Oleh:
Hanna Christin Mutiara Zebua
130100127
Pembimbing :
Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K)
Oleh:
Oleh:
Hanna Christin Mutiara Zebua
130100127
Pembimbing :
Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K)
Koordinator P3D
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Pembimbing Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul “Gangguan Ansietas Perpisahan”.
Penyelesaian penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing yaitu Dr. dr. Elmeida Effendy, M.Ked (KJ)., Sp.KJ (K), atas
bimbingan dan arahannya selama mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
(P3D) di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari dalam penyelesaian makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari
semua pihak di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap kiranya paper ini dapat memberikan manfaat
dan sumbangsih bagi institusi dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang Gangguan Ansietas Perpisahan.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
anak seperti ini akan terus merenung dan menampilkan rasa ketakutan untuk diri
mereka sendiri dan orang yang mereka cintai. Jika kita memberikan nasihat yang
tapat kepada anak, anak dapat mengatasi rasa takut ini. Namun, jika kita
mengabaikannya, maka kondisi ini dapat memiliki efek pada perkembangan anak
dan pandangan masa depan.1,4
2.1. Definisi
Gangguan kecemasan berpisah (separation anxiety disorder) adalah
bentuk kecemasan berlebihan yang dialami anak ketika berpisah dari orang-orang
yang dekat dengannya (major attachment figure), misalnya ibu, atau ketika jauh
dari rumah. Diperkirakan bahwa beberapa jenis gangguan kecemasan masa kanak-
kanak mempengaruhi hingga 10% dari anak usia sekolah.1,2
Suatu tingkat cemas perpisahan (separation anxiety) adalah fenomena
yang universal, dan merupakan bagian yang diperkirakan pada perkembangan
anak yang normal. Bayi menunjukkan cemas perpisahan dalam bentuk cemas
terhadap orang asing (stranger anxiety) pada usia kurang dari 1 tahun jika bayi
dan ibunya dipisahkan. Beberapa cemas perpisahan juga normal pada anak-anak
kecil yang masuk sekolah untuk pertama kalinya. Tetapi gangguan cemas
perpisahan, ditemukan jika secara perkembangannya adalah tidak sesuai dan
kecemasan yang berlebihan timbul dalam hal perpisahan dari tokoh perlekatan
yang utama. Penghindaran sekolah (school avoidance) dapat terjadi.1,2,3
Menurut Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders edisi
keempat (DSM-IV), gangguan cemas perpisahan memerlukan adanya
sekurangnya tiga gejala yang berhubungan dengan kekhawatiran berlebihan
tentang perpisahan dari tokoh perlekatan utama. Ketakutan mungkin mengambil
bentuk penolakan sekolah, ketakutan dan ketegangan akan perpisahan, keluhan
berulang gejala fisik tertentu seperti nyeri kepala dan nyeri perut jika akan
dihadapi perpisahan, dan mimpi buruk tentang masalah
perpisahan. Kriteria diagnostik DSM-IV memasukkan durasi sekurangnya empat
minggu dan onset sebelum usia 18 tahun.1,4
2.2. Epidemiologi
Gangguan cemas perpisahan adalah lebih sering terjadi pada anak kecil
dibandingkan remaja dan dilaporkan terjadi sama seringnya pada anak laki-laki
3
4
dan anak perempuan. Onset dapat terjadi pada tahun-tahun pra sekolah tetapi yang
tersering ditemukan pada usia 7 sampai 8 tahun. Prevalensi gangguan cemas
perpisahan diperkirakan 3 sampai 4 persen dari semua anak usia sekolah dan 1
persen dari semua remaja.1,3
2.3. Etiologi1,3
Faktor Psikososial
Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu, adalah yang terutama rentan
terhadap kecemasan yang berhubungan dengan perpisahan. Karena anak
mengalami urutan ketakutan perkembangan takut kehilangan ibu, takut
kehilangan cinta ibu, takut cedera tubuh, takut akan impulsnya, dan takut akan
cemas hukuman (punishing anxiety) dari superego dan rasa bersalah sebagian
besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu atau lebih
ketakutan-ketakutan tersebut. Tetapi, gangguan cemas perpisahan terjadi jika anak
memiliki ketakutan yang tidak sesuai akan kehilangan ibu. Dinamika yang sering
adalah penyangkalan dan pengalihan perasaan kemarahan anak terhadap tokoh
orang tua kepada lingkungan, yang selanjutnya menjadi sangat mengancam. Rasa
takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya pada salah satu orang tua adalah
preokupasi yang menetap; anak dapat merasa aman dan yakin hanya dengan
kehadiran orang tua. Sindrom sering ditemukan pada masa anak-anak, terutama
dalam bentuk ringan yang tidak mencapai tempat periksa dokter. Hanya jika
gejala menjadi ditegakkan dan mengganggu adaptasi umum anak dalam
kehidupan keluarga, teman sebaya, dan sekolah, mereka datang untuk
mendapatkan perhatian profesional.
Pola struktur karakter pada banyak anak dengan gangguan adalah barhati-hati,
hasrat untuk menyenangkan, dan kecenderungan ke arah kecocokan. Keluarga
cenderung erat dan mengasuh, dan anak sering tampak manja atau sasaran
perhatian orang tua secara berlebihan. Stress kehidupan luar sering bersamaan
dengan perkembangan gangguan. Kematian seorang sanak saudara, penyakit pada
anak, perubahan lingkungan anak, atau pindah ke rumah baru atau sekolah baru
sering kali ditemukan dalam riwayat anak dengan gangguan.
5
Faktor Belajar
Ansietas fobik dapat ditularkan dari orang tua ke anaknya melalui pemberian
model secara langsung. Jika orangtua penuh ketakutan, anak kemungkinan
memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru, terutama pada lingkungan sekolah.
Beberapa orangtua tampaknya mengajari anak-anaknya untuk cemas dengan
melindungi mereka secara berlebihan (overprotecting) dari bahaya yang
diharapkan atau dengan membesar-besarkan bahaya. Sebagai contoh, orang tua
yang ngeri di ruangan selama kilatan cahaya mengajarkan anaknya untuk
melakukan hal yang sama. Orangtua yang ketakutan terhadap tikus atau serangga
menyampaikan afek takut kepada anaknya. Sebaliknya, orangtua yang menjadi
marah pada anak selama awal permasalahan fobik tentang binatang dapat
menanamkan permasalahan fobik pada anak-anak dengan intensitas kemarahan
yang diekspresikan.
Faktor Genetik
Kumpulan inhibisi perilaku temperamental, rasa malu yang berlebihan,
kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan yang tidak akrab, dan ansietas
perpisahan semuanya cenderung memiliki peran serta genetik. Penelitian keluarga
telah menunjukkan bahwa keturunan biologis dari orang dewasa dengan gangguan
kecemasan adalah rentan terhadap gangguan cemas perpisahan pada masa anak-
anak. Orang tua yang memiliki gangguan panik dengan agorafobia tampaknya
memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas perpisahan.
Gangguan cemas perpisahan dan depresi pada anak-anak adalah bertumpang
tindih, dan beberapa klinisi memandang gangguan cemas perpisahan sebagai
varian dari gangguan depresif.
atau tanpa figur kelekatan utamanya di rumah atau tanpa orang dewasa yang
signifikan di lingkungan lain.
6) Keengganan persisten atau penolakan untuk tidur tanpa berada di dekat
figur kelekatan utama atau tidur jauh dari rumah.
7) Mimpi buruk berulang yang meliputi tema perpisahan.
8) Keluhan gejala fisik berulang (seperti sakit kepala, sakit perut, mual atau
muntah) ketika perpisahan dengan figur kelekatan utama terjadi atau
diantisipasi.
B. Lama gangguan ini sedikitnya 4 minggu.
C. Onsetnya sebelum usia 18 tahun.
D. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
gangguan dalam fungsi sosial, akademik (pekerjaan), atau fungsi penting lain.
E. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan pada
remaja dan dewasa, tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan panik dengan
agrofobia.
4) Terus menerus enggan atau menolak untuk tidur tanpa ditemani atau
didampingi oleh tokoh kesayangannya;
5) Terus menerus takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri, atau
tanpa ditemani oarang yang akrab di rumah pada siang hari.
6) Berulang mimpi buruk tentang perpisahan.
7) Sering timbulnya gejala fisik (rasa mual sakit perut, sakit kepala, muntah-
muntah, dsb) pada peristiwa perpisahan dari tokoh yang akrab dengan
dirinya, seperti keluar rumah untuk pergi ke sekolah.
8) Mengalami rasa susah berlebihan (yang tampak dari ansietas, menangis,
mengadat, merana, apatis, atau pengunduran sosial), pada saat sebelum,
selama atau sehabis berlangsungnya perpisahan dengan tokoh yang akrab
dengannya.
Diagnosis ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum pada perkembangn
fungsi kepribadian.2
Ciri penyerta adalah ketakutan akan kegelapan dan ketakutan yang
dikhayalkan dan aneh. Anak-anak mungkin melihat mata memandang pada diri
mereka dan menjadi asyik dengan tokoh atau monster mitos yang akan
mengambil mereka dari tempat tidurnya.1
Banyak anak menuntut dan mengganggu ke dalam hubungan orang
dewasa dan memerlukan perhatian terus-menerus untuk menghilangkan
kecemasan mereka. Gejala timbul jika perpisahan dari tokoh orang tua yang
penting menjadi diperlukan. Jika perpisahan diancamkan, banyak anak dengan
gangguan tidak mengalami kesulitan interpersonal. Tetapi, mereka mungkin
terlihat sedih dan mudah menangis. Mereka kadang-kadang mengeluh bahwa
mereka tidak dicintai, mengekspresikan keinginan untuk mati, atau mengeluh
bahwa sanak saudara mereka adalah lebih disukai daripada mereka. Mereka
seringkali menunjukkan gejala gastrointestinal mual, muntah, dan nyeri perut dan
mengalami rasa sakit pada berbagai bagian tubuh, sakit tenggorok, dan gejala
mirip flu. Pada anak-anak yang lebih besar, dilaporkan gejala kardiovaskular dan
respirasi yang tipikal berupa palpitasi, pusing, pingsan dan tercekik.1
9
menolak hadir di sekolah untuk periode waktu yang panjang. Laporan telah
menyatakan adanya tumpang tindih yang bermakna gangguan cemas perpisahan
dan gangguan depresif. Pada kasus yang sulit tersebut, prognosisnya adalah
terbatas.
Sebagian besar penelitian follow-up meiliki masalah metodologis dan
adalah anak-anak fobik sekolah yang dirawat di rumah sakit, bukan anak dengan
gangguan cemas perpisahan sendiri. Sedikit yang dilaporkan tentang hasil akhir
dari kasus yang ringan, apakah anak ditemukan dalam terapi rawat jalan atau tidak
mendapatkan terapi. Terlepas dari keterbatasan penelitian, penelitian menyatakan
bahwa beberapa anak dengan fobia sekolah yang parah terus menolak masuk
sekolah selama bertahun-tahun.
Selama tahun 1970-an telah dilaporkan bahwa banyak wanita dewasa
agorafobik menderita gangguan cemas perpisahan pada masa anakanaknya.
Walaupun penelitian menyatakan bahwa banyak anak dengan gangguan
kecemasan memiliki risiko tinggi untuk suatu gangguan kecemasan dewasa,
hubungan spesifik antara gangguan cemas perpisahan pada masa anak-anak dan
agorafobia pada masa dewasa belum ditegakkan dengan jelas. Penelitian memang
menyatakan bahwa orang tua yang penuh kecemasan memiliki risiko tinggi untuk
memiliki anak dengan gangguan kecemasan. Di samping itu, pada tahun-tahun
belakangan beberpa kasus telah melaporkan aak-anak yang datang dengan
gangguan panik dan gangguan cemas perpisahan.
2.7. Terapi3
Rencana terapi multimodal – termasuk terapi kognitif-perilaku, edukasi
keluarga, dan intervensi psikososial keluarga dianjurkan dalam penatalaksanaan
awal gangguan ansietas perpisahan. Intervensu farmakologik dianjurkan ketika
strategi tambahan diperlukan untuk mengendalikan gejala. Terapi kognitif-
perilaku saat ini direkomendasikan secara luas sebagai terapi lini pertama untuk
berbagai gangguan ansietas pada anak, termasuk gangguan ansietas perpisahan.
Strategi kognitif spesifik dan latihan relaksasi juga merupakan komponen terapi
untuk beberapa anak untuk memberikan mereka mekanisme yang dapat mereka
11
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H, Sadock B. Gangguan Lain pada Masa Bayi, Masa Anak-anak, atau
Masa Remaja. Dalam Sinopsis Psikiatri. Jilid II. Jakarta: ECG, 808-812.
2. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Dalam: Maslim,
Rusdi, editor. 2001:141.
3. Sadock B, Kaplan H. Gangguan Masa Bayi, Masa Kanak, dan Remaja
Lainnya. Dalam: Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2.
Jakarta: ECG,2012: 621-629
4. Jellinek MS, Kearns ME. Separation anxiety. American Academy of
Pediatric. 16;57.
5. Ehrenreich JT, Santucci LC. Separation anxiety disorder in youth:
phenomenology, assessment, and treatment. Psicol Conductual. 2008 January
1; 16(3): 389-412.
13