DURASI : 7 JP
Gambar 5.1 Contoh formulir nomiasi sesuai GSA antara penjual gas dan PLN
............................................................................................................................ 6
Gambar 5.2 Contoh formulir konfirmasi sesuai GSA antara penjual gas dan
PLN .................................................................................................................... 7
Gambar 5.3 Blok diagram proses pembelian gas dari penjual gas sampai
dengan pembangkit listrik PLN .......................................................................... 10
Gambar 5.4 Contoh Berita Acara perhitungan penyerahan gas dan TOP ....... 12
Gambar 5.5 Blok diagram proses perhitungan jasa pengangkutan gas ........... 16
Point penting dari manajemen kontrak gas adalah memastikan pasokan gas ke
pembangkit PLN dengan biaya murah dapat terus terjaga sesuai kebutuhan PLN
(sustainable and flexible). Pasokan gas ke pembangkit PLN diharapkan
mendekati kondisi ideal yang memenuhi kriteria sustainable and flexible, yaitu
kondisi yang memiliki ciri – ciri sumber pasokan gas yang cukup, merupakan
dedicated gas untuk PLN, bukan merupakan gas alokasi untuk export dan dapat
memenuhi kebutuhan sesuai demand PLN. Sedangkan kriteria flexible adalah
dapat mengikuti kebutuhan PLN dan dapat mengikuti langgam beban PLN serta
memiliki transportasi yang mudah.
Namun dalam kenyataannya, kondisi pasokan gas saat ini tidak memiliki ciri – ciri
yang menggambarkan kondisi sustainable and flexible. Kondisi gas pipa saat ini
memiliki ciri yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sesuai langgam beban PLN
dan tidak terintegrasi pada infratruktur pipa gas sehingga seringkali terjadi
kondisi over suplly pada daerah tertentu dan limit supply pada daerah lainnya.
Terkait dengan sustainability, kondisi gas pipa saat ini memiliki ciri – ciri
kandungan gas yang terbatas, bukan merupakan dedicated gas untuk PLN,
bersaing dengan alokasi export, seringkali mengalami decline sebelum
waktunya, memiliki periode yang pendek dan berdasar pada kondisi reasonable
endevour atau best effort serta tidak adanya pinalty apabila terjadi kegagalan
pasokan oleh penjual gas.
Dengan kondisi tersebut, PLN harus dapat mencari cara lain agar
keberlangsungan pasokan gas ke pembangkit PLN dapat memenuhi kriteria
sustainable and flexible seperti disebutkan di atas. Melalui beberapa inovasi dan
pemanfaatan teknologi, lack atas kelemahan gas pipa tersebut dapat diatasi,
diantaranya dengan penggunaan teknologi CNG dan LNG. Dukungan lain dari
unit operasional adalah agar dapat mengimplementasikan secara benar atas
GSA, GTA, GDP atau perjanjian – perjanjian lain yang telah disepakati dalam
upaya pemenuhan kebutuhan gas pembangkit PLN
Gas Sale Agreement biasa disingkat GSA merupakan perjanjian jual beli gas
antara PLN dengan penyedia gas pipa baik langsung kepada PSC/KKKS atau
trader yang memenuhi kriteria pengadaan barang dan jasa. Secara umum, PLN
terlebih dahulu mengajukan permintaan gas kepada Pemerintah baik melalui
SKK Migas ataupun langsung ke Ditjen Migas. Biasanya atas permintaan PLN
tersebut, Pemerintah secara langsung mengalokasikan gas kepada PLN sebagai
pembeli atas gas bagian negara. Berdasarkan Pedoman BPMIGAS No.
029/PTK/VII/2009, urutan kriteria prioritas pemanfaatan gas adalah sebagai
berikut :
b. Untuk pupuk
c. Untuk kelistrikan
Atas dasar itu, biasanya PLN selalu mendapatkan prioritas tawaran dari
Pemerintah untuk menjadi pembeli gas bagian negara pada suatu lapangan gas
tertentu. Apabila gas tersebut diperlukan oleh PLN maka selanjutnya SKK Migas
akan mengeluarkan SAL atau Sales Appointment Letter kepada KKKS/PSC
sebagai Penjual untuk menjual gas bagian negara kepada PLN (sektor
kelistrikan). Dengan dasar SAL tersebut dan mengacu pada peraturan
pengadaan khusus PLN maka PLN dapat melakukan proses penunjukan
langsung terhadap KKKS/PSC tersebut dengan persyaratan dan tahapan sesuai
Keputusan Direksi No. 0318.K/DIR/2014.
Sumur gas
Trader Memiliki
Fasilitas
Gambar 2.1 Alur pembelian gas secara langsung kepada KKKS/PSC atau trader
Gambar 2.1 di atas memperlihatkan pembelian gas yang biasa dilakukan oleh
PLN secara langsung dan melalui trader yang biasanya memiliki fasilitas tertentu
untuk memanfaatkan gas yang telah teralokasi. Adapun fasilitas yang biasanya
dimiliki trader dapat berupa pipa gas, fasilitas transportasi, fasilitas storage,
compression ataupun decompression dan regasification facility. Namun proses
pengadaan gas tersebut tetap mengacu kepada peraturan yang berlaku di PLN.
Dalam GSA banyak istilah dan klausul – klausul kontrak yang memerlukan
pemahaman karena memiliki istilah tersendiri dan berbeda dengan istilah – istilah
kontrak pada umumnya walaupun secara isi memiliki kesamaan arti. Beberapa
istilah dan maksud dari istilah – istilah dalam GSA adalah :
JPMB
JPMT
Pengurang JPMT/JPMB :
Hal – hal yang perlu menjadi perhatian terkait dengan klausul take or pay
termasuk penentuan JPMB dan JPMT diantaranya adalah :
Gas Make Up
Gas make up merupakan sejumlah gas yang telah dibayar oleh PLN namun
belum diambil atau dipergunakan PLN. Biasanya gas make up muncul apabila
PLN menyerap gas dibawah level take or pay baik yang bulanan atau tahunan.
Selisih volume gas antara take or pay dengan realisasi penyerapan gas PLN
inilah yang disebut sebagai gas make up. Sebelum Berita Acara JPMB atau
JMPT ditanda tangani oleh PLN dan penjual gas maka belum dapat dikatakan
adanya volume gas make up meskipun secara kenyataan PLN menyerap gas
dibawah take or pay level.
Dalam GSA biasanya telah disepakati cara – cara pengambilan gas make up
milik PLN. Untuk kontrak tahunan (JPMT) maka pengambilan gas make up
biasanya dilakukan setelah JPMT tahun berjalan terpenuhi. Demikian pula untuk
JPMB, gas make up dapat diambil setelah JPMB bulan berjalan telah terpenuhi.
Harga gas yang harus dibayarkan untuk mengambil gas make up adalah selisih
Hal penting lain terkait dengan gas make up adalah masa waktu pengambilan
gas make up. Beberapa GSA menyepakati pengambilan gas make up dapat
dilakukan sampai dengan waktu berakhirnya GSA namun terdapat beberapa
GSA yang menyepakati pengambilan gas make up sampai dengan maksimal 24
bulan sejak gas make up terjadi. Apabila masa pengambilan gas make up
terlewati maka penjual gas tidak berkewajiban lagi untuk menyediakan gas make
up sehingga gas yang telah terbayar tersebut dianggap hilang.
Jumlah Penyerahan Harian (JPH) atau Daily Contract Quantity (DCQ) adalah
jumlah gas yang disepakati antara PLN dan penjual gas dalam jumlah tertentu
dalam satuan BBTUD yang diserahkan penjual gas kepada PLN dalam setiap
hari.
Gas ekses
Umumnya gas ekses merupakan gas yang diserahkan penjual gas atas
permintaan PLN dengan besaran volume diatas JPMH. Namun terdapat pula
dalam GSA PLN lainnya yang menyepakati bahwa gas ekses adalah gas dengan
volume pengambilan antara JPH sampai dengan JPMH. Biasanya gas ekses ini
memiliki harga gas yang berbeda dengan harga gas pada volume harian sesuai
Shortfall
SBLC
Merupakan jaminan pembayaran yang wajib diberikan PLN kepada penjual gas
sebagai jaminan atas gas yang telah diberikan penjual gas. Nilai SBLC biasanya
setara dengan nilai untuk melindungi total nilai gas dalam periode tertentu.
Misalnya SBLC 70 (tujuh puluh) hari memiliki arti PLN harus menyediakan
jaminan pembayaran senilai dengan harga gas dengan volume sebesar 70 (tujuh
puluh) hari penyaluran. Adapun justifikasi 70 (tujuh puluh) hari jaminan
pembayaran karena selang waktu selama 30 (tiga puluh) hari untuk penyaluran
gas, 10 (sepuluh) hari sebagai waktu penagihan gas, 20 (dua puluh) hari untuk
waktu PLN melakukan pembayaran dan 10 (sepuluh) hari adalah rentang waktu
yang dimiliki penjual gas sampai dengan pemutusan gas apabila PLN tidak
melakukan pembayaran.
Kondisi saat ini, posisi PLN tidak bersedia untuk menerbitkan SBLC dengan
alasan bahwa PLN merupakan BUMN dengan 100% dimiliki Pemerintah/Negara
dan selama ini tidak pernah mengalami kegagalan pembayaran gas. SBLC akan
diterbitkan PLN apabla PLN mengalami default pembayaran atau apabila saham
PLN tidak lagi 100% dimiliki Pemerintah/Negara.
Merupakan tanggal yang disepakati oleh penjual gas dan PLN sebagai tanggal
dimulainya penyerahan/penerimaan gas setelah masa uji coba yang dituangkan
dalam dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh penjual gas dan PLN.
Periode Comissioning
Condition Precedent
Masa Pemeliharaan
Masa pemeliharaan yang umumnya selama 15 hari dalam setiap tahun untuk
penjual gas dan PLN merupakan masa waktu yang disepakati PLN dan penjual
gas untuk dilakukan pemeliharaan peralatan masing – masing.
Merupakan gas yang diserahkan penjual gas kepada PLN namun kualitas gas
tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi gas yang disepakati antara penjual gas
dan PLN seperti tertuang dalam GSA. Klaim gas off specification ini wajib
dilengkapi dengan hasil uji dari peralatan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Titik Titik
Terima Serah
Gambar 2.2 Alur pengangkutan gas milik PLN dari titik terima sampai dengan titik
serah
Gambar 2.2 di atas memperlihatkan alur pengangkutan gas milik PLN dari titik
terima sampai dengan titik serah. Proses pengangkutan gas pipa tersebut
merupakan bagian dari fungsi GTA yang disepakati antara PLN dengan pemilik
pipa gas. Gas milik PLN diserahkan kepada pemilik pipa gas untuk selanjutnya
ditransportasikan melalui pipa gas sampai dengan titik serah. Tujuan dari proses
ini adalah untuk memanfaatkan pipa gas milik pihak lain guna menyalurkan gas
milik PLN yang berlokasi jauh dari lokasi pembangkit listrik PLN sehingga gas
tersebut dapat dimanfaatkan oleh pembangkit listrik PLN.
Seperti halnya dalam GSA, terdapat beberapa istilah dalam klausul – klausul
perjanjian pengangkutan gas yang memerlukan pemahaman karena memiliki
istilah tersendiri dan berbeda dengan istilah – istilah dalam kontrak pada
Jumlah Penyerahan Harian (JPH) atau Daily Contract Quantity (DCQ) memiliki
pengertian yang sama dengan istilah JPH/DCQ dalam GSA hanya saja satuan
yang digunakan adalah satuan volume (MSCFD).
Tarif dinyatakan dalam US$/MSCF (million standard cubic feet). Toll fee tersebut
biasanya ditetapkan oleh BPH MIGAS berdasarkan keputusan Kepala BPH
MIGAS. Adapun standard cubic feet atau SCF merupakan jumlah gas bumi
dalam kondisi kering pada suhu 60oF dan tekanan sebesar 14,73 PSIA yang
menempati ruang 1 (satu) cubic feet.
Gas Ekses
Merupakan gas bumi yang diterima transporter dari shipper untuk diangkut dari
titik terima ke titik serah, dengan volume diatas JPMH yang bukan merupakan
make up transport. Biasanya besarnya tarif toll fee untuk penyaluran gas ekses
SOP
Ship or pay adalah jumlah minimum pembayaran atas jasa penyaluran gas bumi
yang harus dibayarkan oleh shipper kepada transporter yang berlaku sejak
tanggal dimulai.
Make Up Transport
Merupakan jasa pengangkutan gas bumi pada pipa gas yang sudah dibayarkan
shipper namun belum dimanfaatkan oleh shipper yang timbul karena
pemanfaatan pipa gas dibawah ship or pay level. Cara – cara pengambilan ship
or pay biasanya identik dengan cara – cara pengambilan gas make up dalam
GSA.
Tanggal Dimulai
Merupakan suatu tanggal yang disepakati antara transporter dan shipper pada
saat gas bumi mulai dialirkan oleh shipper dan diterima oleh transporter di titik
terima.
Titik Terima
Merupakan titik transaksi dimana tanggung jawab atas penyaluran beralih dari
shipper ke transporter. Titik terima ini juga dipergunakan sebagai custody
transfer volume pengangkutan gas antara shipper dan transporter.
Titik Serah
Merupakan titik dimana gas bumi diserahkan kembali oleh transporter kepada
shipper dan tanggung jawab atas penyaluran gas bumi tersebut beralih kembali
dari transporter kepada shipper.
Seperti halnya dalam GSA, kondisi ideal pengangkutan gas melalui GTA sangat
diharapkan PLN mengingat kondisi saat ini model penyaluran gas melalui pipa
a. Penerapan sistem open access atas pipa gas guna flexibilitas penyaluran
b. Penetapan tarif toll fee oleh BPH MIGAS pada seluruh ruas pipa gas
e. Terdapat terminal gas sebagai hub sehingga gas dapat masuk ke dalam
sistem pipa dengan flexibilitas arah aliran melalui mekanisme swap.
Gas Delivery Procedure atau biasa disingkat GDP merupakan dokumen prosedur
penyerahan gas dari penjual gas/KKKS/PSC kepada PLN. Prosedur ini
merupakan penjabaran secara operasi dari GSA yang telah disepakati antara
penjual gas dengan PLN. Sebelum diimplementasikan prosedur ini harus terlebih
dahulu mendapatkan persetujuan dari Pejabat Ditjen Migas Kementerian ESDM.
Seluruh pihak yang terlibat dalam proses jual beli gas wajib menandatangani
GDP termasuk SKK Migas dan Ditjen Migas.
GDP mencakup prosedur – prosedur teknis yang akan dilakukan dalam proses
penyerahan dan penerimaan gas, diantaranya ketentuan penyerahan,
pemeriksaan dan kalibrasi alat – alat ukur yang akan digunakan, ketentuan –
ketentuan apabila alat ukur tidak berfungsi, perhitungan penyerahan energi
apabila alat ukur terjadi penyimpangan dan pelaporan. Termasuk dalam prosedur
ini adalah kejelasan tentang peta lapangan gas/sumber gas, diagram alat ukur,
spesifikasi alat ukur, berita acara pengujian alat ukur, laporan analisa gas, berita
acara pencatatan dan berita acara – berita acara lainnya.
Sebagai turunan dari GSA dan GDP, untuk hal – hal operasional yang belum
tertuang dalam GSA maupun GDP maka perlu dituangkan dalam SOP (Standard
Operating Procedure) yang dibuat dan disepakati oleh perwakilan penjual gas
dan unit operasional sebagai wakil dari PLN. Selanjutnya SOP tersebut wajib
untuk dilaksanakan oleh penjual gas dan PLN untuk hal – hal operasional yang
belum tertuang dalam GSA atau GDP.
Master Sale Agreement (MSA) & Sales Purchase Agreement (SPA) merupakan
perjanjian pembelian gas yang biasanya digunakan untuk transaksi jual beli LNG,
dimana PLN membeli langsung dari penyedia LNG. Perbedaan mendasar antara
MSA dan SPA adalah sebagai berikut :
a. MSA digunakan untuk perjanjian jual beli LNG berbasis spot, sedangkan
SPA merupakan perjanjian pembelian LNG dengan sejumlah kargo LNG
(volume tertentu) untuk suatu periode tertentu.
Seperti halnya dalam GSA ataupun GTA, terdapat beberapa istilah dalam klausul
– klausul MSA dan SPA yang memerlukan pemahaman karena memiliki istilah
berbeda dengan istilah – istilah dalam kontrak pada umumnya. Beberapa istilah
dan maksud dari istilah – istilah dalam MSA maupun SPA diantaranya adalah :
ADP
ACQ
Annual Contract Quantity atau ACQ adaah nominasi tahunan yang tertera di
dalam SPA atau perjanjian jual beli LNG.
AACQ
DQT
UQT
Upward Quantity Tolerance atau UOT adalah keleluasan yang diberikan penjual
LNG kepada PLN untuk dapat menambah jumlah kargo di dalam ACQ melalui
pemberitahuan 6 (enam) bulan sebelumnya .
Fail to Deliver
Merupakan kondisi dimana penyedia LNG tidak dapat mengirimkan kargo LNG
sesuai dengan tanggal yang disepakati (diluar Kahar), Dalam hal ini penyedia
LNG dikenai penalty yang merupakan persentase dari nilai kargo. Hal ini
merupakan usaha PLN untuk mencari substitute fuel yang terdata dengan baik /
RDI (Reasonable Documented Incremental).
Fail to Receive
Merupakan kondisi dimana PLN atau terminal penerimaan LNG yang disewa
oleh PLN tidak dapat menerima LNG dari kapal penyedia LNG (diluar keadaan
kahar) padahal LNG Carrier telah tiba di lokasi sesuai jadual yang telah
disepakati. Apabila hal ini terjadi, maka beberapa kondisi / alternatif harus
dilakukan, yaitu :
b. Apabila tidak dapat dijadualkan kembali atas rencana ETD, ETA dan
discharging kargo LNG maka PLN diharuskan membayar besaran take or
pay dari kargo LNG tersebut sesuai yang telah disepakati dalam SPA
untuk selanjutnya LNG tersebut dianggap sebagai make up cargo.
Arrival Period
Merupakan waktu yang dimiliki oleh terminal operator untuk membongkar kargo
LNG yang dimuat LNG carrier dari awal terbit NOR sampai dengan disconnecting
all lines dari terminal dan kapal LNG Carrier. Apabila allowed lay time terlampaui,
maka sebagai kompensasinya PLN akan dikenai demurrage rate yang jumlahnya
bervariasi dari US$ 40.000 – US$ 70.000/day pro rate hourly basis.
NOR
Merupakan pernyataan dari LNG Carrier yang menyatakan bahwa kapal tersebut
telah siap untuk melakukan unloading kargo LNG.
Swap gas agreement adalah perjanjian pertukaran gas antara 2 (dua) penjual
gas dan 2 (dua) pembeli gas akibat kendala infrastruktur yang menyebabkan gas
tidak dapat dikirim dan diterima oleh penjual gas atau pembeli sebagaimana
mestinya/seharusnya. Perjanjian ini biasanya dilakukan untuk dapat
merealisasikan pengaliran gas yang secara fisik tidak dapat dialirkan sesuai GSA
Jika terdapat 2 (dua) GSA yang disepakati antara penjual gas A dan pembeli gas
A serta penjual gas B dengan pembeli gas B tetapi secara fisik gas A tersebut
tidak dapat dikirim dan diterima oleh penjual gas A dan pembeli gas A. Disisi lain
secara fisik, gas B juga tidak memungkinkan untuk dikirim dan diterima oleh
penjual gas B dan pembeli gas B. Namun secara fisik, gas A dimungkinkan untuk
dikirim oleh penjual gas A dan diterima oleh pembeli gas B serta gas B juga
dapat dikirim oleh penjual gas B dan diterima oleh pembeli gas A maka kondisi
tersebut dapat dilakukan pertukaran gas antara penjual gas A dan pembeli gas B
serta penjual gas B dengan pembeli gas A yang secara perjanjian dan istilah
migas biasa disebut sebagai swap gas agreement.
Beberapa contoh swap gas agreement yang telah dilakukan PLN diantaranya
adalah swap gas antara gas dari KKKS/PSC Premier Oil dengan gas Conoco
Phillips, swap gas antara gas pipa PGN dengan gas hasil regasifikasi LNG FSRU
Jawa Barat, swap gas antara gas Medco E&P Indonesia blok S&CS dengan gas
Medco E&P Lematang blok Lematang dan swap gas antara gas dari JOB PTJM
dengan gas Conoco Phillips. Keempat swap gas tersebut seperti ditunjukan
dalam gambar 2.3, 2.4, 2.5 dan 2.6.
GSPL SembGas
+ 40
ORF
Singapore
SembGas
ORF Power ORF
Gas WNTS
TGI Meter
Indonesia BATAM Station
- 40
ConocoPhillips
Corridor Block
+ 40
Gambar 2.3 Swap gas antara gas dari Premier Natuna Blok A dengan gas
Conoco Phillips
Gambar 2.3 di atas memperlihatkan skema pertukaran gas antara gas dari
Premier Oil dengan gas dari Conoco Phillips. Kondisi awalnya bahwa Conoco
Philips memiliki GSA dengan pembeli gas di Singapore yaitu GSPL. Demikian
juga Premier Oil memiliki GSA dengan pembeli gas di Singapore yaitu SembGas.
Permasalahan muncul dengan tidak terealisasinya GSA antara Premier Oil
dengan PLN Batam sebesar 40 BBTUD akibat tidak selesainya pembangunan
pipa dari WNTS ke pulau Pemping karena permasalahan liability. Dikarenakan
syarat export gas oleh Premier Oil adalah terpenuhinya terlebih dahulu kewajiban
pengaliran gas ke dalam negeri sebesar 40 BBTUD maka Pemerintah melalui
Menteri ESDM memutuskan untuk memberikan alokasi gas dari Premier Oil
sebesar 40 BBTUD kepada PGN, BGD dan PLN dengan volume masing –
masing sebesar 25 BBTUD, 10 BBTUD dan 5 BBTUD.
Untuk dapat mengalirkan gas tersebut kepada 3 (tiga) pembeli gas yaitu PGN,
BGD dan PLN maka dilakukan swap gas dengan pihak Singapore dimana
pengaliran gas dari Conoco Phillips ke Singapore dikurangi volumenya sebesar
40 BBTUD dan sebagai gantinya Premier Oil akan menambahkan pengaliran gas
Gambar 2.4 Swap gas antara gas pipa dari PGN dengan gas hasil regasifikasi
LNG FSRU Jawa Barat
Gambar 2.4 di atas memperlihatkan skema pertukaran gas antara gas pipa dari
PGN dengan gas dari hasil regasifikasi LNG FSRU Jawa Barat. Kondisi awal
bahwa PLN memiliki GSA dengan PGN untuk pembangkit Muara Tawar melalui
pipa SSWJ sedangkan disisi lain disamping mengalirkan gas hasil regasifikasi
LNG ke PLN, NR juga memasok gas kepada pelanggan PGN Area Jakarta
sebesar 10 BBTUD. Sedangkan disisi lain, disamping memasok gas ke
pembangkit Muara Tawar, melalui pipa SSWJ, PGN juga memasok gas untuk
pelanggan PGN di Area Jakarta sebesar 70 BBTUD.
17 KM,10” 42 BBTUD
Pusri
Blok
Lematang Pagar Dewa
Receiving
Station
42 KM,12”
SSWJ
Muara Tawar
Gambar 2.5 Swap gas antara gas Medco S&CS dengan gas Medco Lematang
Gambar 2.5 di atas memperlihatkan skema pertukaran gas antara gas pipa
Medco S&CS dengan gas dari Medco Lematang. Kondisi awal bahwa PLN
memiliki GSA dengan Medco Lematang untuk memasok gas ke pembangkit di
Sumatera Selatan (Indralaya, Borang dan Keramasan) dengan volume sebesar
42 BBTUD. Di sisi lain Meppogen (IPP) memiliki GSA dengan Medco S&CS
dengan volume sebesar 17 BBTUD untuk memasok kebutuhan pembangkit
Meppogen. Dengan kondisi tersebut, pipa gas antara Gunung Megang dan
Rambutan akan terjadi double flow antara gas dari Medco Lematang ke
pembangkit PLN (Indralaya, Keramasan dan Borang) dan gas dari Medco S&CS
ke arah Meppogen. Dikarenakan tidak dimungkinkan untuk melakukan
pengaliran gas dengan kondisi double flow pada pipa gas tersebut maka agar
pengaliran gas tetap dapat dilakukan Medco baik ke PLN maupun ke Meppogen,
perlu disepakati mekanisme pertukaran gas atau swap gas agreement antara
Medco S&CS, Medco Lematang, PLN dan Meppogen.
Chevron
PLN Duri
PLN Rengat
Gas Sumur
Conoco Phillips
Gambar 2.6 Swap gas antara gas JOB PTJM dengan gas dari Conoco Phillips
Gambar 2.6 di atas memperlihatkan skema pertukaran gas antara gas pipa dari
JOB PTJM dengan gas dari Conoco Phillips. Kondisi awal bahwa PLN memiliki
GSA dengan JOB PTJM sebesar 65 BBTUD yang akan digunakan untuk
memasok gas ke pembangkit Duri sebesar 35 BBTUD, Rengat sebesar 5
BBTUD, Payo Selincah sampai dengan 25 BBTUD (sesuai kebutuhan) dan
sisanya untuk pembangkit di Muara Tawar. Disisi lain, Conoco Phillips memiliki
GSA dengan Chevron melalui pipa TGI.
Untuk mengalirkan gas JOB PTJM tersebut ke Muara Tawar, diperlukan pipa
tapping dari sumur gas JOB PTJM menuju pipa SSWJ milik PGN dari Sumatera
ke Jawa. Dikarenakan sampai dengan saat ini, pembangunan pipa tapping
tersebut tidak kunjung terselesaikan maka untuk mengalirkan gas JOB PTJM ke
pembangkit Muara Tawar dilakukan dengan mekanisme swap atau pertukaran
gas. Gas Conoco Phillips dialirkan ke pembangkit Muara Tawar sebesar sisa gas
Beberapa contoh pertukaran gas yang dilakukan PLN terjadi akibat keterbatasan
infrastruktur gas dan sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan gas
pembangkit listrik PLN. Pertukaran gas seperti yang telah dilakukan PLN tersebut
relatif banyak menemui kendala terutama permasalahan operasional. Namun
secara komersial pertukaran gas tetap mengacu pada GSA masing – masing dan
pertukaran gas diharapkan tidak mengakibatkan perubahan komersial apapun
pada masing – masing pihak yang melakukannya. Beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan pertukaran gas diantaranya adalah :
Hal – hal yang perlu mendapatkan perhatian pada proses perjanjian ini
diantaranya adalah :
a. SLA (service level agreement) antara PLN dan penyedia jasa yang akan
disepakati.
b. Availability factor
Looses BoG dan fuel gas selama proses penyimpanan dan regasifikasi
Apabila kargo LNG milik PLN tidak datang pada waktunya sehingga
fasilitas regasikasi memanas, maka PLN diwajibkan membayar cooling
cost.
Proses serah terima gas baik gas pipa, CNG maupun LNG selalu berpedoman
pada GSA, GTA, AA, GDP dan SOP yang telah disepakati dan perjanjian
pendukung lainnya (jika ada). Untuk beberapa hal operasional yang tidak
tertuang dalam GSA, GTA, AA, GDP dan SOP atau pada perjanjian pendukung
Proses serah terima gas pipa relatif tidak terlalu komplek mengingat tidak terlalu
banyak pihak yang terlibat. Namun pada proses serah terima CNG dan LNG
mempunyai keunikan tersendiri, mengingat beberapa hal sebagai berikut :
b. Kapal LNG carrier terkait allow lay time dan isu demurage
d. Penentuan split antar kargo mengingat harga LNG tergantung nilai REP
Gambar 2.7 memperlihatkan contoh alur serah terima gas hasil regasifikasi LNG
di FSRU dimana terlihat bahwa proses awal adalah dengan penentuan jadual
kargo LNG baik ETD, ETA dan discharge kargo melalui ADP yang disepakati
antara PLN, penjual LNG dan pemilik fasilitas regasifikasi. Proses selanjutnya
adalah re - ADP untuk mengakomodir perubahan jadual yang telah disepakati
dalam ADP. Pelaksanaan serah terima gas dengan penyaksian meter di titik
serah yang selanjutnya dilakukan penanda tangan Berita Acara. Namun untuk
LNG bukan milik pemilik fasilitas regasifikasi maka sebelum penyaksian jumlah
energi yang telah diregas, terlebih dahulu dilakukan penyaksian penerimaan total
LNG yang diloading pada FSRU/regasification facility termasuk penanda tanagan
Berita Acaranya.
Gambar 2.8 diatas menjelaskan proses pemisahan volume (split antar kargo)
antara kargo sebelum dischage dengan kargo yang sedang di discharge. Sesaat
sebelum dilakukan discharging kargo LNG maka dilakukan pencatatan sisa LNG
dalam FSRU dan dilakukan perhitungan secara matematik sisa gas yang
tersimpan dalam pipa gas. Secara prinsip bahwa sejumlah gas tersebut yaitu
penjumlahan antara sisa LNG di FSRU dan sejumlah gas yang tersimpan dalam
pipa bukan merupakan bagian dari LNG yang sedang di discharge tetapi
merupakan bagian dari LNG kargo sebelumnya. Perhitungan dengan prinsip
tersebut dilakukan juga pada proses discharging kargo LNG berikutnya dan
seterusnya.
Studi Kasus