Anda di halaman 1dari 19

PEMURNIAN ENZIM

PENDAHULUAN
Enzim adalah salah  satu yang berfungsi sebagai biokatalisator. Enzim merupakan
senyawa protein yang  dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk
hidup. Enzim bersifat sangat spesifik baik jenis maupun  reaksi substratnya.
Dalam tubuh manusia sendiri terdapat berjuta-juta enzim yang mana peran masing-
masing enzim tersebut sangat spesifik. Untuk itulah kemudian ada suatu system  penamaan
enzim. Dalam tata cara penamaan enzim, biasanya diawali dengan nama substrat dan di akhiri
dengan akhiran –ase. Sebagai contoh enzim sucrose, enzim ini berperan secara spesifik dalam
menghidrolisis sukrosa. Lalu ada lagi enzim lipase, yang berperan dalam hidrolisis lemak (lipid).
Ada begitu banyak jenis enzim, masing-masing memiliki kecepatan  bekerja yang
berbeda-beda. Hal yang berkaitan dengan sebebrapa cepat enzim  bekerja inilah yang disebut
dengan  Kinetika Enzim. Dalam makalah ini , kami berharap semoga pembaca dapat
lebih memahami apa yang  dimaksud dengan kinetika enzim dan hubungannya dengan
persamaan Michaelis-Menten.
Enzim adalah molekul protein yang biasanya memanipulasi molekul lain - substrat
enzim. Ini target molekul mengikat ke situs aktif enzim dan diubah menjadi produk melalui
serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme enzimatik.Mekanisme ini dapat dibagi ke
dalam mekanisme tunggal-substrat dan multiple-substrat. Studi kinetik pada enzim yang hanya
mengikat satu substrat, seperti isomerase triosephosphate, bertujuan untuk mengukur afinitas
dengan enzim yang mengikat ini substrat dan tingkat turnover.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik.
Teknik ini dipelopori pada tahun 1937 oleh ahli kimia Swedia Arne Tiselius untuk pemisahan
protein. Sekarang telah meluas ke banyak pemisahan kelas yang berbeda lain dari biomolekul termasuk
asam nukleat, karbohidrat dan asam amino. Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung
sampel yang akan dipisahkan.
Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul,
misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu
medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka
molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut
tergantung pada muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Pergerakan ini
dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati
dan kondisi elektris lingkungan:
F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah medan listrik.Secara
umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.
a.      Jenis-Jenis Elektroforesis dan Cara Kerja
1.     Elektroforesis Kertas
Kisah teknik pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan biokimia di awal
tahun 1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular DNA/RNA hidrolisis. Saat itu,
tepatnya tahun 1952, Markham dan Smith mempublikasikan bahwa hidrolisis RNA
terjadi melalui mekanisme pembentukan zat antara (intermediate) posfat siklik, yang kemudian
menghasilkan nukleosida 2′-monoposfat dan 3′-monoposfat. Ternyata mereka menggunakan
suatu peralatan yang dapat memisahkan komponen campuran reaksi hidrolisis tadi, salah satunya
yaitu nukleotida ‘siklik’ yang membawa pada kesimpulan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui
pembentukan intermediate posfat siklik. Peralatan itu dinamakan ‘elektroforesis‘, yang dibuat
dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah tangki kecil dan berbagai larutan penyangga
(buffer). Nukleotida yang sudah terhidrolisis ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik
dialirkan melalui kedua ujung alat elektroforesis.

Arus listrik yang dialirkan ini ternyata dapat memisahkan campuran kompleks reaksi tadi
menjadi komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan minor antara struktur molekul
RNA yang belum terhidrolisis, zat antara (intermediate) dan hasil reaksi (nukleosida 2′-
monoposfat dan nukleosida 3′-monoposfat) yang menyebabkan mobilitas alias pergerakan
mereka pada kertas saring berbeda-beda kecepatannya. Karena pada akhir proses elektroforesis
komponen tersebut terpisah-pisah, sehingga dapat mengisolasi dan mengidentifikasi setiap
komponen tersebut.

Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai fase diam
dan partikel yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ion-ion kompleks. Pemisahan ini terjadi
akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang system pemisahan. Pergerakan partikel dalam kertas
tergantung pada muatan atau valensi zat terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan,
konsentrasi elektrolit, kekuatan ion, pH, viskositas, dan adsorbsivitas zat terlarut.

2.      Elektroforesis Gel Kanji


Selanjutnya teknik elektroforesis dikembangkan untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar.
Tahun 1955 Smithies mendemonstrasikan bahwa gel yang terbuat dari larutan kanji dapat
digunakan untuk memisahkan protein-protein serum manusia. Caranya yaitu dengan
menuangkan larutan kanji panas ke dalam cetakan plastik, setelah dibiarkan mendingin kanji
tersebut akan membentuk gel yang padat namun rapuh. Gel kanji berperan sebagai fasa diam
(stationary phase) menggantikan kertas saring Whatman pada teknik terdahulu. Ternyata
elektroforesis gel yang diperkenalkan Smithies memicu para ilmuwan untuk menemukan bahan
kimia lain yang dapat digunakan sebagai bahan gel yang lebih baik, seperti agarosa dan polimer
akrilamida.  Dan penemuan elektroforesis gel kanji di awal karir Smithies membawanya
menerima hadiah nobel bidang kedokteran tahun 2007.

Gambar Elektroforesis Gel Kanji                   Gambar Elektroforesis Gel

Teknik elektroforesis gel makin berkembang dan disempurnakan, hingga 12 tahun


kemudian ditemukan gel poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang
terbentuk melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida. PAGE ini sanggup
memisahkan campuran DNA/RNA atau protein dengan ukuran lebih besar. Meskipun aplikasi
elektroforesis makin berkembang luas, namun ternyata teknik ini masih menyerah jika digunakan
untuk memisahkan DNA dengan ukuran yang super besar, misalnya DNA kromosom. Campuran
DNA kromosom tidak dapat dipisahkan meskipun ukuran mereka berbeda-beda.

Gambar Prosedur Kerja Elektroforesis Gel

3.      Pulse-Field Gel Electrophoresis (PFGE)


Pertengahan 1980-an, Schwartz dan Cantor memberitahukan ide cerdasnya untuk memisahkan
campuran DNA berukuran super besar menggunakan teknik yang dinamakan Pulse-field
Gradient Gel Electrophoresis (PFGE), yang menggunakan pulsa-pulsa pendek medan listrik
tegak lurus yang arahnya berganti-ganti. Teknik PFGE kini digunakan secara luas oleh para ahli
biologi dalam studi genotyping berskala masif, juga analisa epidemiologi molekular pada
patogen. Keempat teknik di atas merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya
dalam bidang biologi molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit dibayangkan sebuah
laboratorium biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu tanpa teknik elektroforesis. Tanpa
elektroforesis, DNA/RNA yang sedang kita teliti akan bercampur dengan kontaminan yang tidak
kita inginkan, sulit pula membayangkan cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih
praktis selain dengan elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun sangat
bergantung pada teknik elektroforesis ini.

Elektroforesis digunakan untuk meneliti DNA dalam berbagai bidang, misalnya :

1.      Di bidang kepolisian teknik ini digunakan nuntuk pemeriksaan DNA, setiap orang memiliki
karakteristik khusus, misalnya sidik jari. Sehingga membantu polisi dalam mengungkap sebuah
kasus.
2.      Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk
memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR.

3.      Memudahkan identifikasi protein yang terdapat pada sebuah DNA.

B.     Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan
antara fase gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada
pada larutan. Molekul yang terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan
fase diam. Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak
lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam tipe molekul
dapat dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokannya.
Contoh pada mekanisme pemisahannya kromatografi dibedakan menjadi berdasarkan pada alat
yang dignakn kromatografi dibedakan atas :
1.      Kromatografi lapis tipis
2.      Kromatografi penukar ion
3.      Kromatografi Penyaringan Gel
4.      Kromatografi Elektroforesis
5.      Kromatografi kertas
6.      Kromatografi gas
Macam-macam kromatografi :
1.      Kromatografi Lapis Tipis
Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng gelas atau alumunium yang dilapisi dengan
lapisan tipis alumina, silika gel, atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada
umumnya dijadikan metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
2.      Kromatografi Penyaringan Gel
Merupakan proses pemisahan dengan gel yang terdiri dari modifikasi dekstran-molekul
polisakarida linier yang mempunyai ikatan silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk
susunan seperti saringan yang dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukurannya.
Molekul dengan berat antara 100 sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan dipisahkan.
Kromatografi permeasi gel merupakan teknik serupa yang menggunakan polistirena yang
berguna untuk pemisahan polimer.
3.      Elektroforesis
Merupakan kromatografi yang diberi medan listrik disisinya dan tegak lurus aliran fasa gerak.
Senyawa bermuatan positif akan menuju ke katode dan anion menuju ke anoda. Sedangkan
kecepatan gerak tergantung pada besarnya muatan.

C.     Imunokimia
Imunokimia adalah suatu kajian imunologi yang berfokus pada level kimia/ biokimia.
Imunokimia juga menerangkan secara rinci molekul -molekul dan reaksi- reaksi yang terlibat
dalam sistem kekebalan, ini berkembang pesat dengan adanya teknik laboratorium canggih (RIA,
ELISA, Immunochemistry, dll). imunokimia berfungsi menerangkan reaksi kimia masuknya
benda asing. contoh lewat pencernaan, urine, dan lain-lain. setelah itu, dibahas juga reaksi- reaksi
yang terjadi di dalamnya.
a.    Pada organisme tinggi, sistem kekebalan merupakan salah satu dari tiga jajaran utama
pertahanan tubuh, yaitu :
1.         Kulit dan berbagai epitel pelapis alat tubuh, berfungsi sebagai pelindung terhadap kontak
dengan lingkungan.
2.         Mekanisme non spesifik pada tiap inang, yaitu untuk mengatasi mikroorganisme patogen seperti
pelepesan sel, pengaturan pH, bersin, dsb.
3.         Sistem kekebalan tubuh itu sendiri.

b.      Dalam sistem kekebalan tubuh akan melibatkan antibodi dan antigen, antigen yang masuk akan
ditolak oleh tubuh melalui 2 cara, yaitu:
1.      Dengan membuat suatu protein khusus (antibodi) yang akan melekat pada bahan asing (antigen),
tanggapan ini disebut Respon Kekebalan Humoral.
2.      Dengan peran sel limfosit khusus, yaitu sel T. Limfosit yang punya kemampuan untuk mengikat
antigen dan akan dimusnahkan, tanggapan ini disebut Respon Kekebalan Selular.

c.       Kedua tanggapan tersebut berkaitan erat dengan sel darah putih. Dan yang     terdapat dalam sel
darah putih antara lain:
1.      Reaksi hypersensitive
2.      Helper T- Cells
3.      Killer T cells
4.      Sel  NK natural killer
5.      Macrophages
6.      Complement
7.      Classical pathway
8.      Lectin pathway
9.      Alternate pathway
contoh peran imunokimia:
1.      Antibodi dan immunoglobulin merupakan suatu glikoprotein. dalam biokimia adalah DNA,
suatu polinukleotida.

D.     Penggolongan enzim


Enzim diberi nama dengan tambahan -ase dibelakangnya (tidak semua enzim),misalkan enzim
maltase,lipase dan karboksilase. Berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu reaksi
maka enzim dapat digolongkan menjadi beberapa golongan:
1.      Golongan Hidrolase,yaitu enzim yang dengan penambahan air (adanya air) dapat mengubah
suatu substrat menjadi hasil akhir.Misalnya karboksilase,protease dan lipase.
2.      Golongan Desmolase,yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan C-C atau C-
N.Contohnya enzim-enzim peroksidase,dehidrogenase,katalase dan karboksilase. 
Dengan berkembangnya ilmu genetika dan dilakukannya percobaan di bidang ini,Dapat
dibuktikan bahwa pembentukan enzim/kelompok enzim diatur oleh gen/kelompok gen dalam
kromosom.George Breadle dan Edward Tatum mendapat hadiah nobel tahun 1958 dalam
menemukan gen-gen pengendali sintesis protein dan enzim yang disimpulkan dalam suatu
teori “one gene,one enzym”. Sifat-sifat enzim:
1.      Sebagai Biokatalisator : jumlah tidak perlu banyak,mempengaruhi kecepatan reaksi kimia tetapi
tidak berubah akibat reaksi kimia tersebut,menurunkan energi aktivasi.
2.      Spesifik : Suatu enzim hanya akan aktif pada substrat yang cocok/pasangannya.
3.      Dipengaruhi suhu : Suhu maksimum,Suhu optimum (40’C),dan Suhu minimum.
4.      Dipengaruhi pH : Enzim akan aktif pada pH tertentu saja.
5.      Terdapat diluar dan didalam sel.
        Beberapa reaksi imia dalam tubuh mahluk hidup terjadi sangat cepat. Hal ini terjadi karena
adanya suatu zat yang membantu proses tersebut. Bila zat ini tidak ada ada maka proses – proses
tersebut akan terjadi lambat atau tidak berlangsung sama sekali. Zat tersebut dikenal dengan
nama fermen atau enzim.
Enzim adalah bio katalisator , yang artinya dapat mempercepat reaksi – reaksi biologi tanpa
mengalami perubahan struktur kimia. 

E.     Kinetika Katalitik Enzim


Kinetika  enzim adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada kinetika enzim,
laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi. Mempelajari kinetika enzim dalam
hal ini dapat mengungkapkan mekanisme katalitik enzim, perannya dalam metabolisme,
bagaimana aktivitasnya dikendalikan, dan bagaimana suatu obat atau agonis dapat menghambat
sebuah enzim.
Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait dengan pengukuran kuantitatif dari
kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg
mempengaruhi kecepatan tersebut. Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi
jumlah dan urutan tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim
menjadi produk.
Mempelajari kinetik enzim juga merupakan dasar untuk mengidentifikasi kekuatan
pengobatan dari obat tertentu yang secara selektif menghambat kecepatan proses yang dikatalisis
oleh enzim. Bersama dengan mutagenesis yang disengaja dan teknik lain yang mengganggu
struktur protein, analisis kinetik juga mengungkapkan secara mendalam mekanisme katalitik.
Aktivitas seperangkat enzim yg seimbang dan lengkap merupakan dasar penting untuk
mempertahankan homeostasis. Pemahaman tentang kinetik enzim penting untuk memahami
bagaimana stress fisiologis seperti anoksia, asidosis atau alkalosis metabolik, toksin dan senyawa
farmakologik mempengaruhi keseimbangan tersebut. Persamaan kesetimbangan di bawah
menjelaskan reaksi satu molekul dari masing-masing substrat A dan B untuk membentuk satu
molekul dari masing-masing produk P dan Q.
A + B « P + Q (i)
Tanda panah ganda menunjukkan reversible (terbalikan). Jika A dan B dapat membentuk P
dan, maka P dan Q juga dapat membentuk A dan B. Dengan demikian penentuan suatu reaktan
sebagai “substrat” atau “produk” sedikit banyak bersifat arbitrer karena produk suatu reaksi
yang dituliskan dalam satu arah adalah substrat bagi reaksi yang berlawanan. Namun, istilah
“produk” sering digunakan untuk menandai reaktan yang pembentukannya menguntungkan
secara termodinamis.
A + B ® P + Q (ii)
Tanda panah satu arah menunjukkan irreversible (tidak terbalikan). Digunakan untuk
menjelaskan reaksi di dalam sel hidup tempat produk reaksi diatas segera dikonsumsi oleh reaksi
selanjutnya yang dikatalisis oleh enzim. Oleh karena itu, pengeluaran segera produk P atau Q
secara efektif meniadakan kemungkinan terjadinya reaksi kebalikan sehingga persamaan (ii)
secara fungsional menjadi irreversibel pada kondisi fisiologis. Contohnya adalah ketika kita
bernapas. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan kinetika  Enzim :
1.            Suhu
2.            PH
3.            Persamaan Michaelis-Menten dan Hill (Model Pengaruh Kadar Substrat)
4.            Konsentrasi enzim
5.            Aktifator dan inhibitor

F.      Persamaan Michealis-Menten


Pada pembahasan berikut, reaksi enzim dianggap seolah-olah hanya memiiki satu substrat dan
satu produk. Sementara kebanyakan enzim memiliki lebih dari satu substrat, prinsip-prinsip yang
dibahas di bawah juga berlaku bagi enzim dengan banyak substrat. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi
substrat akan menaikkan kecepatan reaksi.
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak antara enzim dengan
substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian enzim yang disebut bagian aktif. Pada
konsentrasi substrat rendah, bagian aktif enzim ini hanya menampung sedikit substrat. Bila
konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim
pada bagian aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar
dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Namun dalam keadaan ini,
bertambah besarnya konsentrasi susbstrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi
kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar.
Peningkatan konsentransi substrat dapat meningkatkan kecepatan reaksi bila jumlah enzim
tetap. Namun pada saat sisi aktif semua enzim berikatan dengan substrat, penambahan substrat
tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim selanjutnya. Enzim mempunyai spesifitas yang
tinggi. Apabila substrat cocok dengan enzim naka kinerja enzim juga akan optimal
Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan v1 hingga
tercapai nilai maksimal Vmax (Gambar 8-3). Jika peningkatan lebih lanjut konsentrasi substrat
tidak meningkatkan v1, enzim dikatakan “jenuh” oleh substrat. Perhatikan bahwa bentuk kurva
yang menghubungkan aktivitas dengan konsentrasi substrat (Gambar 8-3) tampak hiperbolik.
Pada setiap saat, hanya molekul substrat yang berkaitan dengan enzim dalam bentuk kompleks
v1 = Vmax[S] / Km + S
Keterangan:
v1      = kecepatan reaksi.
Vmax = kecepatan maksimum.
S = substrat
Km   = kadar substrat yang memberikan kecepatan reaksi separuh kecepatan reaksi maksimal
pada kadar enzim tertentu.

Tergantung pada kecepatan reaksi inisial kadar S dan Km dapat digambarkan dengan
mengevaluasi persamaan tersebut dibawah 3 keadaan:
1.      Jika  kadar S < kadar Km. v sesuai kadar S Maka untuk menentukan aktivasi enzim digunakan
substrat yang di bawah
2.      Jika kadar S > kadar Km. v = V “Maka harus pada kondisi optimal”
3.      Bagaimana kalau kadar S = Km. v = ½ V. Maka:

ES yang dapat diubah menjadi produk. Kedua, konstanta kesetimbangan untuk pembentukan
kompleks enzim-substrat tidaklah besar tanpa batas. Jika terdapat kelebihan substrat (titik A dan
B di Gambar 8-4), hanya sebagian enzim yang mungkin berada dalam bentuk kompleks ES.
Dengan demikian di titik A atau B, peningkatan atau penurunan [S] akan meningkatkan atau
menurunkan jumlah kompleks ES disertai perubahan yang sesuai di v1. Di titik C (Gambar 8-4),
pada hakikatnya semua enzim terdapat dalam bentuk kompleks ES. Karena tidak ada enzim
bebas yang tersedia untuk membentuk ES, peningkatan lebih lanjut [S] tidak dapat meningkatkan
laju reaksi. Dalam kondisi ini, v1 semata-mata bergantung pada—dan karenanya dibatasi oleh—
kecepatan disosiasi (penguraian) produk enzim tersebut sehingga enzim ini dapat mengikat lebih
banyak substrat.
TEKNIK PEMURNIAN DAN KINETIKA ENZIM

A.     Teknik Pemurnian Enzim


Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang
tidak diinginkan. Ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian enzim:
1.      Kualitas, perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis
dan denaturasi.
2.      Kuantitas, perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni.
3.      Ekonomis, perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun
industri.
Pemurnian enzim umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan
garam atau pelarut organik, sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi kolom
(Scopes, 1987). Adapun langkah-langkah pemurnian enzim sebagai berikut:
1.      Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Pengendapan dengan garam anorganik atau pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan
konsentrasi enzim dan merupakan langkah awal proses pemurnian enzim. Garam anorganik yang
efektif digunakan dalam fraksinasi adalah berupa kation monovalent seperti (NH 2)2SO4.
Amonium sulfat merupakan garam yang umumnya digunakan karena mempunyai keuntungan:
memiliki daya larut yang tinggi dalam air, tidak mengandung zat yang bersifat toksik, protein
stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M, protein terlindungi dari denaturasi, dan membatasi
pertumbuhan bakteri serta relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang
merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam
dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Berdasarkan fenomena ini, proses    
kelarutan protein terbagi dua yaitu: proses salting in dan salting out. Kelarutan protein pada pH
dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat sampai pada konsentrasi
tertentu (salting in). Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan
protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin
banyak sehingga terjadi penarikan air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa
pengendapan ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap
(Harris, 1989; Scopes, 1987) seperti terlihat pada (Gambar 6). Filtrat  enzim yang telah dijenuhi
dengan amonium sulfat dibiarkan satu malam  pada suhu 4oC agar protein terdegradasi dan
mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah protein (Scrimgeour, 1977). 
2.      Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki adanya kelebihan garam, oleh karena itu garam yang
tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan cara dialisis. Dialisis merupakan metode
yang paling dikenal untuk menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain
yang berukuran kecil. Proses dialisis ini dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di
dalam membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan penyangga
atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya garam
akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan. Tetapi setelah proses
dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya
ion penting yang dapat berfungsi mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer,
1979).
3.      Kromatografi kolom
Pemisahan enzim dari protein lain dapat dilakukan secara kroma-tografi kolom dengan prinsip
kerja pemisahan protein berdasarkan sifat fisik dan kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja
tersebut, Stanburry dan Whitaker (1984) membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa
kelompok, yaitu: kromatografi penukar ion, interaksi hidrofobik dan kroma-tografi filtrasi gel
seperti uraian berikut :
a. Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan metode pemisahan berdasar-kan muatan molekul
di bawah kondisi pH dan kekuatan ion tertentu.  interaksi elektrostatik dari berbagai jenis ligan
bermuatan pada matriks dengan gugus yang dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan
mekanisme pemisahan. Penukar anion yang bermuatan positif dipilih untuk mengikat molekul
asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif memberikan mekanisme pemisahan
untuk molekul bersifat basa. Karena enzim memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan
pemisahan dengan metode tersebut terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga
aktivitas enzim tetap dapat dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan  oleh rantai samping dari
asam amino penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam amino histidin, lisin, arginin
dan gugus amino dari  N-terminal, sedangkan muatan negatif disumbangkan oleh aspartat,  
glutamat dan gugus karboksil pada C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah
relatif gugus bermuatan positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat
keasaman protein atau  enzim dengan jumlah muatan positif dan negatif sama dikenal sebagai
“pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada umumnya protein memiliki   nilai pH sekitar 5,0-
9,0. Protein yang memiliki pH di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah
nilai pl akan bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Prinsip kromatografi penukar ion adalah penggunaan matriks penukar ion yang mengikat
secara kovalen gugus fungsi bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus fungsi yang
bermuatan positif pada penukar anion. Matriks berupa polimer elastis dan mengandung senyawa
resin sintetik yang terbuat dari bahan dekstran: selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation
yaitu karboksimetil selulosa (CMC), dan matriks penukar kation yaitu dietil aminoetil (DEAE)-
selulosa dan DEAE-sefadeks (Standburry dan Whitaker, 1984; Scopes, 1987).
b. Kromatografi Interaksi Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan
hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara
permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang terikat secara kovalen pada matriks
(Standburry dan Whitaker, 1984). Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim
akan terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Matriks yang umum digunakan
bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau butil sefarosa (Roe, 1989;
Suhartono, 1989).
Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi
ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui
interaksi hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein
yang terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi dengan eluen yang kekuatan ionnya semakin
menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari tinggi ke yang lebih rendah (Roe, 1989).
c. Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein dan makro molekul biologi lain
berdasarkan ukuran molekul, jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul seperti terlihat pada
gambar 10. Proses pemisahan ini menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut
dalam air) dan mengalami reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga dekstran menjadi tidak
larut dalam air, tetapi masih dapat menyerap molekul air dalam molekulnya (Scopes, 1987).
Daya serap matriks bergantung pada jumlah ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks
atau gel dekstran disebut juga sebagai sefadeks, misalnya sefadeks G-50. Huruf dan nomor
menunjukkan bahwa safadeks tersebut dapat dikembangkan (Swelling) dengan air atau larutan
penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks ini berpori
yang dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih kecil akan
masuk ke dalam pori matriks dan bergerak lebih lambat, sedangkan molekul yang lebih besar
akan bergerak lebih cepat karena tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan demikian
kromatogram molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai komponen awal.

B.     Kinetika Enzim


Dalam reaksi enzimatis, konsentrasi subtrat dan produk biasanya ratusan atau bahkan ribuan
kali lebih besar dibandingkan dengan konsntrasi enzim. Akibatnya setiap molekul enzim bekerja
mengkatalisis reaksi pengubahan dari banyak molekul subtrat menjadi produk.
Pengubahan subtrat menjadi produk melibatkan pembentukan suatu keadaan peralihan
(transition state), yang umumnya terjadipada suatu tempat pada molekul enzim yang disebut
situs katalitik (catalytic site). Kompleks yang terbentuk disebut kompleks enzim-substrat (ES).
Produk akan terbentuk ketika komplek ES terurai melepaskan enzim kembali ke bentuk semula.
Antara pengikatan substrat oleh enzim dan terbebtuknya produk serta enzim kembali dalam
keadaan semula, terjadi serangkaian reaksi yang kompleks.
E + S ==== ES ==== ES* ==== EP ==== E+P
Pada awalnya terbentuk kompleks ES, yang kemudian berubah menjadi bentuk peralihan
ES*, lalu menjadi bentuk EP, dan akhirnya terurai menjadi produk dan enzim kembali keadaan
semula.
Kinetika dari reaksi enzimatis sebagaimana yang digambarkan di atas pertama kali dipelajari
oleh biokimiawan Michaelis dan Menten, menghasilkan persamaan reaksi enzimatis yang sampai
sekarang masih dipakai dan dikenal sebagai persamaan Michaelis-Menten.

V1 =
Sebagaimana yang terlihat, persamaan Michaelis-Menten merupakan deskripsi kuantitatif dari
hubungan antara kecepatan reaksi enzimatis [V] dengan konsentrasi seubstrat [S] dan dua buah
konstanta yaitu Vmaks [kecepatan maksimum] dan Km [konstanta Michaelis-Menten].
Penyusunan ulang persamaan ini menghasilkan :

Km = [S] {[ ]-1}
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai Km sama dengan konsentrasi substrat pada
saat kecepatan reaksi sama dengan ½ Vmaks. Apabila dibuat plot antara v Vs [S] maka akan
diperoleh sebuah kurva hiperbola yang kita namakan kurva Michaelis-Menten sebagaimana yang
diperlihatkan gambar 3-4.
Titik-titik penting dalam kurva ini ditandai dengan huruf A, B, dan C. Pada konsentrasi
substrat yang tinggi, maka kecepatan reaksi, ditandai dengan titik C, hampir mencapai Vmaks.
Sejak titik ini, peningkatan konsentrasi substrat hanya sangat sedikit atau hampir tidak mengubah
kecepatan reaksi. Apabila kurva Michaelis-Menten diekstrapolasikan pada konsentrasi substrat
yang sangat tinggi [mendekati nilai tak terkira, ~], maka kecepatan reaksi (v) sama dengan
kecepatan reaksi maksimum (Vmaks). Jika kecepatan reaksi tidak atau hampir tidak dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat, maka kecepatan reaksi dikatakan “order nol”.
Perbedaan kecepatan reaksi yang sangat kecil pada konsentrasi substrat di sekitar titik C
menunjukkan bahwa pada konsentrasi ini hampir semua molekul enzim sudah terikat pada
molekul substrat, sehingga walaupun ditambah substrat kecepatan reaksi sudah tak meningkat
lagi. Jadi pada keadaan ini kecepatan reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, alias
order nol.
Pada konsentrasi substrat yang rndah, yaitu sekitar titik A dan B, kecepatan reaksi yang
rendah menunjukkan bahwa pada setiap saat hanya ada sedikit substrat yang terikat pada
molekul enzim (karena jumlah substrat masih sangat sedikit). Pada konsentrasi substrat yang
ditunjukkan oleh titik B, tepat separuh dari molekul enzimyang ada dalam sistem reaksi
berikatan dengan substrat membentuk kompleks ES, sehingga kecepatan reaksinya saat itu (v)
separuh dari substrat dari sekitar titik A, kecepatan reaksi sangat dipengaruhi oleh konsetrasi
substrat, kecepatan reaksi saat ini dikatakan “order pertama”.
Untuk menghindari kurva hiperbola, maka biokomiawan Lineweaver dan Burk,
mengintroduksikan analisis kinetika enzim didasarkan pada persamaan baru yang disebut
persamaan Lineweaver-Burk. Persamaan Lineweaver-Burk merupakan bentuk 1/x (terbalik) dari
persamaan Michealis-Menten.
Persamaan Michealis-Menten

V1 =
Persamaan Lineweaver-Burk

=[ += ]
Jika dibuat plot antara 1/v Vs 1/[S], maka akan diperoleh kurva linier sebagaimana yang
disajikan dalam. Slope adalah nilai Km/Vmaks dan intercept pada ordinat merupakan nilai
1/Vmaks.
a.      Mengukur Kadar Enzim
Enzim sebagai katalisator juga mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya,
seperti ikut bereaksi, tetapi padaakhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal
tersebut mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya,
sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar. Jumlah/kadar enzim
yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi kita untuk mengukur kadar enzim,
sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara klinis pengukuran kadar enzim sangat penting
dilakukan. Disamping untuk mengetahui kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim
plasma nonfungsinal dapat dijadikan sebagai petanda
adanya kerusakan organ tertentu. Pengukuran kadar enzim dapat dilkaukan denga dua
cara, yaitu: (1) dibandingkan dengan enzim murni; (2) Mengukur kecepatan reaksi yang
dikatalisisnya. Cara ke-1 dilakukan dengan membandingkan enzim yang ingin diukur kadarnya
dengan enzim murni yang sudah
diketahui kadarnya. Kadar enzim dinyatakan dengan satuan µg. Sebagai contoh misalnya
enzim murni dengan kadar 2 ug dapat mengkatalisis substrat dengan jumlah tertentu selama 10
detik. Jika memakai enzim yang ingin diukur kadarnya membutuhkan waktu 20 detik, maka
kadar enzim yang bersangkutan adalah 1 ug.
Pengukuran dengan cara diatas, jelas membutuhkan tersedianya enzim murni.
Kenyataannya banyak enzim yang belum tersedia bentuk murninya. Untuk mengatasi hal ini
digunakanlah cara ke-2. Satuan enzim dinyatakan dalam unit. Kadar enzim diukur berdasarkan
jumlah substrat yang bereaksi atau produk yang terbentuk per satuan waktu. Satu unit
internasional disepakati sebagai jumlah enzim yang perlukan untuk mengkatalisis pembentukan
1 µ mol produk per menit pada kondisi tertentu.
Pengukuran aktifitas enzim dapat pula dilakukan menggunakan alat spektrofotometer.
Sebagai contoh misalnya aktifitas enzim dehidrogenase yang bergantung NAD(P)+ diperiksa
secara spektofotometris dengan mengukur perubahan absorbsi nya pada 340 nm yang menyertai
oksidasi atau reduksi NAD(P)+/NAD(P)H. Oksidasi NADH menjadi NAD+ terjadi disertai
dengan penurunan densitas optik (OD, optical density) pada 340 nm, yang proporsional dengan
jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian pula, kalau NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan
meningkat sebanding dengan jumlah NADH yang terbentuk. Perubahan OD pada 340 nm ini
dapat dimanfaatkan bagi pemeriksaan analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang
bergantung NAD+ atau NADP+. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi NADH
oleh substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm akan berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan penurunan OD pada 340
nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas enzim.
b.      Kecepatan Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzimatik dapat diukur dengan mengukur jumlah substrat yang diubah
atau produk yang dihasilkan persatuan waktu, seperti yang diperlihatkan pada kurva perjalanan
reaksi enzimatik (progess curve). Pada awalnya grafik berupa garis lurus, kemudian berbelok
(Gambar 3.2). Grafik berbelok karena: (1) kadar substrat berkurang; (2) terdapat product
inhibition. Kecepatan reaksi enzimatik pada suatu waktu yang sangat pendek, atau pada satu titik
tertentu pada grafik diatas disebut kecepatan sesaat (instantaneus velocity). Kecepatan sesaat
merupakan tangens dari garis singgung terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan
sesaat pada waktu mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut kecepatan
awal (Vo). Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya yang dimaksud adalah
kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan awal reaksi, kita dapat mengetahui
kondisi/ keadaan dengan lebih tepat. Disamping kecepatan sesaat dan Vo, juga dikenal istilah
kecepatan rata-rata, yaitu perbandingan antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu.

c.       Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik


Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebut diantaranya adalah:
1.      Suhu
2.      pH
3.      kadar enzim
4.      kadar substrat
5.      aktivator
6.      inhibitor.

Anda mungkin juga menyukai