Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSIP

ULKUS DIABETIKUM

Disusun oleh:
dr. Hanna Christin Mutiara Zebua

Dokter Pembimbing :
dr. Teguh Dwi Nugroho, Sp.B

Dokter Pendamping :
dr. Nining Darmawidjaja, MARS
dr. B. Theresia A. J. M.

RSUD KEFAMENANU

TIMOR TENGAH UTARA

2020

0
Intership RSUD Kefamenanu, TTU
Periode November 2019-2020

KASUS BEDAH

Nama Peserta : dr. Hanna Christin

Nama Wahana : RSUD Kefamenanu NTT

Topik : Ulkus Diabetikum


Tanggal kasus : 6 Juni 2020
Presenter : dr. Hanna
Pendamping :
Tanggal Presentasi : dr. Nining Darmawidjaja, MARS
dr. B. Theresia A. J. Mulowato
Tempat Presentasi : Aula RSUD Kefamenanu
Obyek Presentasi : Anggota Komite Medik, Petugas Kesehatan & Dokter
Internsip RSUD Kefamenanu
◊ Keilmuan ◊ Ketrampilan ◊ Penyegaran ◊ Tinjauan
Pustaka
◊ Diagnostik ◊ Manajemen ◊ Masalah ◊ Istimewa
◊ Neonatus ◊ Bayi ◊ Anak ◊ Remaja ◊ Dewasa ◊ Lansia ◊ Bumil
◊ Deskripsi :
Perempuan 59 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan
nyeri dan busuk pada kaki sebelah kanan hal ini sudah dirasakan sejak ± bulan
Februari 2020. Os sudah beberapa kali rawat inap di RSUD Kefamenanu
dengan diagnosis Diabetes Melitus tipe 2. Luka pada kaki berawal dari
benturan kecil beberapa bulan lalu, kemdian luka semakin melebar, berair dan
sulit sembuh. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur dikarenakan nyeri pada
luka yang menggangu. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak kemarin sore.
Makan dan minum pasien dalam kondisi baik. Keluhan mual dan muntah
saat ini disangkal oleh pasien dan keluarga. Demam dan riwayat demam
disangkal. BAB dan BAK kesan normal tanpa ada keluhan.

◊ Tujuan :
Mengetahui penyebab ulkus diabetik, kriteria diagnosis untuk
menegakkan serta tatalaksana
Bahan Bahasan ◊ Tinjauan ◊ Riset ◊ Kasus ◊ Audit

1
Pustaka
◊ ◊ Presentasi & ◊ E-
Cara Membahas ◊ Pos
Diskusi Diskusi mail
◊ Nama : Ny.
Data Pasien ◊ 04.53.67
Angelina Fallo
Nama RS : RSUD
Telp. : - Terdaftar sejak :
Kefamenanu
Data Utama Untuk Bahasan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :Pasien datang dalam keadaan sadar
dengan keadaan umum sakit sedang. Tekanan Darah : 113/70
mmHg, Nadi : 89 kali per menit,Pernapasan: 20 kali per menit,
Suhu: 36.5⁰C
2. Riwayat Pengobatan : Riwayat kencing manis dijumpai sejak beberapa
tahun lalu, pasien awal didiagnosis rutin minum obat dan kontrol ke
dokter spesialis penyakit dalam. Namun dalam beberapa bulan
belakangan pasien memilih untuk menggunakan obat herbal.
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :Pasien tidak pernah menderita penyakit
seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Keluarga / Lingkungan :Tidak ada keluarga pasien yang
memiliki keluhan yang sama seperti pasien
5. Riwayat pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Lain – lain :
Hb :5.8 gr/dl
Hematokrit :15.6 %
Trombosit :359.000/mm3
Leukosit : 5.700/mm3
GDS: 415 mg/dl
Na/K/Cl: 131/5.0/114
Daftar Pustaka :
1. Powers AC. Diabetes mellitus: diagnosis, classification, and
pathophysiology. Dalam: Kasper, dkk, penyunting. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. Edisi ke-19. New York: McGraw-Hill.
2015. Hal 2399-2407.
2. Pusat Data dan Informasi Persi. Tersedia dalam:
http://www.pdpersi.co.id/conten/m_news.
3. Noor S. Diabetic foot ulcer – a review on pathophysiology,
classification, and microbial etiology. Diabetes and Metabolic
Syndrome: Clinical Research and Reviews. 2015.
http://dx.doi.org/10.1016/j.dsx.2015.04.007.
4. Muliawan, M., Semadi, N., Yasa, K.P. 2007. ―Pola Kuman dan

2
Korelasi Klinis Ulkus Kaki Diabetikum di RSUP Sanglah Denpasar―
(tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
5. Van Baal, J.G. 2004. Surgical treatment of the Infected Diabetic Foot.
Clinical Infectious Diseases, 39: S 123-8.
6. Nurul A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Ulkus Diabetik di
RSUP Kariadi Semarang. KTI. Semarang: Universitas Diponegoro.
Program Studi Pendidikan Dokter. 2010.
7. Hidayah A. Tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus tentang
resiko terjadinya ulkus kaki diabetes di poli klinik penyakit dalam
rumah sakit umum pusat haji adam malik medan. Skripsi. Medan:
Universitas Sumatera Utara. Program Studi Pendidikan Dokter. 2012.
8. Rina B. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Kaki Diabetes pada penderita
DM tipe 2. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Program Studi
Pendidikan Dokter; 2015.
9. Yazdanpanah L, Nasiri M, Adarvishi S. Literature review on the
management of diabetic foot ulcer. World J Diabetes. 2015;6(1): 37-
53.
10. Hariani L, Perdanakusuma D. Perawatan Ulkus Diabetes. Thesis.
Surabaya: Universitas Airlangga. Program Studi Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Bedah Plastik. 2012.
11. Alavi A, Sibbald RG, Mayer D, Goodman L, Botros M, Armstrong
DG, Woo K, Boeni T, Ayello EA, Kirsner RS. Diabetic foot ulcers:
Part II. Management. J Am Acad Dermatol 2014; 70: 21.e1-2124.
12. Boulton AJ, Vileikyte L, Ragnarson-Tennvall G, Apelqvist J. The
global burden of diabetic foot disease. Lancet 2005; 366: 1719-1724.
13. Putu Yasa K. Debridemen dengan Fasiotomi pada kaki diabetic
menurunkan Tumor Necrosis factor a dan meningkatkan Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) disertai perbaikan Klinis.
Disertasi. Denpasar: Universitas Udayana. Program Studi Pendidikan
Dokter Spesialis; 2012.
14. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, Binarupa Aksara Jakarta. 1995;241-330.
15. Rina B. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Kaki Diabetes pada penderita
DM tipe 2. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Program Studi
Pendidikan Dokter; 2015.
16. Lipsky BA, Berendt AR, Cornia PB, Pile JC, Peters EJG, Armstrong
DG. 2012 infectious diseases society of America clinical practice
guideline for the diagnosis and treatment of diabetic foot infections.
Clinical Infectious Diseases. 2012;54(12):132-73.
17. Rahmaningsih BY. Hubungan antara nilai ankle brachial index dengan

3
kejadian diabetic foot ulcer pada penderita diabetes melitus tipe 2 di
rsud dr moewardi surakarta. Naskah Publikasi Ilmiah. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2016.
18. Iraj B, Khorvash F, Ebneshahidi A, Askari G. Prevention of diabetic
foot ulcer. Int J Prev Med. 2013;4(3):373-376.
19. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2.
2015. Hal 20-23.

Hasil Pembelajaran :
1. Penyebab ulkus diabetikum
2. Kriteria diagnosis ulkus diabetikum
3. Tatalaksana pasien dengan ulkus diabetikum

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
Perempuan 59 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan
nyeri dan busuk pada kaki sebelah kanan hal ini sudah dirasakan sejak ±
bulan Februari 2020. Os sudah beberapa kali rawat inap di RSUD
Kefamenanu dengan diagnosis Diabetes Melitus tipe 2. Luka pada kaki
berawal dari benturan kecil beberapa bulan lalu, kemdian luka semakin
melebar, berair dan sulit sembuh. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur
dikarenakan nyeri pada luka yang menggangu. Pasien juga mengeluhkan
lemas sejak kemarin sore.
Makan dan minum pasien dalam kondisi baik. Keluhan mual dan
muntah saat ini disangkal oleh pasien dan keluarga. Demam dan riwayat
demam disangkal. BAB dan BAK kesan normal tanpa ada keluhan.

2. Obyektif:
 Status Present:
Sakit Sedang/Gizi baik/Composmentis
 Tanda Vital:
Tekanan Darah : 113/70 mmHg
Nadi : 89 kali/ menit (Reguler, kuat angkat)
Pernapasan : 20 kali/ menit (Thoracoabdominal)
o
Suhu : 36,5 (axial)
 Kepala:
Simetris Muka : Simetris
Deformitas : (-)
Rambut : Hitam, lurus, sulit dicabut

4
 Mata:
Eksoptalmus/ Enoptalmus: (-)
Gerakan : Ke segala arah
Tekanan Bola Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak Mata : Edema palpebral (-), ptosis (-)
Konjungtiva ODS : Anemis (+)
Sklera ODS : Ikterus (-)
Kornea ODS : Jernih, reflex kornea (+)
Pupil ODS : Bulat, isokor 3mm; RCL +; RCTL +
 Telinga:
Bentuk : Simetris
Pendengaran : Dalam batas normal
Sekret : (-)
 Hidung:
Deviasi septum : (-)
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
Hiperemis : (-)
 Mulut:
Bibir : Kering (+), stomatitis (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Gusi : Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
Farings : Hiperemis (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-)
 Leher:
Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
Kel. Gondok : Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
Kaku Kuduk : (-)
Tumor : (-)
 Dada:
- Inspeksi : Simetris hemithoraks kiri dan kanan
- Bentuk : Normothoraks
- Buah Dada : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran
- Lain-lain : Barrel chest (-), massa tumor (-)
 Paru:
o Inspeksi :bentuk simetris, pergerakan simetris,
retraksi
Intercostals (-), irama nafas regular

5
o Palpasi:
 Fremitus Raba : Kiri = Kanan
 Nyeri Tekan : (-)
o Perkusi:
 Paru Kiri : Sonor
 Paru Kanan : Sonor
 Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
 Batas Paru Belakang Kanan :Vertebra thorakal IX
 Batas Paru Belakang Kiri :Vertebra thorakal X
o Auskultasi:
 Bunyi Pernapasan :Vesikuler
 Bunyi Tambahan :
Ronkhi - / - Wheezing - / -
 Jantung:
o Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi :Pekak, batas jantung kesan normal (batas
jantung kanan:linea parasternalis dextra, batas jantung kiri:
linea midclavicularis sinistra)
o Auskultasi :
 BJ I/II : Murni reguler
 Bunyi Tambahan : Bising (-)
 Perut:
o Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
o Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (+) epigastric
 Hati : Tidak teraba
 Limpa : Tidak teraba
 Ginjal : Ballotement (-)
o Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
 Alat Kelamin : Tidak ada kelainan
 Anus dan Rektum : Tidak ada kelainan
 Kulit : Tidak ada kelainan
 Punggung : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi : Gibbus (-)
o Nyeri Ketok : (-)
o Auskultasi : Rh -/- Wh -/-

 Ekstremitas

6
- Bentuk : Simetris, refleks fisiologis (+/+), refleks
patologis (-/-)
- Akral : Hangat, sianosis perifer (-),bintik
pendarahan (-)
- Kuku dan jari : Lengkap, normal
- Capillary refil test : < 2’’

3. Assesment:
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien ini mengarah pada luka atau
ulkus yang disebabkan trauma yang sulit sembuh dikarenakan
komplikasi dari kadar gula darah yang tidak terkontrol.
Dari anamnesis diperoleh informasi keluhan nyeri dan busuk pada
kaki sebelah kanan hal ini sudah dirasakan sejak ± bulan Februari
2020. Os sudah beberapa kali rawat inap di RSUD Kefamenanu
dengan diagnosis Diabetes Melitus tipe 2. Luka pada kaki berawal dari
benturan kecil beberapa bulan lalu, kemdian luka semakin melebar,
berair dan sulit sembuh. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur
dikarenakan nyeri pada luka yang menggangu. Pasien juga
mengeluhkan lemas sejak kemarin sore. Makan dan minum pasien
dalam kondisi baik. Keluhan mual dan muntah saat ini disangkal oleh
pasien dan keluarga. Demam dan riwayat demam disangkal. BAB dan
BAK kesan normal tanpa ada keluhan. Pada pemeriksaan fisis
didapatkan nyeri dan tampak luka busuk pada regio pedis sinistra,
suhu 36,5oC. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan anemia.
Informasi yang diperoleh dari anamnesis, hasil pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis ulkus
diabetikum.
Ulkus kaki diabetikum merupakan akibat dari komplikasi berbagai
faktor risiko, seperti neuropati perifer, kelainan vascular perifer,
deformitas kaki, insufisiensi arterial, trauma dan kerentanan terhadap
infeksi.
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus
kaki diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar,
yaitu :
1. Faktor kausatif
a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati
sensorik biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum
mengalami kehilangan sensasi proteksi yang berakibat pada
kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga

7
meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan
tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi
kaki juga menghilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua
otot-otot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang
abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas yang khas
seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangkan neuropati
autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan kulit kering,
tidak berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder
akibat pintasan arteriovenous di kulit, hal ini mencetuskan
timbulnya fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki rentan
terhadap trauma yang minimal.
b. Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini
berkaitan dengan dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi
(ankle, subtalar, and first metatarsophalangeal joints) dan
deformitas kaki. Pada pasien dengan neuropati perifer, 28%
dengan tekanan plantar yang tinggi dalam 2,5 tahun kemudian
timbul ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan
plantar tinggi.
c. Trauma
Terutamanya trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan
dari alas kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena
jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi tinea pedis, dan 4% karena
kesalahan memotong kuku jari kaki.
2. Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama
mengenai pembuluh darah femoropoplitea dan pembuluh darah
kecil dibawah lutut, merupakan faktor kontributif terpenting.
b. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara
intrinsik, termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking,
gangguan fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan
imunologi terutama gangguan fungsi PMN. Disamping itu
penderita diabetes memiliki angka onikomikosis dan infeksi
tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan
mengalami infeksi. Pada diabetes dengan hiperglikemia
berkelanjutan dan adanya peningkatan mediator-mediator
inflamasi, akan memicu respon inflamasi sehingga berujung
pada inflamasi kronis. Inflamasi dan neovaskularisasi penting

8
dalam penyembuhan luka, tetapi harus sekuensial, self-limited,
dan dikendalikan secara ketat oleh interaksi sel-molekul. Pada
DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis
terganggu sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kaki diabetes melitus dapat berupa keluhan sering
kesemutan, nyeri pada kaki saat istirahat, hilangnya sensasi rasa,
adanya kerusakan jaringan (nekrosis),penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin,
kuku menebal serta kulit kering.

Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopati disebut juga sebagai


gangrene panas, karena walaupun dengan nekrosis, daerah akral akan
tampak merah dan terasa hangat oleh karena proses inflamasi dan
pulsasi arteri dibagian distal masih dapat teraba. Proses makroangipati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila sumbatan terjadi secara
akut, emboli akan memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).

Fontaine Classification merupakan metode yang dipakai untuk


mengklasifikasikan PAD (Peripheral Artery Disease) secara klinis.
PAD bisa saja asimptomatis ataupun simptomatis dan sejauh mana
gejala tersebut meluas dapat ditelaah menurut Fontaine:
1. Stage I – asimptomatis : Dapat mendeskripsikan pasien yang
secara umumnya adalah asimptomatis. Pada pemeriksaan fisik
akan ditemukan ekstremitas yang dingin dan gejala yang tidak
spesifik, seperti muntah dan mencret saja.
2. Stage II – intermitten claudication : (a) muncul setelah 200 meter
jalan pagi (b) muncul kurang dari 200 meter.
3. Stage III – nyeri pada waktu istirahat
4. Stage IV – Ganggrene atau ulkus iskemik

Diagnosis

Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki


diabetik ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan

9
fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa
kaki diabetes melitus dapat ditegakkan melalui beberapa tahap
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi:
1) Lama diabetes
2) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
3) Olahraga dan obat-obatan
4) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
5) Alergi
6) Pola hidup
7) Medikasi terakhir
8) Kebiasaan merokok
9) Minum alkohol

Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki,
pernah terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala
neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah
adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman,
penampakan ulkus, temperatur dan bau.

b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot, seperti warna, turgor kulit, pecah
pecah, berkeringat, adanya infeksi dan ulserasi, adanya kalus atau
bula, bentuk kuku, adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot
seperti sikap dan postur dari tungkai kaki, deformitas pada kaki
membentuk claw toe atau charcot joint, keterbatasan gerak sendi,
tendon, cara berjalan, dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilament
ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek
kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut
nadi pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi
kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial index.
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan
nyaman, tipe sepatu dan ukurannya.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis
pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa

10
atau sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count
(CBC), urinalisis, dan lain- lain.

Tatalaksana
Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui
upaya; mengatasi penyakit (commorbidity),
menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka
agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi organ
yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia, gangguan kardiovaskular (stroke,
penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan lainnya harus
dikendalikan

1. Plan
Pengobatan
Non farmakologi :
 Bed rest
 Diet rendah gula
Farmakologi:
 IVFD Ringer Laktat 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
 Tab. SF /12 jam
 Inj. Insulin Novorapid 4 unit / 8 jam post coenam
 Inj. Insulin Levemir 10 unit / 24 jam sebelum tidur
Bedah
 Amputation above knee

Pendidikan
Kita menjelaskan prognosis dari penyakit tersebut, serta komplikasi
yang mungkin terjadi

Konsultasi
Konsultasi dengan spesialis bedah untuk penanganan lebih lanjut.

11
Rujukan
-

Peserta, Pendamping,

dr. Hanna Christin dr. Nining Dharmawidjaja, MARS

Pendamping,

dr. B. Theresia A. J. Mulowato

12
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Tanggal S O A P
07 Jumi Kaki kanan busuk (+), Kesadaran: CM - Diabetik Foot (D) - IVFD RL 20 tpm makro
2020 demam (-), batuk (+), TD: 117/70 mmHg - DM tipe 2 - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
s/d sesak (-), badan lemas, HR: 89x/menit - Anemia berat (Hb: 5.8) - Inj. Ketorolac 3x30 mg IV
10 Juni makan minum biasa, nyeri RR: 20x/menit - Sindroma dispepsia - Tab. Metronidazole 3x500mg PO
2020 (-), BAK (+), BAB (+) Suhu: 35.9°C - Tab. SF 2x1 tab PO
SpO₂: 99% - Tab. Omeprazole 2x40 mg PO
- Inj. Insulin
Hb/Ht/Leu/Plt: (06/06) Novorapid 3x4 IU a.c
5.8/15.6/5.700/359.000 Levemir 1x10 IU malam hari
- Transfusi PRC 2 bag/hari target
Mata: anemis +/+, ikterik -/- Hb>10 g/dl
THT: dalam batas normal - KIE keluarga dan pasien untuk
Thoraks simetris, retraksi (-) amputasi below knee
Pulmo: ves/ves, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ₁BJ₂ reg, murmur (-)
Abd: soepel, datar, peristaltic
(+) normal
Ext: akral hangat, CRT <2”,
t/v kuat angkat

13
Status Lokalis:
a/r pedis cruris dextra
tampak luka tertutup verban,
verban tampak baik,
rembesan (-), pulsasi arteri
poplitea (-)

14
15
Tanggal S O A P

16
11 Jumi Nyeri bekas luka amputasi Kesadaran: CM - Post amputation above - IVFD RL 20 tpm makro
2020 (+), nyeri ulu hati (+), TD: 125/79 mmHg knee ec. Necrotic pedis - Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
s/d nafsu makan berkurang, HR: 91x/menit (D) - Inj. Ketorolac 3x30 mg IV
14 Juni demam (-), muntah (-), RR: 20x/menit - Diabetik Foot (D) - Inj. Ranitidine 2x50 mg IV
2020 flatus (+), BAB dan BAK Suhu: 35.9°C - DM tipe 2 - Tab. Metronidazole 3x500mg PO
dalam batas normal, SpO₂: 99% - Anemia berat (Hb: 5.8) - Tab. SF 2x1 tab PO
terpasang drain pada kaki - Sindroma dispepsia - Syr. Antasida 3xC1 PO
kanan, darah dari selang Hb/Ht/Leu/Plt: (11/06) - Inj. Insulin
drain (+) minimal. 8.8/24.7/7.400/326.000 Novorapid 3x4 IU a.c
Levemir 1x10 IU malam hari
Mata: anemis +/+, ikterik -/- - Transfusi PRC 2 bag/hari target
THT: dalam batas normal Hb>10 g/dl
Thoraks simetris, retraksi (-) - Boleh pulang tanggal 14/06/2020
Pulmo: ves/ves, rh -/-, wh -/-
Cor: BJ₁BJ₂ reg, murmur (-)
Abd: soepel, datar, peristaltic
(+) normal
Ext: akral hangat, CRT <2”,
t/v kuat angkat

Status Lokalis:
Kaki kanan post amputasi

17
above knee, verban terpasang
baik, rembesan (-), terpasang
drain dengan produksi darah
± 50cc

18
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kurangnya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Sampai dengan sekarang ulkus kaki diabetikum merupakan penyebab utama
morbiditas dan hospitalisasi pasien. Diperkirakan ±20% alasan hospitalisasi pasien
diabetes adalah karena ulkus kaki diabetikum. Bahkan, hal ini dapat berujung pada
infeksi, gangrene, amputasi, dan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Disamping itu, jika ulkus kaki diabetikum ini sudah terbentuk, akan ada
peningkatan risiko ulkus tersebut yang berujung pada amputasi. Secara umum,
peluang amputasi kaki pasien diabetes adalah 15x lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien tanpa diabetes.

Epidemiologi
Baik diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 memiliki risiko yang sama untuk
terjadi ulkus kaki diabetikum. Sekitar 85% kasus amputasi terjadi karena ulkus
kaki yang tidak membaik. Risiko pasien diabetes untuk berkembang menjadi
ulkus kaki diabetikum yaitu sebesar 25%. Peluang mereka untuk diamputasi
sebesar 15x lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang tanpa diabetes
melitus. Sebuah studi menyebutkan bahwa pasien lansia mempunyai risiko lebih
tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetikum dan lebih rentan terhadap abses
dan osteomyelitis. Negara berkembang berhadapan dengan peningkatan yang
cukup tinggi terhadap kasus diabetes melitus tipe 2 dalam 20 tahun mendatang.
Karenanya, negara ini lah yang lebih terpapar terhadap kemungkinan ulserasi.
WHO menyebutkan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia pada
tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4
terbesar di dunia. Diperkirakan jumlah penderita diabetes melitus akan meningkat
pada tahun 2030 yaitu India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3
juta) dan Indonesia (21,3 juta). Dari angka tersebut dapat diprediksi jumlah pasien
yang mengalami ulkus diabetikum dengan tingkat resiko 25% mencapai 5,3 juta
jiwa.

Etiologi dan Faktor Risiko


Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasikan faktor-faktor risiko
yang berkaitan dengan ulkus kaki diabetikum. Faktor risiko tersebut termasuk
didalamnya adalah jenis kelamin (laki-laki), lamanya riwayat penyakit diabetes
pasien >10 tahun, usia lanjut, indeks massa tubuh yang meningkat, dan
komorbiditas lainnya seperti diabetic peripheral neuropathy, peripheral vascular
disease, HbA1C, deformitas kaki, tekanan tinggi pada plantar, infeksi, dan

Gambar 1 Faktor risiko ulkus kaki diabetikum. Ulkus dapat dibedakan


berdasarkan pertimbangan umum dan sistemik, dibandingkan dengan hal-hal
bersifat local pada kaki dan patologinya.
kebiasaan perawatan kaki yang tidak tepat (gambar 2.1).Error: Reference source
not found
Walaupun literatur telah mengidentifikasikan berbagai faktor risiko yang
berkontribusi terhadap ulserasi dan amputasi kaki, sampai dengan hari ini yang
menjadi penyebab ulkus kaki diabetikum adalah iskemia, neuropatik, ataupun
kombinasi abnormalitas neuroiskemia (gambar 2.2).

Gambar 2.2 Etiologi ulkus kaki diabetikum. (diadaptasi dari Boulten et.
al.Error: Reference source not found)
Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus kaki
diabetik pada pasien diabetes, dapat dibagai dalam 2 faktor besar, yaitu :

3. Faktor kausatif
d. Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan Faktor kausatif utama dan terpenting. Neuropati sensorik
biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi
proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal
sehingga meningkatkan resiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan
yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga menghilang.
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan
penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas
yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangkan neuropati autonom
atau autosimpatektomi, ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan
peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenous di kulit, hal
ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, semuanya menjadikan kaki rentan
terhadap trauma yang minimal.
e. Tekanan plantar kaki yang tinggi
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan
dengan dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, and first
metatarsophalangeal joints) dan deformitas kaki. Pada pasien dengan neuropati
perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi dalam 2,5 tahun kemudian timbul
ulkus di kaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan plantar tinggi.
f. Trauma
Terutamanya trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas
kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.

4. Faktor kontributif
i. Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai
pembuluh darah femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut,
merupakan faktor kontributif terpenting.
ii. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik,
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi matrik
metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN.
Disamping itu penderita diabetes memiliki angka onikomikosis dan infeksi tinea
yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi. Pada
diabetes dengan hiperglikemia berkelanjutan dan adanya peningkatan mediator-
mediator inflamasi, akan memicu respon inflamasi sehingga berujung pada
inflamasi kronis. Inflamasi dan neovaskularisasi penting dalam penyembuhan
luka, tetapi harus sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat oleh
interaksi sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan
angiogenesis terganggu sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka.

Pathogenesis
Ulkus kaki diabetikum merupakan akibat dari komplikasi berbagai faktor
risiko, seperti neuropati perifer, kelainan vascular perifer, deformitas kaki,
insufisiensi arterial, trauma dan kerentanan terhadap infeksi.
Neuropati
Neuropati merupakan kelainan yang menyerang persyarafan sehingga
mempengaruhi sensasi, pergerakan, dan aspek kesehatan lainnya tergantung pada
syaraf apa yang diserang. Neuropati perifer merupakan pada diabetes melitus
merupakan salah satu penyebab utama ulkus kaki. Hampir 66% pasien diabetes
melitus akan mengalami kelainan neuropati perifer pada ekstremitas bawah.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa abnormalitas metabolic karena
hiperglikemia yang menyebabkan neuropati. Banyak faktor variasi lainnya yang
juga berpengaruh terhadap penyebab neuropati, seperti pre-diabetes neuropati,
abnormalitas metabolisme lemak, aktivasi pathway protein kinase C,
pembentukan produk glycated end, myoinisitol, pathway polyol, pembentukan
faktor pertumbuhan syaraf dan antibodi terhadap jaringan syaraf.
Empat mekanisme utama yang menyebabkan hiperglikemia-kerusakan
syaraf adalah level advanced glycated end products yang meningkat, aktivasi
protein kinase C, peningkatan flux hexosamine pathway dan polyol pathway.
Neuropati pada pasien diabetes memiliki manifestasinya pada fungsi motorik,
autonomik, dan fungsi sensori. Gangguan fungsi motorik pasien diabetes dapat
terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk mengkoordinir pergerakan sehingga
berujung pada pembentukan deformitas tulang, charcot’s foot, hammerhead toes
and claws. Neuropati motorik juga akan menyebabkan atrofi pada jaringan otot
yang mengakibatkan perubahan anatomi kakisehingga berujung pada
osteomyelitis. Neuropati sensorik menyebabkan kerusakan syaraf sensori yang ada
pada ekstremitas. Luka berulang pada kaki merupakan akibat dari neuropati
sensorik yang menyebabkan gangguan integritas kulit dan membuka jalan masuk
bagi mikroba sehingga terbentuk luka yang tidak bisa membaik dan berujung pada
pembentukan ulkus kronis. Neuropati autonomik pada pasien diabetes
menyebabkan hilangnya fungsi normal kelenjar keringat dan minyak pada kaki
sehingga membuat kulit pasien kering dan rentan terhadap luka-luka kecil dan
infeksi. Dengan demikian, kelainan fungsi motorik, sensorik, autonomik akibat
neuropati akan menyebabkan gangguan pada integritas kulit. Neuropati yang
memberikan peluang kaki untuk terinfeksi, dan angiopati memperparah efek yang
ditimbulkan.
Kelainan Vaskular Perifer
Kelainan vaskular perifer merupakan penyakit oklusif aterosklerotik pada
anggota gerak bawah. Diabetes merupakan risiko faktor yang paling penting
penyebab kelainan vaskular perifer ini. Kelainan ini berkontribusi 50% terhadap
pembentukan ulkus kaki dan 70% terhadap kematian pasien diabetes melitus tipe
2. Pasien dengan diabetes memiliki insidensi lebih tinggi untuk terkena
atherosclerosis, penebalan membran basalis kapiler, pengerasan dinding arteriolar,
dan proliferasi sel endothelial. Atherosclerotic dapat memyumbat arteri ukuran
sedang bahkan arteri besar, seperti pembuluh darah femoropopliteal dan aortoiliac
yang berujung pada iskemia akut maupun kronis. Disamping akibat dari penyakit
arteri digital, ulkus dapat terbentuk dan secara mudah berkembang menjadi
gangrene akibat sirkulasi darah yang inadekuat. Studi epidemiologi menyebutkan
bahwa lemak, khususnya lipoprotein, dapat berkontribusi mengakibatkan penyakit
vaskular perifer, sama halnya seperti hipertensi, merokok, dan kondisi
hiperglikemia sebagai faktor risiko yang cukup signifikan. Perlu diketahui bahwa
penyakit vaskular perifer bukanlah sebagai faktor risiko independen, tetapi
bersamaan dengan kelainan neuropatilah yang menjadi alasan utama amputasi
non-traumatik.
Faktor Risiko Lainnya
Berbagai faktor kontribusi lainnya diperkirakan berkaitan dengan ulkus kaki
diabetikum, seperti riwayat ulserasi ataupun amputasi sebelumnya, tekanan pada
kaki, edema perifer, pasien dengan latar belakang sosioekonomi yang rendah,
pembentukan kalus plantar, iskemia, nephropati, retinopati, kontrol kadar gula
darah yang buruk, usia lanjut, dan riwayat diabetes yang lama. Edukasi pasien dan
peranan fasilitas kesehatan juga sebagai faktor risiko yang penting terhadap ulkus
kaki diabetikum.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kaki diabetes melitus dapat berupa keluhan sering
kesemutan, nyeri pada kaki saat istirahat, hilangnya sensasi rasa, adanya
kerusakan jaringan (nekrosis),penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin, kuku menebal serta kulit kering.
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangrene
panas, karena walaupun dengan nekrosis, daerah akral akan tampak merah dan
terasa hangat oleh karena proses inflamasi dan pulsasi arteri dibagian distal masih
dapat teraba. Proses makroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila
sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Fontaine Classification merupakan metode yang dipakai untuk
mengklasifikasikan PAD (Peripheral Artery Disease) secara klinis. PAD bisa saja
asimptomatis ataupun simptomatis dan sejauh mana gejala tersebut meluas dapat
ditelaah menurut Fontaine :
1. Stage I – asimptomatis : Dapat mendeskripsikan pasien yang secara
umumnya adalah asimptomatis. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
ekstremitas yang dingin dan gejala yang tidak spesifik, seperti muntah dan
mencret saja.
2. Stage II – intermitten claudication : (a) muncul setelah 200 meter jalan pagi (b)
muncul kurang dari 200 meter.
3. Stage III – nyeri pada waktu istirahat
4. Stage IV – Ganggrene atau ulkus iskemik
Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Tabel 2.1. Jenis Ulkus Diabetikum
Kaki Neuropati Kaki Neuroiskemik
Panas Dingin
Pulsasi teraba Pulsasi tidak teraba
Sensorik menurun Sensorik biasanya ada
Warna kemerahan Pucat bila diangkat dan merah bila
digantung

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh
Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi
Wagner, klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang
dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic Foot karena dapat
menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular, infeksi, neuropatik.
1. Klasifikasi Menurut Edmonds
a. Stage 1 : Normal foot

Gambar 3 Kaki yang normal


b. Stage 2 : High risk foot

Gambar 4 Kaki dengan risiko tinggi


c. Stage 3 : Ulcerated foot

Gambar 5 Kaki dengan luka terbuka


d. Stage 4 : Infected foot

Gambar 6 Kaki dengan luka terinfeksi


e. Stage 5 : Necrotic foot

Gambar 7 Kaki dengan luka disertai jaringan nekrosis


f. Stage 6 : Unsalvable foot

Gambar 8 Kaki yang tidak terselamatkan


2. Klasifikasi Menurut Wagner
a. Derajat 0
Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau lebih
faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan komponen primer
penyebab ulkus; peripheral vascular disease; kondisi kulit yaitu kulit kering
dan terdapat callous (yaitu daerah yang kulitnya menjadi hipertropik dan
anastesi); terjadi deformitas berupa claw toes yaitu suatu kelainan bentuk
jari kaki yang melibatkan metatarsal phalangealjoint, proximal
interphalangeal joint dan distal interphalangeal joint.Deformitas lainnya
adalah depresi caput metatarsal, depresi caputlongitudinalis dan penonjolan
tulang karena arthropati charcot.

Gambar 9 Kaki dengan kalus


b. Derajat I
Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan
terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko seperti
deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan ditandai adanya
lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit, dasar kulit dapat bersih
atau purulen (ulkus dengan infeksi yang superfisial terbatas pada kulit).
c. Derajat II
Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada
grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.
Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat bersih
atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon dan tulang
tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.
d. Derajat III
Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya abses
yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan terdapat
osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri yang agresif
yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka tembus sampai ke
dasar tulang, oleh karena itu diperlukan hospitalisasi/ perawatan di rumah
sakit karena ulkus yang lebih dalam sampai ke tendon dan tulang serta
terdapat abses dengan atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV
Derajat IV ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih,
gangren dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren
pada ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara,
yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan perfusi
dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat suatu area
focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan menimbulkan
peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu adanya infeksi atau
peradangan yang terus-menerus.Dalam hal ini terjadi oklusi pada arteri
digitalis sebagai dampak dariadanya edema jaringan lokal.
f. Derajat V
Derajat V ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangrene
diseluruh kaki atau sebagian tungkai bawah. Berdasarkanpembagian diatas,
makatindakanpengobatanataupembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
i. Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak ada
ii. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
iii. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan
tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi
bawah lutut).
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kakidiabetik
ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
i. Insisi : abses atau selulitis yang luas

ii. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II


iii. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V

iv. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

v. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

5. Klasifikasi Menurut Kriteria Pedis (Perfusion, Extent/size, Depth/tissue


loss, Infection and Sensation)

Manifestasi Klinis Infeksi Grade Pedis


Tidak ada tanda dan gejala infeksi
Dikatakan infeksi ketika muncul
setidaknya 2 dari keadaan berikut:
 Pembengkakan lokal atau
indurasi 1
 Eritema
 Nyeri lokal
 Hangat
 Sekret yang purulent
Infeksi lokal melibatkan kulit saja
dan jaringan subkutan (tanpa
keterlibatan jaringan yang lebih
dalam dan tanda-tanda sistemik
seperti yang dideskripsikan berikut
2
ini). Jika ada eritema, harus > 0.5cm
ke ≤ 2cm dipinggir ulkus. Singkirkan
penyebab lainnya dari respon
inflamasi pada kulit (trauma, gout
arthritis, fraktur, thrombosis, stasis
vena).
Infeksi lokal (seperti yang telah 3
dideskripsikan diatas) dengan eritema
> 2cm, atau melibatkan jaringan yang
lebih dalam (abses, osteomyelitis,
septic arthritis, fasciitis) dan tidak
ada tanda-tanda respon inflamasi
sistemik (seperti tertulis berikut ini).
Infeksi lokal dengan tanda Systemic
Inflammatory Response Syndrome
(SIRS), yang manisfestasinya ≥2
berikut ini
 Suhu > 38oC atau < 36oC
4
 Denyut nadi > 90 x/i
 Laju nafas > 20 x/I atau PaCO2<
32mmHg
 Leukosit > 12000 cell/μL atau
≥10% bentuk band imatur.

2.7. Diagnosis
Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti, diagnosis kaki diabetik
ditegakkan melalui riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa kaki diabetes melitus dapat
ditegakkan melalui beberapa tahap pemeriksaan sebagai berikut:
b. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi:
1) Lama diabetes
2) Managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet
3) Olahraga dan obat-obatan
4) Evaluasi dari jantung, ginjal dan mata
5) Alergi
6) Pola hidup
7) Medikasi terakhir
8) Kebiasaan merokok
9) Minum alkohol
Selain itu, yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan
gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus
meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus, temperatur
dan bau.
d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi meliputi kulit dan otot, seperti warna, turgor kulit, pecah pecah,
berkeringat, adanya infeksi dan ulserasi, adanya kalus atau bula, bentuk kuku,
adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai
kaki, deformitas pada kaki membentuk claw toe atau charcot joint, keterbatasan
gerak sendi, tendon, cara berjalan, dan kekuatan kaki.
2) Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan monofilament ditambah
dengan tunning fork 128-Hz, pinprick sensation, reflek kaki untuk mengukur
getaran, tekanan dan sensasi.
3) Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri
kaki, capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan
pengukuran ankle brachial index.
4) Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan nyaman, tipe
sepatu dan ukurannya.
iii. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien,
yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,
glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain-
lain.
iv. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang: X-ray, EMG (Electromyography) dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya.
e. Pemeriksaan sederhana
Ankle Brachial Index (ABI) adalah rasio tekanan darah sistolik pada
pergelangan kaki dengan lengan. Pemeriksaan ini diukur pada pasien dengan
posisi terlentang menggunakan doppler vaskular dan sphygmomanometer.
Tekanan sistolik diukur pada kedua lengan dari arteri brachialis dan di arteri
tibialis posterior dan dorsalis pedis pada bagian tungkai kaki masing-masing.
Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi sirkulasi pada arteri kaki.
Pemeriksaan ABI direkomendasikan oleh American Heart Association (AHA)
untuk mengetahui proses aterosklerosis khususnya pada orang dengan risiko
gangguan vaskuler yang berusia 40-75 tahun.
Nilai ABI dapat digunakan sebagai patokan untuk:
i. Penilaian apakah amputasi perlu atau tidak.
ii. Penilaian hasil pasca operasi secara objektif.
iii. Penilaian berat ringannya kelainan pembuluh darah.
iv. Penentuan apakah kelainan berasal dari kelainan syaraf atau vaskuler.
Tingkat keparahan PAD berdasarkan skor penilaian ABI adalah
i. Normal : 0.91-1.30
ii. Oklusi ringan : 0.70-0.90
iii. Oklusi sedang : 0.40-0.69
iv. Oklusi berat : <0.40
v. Kalsifikasi : >1.30

Manajemen
Manajemen kaki diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya;
mengatasi penyakit (commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban
(offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi,
debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau
emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi organ yang akan
mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia,
gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi
ginjal, dan lainnya harus dikendalikan.
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen
mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah. Debridemen
bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan
debridemen bedah adalah untuk:
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi local
Mengurangi Beban Tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita diabetes melitus yang mengalami neuropati permukaan plantar
kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban
tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat
penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki
diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi
kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable
cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory.
Perawatan Luka
Perawatan luka modern menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibiotika didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum
hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan
secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Pada kaki diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif.
Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram
negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb
threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/tazobactam, Cefotaxime
atau ceftazidime+clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada
infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa
alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam,
piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronidazole +
ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2
minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi
lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping
pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan
secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi
kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi
sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan
waktu 2 minggu.
2.7.1. Revaskularisasi
Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian hari akan
menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah kaki tidak dilakukan
revaskularisasi. Tindakan debridemen, mengurangi beban, perawatan luka, tidak
akan memberikan hasil optimal apabila sumbatan di pembuluh darah tidak
dihilangkan. Tindakan endovaskular (Angioplasti Transluminal Perkutaneus
(ATP) dan atherectomy) atau tindakan bedah vaskular dipilih berdasarkan jumlah
dan panjang arteri femoralis yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis
satu sisi dengan panjang atherosklerosis <15 cm tanpa melibatkan arteri politea,
maka tindakan yang dipilih adalah ATP. Namun lesi oklusi bersifat multipel dan
mengenai arteri poplitea/arteri tibialis maka tindakan yang direkomendasikan
adalah bedah vaskular (by pass). Berdasarkan penelitian revaskularisasi agresif
pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghindakan amputasi dalam
periode 3 tahun sebesar 98%.
2.7.2. Tindakan Bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya
ulkus diabetes melitus. Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage,
debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi, bedah plastik atau bedah profilaktik.
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat kelas I
(elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency).
Indikasi amputasi pada kaki diabetika:
a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati
2.9. Pencegahan
Tindakan pencegahan dan manajemen komplikasi diabetes meliputi:
a. Perubahan gaya hidup.
b. Kontrol tekanan darah.
c. Manajemen lemak darah.
d. Kontrol gula darah.
e. Mengurangi rokok.
Khusus perawatan kuku dan kulit :
a. Pasien diabetes harus memeriksakan kakinya setiap hari. Makerasi
terutamanya diantara jari-jari kaki biasanya disebabkan karena infeksi
jamur dan harus diperhatikan dengan hati-hati.
b. Kaki mereka harus dicuci dan dikeringkan minimal 1x sehari. Sangat
penting untuk membiarkan daerah antarjari tetap kering.
c. Suhu air yang digunakan untuk mencuci kaki sebaiknya <37oC untuk
mencegah luka bakar yang bisa tidak disadari pasien sama sekali.
d. Pasien diabetes terutamanya dengan gangguan neuropati diharapkan
tidak menggunakan material panas untuk diaplikasikan pada tubuhnya.
e. Mereka yang sangat berisiko untuk mengalami luka pada kaki sangat
disarankan untuk tetap memakai alas kaki baik di luar maupun di dalam
rumah. Disarankan pasien tetap menggunakan kaus kaki sekalipun sudah
pakai alas kaki. Alas kaki diusahakan yang menutupi kaki bagian depan
keseluruhan supaya mencegah trauma kecil.
f. Direkomendasikan untuk mengecek dan memeriksa secara fisik isi dalam
alas kaki untuk mengeliminasi kemungkinan benda asing di dalam alas
kaki dan efek tekanan pada bagian-bagian tertentu alas kaki.
g. Direkomendasikan pasien diabetes untuk memakai pelembab yang
mengandung urea atau salisilat untuk kulit yang kering dan
hiperkeratosis.
h. Direkomendasikan untuk mengganti kaus kaki setiap harinya.
i. Terutamanya pada pasien wanita, manipulasi kuku kaki dilarang untuk
dilakukan.
j. Pasien dilarang untuk menggunakan bahan kimia apapun untuk
mengatasi kalus pada kaki.
Semua pasien diabetes diharapakan setidaknya dalam 1 tahun sekali
melakukan comprehensive foot exam, dengan tujuan agar bisa menentukan faktor
risiko yang bisa berujung pada ulkus kaki dan amputasi.
2.10. Terapi Nutrisi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes bisa
makan bersama keluarga lainnya. Sukrosa tidak boleh >5% total energi. Pemanis
alternatif diperbolehkan sebagai pengganti gula, asalkan tidak melebihi batas
aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake). Dianjurkan makan 3x sehari dan
bila perlu dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Komposisi yang dianjurkan:
- Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10%
- Selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu fullcream. Konsumsi
kolestrol dianjurkan< 200mg/hari.
3. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi. Sumber protein
yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Pada pasien dengan
nefropati diabetic, perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 gr/kgBB perhari
atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologis tinggi.
Kecuali pada penderita diabetes yang sudah menjalani hemodialysis asupan
protein menjadi 1-1.2 g/kgBB per hari.
4. Natrium
Asupan anjuran natrium untuk penyandang diabetes sama dengan orang
sehat yaitu < 2300 mg per hari. Penyandang diabetes yang juga menderita
hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara individual. Sumber
natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan pengawet seperti
natrium benzoate dan natrium nitrit.
5. Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan,
buah dan sayuran serta sumber karbohidrat tinggi serat. Anjuran konsumsi serat
adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.
6. Pemanis Alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman.
Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan tidak berkalori.
Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain
isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Fruktosa tidak dianjurkan
pada penyandang diabetes karena dapat meningkatan LDL, namun tidak ada
alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa
alami. Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sucralose dan neotame.

Anda mungkin juga menyukai