercaya
rakyat dan peserta jika pemilu
diselenggarakan badan yang tak hanya
kompeten dan berkapasitas dalam bidang
tugasnya, tetapi juga independen dan
mengambil keputusan yang imparsial (tak
memihak);
5. Badan penyelenggara pemilu yang profe-
sional, independen dan imparsial. Badan
penyelenggara pemilu dapat
dikategorikan bertindak independen jika
menyelengga- rakan pemilu semata-mata
berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan kode etik penyelenggara
pemilu;
6. Integritas pemungutan, penghitungan, tabu-
lasi dan pelaporan suara pemilu. Puncak
rangkaian penyelenggaraan pemilu adalah
pemungutan dan penghitungan suara.
Karena itu, seluruh asas pemilu demokratis
(langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil, transparan dan akuntabel) diterapkan
pada rangkaian pemungutan, penghitungan,
rekapitulasi hasil perhitungan suara, dan
pelaporan hasil pemilu. Pemungutan, peng-
hitungan, rekapitulasi hasil perhitungan
suara, dan pelaporan hasil pemilu yang
sesuai dengan asas pemilu demokratis dapat
dikategorikan sebagai berintegritas;
7. Penyelesaian sengketa pemilu yang adil dan
tepat waktu. Dalam penyelenggaraan
pemilu sangat mungkin terjadi berbagai
sengketa antara peserta dan penyelenggara
ataupun pelanggaran berbagai ketentuan
tentang pemilu oleh peserta/calon,
penyelenggara, atau pemilih. Berbagai
sengketa pemilu ini wajib diselesaikan dan
berbagai pelanggaran ketentuan pemilu itu
harus diputus.

Penyelesaian sengketa dan penegakkan


peraturan pemilu akan mendatangkan rasa
adil bila penyelesaian sengketa pemilu atau
penegakkan peraturan pemilu diputuskan
secara adil sesuai dengan jangka waktu yang
ditentukan. Selain itu, sebagaimana poin 4,
kepentingan (stakeholders) dalam dibuka pendaftaran untuk pemantau pemilu,
seluruh tahapan penyelenggaran seringkali tidak ada yang mendaftar khususnya
pemilu. Partisipasi publik baik di Kabupaten/Kota. Misalnya di Kabupaten
stakeholders maupun masyarakat Temanggung (http:// krjogja.com 15
secara independen tersebut menjadi Oktober 2017); Kabupaten
salah satu upaya untuk menciptakan Jombang sampai 10 Maret 2010 2018 belum 1
pemilu yang berintegritas, dimana pun pemantau pemilu yang mendaftar (https://
pengawasan publik yang dilakukannya faktualnews.co 9 Maret 2018); dan Kota
bertujuan untuk mengawal penye- Serang baru 1 pemantau pemilu yang
lenggaraan pemilu yang berintegritas. mendaftar
Beberapa permasalahan
pengawasan dalam pemilu adalah
adanya beberapa feno- mena maupun
kasus yang sering terjadi dalam
penyelenggaraan pemilu, antara lain
pengawas pemilu yang tidak
independen dan memihak pada salah
satu calon/partai politik peserta pemilu,
sehingga mengakibatkan adanya
diskriminasi perlakuan terhadap
calon/partai politik peserta pemilu
terhadap pelanggaran- pelanggaran
yang terjadi.
Hal ini tentu saja akan
menghasilkan pemimpin-pemimpin
yang lahir dari proses demokrasi yang
tidak berintegritas dimana asas Luber
dan Jurdil tidak diamalkan dengan
baik.
Untuk meminamilisir hal tersebut,
salah satunya adalah melibatkan
masyarakat dalam hal pengawasan
pemilu tersebut, sehingga masyarakat
ikut serta mengawal hak pilih- nya
bukan hanya menunggu hasil semata.
Dengan adanya keterlibatan masyarakat
maka kepercayaan masyarakat
terhadap integritas proses dan hasil
pemilu meningkat.
Pada prakteknya, di saat sekarang
muncul gerakan masyarakat yang
menjadi pengawas pemilu, yaitu
Pemantau Pemilu dan pengawasan
Partisipatif, sebagai berikut:

Pemantau Pemilu
Pemantau pemilu terdiri dari
Lembaga- lembaga swadaya
masyarakat atau CSO (Civil Society
Organization) yang ikut mengawasi
Tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Untuk pen- daftaran pemantau pilkada
serentak 2018 telah dibuka sejak 12
Oktober 2017, namun di beberapa
kabupaten/kota sepi pendaftarnya.
Pendaftaran pemantau pemilu yang
sering terjadi sekarang adalah ketika
sampai tanggal 10 Februari 2018 (https:// Pentingnya Pengawasan Partisipatif dalam
www.kabar-banten.com 4 Februari 2018). Hal Menangani Pelanggaran Pemilu
tersebut menyebabkan kurangnya pengawasan Sebagaimana diketahui, penyelenggara
partisipatif terkait tahapan penyelenggaraan pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum
Pemilu. Sebagian besar mereka baru mendaftar (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
menjelang hari H pemungutan Suara, padahal dan Dewan Kehormatan Penyelenggra Pemilu
yang harus diawasi bukan lah hari pemungutan (DKPP). Ketiga lembaga inilah yang mener-
suara saja melainkan seluruh tahapan jemahkan undang-undang dan melaksanakan-
penyeleng- garaan pemilu yang memungkinkan nya dengan asas asas berkeadilan dan setara.
sekali untuk terjadinya pelanggaran baik dari KPU sebagai pelaksanaan pemilihan umum
penyelenggara pemilu maupun partai politik tentu mendapat porsi perhatian yang lebih
sebagai peserta pemilu. besar dalam pengawasan. Akan banyak pihak
Dalam Undang-Undang Pemilu No. yang berkepentingan untuk menjadikan KPU
7 Tahun 2017, pendaftaran dan akreditasi dan Bawaslu sebagai koasi kekuasaannya.
pemantau pemilu berada pada wilayah kewe- Dalam tahap inilah diperlukannya pengawalan
nangan Badan Pengawas Pemilu. Ini berarti pada setiap tahapan penyelenggaraan.
secara legalitas Pemantau Pemilu diperoleh Adapun mekanisme pengawasan pemilu
dari Bawaslu, dimulai dari pelaporan hingga tertuang dalam peraturan bersama KPU,
sanksi berlaku sama dan berjenjang, segala Bawaslu dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012,
kewenangan terkait dengan Pemantau Pemilu Nomor 11 Tahun 2012 dan Nomor 1 Tahun
berada di lembaga pengawas yaitu Badan 2012 tentang “Kode Etik Penyelenggara
Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berlaku Pemilu”. Peraturan ini menjadi dasar bagi
sesuai tingkatannya (provinsi/kabupaten/kota). masyarakat untuk membantu mengawal proses
Hal ini juga baik untuk kemajuan pengawasan pemilihan umum dengan penuh tanggung
karena akan adanya sinergitas antara Bawaslu jawabnya dan berkeadilan.
dengan pemantau pemilu sendiri khususnya Pada Pemilu 2014 diwarnai dengan
terkait penetapan kode etik, hak dan kewajiban berbagai macam Mal Praktek Pemilu. Dalam
pemantau pemilu ini dan juga pelaporan. demokrasi mal praktek pemilu ibarat penyakit
Setidaknya dengan lebih banyak mata yang menggerogoti demoratisasi dan integritas
yang memandang, maka partai politik dan pemilu tersebut. Karena mal praktek pemilu
penyelenggara pemilu akan lebih mawas diri dapat menurunkan legitimasi pemilu dan
dalam bekerja. keper- cayaan publik dan pada akhirnya akan
Pemantau pemilu memperkuat fungsi menjadi penyebab menurunnya partisipasi
pengawasan Badan Pengawas Pemilu pemilih. Namun menurut Pippa Norris (2012:
(Bawaslu) karena akan mendukung upaya- 00), yang menyatakan bahwa tingkat mal
upaya dan kegiatan-kegiatan pengawasan yang praktek pemilu bergantung pada kualitas dari
dilaku- kan oleh Bawaslu. Dengan perubahan demokrasi suatu negara. Dimana akan
regulasi tersebut, maka lembaga-lembaga berdampak pada hasil pemilu itu nantinya
pemantau pemilu akan sangat membantu dan kedepan. Ketika peserta dan pelaksana
menunjang pengawasan yang dilakukan oleh berkoasi dalam mencurangi pemilihan maka
Bawaslu. akan melahirkan pemimpin- pemimpin yang
Beberapa pemantau pemilu yang ada tidak kredibel dan tidak berintegritas.
di Indonesia antara lain Lembaga Pemantau Menurut Sarah Birch (2012: 14), mal
Pemerintahan Negara Kesatuan RI (LPP praktek memiliki pengertian proses
NKRI), Komite Independen Pemantau Pemilu manipulasi yang terjadi pada setiap
(KIPP) Indonesia, Jaringan Pendidikan Pemilih keseluruhan proses penyelenggaraan pemilu
untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk yang bertujuan untuk kepentingan
Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Peneliti perseorangan, kelompok atau partai politik
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi dengan menggadaikan kepentingan umum.
(Perludem), Jaringan Pendidikan Pemilih Berdasarkan laporan Bawaslu yang
untuk Rakyat (JPPR), Komite Independen dikutip oleh ICW (dalam Perludem, 2016:
Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, KoDe 87-88), sepanjang pemilu presiden 2014 ter-
Inisiatif, CORRECT dan PUSaKO UNAND dapat dugaan pelanggaran sebanyak 1.238.
Dugaan Pelanggaran terdiri dari 1.136 dugaan dengan pemilu adalah sebagaimana tabel berikut ini:
pelanggaran administrasi. Dugaan pelanggaran
administrasi tersebut kemudian diteruskan
kepada KPU untuk ditindaklanjuti. Sisanya,
81 dugaan pelanggaran pidana dan 21 dugaan
pelanggaran kode etik. Dugaan pelanggaran
terbanyak menyangkut pelanggaran Pemasang-
anAlat Peraga Kampanye (APK),
Permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT),
politik uang dam kampanye hitam. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 1. Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Pemilu Presiden 2015

Jenis Dugaan Pelanggaran Jumlah


Pelanggaran Administrasi 1.136
Pelanggaran Pidana 81
Pelanggaran Kode Etik 21
Jumlah 1.238
Sumber: Laporan Bawaslu

Sementara itu, terkait dengan pemilu


Legis-atif 2014, kajian ICW mengutip laporan
Bawaslu (dalam Perludem, 2016: 89-90)
tentang adanya 4.410 kasus dugaan
pelanggaran admi- nistrasi. Sebanyak 3.455
merupakan temuan dan 655 laporan. Seluruh
dugaan pelanggaran tersebut ditindaklanjuti
oleh Bawaslu dan diteruskan ke KPU. Oleh
KPU, 3740 (91%) dugaan pelanggaran
ditindaklanjuti. Dugaan pelanggaran pidana
sebanyak 137 kasus (66 laporan dan 71
temuan). Semua dugaan pelang- garan pidana
yang diterima Bawaslu tersebut diteruskan ke
pihak kepolisian. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2. Kasus Dugaan


PelanggaranAdministrasi dan Tindak
Lanjutnya dalam Pemilu Presiden
2014

Jenis Kasus Tindak Lanjut dari KPU


Dugaan ke pihak kepolisian
Jumlah
Pelanggaraan Sebagai Dugaan
Administrasi dari Pelanggaran Pidana
Bawaslu ke KPU
Berupa Temuan 3.455 71 temuan

Berupa Laporan 655 66 laporan

Jumlah 4.410 3.740 ditindaklanjuti


Sumber: Laporan Bawaslu, 2014
Sementara itu, berdasarkan laporan hasil
survey Rumah Pemilu 2014, masalah-
masalah yang paling sering muncul terkait
Tabel 3. Jenis Masalah yang Paling Sering menjaga; mengiring untuk menjaga
Muncul dalam Pemilu 2014

Jumlah dalam
Jenis Masalah Persentasi
Informasi mengenai prosedur
Pemilu 24%

Proses pendaftaran pemilih 15%


validitas hasil pemungutan
suara selama proses rekapitulasi 9%
bertingkat
kelayakan fasilitas TPS 8%
kompetensi KPPS, dan informasi
mengenai waktu dan tempat 5%
mencoblos
Sumber: Rumah Pemilu, 2014, hlm.12

Selain berbagai kasus


pelanggaran dalam pemilu 2014,
terdapat masalah pelanggaran pilkada
serentak 2015 dari keseluruhan
tahapan, sebagaimana dikemukakan
oleh Peneliti Per- kumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
sebagaimana dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4. Jenis Pelanggaran dalam Pilkada
Serentak 2015

Jenis Pelanggaran Jumlah


Kekerasan pelaksanaan pilkada 13

Logistik pilkada 36
Pelanggaran pidana dalam
54
pelaksanaan pilkada,
Pelanggaraan administrasi 25

sengketa pencalonan 12

Jumlah 140
Sumber: Pasaribu, 2015.

Beberapa kasus di atas


merupakan salah satu potret bagi
integritas pemilu dimana praktek
tersebut masih saja berlangsung yang
nota bene pengawas dan penegak
hukum terkait pemilu juga telah
diperkuat. Dan bisa jadi kasus di atas
merupakan puncak gunung es dimana
masih banyak terdapat mal praktek
pemilu di akar rumput bangsa ini.
Tentu akan menjadi pembahasan
menarik ketika kita berfikir bagaimana
mengawal agar proses pemilihan yang
sudah baik saat ini tidak dinodai
semakin besar.
Pengawalan Menuju Pemilu yang
Demokratis
Menurut Kamus Bahasa
Indonesia, arti kata “kawal” yaitu
penjagaan. Mengawal artinya
keselamatan (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: Tabel 5. Jumlah Pemantau JPPR
696-697). Secara terminologi mengawal
pemilu berarti bagaimana menjaga proses Tahun pemilu Jumlah Pemantau
pelaksanaan pemilu berjalan dengan aman dan 1999 220.000
selamat sehingga tercapai tujuan dan cita-cita 2004 140.000

dari negara yang berdemokrasi. Adapun pihak Pilkada 80.000

yang dijaga adalah para penyelenggara pemilu April 2009 3.000

yaitu pihak KPU, Bawaslu, DKPP, Partai Juli 2009 10.500

Politik serta aparat penegak hukum yang 2010 (10 pilkada) 1.200

tergabung dalam Gakumdu, Gabungan 2011 (3 pilkada) 150

Penegak Hukum Terpadu. Sedangkan sebagai 2012 (3 pilkada) 1500

penjaga adalah sistem masyarakat yang telah 2013 (1 pilkada) 600

terbentuk sejak dari pembentukan bangsa ini Sumber: Pusat Data JPPR
yaitu Civil Society yang telah menjadi
penggerak perjuangan pembebasan bangsa ini Dari data tabel di atas, dapat dilihat bahwa
dari penjajahan. terjadi penurunan angka pemantau yang
Salah satu Civil Society yang dapat sangat signifikan. Jumlah pemilih yang selalu
meng- awal proses pemilihan oleh meningkat, berbanding terbalik dengan jumlah
penyelenggara pemilu adalah lembaga partisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu.
pemantau pemilu. Pelak- sanaan pemantau Begitu juga dengan jumlah pemantau pemilu.
pemilu pada hakikatnya bermakna penglihatan Setidaknya fenomena ini terkonfirmasi dari
atau melihat sebagian yang bisa kita lihat. data pemantau pemilu yang dimiliki oleh
Kegiatan ini pada umumnya bisa dilakukan JPPR dan KIPP Jakarta (sebagai salah satu
kapan saja, dari mana saja dan dari kelompok prototype KIPP di seluruh wilayah Indonesia).
masyarakat mana saja. Euforia pemantauan Pemilu 1999 yang sangat
Unsur-unsur masyarakat yang bisa bergelora, dengan menghadirkan ratusan ribu
terlibat dalam pemantauan dan pengawasan pemantau pemilu, terasa kian tergerus dengan
di antaranya adalah pemilih, peserta pemilu, minimnya angka pemantau pemilu dari KIPP
lembaga pemantau pemilu, media massa, (Ramadhanil dkk, 2015: 26).
lembaga swadaya masyarakat, dan organ- Keberadaan pemantau pemilu memang
isasi kemasyarakatan. Undang-Undang Pemilu sudahmenjadisalahsatuelemenpentingdidalam
menyatakan tiga pihak yang dapat menyam- penyelenggaraan pemilu. Namun dalam
paikan laporan tentang penyimpangan pemilu, banyak aktivitas pemantauan pemilu yang
yaitu pemilih, lembaga pemantau pemilu, dan dilakukan, fokusnya memang lebih banyak
peserta pemilu (Ramadhanil dkk, 2015: 25). kepada memantau, mencatat,
Beberapa pemantau pemilu yang terlibat mendokumentasikan (masih tidak terlalu
dalam Koalisi Masyarakat Sipil, antara lain rapi), dan melaporkan ke pengawas pemilu
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan kalau hasil pantauan tersebut adalah
Demok- rasi (Perludem), Jaringan Pendidikan pelanggaran pemilu. Selama ini, aktivitas
Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Komite
pemantauan pemilu banyak dilakukan saat
Independen Pemantau Pemilu (KIPP)
kampanye pemilu dan hari-H. Di samping itu,
Indonesia, KoDe Inisiatif, CORRECT dan
teknis pemantauan dilaksanakan dengan
PUSaKO UNAND (Simanjuntak, 2018).
menyiapkan dan melatih pemantau terkait
Jika dilihat dari partisipasi pemilih
dengan tools pemantauan yang telah disiapkan.
dalam melakukan pemantauan sejak Pemilu
1999, jumlah pemantau selalu menurun. Penu- Mulai dari apa saja yang akan dipantau, di
runan angka pemantau juga dapat dilihat mana pemantauan dilakukan dan lain
dari penyelenggaraan pilkada. Dua lembaga sebagainya (Ramadhanil dkk, 2015: 35).
pemantau yang berkonsentrasi pada aktivitas Persoalan lain terkait pemantauan pemilu
pemantauan pemilu dengan mengandalkan adalah relasi pengawas dengan pemantau/
relawan seperti Jaringan Pendidikan Pemilih masyarakat tidak semulus yang diidam-
untuk Rakyat (JPPR) dan Komite Independen idamkan. Lembaga pengawas pemilu yang
Pemantau Pemilu (KIPP), mengonfirmasi diharapkan mampu menfasilitasi masyarakat,
bahwa terjadi penurunan angka pemantau justru tidak menutup kemungkinan berhadap-
pemilu dari tahun ke tahun, sebagaimana dapat hadapan. Beberapa persoalan terkait relasi ini
dilihat dalam tabel di bawah ini.
dikemukakan Junaidi (2013: 47-50), yakni: 4. Tidak berjalannya prinsip pelayanan. Ke-
1. Ketertutupan jajaran pengawas pemilu. luhan pemantau jika harus berhadapan
Beberapa pemantau pemilu menemui ken- dengan pengawas pemilu dalam pelaporan
dala, ketika harus berhadapan dan bahkan dugaan pelanggaran adalah ada beban lebih
bekerjasama dengan pengawas pemilu, khu- besar yang harus dijalankan pelapor. Ketika
susnya di daerah. Masih ditemui lembaga
pemilih atau pemantau menemukan dugaan
pengawas yang tertutup terhadap keberadaan
pelanggaran, maka harus melengkapi syarat-
pemantau pemilu, seperti Sekretaris
syarat laporan seperti bukti dan saksi. Beban
Jenderal KIPP Indonesia). Meskipun cukup
ini sesungguhnya sangat berat, tetapi justru
menguntungkan bekerjasama dengan
diserahkan kepada pelapor. Belum lagi
Bawaslu dalam pengawasan, masih ditemui
beberapa persoalan di lapangan, dimana beban ancaman dan intimidasi, jika
tingkat penerimaan Bawaslu Provinsi dan melaporkan dugaan pelanggaran tertentu.
jajarannya terhadap pelibatan 5. Tidak adanya perlindungan terhadap pela-
publik/pemantau masih kurang baik. por. Pemantau atau pemilih berhadapan
Kecenderungannya beberapa daerah justru dengan komunitas atau warga sekitar tempat
tidak membuka diri. tinggalnya, jika harus melaporkan kerabat
2. Kecurigaan pengawas terhadap pemantau atau bahkan tetangganya. Hal ini menjadi
pemilu. Praktik di lapangan masih ditemui pilihan sulit antara aktif berpartisipasi
relasi yang kurang baik antara pengawas dengan masyarakat dan menjaga hubungan
pemilu dengan pemantau. Hal ini seperti baik dengan sesama rukun tetangga (RT)
yang disampaikan Ketua KIPP Jakarta, ataupun rukun warga (RW).
bahwa “Pemantau yang mestinya difasilitasi 6. Minimnya informasi soal pengawasan.
atau menjadi partner dalam pengawasan Bawaslu belum menyediakan informasi
justru menjadi pihak yang dicurigai oleh yang cukup terkait mekanisme dan
pengawas tingkat desa. Padahal, pengawas prosedur pengawasan, sehingga bisa
tingkat desa sendiri memiliki keterbatasan mudah diakses dan dipahami oleh pemilih.
yang harusnya bisa dilengkapi dengan kerja
partisipasi masyarakat atau pemantau”. Persoalan ini yang kemudian
3. Kekhawatiran terjadinya persaingan dan mengganggu relasi antara pengawas pemilu
benturan antara pengawas dengan peman- dan pemantau atau pemilih, khususnya untuk
tau. Persoalan yang hampir sama berupa berpartisipasi dalam pengawasan dan
kekhawatiran persaingan antara pengawas penegakkan hukum Pemilu.
dengan pemantau. Sangat mungkin kekha- Terkait dengan pemantauan pemilu 2014,
watiran ini terjadi, mengingat keduanya mayoritas keberagaman aktivitas dalam
memiliki ruang lingkup kerja yang hampir peman- tauan pemilu 2014 khususnya yang
sama yakni mengawasi setiap tahapan telah dilakukan organisasi masyarakat sipil,
pemilu. Perbedaannya, hanya soal masih berfokus untuk mengawal proses dan
kewenangan ter- hadap tindaklanjutnya saja. tahapan pemilu. Selain aktivitas di dalam
Hal ini seperti yang disampaikan oleh pemantauan proses tahapan pemilu,
Koordinator Nasional JPPR, bahwa beragamnya aktivitas masyarakat sipil fokus
pengawas di daerah masih membuat jarak kepada pemberian informasi kepada
antara pengawas pemilu dengan pemantau. masyarakat terhadap kriteria calon yang baik.
Pengawas pemilu cenderung menilai Inisiatif ini sempat dilakukan oleh ICW,
partisipasi adalah bagaimana pengawas Kontras,Walhi, dan beberapa lembaga lain
pemilu itu mengajak masyarakat untuk dengan membentuk website bersih2014. net.
memantau. Mereka mengalami ketakutan, Beberapa aktivitas masyarakat untuk
kekuatan dan pengaruhnya akan diambil pemantauan pemilu, misalnya pembentukan
alih oleh pemantau. Selain itu, benturan Matamassa oleh Aliansi Jurnalis Independen
itu juga muncul, mengingat Bawaslu dan dan iLab. Akan tetapi, dari aktivitas
jajarannya merupakan bagian dari objek pemantauan pemilu tersebut, sosialisasi kepada
pantauan pemantau. Pemantau pemilu juga
masyarakat mengenai tahapan pemilu berjalan
berkepentingan untuk memastikan proses
dan tentang apa yang akan dipantau belum
pengawasan yang dilakukan Bawaslu ber-
maksimal kepada masyarakat. Selain itu,
jalan dengan baik atau dijalankan sesuai
pendidikan politik dalam bentuk pemahaman
mandat undang-undang.
terkait dengan
tahapan kepemiluan juga belum tersosialisasi dengan pelibatan dan partisipasi masyarakat
dengan baik. Lembaga pemantau lain semisal
JPPR dan KIPP, juga tidak terlalu fokus untuk
melaksanakan sosialisasi, pendidikan politik,
dan tahapan pemilu berjalan kepada
masyarakat (Ramadhanil, 2015: 35-36) .
Hasil Kajian JPPR (Ramadhanil, 2015:
36-37), menyebutkan tiga hal tujuan pelibatan
dan keterlibatan partisipasi masyarakat dalam
melakukan pemantauan proses
penyelenggaraan pemilu, yakni: (1) Usaha
partisipasi masyarakat dalam mewujudkan
pemilu yang dapat berlang- sung secara
demokratis, sehingga hasilnya dapat diterima
dan dihormati oleh semua pihak, baik yang
menang maupun yang kalah, terlebih oleh
mayoritas warga negara yang memiliki hak
pilih; (2) Pemantauan juga termasuk usaha
untuk menghindari terjadinya proses pemilu
dari kecurangan, manipulasi, permainan serta
rekayasa yang dapat menguntungkan pihak-
pihak tertentu dan merugikan kepentingan
rakyat banyak; (3) Usaha untuk menghormati
serta meningkatkan kepercayaan terhadap hak-
hak asasi manusia, khususnya hak-hak sipil
dan politik dari warga negara.
Namun dalam pelaksanaannya, hal terse-
but kemudian yang menjadi tantangan berat.
Komisioner KPU Periode 2012-2017 Hadar
Nafis Gumay (dalam Ramadhanil, 2015: 37)
mengungkapkan kurangnya pemahaman
bahwa pemantauan pasca proses TPS itu
penting, dan juga minimnya pengetahuan
mengenai “tata cara” dan “apa saja” yang
harus dipantau. Menu- rutnya, Pemantauan
pasca-pemungutan dan penghitungan suara
merupakan bagian kecil dari proses panjang
tahapan pemilu. Tidak banyak pemilih,
ataupun pemantau yang paham akan
pentingnya melakukan pemantauan terhadap
proses setelah pemungutan dan penghitungan
suara. Perjalanan suara pasca penghitungan
di TPS, adalah hal yang sangat krusial. Proses
rekapitulasi di PPS, kemudian bergeser ke
PPK, diteruskan ke KPU Kabupaten/Kota, dan
kemudian di KPU Provinsi, adalah titik
penting yang tidak boleh luput dari
pengawasan dan pemantauan publik. Pada
proses perjalanan suara tersebut, potensi
kecurangan sangat besar. Setidaknya, hal ini
terkonfirmasi ketika melihat permohonan
sengketa hasil pemilu di pemilihan legislatif
2014.
Terkait dengan pengawasan partisipatif,
Paling tidak ada dua kebijakan Bawaslu terkait
dalam pengawasan, yakni Rencana Strategis
Bawaslu Tahun 2010–2014 dan Peraturan
Bawaslu Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Pengawasan Pemilu yang di dalamnya
mengatur tentang bentuk-bentuk partisipasi
masyarakat. Kedua kebijakan ini
mencantumkan sejumlah upaya Bawaslu
dalam melibatkan dan mendorong partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pemilu
(Junaidi, 2013: 27).
Bawaslu dalam rencana strategisnya
menyadari sejumlah kelemahan dalam men-
dorong pelibatan dan partisipasi masyarakat.
Kelemahan itu terlihat dalam poin kesepuluh
bagian kelemahan menyebutkan bahwa
permasalahan yang dihadapi Bawaslu dalam
pengembangan konsep partisipasi masyarakat,
masih pada tataran “uji coba” atau trial and
error. Hal ini disebabkan karena belum adanya
model partisipasi pengawasan Pemilu yang
bisa menjadi acuan. Kelemahan lainnya juga
terlihat
darikesiapansumberdayamanusia,sebagaimana
ditemukan dalam poin ke-12. Kelemahan yang
dihadapi Bawaslu adalah kurangnya kemam-
puan dan kapasitas internal Bawaslu dalam
menanggapi dan mengembangkan model
pengawasan partisipatif. Utamanya, berkenaan
dengan penyiapan pedoman dan pengaturan
yang akan menjadi acuan pelaksanaan peng-
awasan partisipatif. Berdasarkan kekuatan dan
kelemahan tersebut, rencana strategis yang
disusun kemudian menetapkan misi Bawaslu
yang salah satunya adalah “mendorong peng-
awasan partisipatif berbasis masyarakat sipil.”
Dikatakan bahwa keterlibatan masyarakat sipil
dalam pengawasan tidak saja akan
memperkuat kapasitas pengawasan Pemilu,
tetapi juga mendorong perluasan wilayah
pengawasan. Bahkan akan memperkuat posisi
pengawasan Pemilu sebagai lembaga
pengawasan yang berkembang kuat, karena
ada representasi dari lembaga negara dan
masyarakat sipil. Sekaligus akan menjadi
media komunikasi pendidikan politik bagi
masyarakat tentang partisipasi dalam Pemilu,
terutama berkenaan dengan peran strategis
pengawasan dalam mendorong terwujudnya
Pemilu yang luber dan jurdil (Junaidi, 2013:
28-29).
Rencana Strategis Bawaslu cukup meng-
gambarkan bahwa partisipasi diperlukan untuk
keberhasilan pengawasan, yang kemudian
ditin- daklanjuti dalam peraturan Bawaslu.
Selain itu, kebijakan yang terkait dengan
pengawasan partisipatif juga diperkuat dengan
adanya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Pengawasan partisipatif ini direkrut mulai dari
tentang Pemilihan Umum, yang membuat
tero- bosan baru dalam hal pemantauan
Pemilu. Pemantauan Pemilu di tahun 2016
harus diakre- ditasi dan terdaftar oleh Komisi
Pemilihan Umum, pada tahun 2017 Pemantau
pemilu harus memperoleh izin dan terdaftar
dari Bawaslu RI. Perubahan Pengaturan
terkait Pemantauan Pemilu Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
anggota Legislatif (pileg) pasal 234 ayat 1,
Undang-Undang Nomor
42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden
(Pilpres) pasal 174 ayat 1 dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan
Kepala Daerah (pilkada) pasal 123 ayat 3,
terkait dengan persyaratan Pemantau secara
duplikasi berbunyi; (1) bersifat independen,
(2) mempunyai sumber dana yang jelas dan
(3) terdaftar dan memperoleh akreditasi dari
KPU, KPU Provinsi atau KPU kabupaten/kota
sesuai cakupan wilayah pemantauannya.
Sementara itu dalam Undang-Undang Pemilu
No. 7 Tahun 2017 pasal 436 ayat 1, Pemantau
Pemilu harus memenuhi persyaratan (1)
bersifat independen,
(2) mempunyai sumber dana yang jelas
dan (3) teregristrasi dan memperoleh izin
dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu
kabupaten/kota sesuai dengan cakupan wilayah
pemantauannya.
Dengan ketatnya syarat membentuk
lembaga pemantau ini, maka diharapkan
mampu menjadi motor penggerak pengawal
proses pemilihan oleh penyelenggara pemilu
dan peserta pemilu. diharapkan dapat
mendorong peran aktif masyarakat dalam
mengamati, mengawasi dan memantau
berbagai persoalan yang rentan terjadi dalam
Pemilu/Pemilihan, baik itu pelanggaran
administratif, pelanggaran tindak pidana
pemilu/pemilihan, maupun pelanggaran kode
etik yang rentan dilakukan oleh penyelenggara
dan peserta pemilu.
Dalam menindaklanjuti ketentuan tentang
pemantau pemilu tersebut, Bawaslu mengem-
bangkan pengawasan partisipatif dimana peng-
awasan seluruh tahapan penyelenggaraan
pemilu melibatkan masyarakat. Bawaslu
merekrut masyarakat, bisa dari LSM,
mahasiswa dan juga pelajar untuk terlibat
dalam pengawasan pemilu.
Dalam hal ini Bawaslu melibatkan civil
society sebagai salah satu kontingen dalam
pelaksanaan pengawasan yang berintegritas.
pendekatan hirarki melalui relawan untuk memastikan integritas hasil
perpanjangan tangan Bawaslu yang Pemilu dengan merekam dan menyebar-
berada di tingkat kabupaten/ kota, luaskan hasil perhitungan suara di TPS kepada
kecamatan dan juga desa/kelurahan, masyarakat melalui berbagai media yang
serta pendekatan kultural dengan tersedia.
merekrut maha- siswa, LSM dan juga Kegiatan pemantauan atas setiap tahapan
pelajar. Kemudian mereka diberikan Pemilu, menyampaikan pengaduan tentang
pelatihan/sosialisasi untuk melakukan dugaan pelanggaran Pemilu, kegiatan Peng-
pengawasan seperti bentuk laporan
yang harus disusun jika dianggap
adanya indikasi pelanggaran dan
tahapan penyelenggaraan pemilu. yang
kemudian akan dilaporkan secara
berjenjang.
Adapun bentuk kegiatan
pengawasan partisipatif yang dilakukan
masyarakat dalam proses
penyelenggaraan Pemilu, sebagaimana
dikemukakan Surbakti (2015 50-51),
yaitu meliputi: Pertama, melakukan
pendidikan pemilih. Kedua, melakukan
sosialisasi tata cara setiap tahapan
Pemilu. Ketiga, melakukan
pemantauan atas setiap tahapan
Pemilu dan menyampaikan penilaian
atas Pemilu berdasarkan hasil
pemantauan. Keempat, melaporkan
dugaan pelanggaran Pemilu baik
pelanggaran Kode Etik Penyelenggara
pemilu maupun pelanggaran ketentuan
administrasi Pemilu dan pelanggaran
ketentuan Pidana Pemilu. Kelima,
mendaftarkan diri sebagai pemilih dan
mengajak pihak lain untuk
mendaftarkan diri sebagai pemilih
(termasuk mengecek nama sendiri dan
anggota keluarga lain dalam Daftar
Pemilih Sementara). Keenam, menjadi
peserta kampanye Pemilu. Ketujuh,
memberikan suara pada hari
pemungutan suara, menyaksikan proses
penghitungan suara di TPS, menjadi
Saksi yang mewakili Peserta Pemilu,
dan/atau menjadi anggota KPPS/ PPS/
PPK. Kedelapan, ikut berperan dalam
proses pemberitaan tentang Pemilu di
media cetak atau proses penyiaran
tentang Pemilu di media elektronik.
Kesembilan, ikut berperan dalam
Lembaga Survey yang melaksanakan
proses penelitian tentang Pemilu dan
penyebar luasan hasil penelitian kepada
masyarakat umum. Kesepuluh, ikut
serta dalam proses Penghitungan Cepat
(Quick Count) atas hasil Pemilu di TPS
dan menyebar-luaskan hasilnya kepada
masyarakat. Kesebelas, menjadi
hitungan Cepat, dan kegiatan merekam dan Selainupaya-upayapeningkatankesadaran
menyebar-luaskan hasil Pemilu merupakan masyarakat tersebut, juga diperlukan adanya
sebagian kegiatan yang berkaitan dengan akomodasi dan fasilitasi pengawasan publik
pengawasan partisipatif dalam pemilu, yang oleh komisioner Bawaslu terhadap masyarakat,
tujuannya untuk memastikan suara setiap sehingga bisa membangun jejaring yang kuat
pemilih menjadi bagian dari keputusan KPU
sebagai salah satu komponen yang terlibat
tentang hasil pemilu. Kegiatan pengawasan
secara aktif dalam melakukan pengawasan di
partisipatif ini adalah upaya untuk memastikan
seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.
setiap pemilih memberikan suara secara
Peranan masyarakat dalam pengawasan
cerdas, yang dapat dilakukan oleh pemilih
pemilu antara lain memastikan terlindunginya
(sendiri atau berkelompok), LSM, lembaga
pemantau Pemilu, peserta Pemilu, lembaga hak politik warga masyarakat dan memastikan
survey, mereka yang berkarya di media massa, terwujudnya pemilu yang bersih, transparan
akademisi, kelompok profesi, dan organisasi dan berintegritas dari sisi penyelenggara dan
kemasyarakatan (Surbakti, 2015: 51). penyelenggaraannya serta mendorong
Dalam pengawasan partisipatif tersebut, terwujudnya pemilu sebagai alat penentuan
masyarakat berhak untuk menyampaikan hasil kepemimpinan politik dan evaluasi
pemantauan atas pemilu dan menyampaikan kepemimpinan politik.
pengaduan terkait dugaan pelanggaran pemilu. Pada Pemilu Legislatif dan Pemilu
Masyarakat yang terlibat dalam pengawasan Presiden 2014, Bawaslu menfasilitasi dan
partisipatif ini atas dasar kesukarelaan, mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam
sehingga tidak ada honor apa pun yang pengawasan pemilu (pengawasan partisipatif)
didapatkan. Mereka bertugas untuk memantau melalui Gerakan Sejuta Relawan Pengawas
seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu, dan Pemilu (GSRPP). Hal ini sejalan dengan
kemudian melaporkan sesuai dengan format semangat dan paradigma baru pengawasan,
laporan yang disosialisasikan oleh Bawaslu yaitu Pencegahan Pelanggaran. Bawaslu ber-
secara berjenjang. Laporan upaya mensosialisasikan berbagai regulasi
pengawasan tersebut harus terkait Pemilu kepada masyarakat dan
memenuhi syarat 5 W (who, why, where, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
what, when) artinya mengetahui siapa yang mengawasi pemilu, dengan harapan bahwa
melakukan, mengapa, dimana terjadinya, pelanggaran pemilu semakin berkurang karena
pelanggaran seperti apa dan kapan terjadinya, adanya kesadaran dari masyarakat dan peserta
juga 1 H (how) artinya bagaimana kronologis pemilu untuk tidak melakukan pelanggaran
kejadiannya. Laporan tersebut kemudian akan (Suak, 2017).
diteliti dan ditelaah lagi oleh Bawaslu, apakah Dengan demikian, Bawaslu yang
sudah terpenuhi syarat-syarat sebagai delik dipandang oleh beberapa pihak, sebagai lem-
aduan. Hal inilah yang kemudian menjadi baga ‘pencari kesalahan’ diubah cara pan-
salah satu parameter demokratis pemilu dilihat dangnya sebagai lembaga yang proaktif mela-
dari segi pengawasan. Dengan adanya kukan pencegahan dini pelanggaran melalui
pelibatan masyarakat, maka akan sosialisasi, pendidikan pemilih dan GSRPP,
meminimalisir konflik atas kepercayaan tanpa melupakan keseriusan dan kesungguhan
terhadap integritas proses dan hasil pemilu, dalam menangani pelanggaran yang terjadi
dan akan semakin meningkatkan legitimasi untuk memberi efek jera bagi para pelanggar-
kepemimpinan politik di negara yang pelanggar hukum/ketentuan yang berlaku
demokratis. (Suak, 2017).
Salah satu tantangan terkait pengawasan Hal ini merupakan perkembangan yang
partisipatif adalah untuk meningkatkan kema- positif, karena dengan adanya pelibatan
uan masyarakat untuk melaporkan setiap masyarakat maka hasil pemilu pun akan lebih
pelanggaran atau kecurangan yang ditemui.
dipercaya oleh masyarakat. Sehingga mereka
Hal ini tentu saja merupakan kerja keras
akan berlapang dada menerima penetapan
dari Bawaslu untuk mengadakan sosialisasi
hasil pemilu, baik dari segi partai politik,
akan adanya salah satu kewajiban sebagai
calon dan juga pemilih.
masyarakat untuk mengawasi setiap tahapan
Pengawas seharusnya independen dan
penyelenggaran Pemilu, bukan hanya
kewajiban untuk ikut berpartisipasi politik tidak memihak (imparsial) pada salah satu
dalam hal ikut memilih saja. calon atau partai politik peserta pemilu,
sehingga pemilu bisa dilaksanakan secara fair
dan jujur
tanpa diskriminasi. Seluruh calon dan partai pemilu dan masyarakat yang dilibatkan
politik peserta pemilu diperlakukan secara adil dalam pengawasan tahapan
dan sama dari segi pengawasan. penyelenggaraan pemilu harus bersifat
Selain pengawasan partisipatif dari publik independen dan tidak memihak (imparsial)
(masyarakat), partai politik selaku peserta salah satu satu calon / partai politik peserta
pemilu harus menjadi komponen yang ikut pemilu sehingga tidak adanya diskriminasi
mengawasi jalannya pemilu juga bukan hanya terhadap siapa pun;
sebagai peserta saja, artinya mereka juga harus 2. Adanya sosialisasi secara masif yang
memiliki kesadaran untuk menjadi peserta dilakukan oleh Bawaslu untuk membangun
pemilu yang berintegritas dimana tidak mela- kesadaran masyarakat bahwa mereka
kukan pelanggaran pemilu dengan alasan mempunyai kewajiban untuk mengawal
hanya untuk menang. Menjaga dan mengawasi hak pilihnya dalam pemilu dengan cara
kader- kadernya agar menjadi kader yang berpartisipasi dalam pengawasan tahapan
memiliki kesadaran politik bahwa mereka juga penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap
sebagai bagian dari masyarakat yang harus lembaga-lembaga terkait pemantauan pemilu
ikut serta dalam mengawal integritas proses agar mereka ikut mengawasi tahapan penye-
dan hasil pemilu tersebut, terkait juga dengan lenggaraan pemilu bukan hanya pada hari
saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) agar pemungutan suara saja;
saksi- saksi tersebut tidak hanya menunggu 3. Adanya persepsi yang sama antara Bawaslu
menerima hasil dari KPPS saja tetapi ikut dan pihak-pihak yang tergabung dalam
berperan aktif dalam melakukan rekapitulasi/ sentra Gakkumdu (Penegakkan Hukum
penghitungan suara artinya ikut mengoreksi Terpadu) terkait jenis-jenis pelanggaran
yang salah dan bersinergi dengan KPPS dan pemilu dan mekanisme penindakannya;
juga Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). 4. Partai politik juga harus memberdayakan
Partai politik juga harus menyadari saksi-saksi mereka di Tempat Pemungutan
fungsinya sebagai alat sosialisasi politik yang Suara (TPS) terkait pengawasan pada saat
harusnya ikut berperan serta untuk rekapitulasi penghitungan suara agar tidak
membangun asas Luber dan Jurdil di terjadi salah penghitungan suara seperti
masyarakat sebagai tanggung jawab kesalahan dalam menuliskan jumlah suara
politiknya terhadap masyarakat. Selain partai- pada form Model C1;
partai politik, Komisi Pemi- 5. Partai politik juga aktif mengingatkan kader-
lihan Umum sebagai lembaga penyelenggara kadernya untuk menjalankan hak-hak
Pemilu dengan Divisi Hukum dan Peng- politiknya secara jujur dan adil;
awasannya ikut berperan serta dalam 6. Sinergitas antara Bawaslu dengan Komisi
pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu. Pemilihan Umum dan pihak terkait dalam
Hal ini diakomodir dengan diadakannya Hal Pengawasan Seperti Penertiban
sosiali- sasi terhadap semua ketentuan dalam kampanye dan alat-alat peraga kampanye.
setiap tahapan penyelenggaran pemilu
terutama yang sering bermasalah adalah terkait Dengan adanya peranan aktif dari Bawaslu,
kampanye yaitu jadwal dan juga zona Lembaga-lembaga pemantau pemilu dan juga
kampanye. masyarakat dalam mengawasi pemilu, akan
Koordinasi dengan Bawaslu terkait memberikan kesadaran bagi para pelaku
perlunya penekanan terkait kampanye agar politik, penyelenggara pemilu dan stakeholder
dilaksanakan oleh parpol peserta pemilu terkait untuk menjaga diri, menjaga marwah
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan partainya sehingga akan tetap berada pada
tanpa melanggar jadwal dan zona kampanye relnya sesuai dengan porsinya masing-masing,
yang telah ditetapkan. yang pada akhirnya akan melahirkan suatu
pemilu yang demokratis.
SIMPULAN Dengan adanya partisipasi seluruh pemangku
kepentingan dalam pengawasan tahapan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disim- penyelenggaraan pemilu maka diharapkan
pulkan pentingnya pengawasan partisipatif akan dapat menghasilkan pemilu yang
dalam mengawal pemilu yang demokratis, demokratis baik dari prosesnya maupun
yang dapat tercapai apabila : hasilnya.
1. Badan pengawasan pemilu, pemantau
DAFTAR PUSTAKA Pemilu Pembaruan Hukum Pemilu
Menuju Pemilu Serentak Nasional
Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Politik. dan Pemilu Serentak Daerah. Jurnal 9.
Jakarta: Badan pusat Statistik. Jakarta: Yayasan Perludem. Hlm. 1-291.
Bawaslu. (2015). Bimbingan Teknis bagi Pusat Bahasa Depdiknas, (2008). Kamus
Bawaslu Provinsi dalam rangka Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pemilihan Gubernur, Bupati Pendidikan Nasional.
danWalikota Tahun 2015. Diakses pada
http://ppid. Ramadhanil, F., V. Junaidi dan Ibrohim.
bawaslu.go.id/sites/default/files/ (2015). Desain Partisipasi Masyarakat
dokumen%20berkala/1.%20MODUL- dalam Pemantauan Pemilu. Jakarta:
PEMILUKADA-2015.pdf. 19 Februari Kemitraan bagi Pembaruan Tata
2018. Pemerintahan di Indonesia atas
kerjasama dengan Per- kumpulan untuk
Birch, S. (2011). Electoral Malpractice. Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Oxford: Oxford University Press.
Republika.co.id. (2017, 29 Agustus 2017).
Faktualnews.co. (2018). Pilkada Jombang Pemilu 2019 Butuh Lebih dari 800
2018 Terancam tanpa Pemantau Ribu TPS. Diakses pada http://nasional.
Independen. Diakses pada republika.co.id. 9 Maret 2018.
https://faktualnews.co. 9 Maret 2018.
Rumah Pemilu. (2014). Pemilu 2014 di
Junaidi, V. (2013). Pelibatan dan Partisipasi Indonesia Laporan Akhir oleh Rumah
Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu. Pemilu. Diakses pada http://www.
Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan rumahpemilu.com/laporan/Rumah-
Demokrasi (Perludem) Bekerjasama Pemilu-2014-di-Indonesia-Laporan-
dengan The Asia Foundation (TAF) Akhir-April-2015.pdf.15 Oktober 2017.
Kabar-banten.com. (2018, 4 Februari). Simanjuntak, R.A. (2018).
Pemantau Pilkada Kota serang Sepi PengabaianVerifikasi Faktual Dinilai
Peminat. Diakses pada https://www. Perilaku Inkonstitusional. Diakses
kabar.com. 9 Maret 2018. padahttps://nasional.indonews.
Kampuscenter.com. (2016, 11 Juni). 6 Negara com/read/1274814/12/pengabaian-
Demokrasi Terbesar di Dunia. Diakses verifikasi-faktual-dinilai-perilaku-
pada http://www.kampus center.com. inkonstitusional-1516 280702. 19
9Maret 2018. Februari 2018
Krjogja.com. (2017, 15 Oktober). KPU Buka Sindonews.com. (2017, 30 Agustus). KPU
Pendaftaran Pemantau Pemilu. Diakses Tetapkan Pemilih 300 Orang di Tiap
pada http://krjogja.com.9 Maret 2018 TPS. Diakses pada https://nasional.
sindonews. com. 9 Maret 2018.
Maxwell, J. A. (1996). Qualitative
Research Design: An Interactive Suak,J.A.(2017).Pengawasan Partisipatif dan
Approach. California: SAGE Pemantauan Pemilu. Diakses pada http://
Publications. manadopost.online.com/read/2017
/07/28/Pengawasan-Partisipatif-dan-
Norris, P. (2012). Making Democratic
Pemantauan-Pemilu/25212. 28 Februari
Governance Work: The Impact of
2018.
Regimes on Prosperity, Welafare and
Peace. New York: Cambrigde University Surbakti, R. dan H. Fitrianto. (2015). Trans-
Press. formasi Bawaslu dan Partisipasi Masya-
rakat dalam Pengawasan Pemilu.
Pasaribu, A. (2015). Perludem Temukan 140
Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pelanggaran Pilkada 2015. Diakses
Pemerintahan Indonesia
padahttps://www.antaranews.com/
berita/534394/perludem-temukan140- Surbakti, R. (2014). Integritas Pemilu 2014:
pelanggaran- pilkada-2015. 15 Oktober Kajian Pelanggaran, Kekerasan dan
2017. Penyalahgunaan Uang pada Pemilu
Perludem. (2016). Kodifikasi Undang-Undang
2014. Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaru- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
an TataPemerintahan. Pemilihan Umum Anggota Dewan Per-
Surbakti, R. dkk. (2008). Perekayasaan Sistem wakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Pemilihan Umum: untuk Pembangunan Daerah dan Dewa Perwakilan Rakyat
tata Politik Demokratis. Jakarta: Kemit- Daerah.
raan Bagi Tata Pemerintahan di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Pene-
Indonesia. tapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Suswantoro, G. (2016). Pengawasan Pemilu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
Partisipatif. Penerbit : Erlangga. tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan
Walikota Menjadi Undang- Undang
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang tentang Pemilihan Umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan Umum.

Anda mungkin juga menyukai