Anda di halaman 1dari 36

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

Dosen Pengampu :
Septiani Mangiwa, S.Si., M.Si.

Prodi Farmasi FMIPA Uncen


2020
Tujuan

1. Menjelaskan pembentukan senyawa


kompleks
2. Menjelaskan prinsip titrasi kompleksometri
3. Menggambarkan kurva titrasi
kompleksometri
4. Membedakan jenis titrasi kompleksometri
5. Menjelaskan penerapan titrasi
kompleksometri dan perhitungan secara
kuantitatif.
Pendahuluan

 Uang logam terkena air dan udara  muncul noda


kehijauan  indikasi adanya nikel dengan kadar
tertentu.
 Kerak berwarna putih pada kran air, dinding ketel
(pemanas air)  indikasi adanya magnesium dan
kalsium dengan kadar tertentu.
 Salah satu metode penentuan kadar logam –
logam tersebut adalah titrasi kompleksometri.
 Titrasi kompleksometri merupakan salah satu jenis
analisis titrimetri berdasarkan reaksi pembentukan
kompleks.
Pembentukan Senyawa Kompleks

• Senyawa kompleks terbentuk dari reaksi antara ion


logam dengan pengompleks.
• Ion logam berperan sebagai akseptor pasangan
elektron (menyediakan orbital) sehingga disebut
sebagai ATOM PUSAT.
• Pengompleks berperan sebagai donor elektron
pasangan elektron dan disebut sebagai LIGAN.
• Jumlah ligan yang dapat terikat pada ion logam
dinyatakan dengan bilangan koordinasi (2, 4, 6, 8).
• Contoh : reaksi antara ion perak dengan ion sianida
akan membentuk kompleks disiano argentat (I).
Ag+(aq) + 2 CN-(aq) ⇆ [Ag(CN)2 ]- (aq)
bil. Koordinasi ligan = 2
Beberapa Jenis Kompleks Yang Khas

Bil.
Ion
Ligan Kompleks Nama Kompleks Koordina
Logam
-si
Ag+ NH3 Ag(NH3 )2+ Ion diamin perak (I) 2
Hg2+ Cl- HgCl+ Ion dikloro merkuri (I) 2
Cu2+ NH3 Cu(NH3)42+ Ion tetraamin tembaga (II) 4
Ni2+ CN- Ni(CN)42- Ion tetrasiano nikel (II) 4
Co2+ H2O Co(H2O)62+ Ion heksaakuo kobal (II) 6
Co3+ NH3 Co(NH3)63+ Ion heksaamin kobal (III) 6
Cr3+ CN- Cr(CN)63- Ion heksasiano krom (III) 6
Fe3+ CN- Fe(CN)63- Ion heksasiano besi (III) 6
 Reaksi pembentukan kompleks  reaksi asam basa (Lewis).
 Ion logam sebagai akseptor pasangan elektron  asam
Ligan sebagai donor pasangan elektron  basa
 Ligan harus mempunyai paling sedikit 1 pasang elektron
bebas untuk berikatan dengan ion logam.
 Ligan monodentat/unidentat  mempunyai 1 pasang elektron
bebas (PEB). Contoh : NH3.
 Ligan bidentat  mempunyai 2 PEB. Contoh : etilendiamin.
 Ligan polidentat/multidentat  mempunyai lebih dari 2 PEB.
Contoh : EDTA (asam etilendiamintetraasetat).
 Reaksi ion logam dan ligan polidentat menghasilkan
senyawa kompleks kelat
HOOC CH2 H2C COOH
H2 H2
N C C N

HOOC CH2 H2C COOH

 EDTA mempunyai 6 PEB sehingga dapat mengikat ion logam


dengan sangat kuat  senyawa kompleks yang dibentuk
sangat stabil dengan struktur yang kuat.
 EDTA dinyatakan sebagai H4Y
 Ionisasi EDTA :

pKa1 = 2,0; pKa2 = 2,67; pKa3 = 6,16; pKa4 = 10,26.


 Pembentuk kompleks yang sesungguhnya Y4- .
 Pelepasan H+ pada reaksi ionisasi EDTA dapat
mempengaruhi pH.
 EDTA sukar larut dalam air, maka dalam titrasi
kompleksometri digunakan garam di-Natrium nya
(Na2EDTA).
 Kestabilan senyawa kompleks dinyatakan oleh
tetapan kesetimbangannya.
𝑀𝐿𝑛+
Mn+ + L ⇆ MLn+ ; K= 𝑀𝑛+ 𝐿
Semakin besar nilai K  senyawa kompleks
semakin stabil.
 Kestabilan senyawa kompleks dipengaruhi oleh
jenis ligan maupun ion logam.
Prinsip Titrasi
Kompleskometri
• Titrasi komplesometri  titrasi terhadap larutan analit
dengan titran pengompleks untuk membentuk ion atau
senyawa kompleks dengan menggunakan indikator.
• Syarat titrasi kompleksometri : reaksi antara ion logam
dan logan membentuk ion kompleks yang stabil.
• Contoh :
Cu2+(aq) + 4NH3(aq) ⇄ [Cu(NH3)4]2+(aq)

• Reaksi kompleks dapat digunakan dalam titrasi jika


reaksi kompleks tersebut memberikan perbedaan pH
yang cukup besar pada daerah TE dan reaksinya
berlangsung cepat
Indikator dalam titrasi kompleksometrI
i

 Berupa indikator logam  zat warna organik yang membentuk


kelat berwarna dengan ion logam.
 Pemilihan indikator logam :
- Ikatan antara indikator dengan ion logam harus lebih lemah dari
ikatan ikatan ion dengan senyawa pengompleks.
- Menunjukkan perubahan warna yang mudah teramati.
 Beberapa jenis indikator logam

Indikator Rentang pH Analit


Calmagit 9-11 Ba, Ca, Mg, Zn
Eriochrome Black T (EBT) 7,5-10,5 Ba, Ca, Mg, Zn
Eriochrome Blue Black R 8-12 Ca, Mg, Zn, Cu
Murexide 6-13 Ca, Ni, Cu
Pirydilazonaphtol (PAN) 2-11 Cd, Cu, Zn
Asam salisilat 2-3 Fe
Eriochrom Black T (EBT)

OH
OH
EBT  H3In -
O 3S N N

NO2

pH < 6,3 : warna merah


pH 6,3 – 11,6 : warna biru
pH > 11,6 : warna orange

pH : 6,3 pH : 11,6
H2In– HIn2- In-
merah biru orange kekuning-
kuningan
 EBT membentuk kompleks yang stabil berwarna
merah anggur dengan beberapa ion logam (Mg2+ , Ca2+
, Zn2+ dan Ni2+).
 Titrasi dengan EDTA menggunakan EBT dilakukan
dalam larutan penyangga pH 8 -10  bentuk dominan
EBT berupa HIn2- berwarna biru.
 EBT tidak stabil dalam larutan sehingga harus
disiapkan dengan segar untuk mendapatkan
perubahan warna yang sesuai.
Kurva Titrasi
• Kurva titrasi kompleksometri  plot pM (-log [Mn+ ])
vs volume titran.
• Perlu perhatikan : pH dan pK
• Contoh :
50 ml larutan Ca2+ 0,01 M dititrasi dengan EDTA
0,01 M pada pH 10. Diketahui nilai K Ca2+ - EDTA
adalah 5 x 1010 .

a. Sebelum titrasi : pCa = - log [Ca2+ ] = - log 0,01 =2


b. Sebelum TE  penambahan 10 mL EDTA
Ca2+ = 50 mL x 0,01 M = 0,5 mmol
EDTA (Y-4 ) = 10 ml x 0,01 M = 0,1 mmol
Ca2+ + Y 4-  CaY2-
M 0,5 0,1 -
R -0,1 -0,1 + 0,1
S 0,4 - + 0,1

[Ca2+ ] = 0,4 mmol / 60 ml = 0,0067 M = 6,7 x 10-3 M


pCa = - log 6,7 x 10-3 = 3- log 6,7 = 2,17

c. Saat mencapai TE  penambahan 50 mL EDTA


EDTA (Y-4 ) = 50 mL x 0,01 M = 0,5 mmol
Ca2+ + Y 4-  CaY2-

M 0,5 0,5 -
R -0,5 -0,5 + 0,5
S - - 0,5

Pada TE [Ca2+ ] = [Y4+ ] = x


[CaY2- ] = 0,5 mmol / 100 ml = 0,005 M = 5 x 10-2 M
Ca2+ + Y 4-  CaY2- K = 1,8 x 1010
𝐶𝑎𝑌 2−
K= 𝐶𝑎 2+ 𝑌 4−
5 𝑥 10−2
1,8 x 1010 = 𝑥 .𝑥

5𝑥10−2
x = = 5,2 x 10-7
1,8 𝑥1010
[Ca2+ ] = x = 5,2 x 10-7
pCa = - log 5,2 x 10-7 = 7 – log 5,2 = 6,28
d. Penambahan 60 mL EDTA
EDTA (Y-4 ) = 60 mL x 0,01 M = 0,6 mmol
Ca2+ + Y 4-  CaY2-
M 0,5 0,6 -
R -0,5 -0,5 + 0,5
S - 0,1 0,5
[Y 4- ] sisa = 0,1 mmol/ 110 mL = 9,1 x 10-4 M
[CaY2- ] = 0,5 mmol/110 mL = 4,55 x 10-3 M
Ca2+ + Y 4-  CaY2- K = 1,8 x 1010
𝐶𝑎𝑌 2−
K= 𝐶𝑎2+ 𝑌 4−
4,55 𝑥 10−3
1,8 x 1010 = 𝐶𝑎2+ .9,1 𝑥 10−4
[Ca2+ ] = 2,8 x 10-10
pCa = - log 2,8 x 10-10 = 10 – log 2,8 = 9,55
Jenis Titrasi Kompleksometri

a. Titrasi Yang Melibatkan Ligan Monodentat


1. Titrasi ion sianida dengan ion perak
 Dikenal dengan metode Liebig
 Larutan perak nitrat ditambahkan sedikit demi sedikit
melalui buret ke dalam larutan yang mengandung sianida.
Ag+(aq) + CN-(aq) ⇌ AgCN(s) endapan putih
AgCN(s) + CN-(aq) ⇌ Ag(CN)2-(aq)
Ag+(aq) + 2CN-(aq) ⇌ Ag(CN)2-(aq)
kelebihan Ag+(aq) akan bereaksi dengan Ag(CN)2-
membentuk endapan perak disiano perak (I).
Ag+(aq) + Ag(CN)2-(aq) ⇌ Ag [Ag(CN)2 ](s) putih atau
Ag+(aq) + Ag(CN)2-(aq) ⇌ 2 AgCN(s)
 Terjadi endapan  TE tercapai
 Tetapi endapan sianida sulit diamati sehingga
metode Liebig dimodifikasi oleh Deniges.
 Modifikasi Deniges  menambahkan indikator (ion
iodida)  masalah TAT muncul lebih awal karena
endapan perak iodida lebih mudah diamati
dibanding perak sianida sehingga harus ditambahn
amonia.
Ag [Ag(CN)2 ](s) + 4 NH3(g) ⇌ 2 Ag (NH3)2+(aq)
2 Ag (NH3)2+(aq) + I-(aq) ⇌ AgI(s) + 2 NH3(aq)
kuning pucat
Terbentuknya endapan AgI  Terjadinya TAT.
2. Titrasi ion klorida dengan merkuri (II)
 Merkuri (II) dapat bereaksi dengan anion (halida, sianida,
dan tiosianat) membentuk ion kompleks (secara
bertahap).
Hg2+ + Cl- ⇌ HgCl+
HgCl+ + Cl- ⇌ HgCl2
HgCl2 + Cl− ⇌ HgCl3-
HgCl3- + Cl- ⇌ HgCl42-
 Indikator yang digunakan  Natrium nitroprisida (Na2
Fe(CN)5 NO))
 TE  terbentuk endapan putih merkuri ntroprosida
 Indikator utk titrasi ion tiosianat  indikator Fe3+
b. Titrasi Yang Melibatkan Ligan Polidentat
1. Titrasi langsung

 Prinsip : Larutan sampel (mengandung ion logam)


dibuffer pada pH = 10 kemudian dititrasi langsung
dengan larutan baku pengompleks (mis : EDTA).
 Pengendapan logam hidroksida atau garam basa
dengan buffer dicegah dengan menambahkan
pembentuk kompleks pembantu, misalnya : tartrat,
sitrat, atau trietanol amin.
 Larutan buffer yang digunakan NH3 – NH4Cl (pH 9 -10)
 Indikator EBT (untuk titrasi ion Mg, Zn, Ca, dan Cd)
 Indikator murexide (untuk titrasi ion Co, Cu dan Ni)
 Titrasi EDTA  penentuan kesadahan air (Mg dan ca)
pH buffer 10
2. Titrasi Balik

 Disebut juga titrasi kembali


 Digunakan apabila reaksi antara ion logam (kation)
dan EDTA berjalan lambat/tidak ada indikator yang
sesuai.
 Prinsip : larutan sampel (mengandung ion logam)
ditambah EDTA dalam jumlah tertentu dan berlebih,
kemudian ditambah larutan buffer. Kelebihan EDTA
selanjutnya dititrasi dengan larutan standar ion
logam (mis : ZnCl2, ZnSO4, MgCl2 atau MgSO4 ).
 Digunakan untuk menentukan logam-logam yang
mengendap dengan hidroksida pada pH yang
dikehendaki (mis : PbSO4, CaC2O4 )
3. Titrasi Subtitusi

 Digunakana apabila tidak ada indikator logam yang


sesuai untuk reaksi antara kation (ion logam)
dengan EDTA.
 Prinsip : larutan sampel ditambah larutan kompleks
Mg-EDTA dalam jumlah tertentu dan berlebih. Ion
logam(M2+) akan menggantikan Mg dari kompleks
EDTA yang relatif lemah.

M2+ + MgY2- ⇌ MY2- + Mg2+


 Jumlah Mg2+ yang dibebaskan dititrasi dengan
EDTA menggunakan indikator calmagit.
 Jumlah Mg2+ yang dibebaskan tersebut sebanding
dengan jumlah ion logam yang terkandung dalam
sampel.
4. Titrasi Tidak Langsung
 Digunakan untuk penentuan anion yang mengendap
sebagai kation logam tertentu.
 Prinsip : penambahan ion logam secara berlebih
untuk mengendapkan anion pada pH tertentu.
Kelebihan ion logam dititrasi dengan larutan EDTA.
 Misal : Penentuan ion SO42-, ditentukan dengan
menambahkan ion Ba2+ berlebih untuk
mengendapkan BaSO4 pada pH 1. Endapan
disaring dan dicuci. Kelebihan ion Ba2+ dititrasi
dengan larutan EDTA.
 Dapat pula digunakan untuk penentuan ion CO32-,
CrO42- , S2-.
5. Titrasi Alkalimetri

 Prinsip : penambahan larutan standar Na2EDTA ke


dalam larutan sampel yang mengandung ion logam
untuk membentuk kompleks dengan membebaskan
2 mol ionH+ . Ion H+ yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan standar basa menggunakan
indikator asam basa.

Mn+ + H2Y2- ⇌ (MY)(n-4) + 2 H+


Kelebihan Titrasi Kompleksometri

• EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan


komposisi kimiawi tertentu.
• Selektivitas kompleks dapat diatur
• Ditemukan kompleks yang mudah larut dalam air
• Titik ekivalen segera tercapai dan akhir titrasi dapat
digunakan untuk penentuan beberapa logam pada
operasi skala semi mikro.
Penerapan dan Perhitungan Titrasi
Kompleksometri

• Penentuan kesadahan air


- Menggunakan pH 10, indikator EBT.
- Menggunakan pH yang lebih tinggi (pH 12), Mg(OH)2 akan
mengendap.
- Titran yang digunakan harus distandarisasi.
- Standarisasi larutan EDTA dapat menggunakan larutan CaCl2 (0,1
M), buffer pH 10 dan indikator EBT.
- Kesadahan air dinyatakan dalam bentuk [Ca2+ ] dan [Mg2+ ] atau
dapat pula dinyatakan sebagai mg CaCO3 atau ppm (mg/L)
CaCO3.
• Penentuan kadar logam (Ni, Fe, Cr) dalam suatu paduan logam.
• Penentuan kadar logam (Ni, Fe, Cr) dalam suatu paduan logam.
- Paduan logam dilarutkan dalam HNO3 kemudian diencerkan
dengan akuades .
- Perlu penambahan masking agent (agen penopeng) untuk
menopeng ion lain.
Mis : pirofosfat untuk menopeng/masking Fe dan Cr,
heksametiltetraamin untuk menopeng Cr
- Menggunakan indikator murexide.
• Penentuan Ca dan CaCO3 dalam cangkang telur.
- Cangkang telur dicuci bersih, dikeringkan dan dihaluskan,
kemudian dilarutkan dalam akuades dan HCl.
- Menggunakan lar. Buffer amoniak pH 10
- Menggunakan indikator EBT dalam NaCl.
• Penentuan Mg, Cu dan Zn (tanpa pemisahan, dengan
memanfaatkan reaksi masking- demasking selama titrasi EDTA.
menggunakan pH 10, indikator EBT.
Zn dan Cu dimasking dengan KCN sehingga Mg dapat ditentukan.
Zn ditentukan dengan menambahkan formaldehid setelah titik akhir I
tercapai. Penambahan formaldehid akan mendisosiasi Zn(CN)4
sehingga Zn dapat dibebaskan dan ditentukan.
Cu ditentukan dari perbedaan titrasi dengan logam total.
• Farmakope : penentuan kadar bismut subkarbonat, bismut subnitrat,
kalsium karbonat, kalsium klorida dan sediaan injeksinya, kalsium
glukonat, dll.
Larutan EDTA dan Standarisasi Larutan EDTA dengan CaCl2

1. Timbang 4 g dinatrium dihidrogen EDTA dihidrat dan 0,1 g


MgCl2.6 H2O, larutkan dengan akuades, masukkan ke dalam
labu takar 1 L. Tambahkan akuades sampai tanda batas.
Homogenkan.
2. Siapkan larutan standar CaCl2 0,1 M sebanyak 250 mL.
3. Pipet 25 mL larutan CaCl2, masukkan dalam erlenmeyer,
tambahkan 1 mL larutan buffer amonia-amonium klorida (pH
10) dan 2-3 tetes indikator.
4. Titrasi dengan larutan EDTA sampai terjadi perubahan warna
dari merah anggur ke biru.
5. Tentukan konsentrasi larutan standar EDTA
(V.M) larutan EDTA = (V.M) larutan CaCl2
M larutan EDTA = (V.M) larutan CaCl2 / V larutan EDTA
Contoh Soal

1. Suatu sampel kalsium karbonat murni seberat 0,4 g dilarutkan dalam


asam korida dan kemudian diencerkan menjadi 250 mL. Suatu
alikuot sebanyak 25 mL memerlukan 30,26 mL larutan EDTA untuk
titrasi. Hitunglah molaritas larutan EDTA.

Cara I
Cara II
2. Suatu sampel air sebanyak 200 mL memerlukan 18 mL larutan
EDTA 0,03 M. Tentukan kesadahan air dalam ppm CaCO3 ( Mr
= 100 g/mol) .
Jawab :
Ca2+ + Y4-  CaY2-
*) EDTA = Y4-
mol Ca2+ = mol EDTA
= (V.M) EDTA
= 18 ml. 0,03 M = 0,54 mmol
massa CaCO3 = mol x Mr = 0,54 mmol x 100 mg/mmol
= 54 mg
𝑚𝑔 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑥 1000 𝑚𝑙/𝐿
Kesadahan air = 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
54 𝑚𝑔𝑥 1000 𝑚𝑙/𝐿
= 200 𝑚𝑙
= 270 mg/L = 270 ppm
3. Suatu sampel air sebanyak 50 mL mengandung Mg2+ maupun
Ca2+, dititrasi dengan 16,54 mL EDTA 0,01 M dalam suatu
penyangga amonia dengan pH =10. Sebanyak 50 mL sampel
direaksikan dengan NaOH untuk mengendapkan Mg(OH)2 dan
kemudian dititrasi pada pH = 13 dengan 9,26 mL larutan EDTA
yang sama. Hitunglah konsentrasi CaCO3 dan MgCO3 dalam
sampel air tersebut.

(V.M)kesadahan total = (V.M)lar.EDTA


M kesadahan total = (V.M)lar.EDTA/V sampel
= (16,54 mL. 0,01 M )/ 50 mL
= 0,003 M
(V.M)CaCO3 = (V.M)lar.EDTA
M CaCO3 = (V.M)lar.EDTA/V CaCO3
= (9,26 mL. 0,01 M )/ 50 mL
= 0,0018 M
CaCO3 = 0,0018 mol/L x 100 g/mol
CaCO3 = 0,18 g/L = 180 mg /L = 180 ppm

M MgCO3 = M kesadahan total – M CaCO3


= (0,003 – 0,0018) M
= 0,0012 M = 0,0012 mol/L
MgCO3 = 0,0012 mol/L x BM MgCO3
= 0,0012 mol/L x 84,3 g/mol
= 0,101 g/L = 101 mg/L = 101 ppm
Latihan Soal

1. Sebanyak 0,8 g sampel kalsium karbonat (BM =100 g/mol) dilarutkan


dalam asam klorida dan diencerkan menjadi 500 mL. Sebanyak 50 mL
alikuot diambil dan dititrasi dengan 40,34 mL larutan EDTA menggunakan
EBT. Tentukan konsentrasi larutan EDTA tersebut (BM EDTA = 372,2
g/mol).
2. Suatu sampel air sebanyak 100 mL mengandung Mg2+ maupun Ca2+,
dititrasi dengan 15,28 mL EDTA 0,01 M dalam suatu penyangga amonia
dengan pH =10. Sebanyak 100 mL sampel direaksikan dengan NaOH
untuk mengendapkan Mg(OH)2 dan kemudian dititrasi pada pH = 13
dengan 10, 43 mL larutan EDTA yang sama. Hitunglah konsentrasi CaCO3
dan MgCO3 dalam sampel air tersebut.
3. Sebanyak 5,6 g cangkang telur yang telah dikeringkan dan dihaluskan,
dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL, kemudian ditambahkan 25 mL
larutan HCl 6 M dan disaring. Filtrat diencerkan sampai 250 mL dan
sebanyak 10 mL alikuot diambil, dan ditambahkan larutan buffer pH 10
kemudian dititrasi dengan larutan EDTA 0,05 M. Jika volume EDTA yang
diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 44,11 mL. Hitung %
massa CaCO3 dalam cangkang telur.

Anda mungkin juga menyukai