Disusun oleh:
Tonny Wijaya
201811058
A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh
pasien yang menyebabkan distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas
kehidupan. Hal ini mencerminkan disfungsi psikologis dan bukan sebagai akibat
dari penyimpangan social atau konflik dengan masyarakat (Keliat & Pasaribu,
2013, hlm.45). Faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa antara
lain: faktor genetik dan kepribadian dan konsep diri, sedangkan tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, nominal penghasilan, dan dukungan keluarga
terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa tidak menjadi penyebab
terjadinya gangguan jiwa (Yanuar, 2011).
Data dari WHO dalam Yosep dan Sutini (2014, hlm.34), ada sekitar 450 juta
orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. Data dari Balitbangkes (2008)
data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan
hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang.
Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa
di Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan
jiwa ringan 11,6 % dan 0,46 % menderita gangguan jiwa berat. Menurut Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) jumlah Prevalensi gangguan jiwa berat
pada penduduk Indonesia 1,7 permil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Prevalensi gangguan
mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan
prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Pontoh (2013,
hlm.1) menyatakan perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah.
Apabila diungkapkan secara tidak tepat dapat menimbulkan permusuhan dan
agresi yang tidak mampu diungkapkan secara asertif, dapat memanjang hingga
respon yang paling maladaptif. Bila kondisi tersebut tidak diatasi, maka dapat
menyebabkan seseorang rendah diri sehingga sulit untuk bergaul dengan orang
lain. Bila kemampuan bergaul dengan orang lain terganggu akibatnya
memunculkan halusinasi yang membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain (Fitria, 2009).
2
Mengekspresikan perasaan marah dengan perilaku agresif dan menentang
dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif. Apabila pasien
mengekspresikan marah dengan cara asertif akan memberikan ketenangan pada
pasien. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pasien untuk mengontrol
marah antara lain: berbicara positif tentang diri sendiri, merubah lingkungan,
menuliskan perasaan klien, mendengarkan musik, medikasi dan latihan relaksasi
(Keliat & Pasaribu, 2013).
Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang dilakukan dengan
cara pasien menegangkan dan melemaskan otot secara berurutan dan
memfokuskan perhatian pada perbedaan perasaan yang dialami antara saat otot
rileks dan saat otot tersebut tegang (Kozier, et al., 2010). Perubahan yang
diakibatkan oleh relaksasi otot progresif yaitu dapat mengurangi ketegangan otot,
menurunkan laju metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan konsentrasi,
serta memperbaiki kemampan untuk mengatasi stressor (Potter & Perry, 2005).
Sebagai seorang perawat kita harus menerapkan penanganan yang tepat bagi
pasien dimana banyak berbagai bentuk penanganan untuk terapi dengan pemilihan
penanganan yang seksama dan telah teruji diharapkan tingkat kesembuhan pasien
akan meningkat.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan pasien dapat mengetahui dan
mempraktekan terapi relaksasi otot progresif.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan pasien dapat mengetahui
tentang:
a) Pengertian relaksasi otot progresif
b) Tujuan relaksasi otot progresif
c) Indikasi pelaksanaan relaksasi otot progresif
d) Cara melakukan relaksasi otot progresif
C. METODE PELAKSANAAN
Ceramah, tanya jawab, dan simulasi.
3
D. SASARAN DAN TARGET
Sasaran : Pasien di ruang Gembira
Target : Pasien di ruang Gembira
F. SETTING TEMPAT
A
Keterangan :
A. Perawat
B. Pasien
B B B
4
3. Menjelaskan alat
yang dibutuhkan
relaksasi otot
progresif
4. Menjelaskan
prosedur relaksasi
otot progresif
5. Memberikan
kesempatan pasien
bertanya
Penutup 1. Evaluasi dengan Menjawab
10 menit memberikan pertanyaan
pertanyaan secara Memperhatikan
lisan Menjawab salam
2. Menyimpulkan
materi
3. Mengucapkan terima
kasih
4. Salam penutup
I. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
Kontrak waktu dengan pasien 1 hari sebelumnya.
Media penkes tersedia dengan jelas.
Lingkungan mendukung saat akan diadakan penkes.
2. Evaluasi Proses
Target sasaran hadir pada saat pendidikan kesehatan.
Media dapat digunakan dengan baik.
Ppasien berpartisipasi aktif dalam ceramah.
3. Evaluasi Hasil
Pasien mampu menjelaskan pengertian relaksasi otot progresif
Pasien mampu menyebutkan manfaat relaksasi otot progresif.
Pasien bisa melakukan teknik-teknik relaksasi otot progresif.
Pasien mengetahui prosedur relaksasi otot progresif.
REFERENSI
5
1. Setyoadi, K. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Jiwa pada Klien
Psikogeriatrik.Jakarta : Salemba Medika
2. Perry, Patricia A., & Potter, Anne Griffin.(2005). Fundamental Keperawatan
buku I edisi 7.Jakarta : Salemba Medika
3. Ramdhani, N., & Putra, A., A. 2006. Pengembangan Multimedia Relaksaasi.
(http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/08/ relaksasi-
otot.pdf). Diakses pada 30 November 2020
4. Pangestika A. M., Rochmawati D. H., Purnomo. Pengaruh Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah Pada Pasien Risiko Perilaku
Kekerasan Di Rsjd Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. 2016;
tersedia dari: URL http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmu
keperawatan/article/view/513 [Diakses pada 30 November 2020]
6
A. Pengertian
Relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk mengurangi
ketegangan dan kecemasan. Relaksasi progresif merupakan suatu terapi relaksasi
yang diberikan kepada pasien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian
relaksasi. Teknik ini dapat digunakan oleh pasien tanpa bantuan terapis dan mereka
dapat menggunakannya untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan yang dialami
sehari-hari di rumah.
Dalam buku Student manual for theory and practice of counseling and
psychotherapy, oleh Gerald Corey pada tahun 2005, istilah relaksasi sering
digunakan untuk menjelaskan aktifitas yang menyenangkan.Rekreasi, olahraga, pijat,
dan menonton bioskop.Semua bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
suasana rileks merupakan contoh yang banyak diaggap sebagai relaksasi.
Oleh karena itu efek yang dihasilkan adalah perasaan senang, relaksasi mulai
digunakan untuk mengurangi ketegangan psikis yang berkaitan dengan permasalahan
kehidupan. Dalam relaksasi otot (progresive muscle relaxation) sendiri, individu akan
diberikan kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan sekelompok
otot tertentu kemudian melepaskan ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan
keduanya, klien mulai membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan
rileks.
Relaksasi progrsif adalah suatu cara dari teknik relaksasi yang
mengkombinasi latihan nafas dalam dan serangkaian kontraksi dan relaksasi otot.
Relaksasi progresif yaitu teknik merelaksasikan otot dalam pada bagian tubuh
tertentu atau seluruhnya melalui teknik program terapi ketegangan otot.Teknik
relaksasi otot dalam merupakan teknik relaksasi yang tidak membutuhkan imajinasi
atau sugesti.
B. Manfaat
3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
memfokus perhatian seperti relaks.
7
5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
Persiapan Alat-alat:
tempat dan
1. Ruang yang sejuk, tidak gaduh dan alami
alat
2. Tempat tidur atau kursi dengan sandaran rileks ada
penopang untuk kaki dan bahu.
Persiapan 1. Menyiapkan lingkungan yang memungkinkan
melakukan kegitan relaksasi progresif.
2. Menjelaskan teknik dasar prosedur yang akan
dilakukan dengan cermat agar bisa dimengerti oleh pasien (gunakan
otak kanan yang bersifat menerima).
3. Menjelaskan lama waktu relaksasi progresif yang
efektif (10-20 menit).
4. Meminta kepada pasien untuk berdiri, melepaskan alas
kaki, mememosisikan badan senyaman mungkin dan tidak saling
bersentuhan dengan anggota tubuh yang lain serta benda yang ada
disekitar.
Proses a. Meminta pasien untuk memejamkan mata dengan
relaksasi lembut dan perlahan-lahan.
progresif b. Meminta pasien untuk menarik napas dalam dan
menghembuskan napas dengan panjang.
c. Meminta kepada pasien untuk menarik napas dalam:
1. Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a. Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b. Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
c. Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi
selama 10 detik.
d. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali
8
sehingga dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot
dan keadaan relaks yang dialami.
e. Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2. Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan
bagian belakang.
a. Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan
tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.
b. Jari-jari menghadap ke langit-langit.
Gambar gerakan 3
9
4. Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu
supaya mengendur.
a. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan
hingga menyentuh kedua telinga.
b. Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan
yang terjadi di bahu punggung atas, dan leher.
Gambar 4
5. Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-
otot wajah (seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a. Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan
alis sampai otot terasa kulitnya keriput.
b. Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan
gerakan mata.
6. Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan
ketegangan yang dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti
dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot
rahang.
7. Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot
di sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan
dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
10
Gambar 5, 6, 7 dan 8
8. Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher
bagian depan maupun belakang.
a. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang
baru kemudian otot leher bagian depan.
b. Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c. Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian
belakang leher dan punggung atas.
9. Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher
bagian depan.
a. Gerakan membawa kepala ke muka.
b. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
10. Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b. Punggung dilengkungkan
c. Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10
detik, kemudian relaks.
d. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
11. Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya.
b. Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan
11
ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
c. Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan
lega.
d. Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan
antara kondisi tegang dan relaks.
Gambar 13,14
12
terasa tegang.
b. Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
c. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.
13