Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

“SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 14 TAHUN DENGAN TORSIO TESTIS”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Bedah


Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Diajukan kepada:
dr. Bondan Prasetyo, M.Si.Med, Sp.B

Disusun oleh:
Diva Zabrina Santoso
H3A021047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2022
LAPORAN KASUS

“SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 14 TAHUN DENGAN TORSIO TESTIS”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Kepaniteraan Klinik Stase Bedah


Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Diajukan kepada:
dr. Bondan Prasetyo, M.Si.Med, Sp.B

Disusun oleh:
Diva Zabrina Santoso
H3A021047

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
SEMARANG
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing dari

Nama : Diva Zabrina Santoso


NIM : H3A021047
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Bedah
Judul : Anak Laki-Laki Usia 14 Tahun dengan Torsio Testis
Pembimbing : dr. Bondan Prasetyo, M.Si.Med, Sp.B

Semarang, Desember 2022


Dokter Pembimbing

dr. Bondan Prasetyo, M.Si.Med, Sp.B

ii
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. M
Tanggal lahir : 12 Februari 2008
Umur : 14 Tahun 8 Bulan 28 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wates
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Bangsal : Melati
No. RM : 63-XX-XX
Tanggal Masuk RS : 09 November 2022
Jaminan Kesehatan : BPJS

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang pada tanggal
09 November 2022 secara autoanamnesis.
1. Keluhan Utama :
Nyeri pada buah zakar kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan nyeri pada
buah zakar kiri sejak 1 hari yang lalu SMRS. Awal mula nyeri dirasakan secara tiba-
tiba sejak 1 tahun yang lalu, nyeri hilang timbul dan terasa tajam. Nyeri dirasa
semakin hebat sejak 1 hari yang lalu (08/11/22) terus menerus, tajam dan menjalar
sampai ke perut. Keluhan disertai dengan bengkak dan terletak lebih tinggi pada
buah zakar kiri. Keluhan dirasa semakin berat apabila dibuat beraktifitas dan
membaik apabila dibuat istirahat. Keluhan lain seperti demam (-), mual (-), muntah
(-), batuk (-), pilek (-), BAK terasa panas (-). BAK dan BAB dalam batas normal.
Riwayat trauma dan aktivitas berat disangkal. Pasien sudah berobat ke puskesmas
pada tanggal 08/11/22 namun keluhan tidak membaik.

3
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : Diakui (+) nyeri pada buah zakar kiri sejak 1
tahun yang lalu, nyeri dirasa hilang timbul.
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat DM : Disangkal
d. Riwayat ISK : Disangkal
e. Riwayat alergi makanan & obat: Disangkal
f. Riwayat trauma : Disangkal
g. Riwayat aktivitas berat : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : Disangkal
b. Riwayat hipertensi : Disangkal
c. Riwayat DM : Disangkal
d. Riwayat alergi makanan & obat: Disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan peserta BPJS. Hidup di rumah pribadi, pasien tinggal
bersama ayah dan ibu serta kakaknya. Ayah pasien bekerja sebagai pegawai swasta
dan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Kesan : ekonomi cukup.
6. Riwayat Kehamilan/Prenatal
Pasien merupakan anak pertama dari ibu G2P2A0. Ibu pasien rutin
memeriksakan kandungan di bidan. Ibu pasien tidak menderita penyakit selama
kehamilan, tidak ada riwayat konsumsi obat tanpa resep dokter dan jamu selama
kehamilan. Ibu pasien rutin konsumsi vitamin yang diberikan oleh bidan. Kesan :
kehamilan baik.
7. Riwayat Persalinan/Natal
Pasien merupakan anak laki-laki yang lahir dari ibu G2P2A0 hamil 39 minggu,
lahir secara nomal di RS dibantu oleh dokter, tidak terdapat lilitan tali pusat,
langsung menangis kuat, BBL 2900 gram, PB 51 cm, saat lahir pasien tidak kuning
dan tidak biru, tidak ada kelainan bawaan. Kesan : neonatus cukup bulan, sesuai
masa kehamilan.
8. Riwayat Post Natal
Pasca persalinan langsung di rawat gabung. Rutin kontrol di puskesmas. Kesan :
riwayat postnatal baik.

4
9. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai usia.
10. Riwayat Nutrisi
Pasien minum ASI hingga usia 7 bulan dan mendapatkan makanan pendamping
ASI pada usia 6 bulan. Pasien mau makan sayur dan buah namun hanya makan
sedikit
11. Riwayat Perkembangan Anak
Anak mampu bersosialisasi baik dengan teman di sekolahnya. Kesan :
perkembangan baik sesuai usia.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 09 November 2022 pukul 13.00 WIB di
bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang:
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Vital sign
 Tekanan darah : tidak dilakukan
 Nadi : 90 x/menit
 Respiratory rate : 24 x/menit
 Suhu : 36,5C
 SpO2 : 98%
5. Status Gizi
BB : 48 kg
TB : 160 cm
IMT : 18,75 (normoweight)

5
6. Status generalisata
a. Kepala : Mesocephal, nyeri tekan (-), memar (-)
b. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil isokor 3mm/3mm (bulat, sentral, regular)
c. Telinga : Normotia, serumen (-/-), nyeri tragus (-/-), otore (-)
d. Hidung : Napas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
e. Mulut : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), permukaan rata, bibir kering (-), sianosis
(-)
f. Leher : Limfonodi (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-).
g. Thoraks
a) Paru
Pemeriksaan Depan Belakang

Inspeksi Kanan
Gerakan dada simetris kanan dan kiri,
Kiri tidak ada pernafasan tertinggal

Palpasi Kanan Taktil fremitus simetris kanan dan kiri

Kiri ICS : tidak melebar / menyempit

Perkusi Kanan Sonor Sonor

Kiri Sonor Sonor

Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler

Kiri Ronki (-/-), wheezing (-/-)

b) Jantung
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
2) Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI linea midclavicula sinistra.
Pulsus Epigastrium (-). Pulsus Parasternal (-). Pulsus Defisit (-). Sternal lift
(-). Thrill (-).
3) Perkusi :
 Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
 Batas kiri bawah jantung : ICS V 1-2 cm linea midclav

6
Sinistra
 Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternalis
sinistra
 Batas atas jantung : ICS II linea parasternalis
Sinistra
4) Auskultasi
 Suara jantung I dan II reguler
 Murmur (-) gallop (-)
h. Abdomen
a. Inspeksi
Permukaan tampak rata, warna sama dengan sekitar, massa (-), jejas (-),
jaringan parut (-)
b. Auskultasi : Bising usus (-) normal 10 x/menit
c. Perkusi : Timpani (+) seluruh lapang abdomen
d. Palpasi : Nyeri tekan (+), massa (-)
i. Ekstremitas
Superior Inferior
Jejas -/- -/-
Nyeri -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
CRT <2 detik +/+ +/+

7
7. Status Lokalisata
Regio genitalia eksterna
a. Inspeksi
 Penis : Terdapat glans penis tidak tertutup preputium, warna sama
dengan kulit sekitar, terlihat meatus uretra external berada diujung glans penis
 Scrotum sinistra : Tampak tergantung, warna kemerahan, edema (+), letak
tampak lebih tinggi dibandingkan scrotum dextra, posisi tampak lebih horizontal
dibanding scrotum dextra (angel’s sign)
b. Palpasi
Scrotum sinistra : Bentuk bulat, konsistensi keras, permukaan rata, massa (-), edema
(+), nyeri tekan (+), tidak teraba hangat, teraba posisi testis sinistra lebih tinggi (+)
(deming’s sign), phren’s sign (-) pada scrotum sinistra, reflex kremaster (-) pada
scrotum sinistra,

8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi lengkap
Pemeriksaan dilakukan tanggal 09 November 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit H 17,83 3
10 IU/mL 3,8 – 10,6
Eritrosit H 5,86 6
10 /uL 4,4 – 5,9
Hb H 16,2 g/dL 13,2 – 17,3
HT H 44,6 % 40 – 52
MCV L 79,4 fl 80 – 100
MCH 27,6 pg 26 – 34
MCHC 34,8 g/dL 32 - 36
Trombosit 330 3
10 IU/mL 150 – 440
RDW 12,9 % 11,5 – 14,5
MPV 9,4 fL
PLCR 19,5 %
Diff Count
Eosinofil absolut 0,12 103 IU/mL 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,04 3
10 IU/mL 0 – 0,2
Netrofil absolut H 14,09 3
10 IU/mL 1,8 – 8
Limfosit absolut 2,57 103 IU/mL 0,9 – 5,2
Monosit absolut H 1,01 3
10 IU/mL 0,16 – 1
Eosinofil L 0,7 % 2–4
Basofil 0,2 % 0-1
Neutrofil H 79,0 % 50 – 70
Limfosit L 14,4 % 25 – 40
Monosit 5,7 % 2–8
Netrofil limfosit ratio H 5,48 <3,13

2. Kimia klinik
Pemeriksaan dilakukan tanggal 09 November 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa sewaktu 92 mg/dL 60-100

3. Elektrolit
Pemeriksaan dilakukan tanggal 09 November 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kalium 4,4 mmol/L 3,1 – 5,1
Natrium L 132 mmol/L 135 – 147

9
4. USG Testis Bilateral
Pemeriksaan dilakukan tanggal 10 November 2022

10
Kutis dan sub kutis regio scrotal kiri tampak menebal

Testis Kiri :
Tampak edema dan tekukan epididymis, vaskularisasi masih tampak (+)
Testis kiri ukuran (2,29 x 2,09 x 3,41), parenkim sedikit inhomogen, tampak area
slightly hypoechoic pada aspek posterolateral kiri testis
Tidak tampak nodul, tidak tampak kalsifikasi
Tidak tampak adanya vaskularisasi intra testicle
Tampak akumulasi cairan di peri testicular

Testis Kanan :
Ukuran dan bentuk normal, parenkim homogen, tak tampak nodul, tak tampak
kalsifikasi
Epididymis baik
Vaskularisasi intra testicle baik
Tampak minimal akumulasi cairan di peri testicular kanan

Tidak tampak herniasi jaringan lunak ke regio scrotal baik pada saat relaksasi maupun
valsava
Tidak tampak dilatasi pleksus pempiniformis

Kesan :
Torsio Testis Kiri
Lesi slightly hypoechoic intra parenkim testis (aspek posterolateral kiri), suspect awal
infark
Akumulasi cairan di peri testicular kiri/reactive hydrocele
Edema jaringan lunak scrotal kiri
Struktur testis kanan baik
Akumulasi cairan minimal di peritesticular kanan

11
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Torsio Testis Sinistra
Diagnosis Banding
Orchitis

F. INITIAL PLAN
1. Terapi
a. Medikamentosa
a) Infus RL 20 tpm
b) Injeksi Ketorolac 2x1 ampul
b. Non medikamentosa
Pro CITO Orchidectomy Sinistra
2. Monitoring
a. Keluhan pasien
b. Keadaan umum
c. Tanda vital
d. Skala nyeri
3. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa nyeri yang dirasakan
diakibatkan buah zakar yang terpuntir
b. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa kondisi ini adalah kondisi
akut yang butuh penanganan segera, untuk melepas puntiran dari buah zakar
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa diperlukan tindakan
operasi untuk melihat vitalitas dari buah zakar pasien dan mengembalikan posisi
buah zakar ke arah yang benar

G. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TORSIO TESTIS

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir
yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis
dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat
dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani
dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan
infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat, 2004).

Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi
pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah
usia 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).
Janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita
torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik
unilateral ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-
pasien dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari
keluhan-keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang
dapat berujung pada kesalahan terapi (Cuckow, 2000).

Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat


penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang
tepat. Sekitar 2/3 pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Keterlambatan dan kegagalan dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses
torsio yang berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis
dan jaringan disekitarnya (Cuckow, 2000).

Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera


dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan
menurun seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun
penyebab tersering hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan
dalam mencari pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan
keterlambatan terapi (13%) (Cuckow, 2000).

13
A. Anatomi Testis
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dg berat 10-14 gr dg
panjang 4 cm ukuran dari anterior ke posterior 3 cm dan lebar 2,5cm dan memiliki
bagian-bagian yakni extremitas superior, extremitas inferior, facies lateralis, facies
medialis, margo anterior (convex), margo posterior (datar).

Testis berada didalam skrotum bersama epididimis yaitu kantung


ekstraabdomen tepat dibawah penis. Testis kiri terletak lebih rendah daripada yang
kanan. Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika
vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intraabdomen yang bermigrasi ke
dalam skrotum primitive selama perkembangan genetalia interna pria, setelah migrasi ke
dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus vaginalis) akan menutup.

Setelah pubertas, selain sebagai organ reproduksi (menghasilkan spermatozoa)


juga sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen yang berguna
untuk mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder.

Lapisan Pembungkus Testis (Orchis)

Testis terletak di dalam cavum scrota yang ditutupi oleh scrotum. Dimana lapisan nya
dari luar ke dalam yakni :

a. Cutis

b. Tunica dartos

c. Fascia Spermatica Externa

d. M. Cremasterica

14
e. Fascia Cremasterica

f. Fascia Spermatica Interna

g. Tunica Vaginalis Propia

h. Tunica Albuginea

Vaskularisasi Testis (Orchis)


-- A. testicularis dextra et sinistra cabang dari aorta abdominalis
- V. testicularis dextra yang akan bermuara ke V. Cava Inferior
- V. testicularis sinistra yang akan bermuara ke v. renalis sinistra lalu bermuara ke Vena
Cava Inferior

Innervasi Testis (Orchis)


Testis dipersarafi oleh serabut saraf dari plexus nervacus tertucularis. Plexus ini
dibentuk oleh nervus thoracalis VI-XII.

Testis terdiri dari 3 sel yaitu :

a. Sel Leydig yang berfungsi untuk menghasilkan hormon testoseron untuk


menumbuhkan ciri-ciri kelamin sekunder laki-laki. Sel ini juga sebagai Endocrin
b. Sel Sertoli yang berfungsi untuk memberi makan sperma yang dirangsang oleh
FSH yang dihasilkan oleh Adenehypophysis. Sel ini Sebagai sebagai Eksocrin
c. Sel Spermatozoid yang berfungsi untuk menghasilkan sperma yang berada pada
dinding Tubulus Seminiferus Contortus. Sel ini sebagai Eksocrin

3 sel ini dibagi 2 bagian yaitu Sel Leydig Sebagai Endocrin sedangkan Sel Sertoli dan
Sel Spermatozoid sebagai Eksocrin. Testis menghasilkan hormon testosterone yang
berfungsi untuk memacu perkembangan system reproduksi steroid pria dan ciri
seksual sekunder pria.

B. Etiologi Torsio Testis


Adanya kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami
torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan
pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak

15
(seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang
terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum (Purnomo, 2003).
Faktor predisposisi lain terjadinya torsio meliputi peningkatan volume testis
(sering dihubungkan dengan pubertas), tumor testis, testis yang terletak horisontal,
riwayat kriptorkismus, dan pada keadaan dimana spermatic cord intrascrotal yang
panjang (Ringdahl & Teague, 2006).
Trauma dapat menjadi faktor penyebab pada sekitar 50% pasien, torsio timbul
ketika seseorang sedang tidur karena spasme otot kremaster. Kontraksi otot ini karena
testis kiri berputar berlawanan dengan arah jarum jam dan testis kanan berputar searah
dengan jarum jam. Aliran darah terhenti, dan terbentuk edema. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan iskemia testis (Wilson & Hillegas, 2006).

C. Manifestasi Klinis Torsio Testis


Nyeri akut pada daerah testis disebabkan oleh torsio testis,
epididimitis/orchitis akut atau trauma pada testis. Nyeri ini seringkali dirasakan hingga
ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ
intraabdominal. Sedangkan nyeri tumpul disekitar testis dapat disebabkan karena
varikokel (Purnomo, 2003).

Pada torsio testis, pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang
sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu disebut akut
skrotum. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah sehingga
jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Gejala lain yang juga
dapat muncul adalah mual dan muntah, kadang-kadang disertai demam ringan. Gejala
yang jarang ditemukan pada torsio testis ialah rasa panas dan terbakar saat berkermih,
dan hal ini yang membedakan dengan orchio-epididymitis (Wilson & Hillegas, 2006).

16
D. Patofisiologi Torsio Testis

ETIOLOGI

Trauma Testis Tumor Latihan yang Perubahan


testis berlebihan keadaan extreme

Spasme otot Testis berotasi bebas


kremaster

Aliran darah terhenti

Iskemia testis

Nekrosis

Nyeri menjalar Demam


ke abdomen

Stimulasi mual-
muntah dari otak

17
E. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis dengan penyebab
akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada scrotum akan tampak
bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas hingga scrotumsisi
kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa nyeri pada palpasi.
Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya testis yangterletak
transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan nyeri sertatampak
lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral, oleh karenaadanya
kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam scotum disebabkan karena
pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut merupakan pemeriksaan yang
spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya nyeri juga tidak berkurang bila
dilakukan elevasi testis (Prehn sign) (Ringdahl & Teague, 2006).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya refleks
cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan inimemiliki
sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan
keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk
menilai aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional
tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah

18
testis secara nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama
sehingga kasus bisa terlambat ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna
merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding
dengan pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat
menilai aliran darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan aliran
darah dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi
patologis lain pada scrotum (Purnomo, 2003).
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang
sudah lama dan mengalami keradangan steril (Purnomo, 2003).
Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis torsio
testismasih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis yang nyata
(Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006).
Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat
membedakanproses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus
urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau
tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin
mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan pemeriksaan
darah dan sediment urin (Purnomo, 2003).
b. Pemeriksaan Radiologi

Color Doppler Ultrasonography (Saladdin, 2009).

1) Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
2) Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas
82-90% dan spesifitas 100%.
3) Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis
yang echotexture\Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi
pada skrotum seperti hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
4) Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan
adanya perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis
sudah mulai terjadi.

19
Nuclear Scintigraphy (Saladdin, 2009):

1) Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk


melihat aliran darah testis.
2) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran
darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.
3) Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah
iskemia akibat infeksi.
4) Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
5) Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum
merupakan tanda patognomonik terjadinya torsio.

20
3. Dianosis Banding
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain
sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain (Minevich, 2007; Ringdahl &
Teague, 2006) :
a. Epididimitis akut
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri scrotum
akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari uretra,
adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain
isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada
pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s
sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang
nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif), sedangkan pada torsio testis
nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien epididimitis akut biasanya
berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan
adanya leukosituria dan bakteriuria
b. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel komunikans) atau belum
sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi
cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis
atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau
reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu
tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum
dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan

21
adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang
sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus
dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi.

a. Hernia incarserata
Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke
dalam scrotum yang muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan
tekanan intraabdominal seperti batuk atau mengejan. Benjolan dapat hilang
bila berbaring. Ukuran benjolan dapat bervariasi dari kecil sampai besar, Bila
hernia sudah mengalami inkarserta maka gejala yang timbul dapat berupa
mual, nyeri kolik abdomen, konstipasi, keerahan pada skrotum, dan bila di
auskultasi dapat didengat bunyi bising usus di daerah skrotum.

22
c. Tumor testis
Pembesaran testis yang tidak nyeri, biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun
dan sering disertai dengan limfadenopati abdomen

F. Terapi
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus
dapat mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).

Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan


memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya
ke medial maka dianjurkan memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu,
kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya
nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Detorsi manual
merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu menunggu tindakan
pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur pembedahan. Jika
detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan (Purnomo, 2003).

Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit


gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini
sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya
terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari
RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah
hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan
memperburuk derajat torsio (Govindarajan, 2011).

23
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang
untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Purnomo, 2003).

Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada


arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang
mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis (Purnomo,
2003).
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang
untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Govindarajan, 2011).
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu (Govindarajan, 2011):
a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
b. Melakukan detorsi testis yang torsio
c. Memeriksa apakah testis masih viable
d. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih
viable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain
disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah
berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih mempertahankan
pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan medikolegal,
yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi
pada testis kontralateral. Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif
pada testis kontralateral. Hal ini dilakukan karena testis kontralaeral memiliki
kemungkinan torsio di lain waktu (Govindarajan, 2011).
Jika testis masih hidup, dilakuakn orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika
dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi

24
dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat
untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang
sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan
kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah
mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada dalam skrotum akan
merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas dikemudian hari (Purnomo, 2003).

G. Prognosis
Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan
pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.

H. Komplikasi
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas
terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset gejala
yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan angka
pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular dapat
terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi testis
meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari TT adalah
kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut tidak
diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis
mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan
(Greenberg, 2005).
Komplikasi torsio testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian
ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan
apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui mengikuti
ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan dengan
pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam
skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi
kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering timbul dari

25
torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas sekunder, deformitas
kosmetik (Graham, 2009).

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuckow, PM. 2001. Torsion of Testis. BJU International (2000). The Hospital for
Sick Children ; Bristol, United Kingdom
2. Graham; Townell, Nick. 2010. Testicular Torsion. British Medical Journal (Overseas
& Retired Doctors Edition;7/31/2010, Vol. 341 Issue 7767, p249
3. Greenberg, Michael. 2005. Testicular Torsion page 329. Greenberg’s Text Atlas of
Emergency Medicine. Lippicott Williams – Willkins : Philadelphia
4. Leape.L.L . 1990. Testicular Torsion. In : Ashcraft.K.W (ed), Pediatric Urology,;
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
5. Minevich.E. 2007. Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric
urology, akses di http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm
6. Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.
7. Ringdahl, Erika MD ; Teague, Lynn MD. 2006. Testicular Torsion. American Family
Physician. University of Missouri–Columbia School of Medicine: Columbia,
Missouri 15;74(10):1739-1743.
8. Rupp.T.J. 2006. Testicular Torsion, Department of Emergency Medicine, Thomas
Jefferson University, akses di http://www.emedicine.com/med/topic2560.htm
9. Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill
Livingstone. 1975. 324-325.
10. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.
11. Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-
Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai