Anda di halaman 1dari 3

TATALAKSANA

A. Psikoterapi
Tujuan psikoterapi adalah untuk menurunkan tingkat keparahan gejala pasien,
sehingga kualitas hidup dan fungsi sosial pasien meningkat. Psikoterapi PTSD
mencakup terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis (Sadock, B. J. dan Sadock, V.
A., 2010).
Beberapa pendekatan psikoterapi di antaranya :
1. Exposure-based therapies (ET)
Terapi berbasis eksposur dilakukan dengan cara memberikan pajanan
terhadap peristiwa traumatik melalui teknik membayangkan atau pajanan
in vivo. Pajanan yang diberikan dapat berupa makhluk hidup, benda mati
situasional, kognitif yang berhubungan dengan kejadian traumatik.
(Abramowitz et al., 2015).
Metode yang dapat dilakukan pada exposure-based therapies, meliputi:
a. Systematic Desensitization
Pajanan diberikan secara bertahap saat pasien rileks. Pajanan
diberikan secara bertahap, bermula dari pajanan lemah hingga yang
paling kuat. Jika cemas masih dirasakan oleh pasien, tingkat
pajanan dikurangi secara bertahap sampai pasien kembali dalam
keadaan rileks.
b. Implosive Therapy
Pajanan diberikan dalam bentuk imajinasi. Pasien diminta untuk
membayangkan kejadian yang berhubungan dengan traumanya.
c. Flooding
Pasien dihadapkan pada pajanan yang paling ditakuti, tanpa proses
bertahap. Flooding memicu timbulnya kecemasan yang akan
mereda secara perlahan. Hal ini dapat menghilangkan ketakutan
pada pasien.

2. Cognitive-behavioral therapies (CT)


Terapi ini bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku pasien
terhadap trauma. Menurut Fenn dan Byrne (2013), teknik yang digunakan
dalam terapi ini meliputi :
a. Kognitif
Teknik kognitif dilakukan dengan menggali sudut pandang dari
pasien terhadap trauma yang dialami dan membantu memperluas
pikiran pasien agar sadar mengenai asumsinya.
b. Perilaku
Metode ini dilakukan dengan cara memberikan jadwal kepada
pasien untuk melakukan aktivitas yang bertujuan untuk membantu
pasien dalam menangani kecemasannya. Pasien diminta untuk
memprediksi mengenai apa yang akan terjadi apabila pasien
melakukan aktivitas tersebut, lalu merekam aktivitasnya dan
membuktikan apakah prediksi pasien tersebut terbukti atau tidak.
Aktivitas dimulai dari yang sulit hingga yang mudah menyebabkan
kecemasan. Pelatihan relaksasi dan pernapasan juga dilakukan untuk
mengurangi aktivitas sistem otonom yang berhubungan dengan
peningkatan kecemasan.

3. Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR)


Terapi EMDR menggunakan metode desensitasi yang berguna untuk
menghilangkan pengalaman sensorik yang berhubungan dengan trauma
pasien. Pasien diminta untuk menggerakkan kedua matanya mengikuti
arah gerakan jari sambil membayangkan tentang pengalaman traumanya.
Kemudian, diminta untuk menarik napas secara dalam dan menghilangkan
ingatan tentang hal yang dibayangkan (Menon dan Jayan, 2010).

B. Farmakoterapi

Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) digunakan sebagai terapi


farmakologi lini pertama pada PTSD. SSRI terbukti mampu mengurangi dan
memperbaiki gejala PTSD karena efektivitas, tolerabilitas dan tingkat keamanannya
(Sadock, B. J. dan Sadock, V. A., 2010).
Beberapa macam SSRI yang dapat digunakan adalah Fluoxetin 10-60
mg/hari, Sertralin 50-200 mg/hari atau Fluvoxamine 50-300 mg/hari (Elvira
dan Hadisukanto, 2010).
Jika gejala masih menetap dengan pemberian obat-obatan lini pertama,
pasien dapat diberi terapi tambahan seperti alpha-adrenergic blocker prazosin
(Minipress) dengan dosis 2-40 mg/hari sebelum tidur untuk mengurangi
gangguan mimpi buruk (Warner et al., 2013).

Antidepresan seperti imipramin dan amiltriptilin juga dapat digunakan dalam


terapi PTSD. Dosis Amiltriptilin adalah 50-300 mg/hari dan dosis Imipramin adalah
50-300 mg/hari (Sadock, B. J. dan Sadock, V. A., 2010).
Obat lain yang juga bisa digunakan dalam terapi PTSD adalah monoxamine
oxidase inhibitor (MAOI) dan antikonvulsan seperti karbamazepin dan asam valproat
(Sadock, B. J. dan Sadock, V. A., 2010).

Anda mungkin juga menyukai