Anda di halaman 1dari 43

BAB VI

PERENCANAAN PENGEMBANGAN LAPANGAN GAS

6.1 Prinsip Pengembangan Lapangan Gas


Pengembangan lapangan untuk produksi minyak dan gas memang
berbeda, bukan karena sifat fisiknya saja tetapi juga dari aspek keekonomiannya.
Pada lapangan minyak, suatu lapangan dapat dikembangkan sampai pada kondisi
optimumnya dan sesuai dengan pola depletion sesuai dengan kemampuannya dan
juga pengembangan lapangan minyak dapat dilakukan secara bertahap dari
pengembangan awal kemudian adanya tambahan informasi tentang reservoirnya
sehingga dilakukan perencanaan pengembangan lapangan selanjutnya sampai
kemampuan optimumnya saat lapangan sudah mulai berproduksi. Sedangkan pada
lapangan gas selalu langsung terhubung dengan sales point karena gas tidak dapat
disimpan seperti minyak, sehingga produksi gas tidak dapat dimulai sampai
ditandatanganinya gas sales contract. Pada prinsipnya pengembangan lapangan
gas memiliki tujuan utama untuk mengalirkan gas dari suatu lapangan menuju ke
sales point sesuai dengan kontrak yang telah disepakati.
Perencanaan pengembangan lapangan gas yang optimum tergantung pada
karakteristik lapangan yang berproduksi, dimana permintaan pasar sendiri
tergantung pada produksi lapangan. Sehingga pengetahuan yang baik mengenai
parameter-parameter lapangan yang perlu dipahami seperti total cadangan gas,
produktivitas sumur dan juga tergantung dari optimasi produksi gas meliputi laju
alir dan tekanan di pipeline. Optimasi produksi sumur gas dihitung dari aliran gas
dari reservoir melalui tubing, aliran gas di gathering system dan peralatan
processing, kompresor dan pada akhirnya menuju pipeline utama sampe ke sales
point. Hal yang menjadi perhatian utama bagi engineer untuk supply gas ke
market yaitu prediksi dari delivery rate dari kumpulan sumur atau lapangan ke
sales point. Gas harus mampu sampai ke sales point dengan di pipeline utama
pada tekanan yang diinginkan. Sehingga dalam hal ini uji deliverability pada

216
217

sumur gas memiliki andil yang cukup penting dalam perencanaan pengembangan
lapangan gas.
6.2 Kontrak Gas (Gas Sales Contract)
Gas sales contract adalah suatu dokumen legal antara penjual yang
memiliki hak untuk menjual gas yang diproduksi dari lapangan gas tertentu dan
pembeli yang membeli gas dalam jumlah yang besar. Biasanya pembeli juga
mentransportasikan gas dalam pipeline system. Isi dari kontrak gas dapat
bermacam-macam, isi dari kontrak biasanya adalah prinsip utama yang akan
dipaparkan disini.
6.2.1 Lapangan
Kontrak lapangan dalam hal ini adalah mengenai luas area lapangan yang
telah disetujui untuk di eksploitasi yang tercatat dalam kontrak. Lapangan perlu di
catat dalam kontrak untuk kepentingan informasi mengenai faktor ekonomi
apabila ingin merawat atau membor ulang sumur-sumur tua atau mengusulkan
pengeboran sumur baru pada area yang sudah disetujui. Apabila luas area diluar
luas yang tertera dalam kontrak.
6.2.2 Kuantitas dan laju alir
Dasar ketentuan kontrak adalah kuantitas gas yang akan dijual dan rate
pada sales point, kualitas gas dan harga. Ketentuan kontrak dapat berubah-ubah
dalam hal kuantitas gas yang diambil dalam periode waktu tertentu disesuaikan
dengan porsi recoverable reserve di lapangan. Laju alir gas per hari yang diambil
berbeda-beda dari hari ke hari, namun pembeli dapat mengambil laju alir gas
rata-rata harian dalam suatu periode waktu biasanya tahun. Dalam kasus
sebenarnya, sumur-sumur kontraktor tidak dapat memenuhi ketentuan dari
kontrak karena rate gas yang berbeda-beda per harinya, sehingga diambil laju alir
rata-rata dengan batas maksimum dan minimum yang tetap dikontrol sehingga
kuantitas gas tetap memenuhi kebutuhan pembeli.
Dalam hal ini, engineer bertanggung jawab terhadap performance sumur
dan harus dapat mengetahui detail dari kontrak atau laju alir yang dioerbolehkan
dari produksi yang sudah ditentukan.
218

6.2.3 Kualitas Gas


Kontrak juga spesifik pada kualitas gas. Gas dapat mengandung padatan,
cairan, H2S (Hidrogen Sulfida), dan kandungan sulfur total. Kontraktor
memerlukan proses gas untuk masuk ke dehydrator sehingga mengurangi
kandungan uap air dimana pada standarnya tidak boleh melebihi 7 lb/MMscf.
Juga ada minimum heating value untuk gas. Jika heating value gas dibawah nilai
minimum, pembeli dapat menolak gas.
Syarat kualitas gas memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan tipe
dan biaya surface equipment gas yang diperlukan. Sehingga ketentuan ini tidak
dapat diabaikan dari tanggung jawab karena menyangkut cost estimation.
6.2.4 Harga
Persetujuan harga gas yang tertera dalam kontrak gas berdasarkan Natural
Gas Policy Act of 1978 (NGPA). Dalam kontrak, dimungkinkan juga terjadi
kenaikan harga gas mengikuti harga pasar, dengan syarat gas masih memenuhi
kualifikasi dari NGPA. Natural gas dapat dijual berdasarkan besarnya volume
atau heating value-nya. Dalam satuan volume biasanya per 1000 cuft ( 1 Mscf)
diukur pada tekanan dan temperature surface. Dalam satuan heating value
biasanya per 1 juta Btu (British thermal units). Jika dijual berdasarkan heating
value, maka keakuratan pengukuran volume juga menjadi penting. Satuan
harganya menjadi price/MMBtu. Contoh : suatu produksi gas sebesar 2.3 MMScf
dengan heating value 1099 MMBtu/MMScf dan harga gas sekarang adalah 30
USD/MMBtu. Maka harga jual gas yaitu = 2.3 MMScf x 1099 MMBtu/MMScf x
3 USD/MMBtu = 7583.1 USD.
Besarnya heating value dari gas tergantung dari sifat fisik dan komposisi
gas itu sendiri. Sifat fisik dan komposisi gas dapat berubah seiring dengan
perubahan kondisi reservoir terhadap waktu produksi. Hal ini biasanya terjadi
sebagai efek dari penguapan dari immobile liquid hidrokarbon menjadi gas saat
tekanan reservoir sudah turun sampai dibawah 100 psia.
6.2.5 Ketentuan
219

Ketentuan yang dimaksudkan disini adalah istilah-istilah penting dalam


kontrak. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat berisi tentang gross heating value,
British thermal unit, tahun kontrak, dasar pengukuran, dan ketentuan penting
lainnya yang perlu dimengerti didalam kontrak. Biasanya standard cubic foot dari
gas diukur pada tekanan 14.65 psia dan 60˚F , namun pada kontrak standar cubic
foot untuk penentuan harga yang diminta adalah pada tekanan 14.73 psia dan
60˚F. Satu-satunya langkah yang aman untuk memenuhi sales contract adalah
menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku.
6.2.6 Point of Delivery
Satu dari hal yang terpenting adalah informasi dari field engineer
mengenai point of delivery karena kontraktor bertanggung jawab untuk peralatan-
peralatan agar sampai ke sales point. Didalam kontrak dapat menyatakan bahwa
kontraktor boleh mengirim gas pada tekanan yang tetap dipertahankan, jika perlu
dilengkapi dengan fasilitas kompresi gas agar dapat mengirimkan gas sampai ke
sales point.
6.2.7 Pengukuran Gas
Pengukuran gas dalam kontrak biasanya menyatakan ketentuan bahwa
orifice meter harus dipasang, dioperasikan dan volume gas terkomputerisasi
berdasarkan rekomendasi yang dijelaskan dalam “Orifice Metering of Natural
Gas” American National Standard, ANSI/API 2530, first edition, Gas
Measurement Committee report no.3 tertanggal September 1984 dari American
Gas Association. Dalam kontrak juga menetapkan tekanan barometer yang
digunakan dalam pengukuran tekanan absolut dan dapat mengambil nilai konstan
untuk reynold number factor (FR), expansion factor (Y), supercompressibility
factor (Fpv) dan manometer factor (Fm).
Selain itu ketentuan lainnya dalam waktu berkala yaitu kalibrasi alat
pengukur, pengecekan orifice plate, pengukuran specific gravity, penentuan
heating value, dan setting prosedur untuk mengurangi kesalahan dalam
pengukuran gas.
6.3 Persiapan Data untuk Pengembangan Lapangan
220

Dalam perencanaan pengembangan lapangan gas diperlukan data-data


yang menunjang desain pengembangan lapangan yang optimum. Dalam tahapan
pengembangan lapangan dibagi menjadi 3 hal penting yaitu pada awalnya harus
diketahui dahulu besarnya cadangan gas yang ada, kemudian peramalan
performance reservoir untuk mnegetahui kinerja reservoir gas, kemudian
kemampuan deliverability sumur-sumur gas agar bisa sampai ke pembeli.

6.3.1 Perkiraan Cadangan Gas


Ada 2 metode perhitungan perkiraan cadangan gas yang akan dibicarakan,
yaitu: Metode Volumetris dan Metode Material Balance. Penjelasan mengenai
metode perhitungan cadangan gas telah dibahas sebelumnya pada bab 5. Pada bab
ini hanya akan dibahas sekilas saja.

6.3.2 Perkiraan Waktu Produksi Resevoir


Perilaku reservoir gas merupakan gambaran sejarah produksi dari sumur
atau reservoir gas. Gambaran tersebut terwujudkan dalam hubungan antara
deliverability terhadap waktu. Macam hubungan tersebut antara lain (Gambar 6.1)
:
 Hubungan laju gas terhadap waktu (q vs t)
 Hubungan produksi gas kumulatif terhadap waktu (Gp vs t)
 Hubungan tekanan terhadap waktu (Pr vs t)
Ada beberapa cara untuk membuat perkiraan perilaku gas. Salah satunya
dengan “Rate Time Prediction”. Adapun langkah pengerjaannya sebagau
berikut :
1. Membuat grafik antara P/Z vs kumulatif produksi gas
2. Memplot data back pressure atau Modified isochronal test
3. Memilih harga Pr atau P secara bebas, kemudian dari kurva pressure
decline (P/Z vs Gp) dapat ditentukan kumulatif produksi gas.
4. Menentukan harga AOFP dari harga Pr yang dipilih. Rate produksi untuk
kontrak tidak boleh melebihi rate produksi yang diijinkan (30% dari
AOFP)
221

5. Menentukan waktu yang diperlukan untuk memproduksikan gas setiap


periode atau interval.
∆ Gp
Δt =
Qrata−rata

Gambar 6.1
Hubungan Pr vs t , Gp vs t, qsc vs t
(Doddy Abdasah, “Teknik Eksploitasi Gas Bumi”, 1993)

6.3.3. Deliverability sumur Gas


Penentuan produktivitas sumur adalah salah satu komponen dari gas
deliverability, dan dapat diperoleh dengan menggunakan data uji deliverability
ataupun data sifat fisik batuan maupun konfigurasi data lubang sumuran. Suatu
hubungan antara penurunan laju produksi dengan tekanan reservoir, sebagai
akibat berlangsungnya proses depletion dari suatu reservoir gas diperlukan dalam
perencanaan pengembangan lapangan. Hubungan ini (deliverability) bersifat
relative konstan selama masa produksi dari sumur. Persamaan deliverability
umum menyatakan hubungan antara qsc terhadap ΔP2 pada kondisi aliran yang
stabil yang dituliskan pada persamaan dibawah ini:
qsc = C (Pr2 – Pwf2)n
dimana :
222

qsc = laju aliran gas Mscf/d


C = koefisien performance yang menggambarkan posisi kurva deliverability
yang setabil, Mscfd/psia2
n = bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva
deliverability yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh faktor
inersia-turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga antara 0.5-1.
atau n = tan θ
pR = tekanan rata-rata reservoir, psia.
pwf = tekanan alir dasar sumur, psia
Penjelasan lengkap mengenai uji deliverability dan analisanya dapat
dilihat pada Bab 4.

6.4. Analisis Nodal untuk Aliran Gas


Persoalan didalam operasi produksi gas adalah mengalirkan gas dari
reservoir ke konsumen. Didalam usaha ini, akan terjadi penurunan tekanan atau
kenaikan tekanan jika kompresor digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan tekanan didalam perjalanan dari reservoir ke konsumen adalah sebagai
berikut (pada gambar 6.2) :

1. Media berpori
2. Gravel pack atau perforasi
3. Choke di dasar sumur
4. Tubing
5. Subsurface safety valve (SSSV)
6. Choke di permukaan
7. Well flowline
8. Separator
9. Aliran dari kompresor ke pipa dan ke konsumen
10. Tekanan di konsumen
Meskipun komponen-komponen dari sistem produksi dapat dianalisa
secara terpisah, dalam menentukan kinerja dari suatu sistem produksi gas alam,
223

semua itu harus dikombinasikan menjadi suatu sistem terpadu atau yang disebut
analisis nodal. Hal ini diselesaikan pada saat awal dengan membagi sistem nodal
menjadi dua subsistem dan menentukan pengaruh yang dibuat oleh satu atau
kedua subsistem tersebut terhadap kinerja produksi. Pemilihan titik lokasi atau
node tergantung dari tujuan analisis. Sebagai contoh, jika pengaruh dari
subsurface safety valve akan dianalisa, sistem akan dibagi pada SSSV. Gambar
6.3 mengilustrasikan titik-titik atau node yang sering digunakan dalam pembagian
tersebut.
224

Gambar 6.2.
Penurunan Tekanan Pada Sistem yang Lengkap
(Beggs, Dale. H; “Gas Production Operations”.1984)

Gambar 6.3.
Lokasi Pada Berbagai Titik-titik Atau Node
(Beggs, Dale. H; “Gas Production Operations”.1984)
225

Prosedur analisis sistem ini, pertama memilih titik (node) dan menghitung
tekanan pada titik tersebut, dimulai pada tekanan konstan pada sistem tersebut.
Tekanan konstan ini biasanya PR dan yang lain adalah Pwh atau Psep. Penjelasan
untuk aliran yang masuk titik (node) dan yang keluar dari titik dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Inflow : Pinlet - ∆P (upstream components) = Pnode
Outflow : Poutlet + ∆P (downstream components) = Pnode
Pada beberapa kasus Pinlet = PR dan Poutlet = Psep atau Pwh. Dua kriteria yang harus
dipenuhi adalah :
 Aliran yang masuk ke dalam titik sama dengan aliran yang keluar dari titik.
 Hanya satu tekanan yang terdapat pada titik untuk satu laju alir.
Mendapatkan laju alir dan tekanan yang sesuai dengan persyaratan
sebelumnya dapat diselesaikan secara grafik dengan memplot laju alir terhadap
tekanan pada titik pembagian atau node untuk setiap subsistem. Perpotongan dari
kurva infow dan outflow memberikan harga laju alir (kapasitas aliran) yang sesuai
dengan persyaratan bahwa laju alir inflow sama dengan laju alir outflow.
Pada penulisan ini hanya akan dibahas pengaruh ukuran tubing dan flowline,
pengaruh tekanan separator, dan pemilihan kompresor.
6.4.1 Pengaruh Ukuran Tubing Dan Flowline
Ukuran dari pipa pada sumur akan mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap kapasitas aliran dari sumur tersebut. Dalam banyak kasus, hal ini
menyebabkan sumur berproduksi dengan laju alir yang rendah sedangkan
reservoir mempunyai kapasitas cukup untuk memproduksi lebih banyak gas.
6.4.1.1.Tekanan Kepala Sumur Konstan
Kasus sederhana yang akan dibicarakan adalah tekanan kepala sumur
konstan. Kasus ini mungkin terjadi jika jarak antara kepala sumur dan separator
cukup dekat. Untuk kejadian ini, pembagian dilakukan didasar sumur yaitu di
node 6 (lihat gambar 6.3).
Persamaan untuk inflow dan outflow adalah :
Inflow : PR - ∆Pres = Pwf
226

Outflow : Ptf + ∆Ptub = Pwf

Prosedur penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan beberapa anggapan harga Pwf tentukan qsc menggunakan satu


persamaan inflow performance, yaitu :
qsc = C (Pr2 – Pwf2)n

2. Plot antara Pwf terhadap qsc.


3. Asumsi beberapa harga laju alir, dan mulai pada tekanan kepala sumur
konstan, hitung Pwf untuk setiap qsc dengan menggunakan metode tekanan dan
temperatur rata-rata atau metode cullender dan smith. Persamaan untuk
metode tekanan dan temperatur rata-rata yaitu :
2
25 γ g q T Z f ( MD ) ( EXP ( S )−1 )
p 2 =p 2 EXP ( S ) + 5
wf tf Sd

4. Plot antara Pwf terhadap qsc pada grafik yang sama dengan grafik hasil dari
langkah 2, perpotongan antara kedua kurva tersebut memberikan harga
kapasitas aliran dan Pwf untuk ukuran tubing yang digunakan.
Untuk menentukan pengaruh dari ukuran tubing, langkah 3 dan 4 dapat diulang
untuk ukuran tubing yang lainnya.
Pengaruh dari Ptf juga dapat ditentukan dengan mengulangi langkah 3 dan
4 untuk Ptf lainnya. Untuk kasus ini, terdapat dua subsistem yang berinteraksi,
yaitu :
 Reservoir.
 Tubing ditambah tekanan di kepala sumur.
6.4.1.2. Tekanan Kepala Sumur Tidak Konstan
Apabila suatu sumur dilengkapi dengan flowline yang panjang, ukuran
dari flowline akan mempengaruhi kapasitas alir dari sistem tersebut. Ketika
pengaruh dari ukuran flowline diperhitungkan, ini sering digunakan untuk
membagi sistem pada wellhead menjadi dua subsistem :
 Reservoir ditambah tubing
 Flowline ditambah tekanan di separator
227

Persamaan untuk inflow dan outflow adalah :


Inflow : PR - ∆Pres - ∆Ptub = Ptf
Outflow : Psep + ∆Pfl = Ptf
Prosedur penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan beberapa anggapan harga qsc tentukan Pwf menggunakan satu
persamaan inflow performance, yaitu :
qsc = C (Pr2 – Pwf2)n
2. Menggunakan persamaan kehilangan tekanan di tubing, tentukan harga
tekanan kepala sumur, Ptf, yang sesuai dengan harga qsc dan Pwf yang telah
ditentukan pada langkah 1.
2 2 5
Pwf −(25 γ g q T Z f ( H ) ( EXP ( S )−1 ) )/ Sd
p 2=
tf EXP ( S )
3. Plot antara Ptf terhadap qsc.
4. Menggunakan tekanan separator yang konstan dan persamaan aliran di
flowline, tentukan Ptf untuk beberapa harga laju alir asumsi, yaitu :
0 .5
Ptf =[ P2sep +(25 γ g q 2sc TZfL)/d 5 ]
5. Buat plot antara Ptf terhadap qsc pada grafik yang sama dengan grafik hasil
dari langkah 3, perpotongan antara kedua kurva tersebut hanya
memberikan harga kapasitas aliran dan Ptf.
6.4.2. Pengaruh Tekanan Separator
Pengaruh dari tekanan separator terhadap kapasitas aliran dapat ditentukan
dengan dilakukan pembagian pada sistem tersebut di separator. Subsistem terdiri
dari:
 Separator
 Gabungan dari reservoir, tubing, dan flowline
Penyelesaiannya dilakukan dengan memplot qsc versus Psep, dengan Psep dihitung
sebagai berikut :
Psep = PR - ∆Pres - ∆Ptub -∆Pfl
Prosedur penyelesaiannya adalah sebagai berikut :
228

1. Berdasarkan beberapa anggapan harga qsc tentukan Pwf menggunakan


persamaan inflow performance, yaitu :
qsc = C (Pr2 – Pwf2)n
2. Tentukan harga tekanan kepala sumur, Ptf, yang sesuai dengan harga qsc
dan Pwf yang telah ditentukan pada langkah 1, menggunakan metode
tekanan dan temperatur rata-rata atau metode cullender dan smith.
Persamaan untuk metode tekanan dan temperatur rata-rata yaitu :
2 2 5
Pwf −(25 γ g q T Z f ( H ) ( EXP ( S )−1 ) )/ Sd
p 2=
tf EXP ( S )
3. Menentukan Psep pada setiap harga Ptf dan qsc dengan menggunakan
persamaan :

2 2 25 γ g q 2 T̄ Z̄ fL
p1 − p 2 =
d5 atau

( )[ ]( )
a2 a3
Tb P 1 −P2 2 2
1 a4
a
q g =a1 E . D 5

Pb TLZ γg
4. Buat plot antara Psep terhadap qsc dan tentukan harga kapasitas alir pada
berbagai harga dari Psep.
6.4.3. Pengaruh Penurunan Tekanan Reservoir Rata-rata
Analisa yang telah dikemukakan sebelumnya dilakukan pada tekanan
reservoir
(Pr) konstan. Ketika gas diproduksikan pula, Pr akan menurun sehingga
kemampuan dari sistem total akan menurun pula. Untuk menjaga agar produksi
gas tetap konstan, maka tekanan alir dasar sumur, Pwf, harus diturunkan.
Kurva Inflow Performance untuk penurunan tekanan reservoir rata-rata,
Pr, ditunjukkan pada Gambar 6.4. Penurunan kapasitas alir untuk sistem pipa
ditentukan dari plot kinerja sistem pipa pada grafik yang sama. Perpotongan dari
kurvakurva tersebut memberikan kapasitas alir sebagai fungsi waktu dengan
menurunnya tekanan reservoir rata-rata.
229

Gambar 6.4.
Kurva Inflow Performance untuk Penurunan p r
(Doddy Abdasah, “Teknik Eksploitasi Gas Bumi”, 1993)

6.5. Pembatasan Kapasitas Peralatan


Deliverability sumur gas tidak hanya tergantung pada kapasitas produksi
reservoir. Produksi juga harus melalui tubing, separator, dehydrator, meter run,
dan flowline ke pipeline. Beberapa penurunan tekanan diasosiasikan dengan
setiap peralatan. Karenanya, dalam banyak kasus rate produksi dibatasi oleh
kapasitas peralatan daripada kapasitas reservoir untuk memproduksi. Ketika
situasi seperti ini muncul mungkin dapat menginstal peralatan dengan diameter
yang lebih besar.
Situasi ini ditunjukkan pada Gambar 6.5 Kurva kapasitas reservoir
menggambarkan keadaan khusus dari tekanan reservoir deplesi atau reservoir
external, Pe, dan kurva kapasitas peralatan menggambarkan setup peralatan
khusus dan tekanan pipeline. Kurva-kurva ini mengilustrasikan bahwa dengan
meningkatnya tekanan dasar sumur, rate aliran akan turun sementara rate aliran
yang melalui peralatan akan meningkat. Jadi, pada tekanan rendah, rate aliran
sumur dapat dibatasi oleh kapasitas peralatan pengalir. Pada kasus belakangan,
230

dapat kita katakan bahwa reservoir akan berproduksi pada rate yang melebihi
kapasitas peralatan.

Gambar 6.5.
Contoh Hubungan Reservoir Dengan Kapasitas Peralatan
( Chi U. Ikoku, Natural Gs Reservoir Engineering .1959)

Untuk set peralatan khusus, tekanan pipeline, dan keadaan deplesi


reservoir ada beberapa rate maksimum yang dapat diproduksikan; hal ini
digambarkan oleh intersection dari kedua kurva kapasitas. Pada titik ini aliran
reservoir terjadi dalam tekanan dasar sumur yang sebanding penurunan tekanan
yang dibutuhkan untuk aliran melewati peralatan produksi pada rate ini. Pada
231

setiap rate lain kapasitas sumur berproduksi dibatasi oleh kapasitas reservoir dan
peralatan.
Pemasok peralatan dapat menyediakan kapasitas separator, dehidrator, dan
bagian-bagian peralatan lain. Disini hanya akan membahas metode prediksi
kapasitas peralatan-peralatan pipa, dan kompressor berhubungan dengan peralatan
produksi pada seksi ini.
6.5.1. Kapasitas Tubing
R.V. Smith mengambil suatu persamaan untuk aliran vertikal gas pada
tubing yang serupa dengan persamaan Weymouth untuk aliran horizontal :

[ ]
0,5
D 5 ( Pwf 2 −e 5 Ptf 2 ) s
q=200000 − −−
γ g T z f H ( e 5−1 )
………………………………(6- 1 )
dimana :
q = laju alir gas, scfd, diukur pada 14.65 psia dan 600F

z = faktor deviasi gas pada temperatur rata-rata aritmatik dan tekanan rata-rata
aritmatik

T = temperatur dasar sumur dan kepala sumur rata-rata aritmatik, 0R

f = factor friksi Moody pada tekanan dan temperatur rata-rata aritmatik
γg = SG gas (udara=1)
D = diameter string, in.
Pwf= tekanan alir dasar sumur, psia
Ptf = tekanan alir kepala sumur, psia
− − − −
s = 2 γgH/53,34 T z = 0,0375 γgH/ T z
H = perbedaan elevasi antara Ptf dan Pwf, ft
Kapasitas tubing untuk mengalirkan fluida dengan laju alir yang optimum
dapat ditentukan berdasarkan total analisis atau nodal analisis, dimana dengan
menggunakan nodal analisi maka kita dapat menentukan performance sumur.
232

Yang menjadi dasar dari perencanaan tubing adalah vertical flow


performance, hal ini akan menjadi dasar utama perencanaan ukuran tubing dan
analisa kehilangan tekanan di tubing.

Perhitungan untuk menentukan ukuran tubing yang tepat adalah :


 Melakukan perhitungan mengenai kemampuan produksi dari formasi sumur
yaitu dengan menghitung besarnya deliverability yang secara grafis
dinyatakan dengan kurva IPR. Persamaan untuk membuat kurva IPR yaitu :
n
(
q sc =C P 2−Pwf 2
r )
Dari persamaan ini dibuat plot antara qsc berdasarkan asumsi dengan Pwf.
 Asumsikan harga laju alir gas untuk ukuran tubing tertentu kemudian
tentukan harga Pwf berdasarkan laju alir tersebut dengan menggunakan
grafik vertical flowing gas gradients.
 Plot Pwf vs qsc berdasarkan data dan dijadikan satu dengan hasil plot kurva
IPR, perpotongan kurva IPR dengan kurva tubing performance merupakan
harga laju produksi optimum.
Perhitungan pressure loss pada tubing
Kehilangan tekanan disepanjang tubing harus diperhitungkan yang
bertujuan untuk menentukan tekanan tubing head (THP) dan tekanan kepala
sumur. Apabila THP terlalu kecil maka akan mengakibatkan tekanan balik
sehingga fluida tidak sanggup mengalir.
Perhitungan pressure loss pada tubing dapat dilakukan dengan
menggunakan metode tekanan dan temperature rata-rata atau metode Cullender
and smith.
Tekanan di kepala sumur dapat ditentukan dengan menggunakan grafik
tubing performance untuk diameter tertentu.
6.5.2. Kapasitas Pipeline
Penurunan tekanan sepanjang pipeline diberikan oleh persamaan Panhandle :
233

( )
0 , 5394
P 2 −P
( ) ( )
1 , 07881 0, 4606
Tb 1 22 1
q=435 , 87 E D 2, 6182
Pb − γg
TL z ...........................(6-2)
dimana :
E = faktor effisiensi pipeline
Efek dari parameter-parameter design berhubungan pada pemilihan string
produksi, sistem gathering, fasilitas kompressor, dan pipeline dapat ditentukan
dengan menghitung kelakuan sistem pada berbagai kombinasi dari parameter-
parameter yang diinginkan.

6.5.3. Kapasitas Flowline


Flowline merupakan komponen dari gathering system untuk mengalirkan
fluida produksi yaitu gas dari kepala sumur ke peralatan pemisah.
Yang dimaksud dengan gathering system adalah merupakan fasilitas
pengirim fluida produksi dari beberapa sumur secara bersamaan dengan
menggunakan pipa-pipa, valve-valve dan sambungan yang diperlukan untuk
menghubungkan wellhead dengan bagian pemisah. Peralatan pada gathering
system umumnya menggunakan persamaan Weymoth.
Persamaan Weymoth untuk aliran horizontal yaitu :

[ ]
16 /3 0,5
18 , 062 T b ( P12 −P2 2 ) D
q h=
Pb −
γ g TL z
......................................(6-3)

[ ]
16 /3 0,5
433 , 49 T b (P1 2 −P 22 )D
q=
Pb −
γ g TL z
........................................(6-4)
dimana :
D = ID line, in
Tb,T = temperatur dasar dan alir, 0R
Pb,P1,P2 = tekanan dasar dan tekanan pada titik 1dan2, psia
γg = SG gas
L = panjang flowline, mi

z = z rata-rata antara P1 dan P2 dan temperatur T
234

qh = laju alir gas, ft3hr pada Tb dan Pb


q = laju alir gas, scfd, pada Tb’ dan Pb
Dengan digunakannya persamaan ini untuk menghitung tekanan P1 untuk

laju alir tertentu, dan z tergantung P1, aplikasinya harus dengan trial and error.
Biasanya sekitar dua trial dibutuhkan untuk mendapatkan suatu harga untuk P 1
dengan keakuratan yang masih bisa diterima. Pengalaman menunjukkan bahwa
persamaan Weymouth cocok untuk menghitung penurunan tekanan melalui jalur
gas gathering, dan umumnya digunakan untuk keperluan industri gas.
Penurunan tekanan melalui sistem gathering, dari kepala sumur ke keadaan
kompresi, diberikan oleh persamaan

q h=K √ Ptf 2 −Psuc 2 ............................................................ (6-5)


dimana :
K = konduktivitas aliran total/rata-rata dari sistem gathering.

Pembatasan sistem gathering dan sistem transportasi pipeline pada


lapangan gas memegang peranan penting untuk pengembangan lapangan selain
kapasitas reservoir, dimana pengembangan lapangan terjadi dengan rate yang
cepat agar rate kontrak dari produksi qc dapat diperoleh. Pengembangan lapangan
termasuk pemboran infill dan stepout, dan atau penggunaan kompressor bila
diperlukan untuk mencapai tekanan pengiriman pipeline.
Kapasitas produksi normalnya sedikit lebih besar dari qc. Beberapa saat
setelah diproduksikan kapasitas produksi reservoir turun ke qc, sehingga dilakukan
sebuah program pemboran tambahan atau pemasangan kompressor tambahan
dimulai untuk menjaga qc selama masih ekonomis. Ketika keuntungan tambahan
tidak bisa lagi direalisasikan dengan menjaga qc, maka laju produksi turun pada
kapasitas produksi sampai pendapatan dari penjualan gas dan produk ikutan
mendekati biaya operasi. Pada saat rate abandont q o dicapai, produksi dihentikan
dan reservoir ditinggalkan.
235

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi abandontment ialah masalah


produksi dan kemungkinan tidak ekonomisnya produksi gas jangka waktu pendek
untuk menyokong pasar.
Jadwal produksi lapangan gas harus sesuai dengan kebutuhan pasar akan
produksi gas. Hal ini akan mengarah pada pembatasan rate produksi. Disisi lain
peningkatan rate produksi dapat dibatasi oleh jadwal dan proses pemboran, dan
fasilitas transportasi. Pertimbangan ekonomi dapat juga memainkan peran dalam
menentukan jadwal produksi lapangan gas.
Pola pengembangan lapangan menunjukkan periode pemboran selama
peningkatan produksi, dilanjutkan dengan periode rate produksi konstan tanpa
pemboran lebih lanjut. Untuk menjaga output total lapangan pada level yang
sama, sumur tambahan dibor dengan tetap memproduksi pada tekanan tubing
head yang tinggi.
6.6. Kompresor
Untuk menghindari pemboran sumur yang terlalu banyak, potensi lapangan
dapat dijaga dengan merendahkan tekanan tubing head dan menggunakan
kompressor. Fasa kompressor akan berlanjut sampai tekanan tubing head sudah
tidak ekonomis dan efisien lagi.
6.6.1. Pemilihan Kompressor
Pemilihan ukuran dari kompresor untuk meningkatkan kemampuan dari
sistem suatu sumur dipengaruhi oleh tekanan yang akan masuk dan keluar dari
kompresor tersebut dan juga volume dari gas yang dipompakan. Tekanan yang
diperlukan oleh konsumen biasanya konstan/tetap, akan tetapi gas akan dialirkan
dari kompresor ke konsumen. Tekanan yang akan keluar dari kompresor
merupakan fungsi dari laju alir gas. Penentuan ukuran kompresor dapat dilakukan
dengan cara membagi sistem di kompresor atau di separator jika kompresor
letaknya berdekatan dengan separator.
Prosedur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan parameter-
parameter design dan power dari kompresor yang digunakan untuk meningkatkan
tekanan gas.
236

1. Dimulai dari PR, tentukan Psep untuk berbagai harga qsc menggunakan
prosedur dalam menentukan pengaruh tekanan separator.
2. Memplot antara Psep dengan qsc.
3. Dimulai dari tekanan yang dibutuhkan konsumen, tentukan tekanan yang
keluar dari kompresor, Pdis, untuk berbagai harga laju alir.
4. Memplot antara Pdis terhadap qsc pada grafik yang sama yang digunakan
pada step 2. Perpotongan antara kedua kurva tersebut memberikan
kapasitas aliran atau deliverability untuk sistem yang tidak menggunakan
kompresor.
5. Memilih harga qsc dan tentukan harga Pdis, Psep dan ∆P = Pdis – Psep untuk
setiap qsc.
6. Menentukan perbandingan kompresi, r = Pdis / Psep dan power kompresor
yang diperlukan dengan menggunakan persamaan berikut :
3. 027 Psc T 1 k Z1 ( k−10 /k
w= (r −1 )
T sc (k−1 )

6.6.2. Kapasitas Kompressor


Kompresor merupakan salah satu bagian dari unit transportasi gas yang
berfungsi untuk menambah tekanan alir dari gas yang melewati flowline.
Untuk kompresi adiabatic satu tingkat, kebutuhan HP (horse power) dapat
dihitung dari termodinamika. HP adiabatik yang dibutuhkan pada setiap kondisi
yang diberikan adalah sebagai berikut :

[( ) ]
Zsuc( k −1 )/k
hp 3, 027 Pb k Pdis
= Tsuc −1
MMscfd Tb k−1 Psuc …..........................(6-34)
dimana :
k = Cp/Cv, gas pada kondisi suction
Zsuc = faktor deviasi gas pada kondisi suction
Pb = tekanan dasar, psia
Tb = temperatur dasar, 0R
Tsuc = temperatur suction, 0R
237

Psuc = tekanan suction, psia


Pdis = tekanan discharge, psia
Total BHP (brake horse power) yang dibutuhkan,

( hp /MMscfd ) ( q )
BHP=
E …................................................................(6-35)

dimana :
q = laju alir gas, MMscfd
E = effisiensi total

6.7. Perencanaan Titik Serap, Penentuan Spasi Sumur dan Jumlah Sumur
Penentuan penyebaran titik serap merupakan rangkaian dari kegiatan
eksploitasi reservoir yang dilakukan setelah terbukti bahwa cadangan hidrokarbon
yang dikandungnya mempunyai arti ekonomis, atau dengan kata lain lapangan
tersebut menguntungkan (komersial). Tujuan dari penyebaran titik serap adalah
untuk mendapatkan perolehan (recovery) hidrokarbon yang berupa gas yang
sebesar-besarnya dengan jumlah sumur seminimal mungkin serta rate produksi
yang optimum. Jumlah sumur juga mempengaruhi besarnya development cost.
Semakin banyak sumur yang dibor maka biaya yang dibutuhkan juga semakin
besar, namun revenue return dari proyek akan lebih cepat. Disisi lain, lebih sedikit
sumur yang dibor, maka biaya yang dibutuhkan akan semakin sedikit namun
revenue return dari proyek juga akan semakin lama. Maka dari itu, penentuan
jumlah sumur perlu diperhitungkan agar mendatangkan keuntungan yang realistis
bagi perusahaan.

6.7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Titik Serap


Penyebaran titik serap dimaksudkan untuk mendapatkan perolehan
maksimum dengan jumlah sumur yang minimum. Namun demikian, dalam
penyebarannya sangat dipengaruhioleh banyak factor, seperti : ketebalan dan
penyebaran formasi produktifnya, efisiensi penyapuannya, mekanisme pendorong
serta radius pengurasan dari masing-masing sumur.
238

6.7.1.1. Ketebalan dan Penyebaran Formasi Produktif


Ketebalan dan penyebaran formasi produktif (yang mengandung
hidrokarbon) adalah sangat menentukan sekali dalam penilaian ekonomis suatu
cadangan. Selanjutnya penilaian ekonomi suatu cadangan dikaitkan dengan
penyebaran sumur-sumur untuk mengekspoitasinya.
a. Ketebalan Formasi Produktif
Ketebalan formasi produktif adalah identic dengan penyebaran hidrokarbon
secara vertical. Sehubungan dengan hal tersebut, ketebalan formasi dapat
dibedakan dalam 2 pengertian yaitu : ketebalan kotor dan ketebalan bersih.
Ketebalan kotor (gross thickness) adalah ketebalan yang diukur mulai dari
puncak formasi atau perangkap sampai batas dasar, yang dalam hal ini bisa berupa
formasi yang bersangkutan (water gas contact, pinchout, patahan, perubahan
facies). Ketebalan kotor digunakan untuk membuat peta isopach kotor (gross
isopach map). Peta ini dibuat dengan tanpa memperhatikan porositas dan
permeabilitas serta dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran formasi
(perlapisan) secara menyeluruh (Gambar 6.6.)
Sementara Ketebalan bersih adalah ketebalan formasi dimana dinyatakan
mengandung hidrokarbon dan dapat dibedakan untuk formasi pasir yang
mengandung minyak (oil net sand) dan formasi pasir yang mengandung gas (gas
net sand). Didalam menentukan akumulasi hidrokarbon, besarnya bulk volume
berdasarkan pada pasir bersih, dari net isopach (Gambar 6.7)
239

Gambar 6.6.
Kenampakan Vertikal dari Isopach Map
(Donald. L Katz, Handbook of Natural Gas Engineering, 1959)

Gambar 6.7.
Contoh dari Net Oil Isopach Map
(Donald. L Katz, Handbook of Natural Gas Engineering, 1959)
b. Penyebaran Formasi Produktif
240

Air, minyak dan gas akan diserap oleh batuan (formasi) yang porous. Dalam
akumulasinya, penyebaran hidrokarbon sebagian dikontrol oleh gaya gravitasi dan
tekanan kapiler. Gaya gravitasi akan menyebabkan fluida reservoir yang
densitasnya kecil cenderung terperangkap pada bagian atas dan sebaliknya,
sedangkan tekanan kapiler mempunyai kecenderungan fluida yang membasahi
(wetting fluid) masuk dalam pori-pori (mendesak) fluida yang tidak membasahi
(non wetting phase) dan juga dapat menghambat gaya gravitasi dalam pemisahan
antar fluidanya.

Gambar 6.8.
Ilustrasi Penyebaran Hidrokarbon didalam Reservoir
(Donald. L Katz, Handbook of Natural Gas Engineering, 1959)

Pada gambar 6.8 menunjukkan adanya kemungkinan 3 tipe akumulasi gas, yaitu :
depletion gas, assosiated gas, dan non assosiated gas.
Pada gambar A merupakan suatu akumulasi yang hanya terdiri dari gas.
Gas terletak paling atas dan air dibawahnya dengan zona transisi gas-air.
Dijumpai adanya air konat, pada kondisi ini, gas disebut non-assosiated dan tidak
dijumpai adanya akumulasi minyak. Pada gambar B merupakan kondisi jebakan
hanya terdapat minyak dan air. Minyak terdapat dibagian atas dan air dibawah
biasanya disebut air konat, pada kondisi ini gas hanya merupakan fasa terlarut
241

dalam minyak. Pada gambar C merupakan suatu akumulasi dimana minyak dan
gas berada secara bersama-sama. Natural gas menempati posisi teratas dari
jebakan dan membentuk gas cap, minyak ditengah kemudian paling bawah adalah
air. Disini terdapat zona transisi antara gas-minyak dan minyak-air. Dalam kondisi
ini, akumulasi natural gas adalah meliputi gas cap dan gas terlarut didalam
minyak.

6.7.1.2. Efisiensi Penyapuan


Efisiensi penyapuan mempunyai pengertian sebagai perbandingan antara
luas daerah hidrokarbon yang telah tersapu didepan front dengan luas daerah
hidrokarbon seluruh reservoir. Sedang luas daerah penyapuan adalah bagian
reservoir yang kearah lateral yang telah tersapu oleh fluida pendesak yang terletak
dibelakang front. Efisiensi penyapuan pada dasarnya dipengaruhi oleh
heterogenitas batuan, distribusi saturasi, geometri reservoir dan mobilitas fluida
reservoir.

6.7.1.3. Jari-jari Penyerapan


Jari-jari penyerapan adalah jarak radial yang diukur dari lubang sumur
didalam reservoir, dimana terjadi aliran fluida kearah lubang sumur tersebut dan
diluar batas mana tekanan reservoir dapat dianggap konsan serta tidak terjadi
aliran fluida. Pada kenyataannya dalam merencanakan pola spasi sumur adalah
dengan menentukan besarnya jari-jari penyerapan sumur terlebih dahulu.
Jari-jari penyerapan merupakan fungsi dari waktu. Artinya dengan
bertambahnya waktu (karena berlangsungnya proses produksi) jari-jari
penyerapan akan semakin bertambah besar dan akan terhenti setelah batas
reservoir atau areal penyerapan sumur sekitarnya tercapai (tercapai interferensi).
Jika jarak dari sumbu lateral lubang bor ke batas penyerapannya dinyatakan r e,
maka areal penyerapan adalah lingkaran dengan jari-jari re dan dapat dituliskan :
Areal penyerapan = лre2........................................................................(6-6)
Penelitian tentang jari-jari penyerapan ini sangat diperlukan untuk
menentukan spasi sumur-sumur baru. Besarnya jari-jari penyerapan sumur dapat
242

ditentukan berdasarkan analisa pengujian sumur dengan menggunakan Pressure


build-up test atau Pressure draw-down test.
Dalam menentukan jari-jari penyerapan berdasarkan analisa pengujian
sumur dibedakan menurut kondisi batas reservoirnya, yaitu :
 Jari-jari penyerapan untuk sumur di lapangan baru (infinite)
 Jari-jari penyerapan untuk sumur di lapangan produksi (finite)
 Jari-jari penyerapan untuk sumur yang telah ada interferensi
6.7.1.3.1. Jari-jari Penyerapan Untuk Sumur di Lapangan Baru (Infinite)
Untuk sumur-sumur atau lapangan baru, jari-jari penyerapan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode Van Pollen. Metode ini adalah hasil
analisa PBU test, dengan persamaan sebagai berikut :

( )
1/2
kt
r e = 0 ,00105
μφ ct
...........................................................................(6-7)

Dimana :
re = jari-jari penyerapan, ft
k = permeabilitas formasi, md
t = waktu alir, jam
μ = viskositas fluida, cp
Ø = porositas, fraksi
Ct = kompressibilitas total, psi-1
Sw = Saturasi air, fraksi

6.7.1.3.2. Jari-jari Penyerapan Untuk Sumur di Lapangan Produksi (Finite)


Penentuan jari-jari penyerapan untuk lapangan produksi yang reservoirnya
finite atau bounded, dapat ditentukan dengan menggunakan dua cara, yaitu :
a. Cara Miller, Dyes, Hutchinson dan Perrine

re =
√ 0, 00633 . K . dt
f . μo .c t .t De .......................................................................................... (6-
8)
243

dimana :
dt = waktu shut-in bila tekanan statik tercapai atau tekanan waktu shut-in
terakhir bila kestabilan tekanan statik tidak tercapai, hari
tDe = waktu shut-in, tanpa dimensi
= 0,28; bila tekanan statik tercapai
= 0,18; bila tekanan statik tidak tercapai
Sebenarnya hasil perhitungan akan lebih representatif bila tekanan statik
bisa dicapai, tetapi hal ini tentu saja memerlukan waktu shut-in yang lama,
dimana sering kali tidak mungkin dilakukan karena merugikan produksi.
b. Cara Matthews, Brons, dan Hazenbroek
Dalam penentuannya, Matthews dan kawan-kawan membuat grafik-grafik
untuk berbagai macam areal penyerapan yang disebut dengan grafik yang disebut
“Pressure Function”, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Grafik tersebut
merupakan plot antara :

2,3 ( P −P )
− −
¿ ¿
P −P
PD , MBH = =
70 ,6 qμB/kh m ...................................................(6-9)
Versus :
0 , 0002637 kt
t DA =
μφ ct A ..............................................................................(6-10)
Dimana :
PD ,MBH = dimensionless pressure MBH, dari pembacaan grafik pressure function
tDA = dimensionless time, dari pembacaan grafik pressure function
P* = tekanan statik ekstrapolasi, psi

P = tekanan rata-rata, psi
m = kemiringan garis (slope), psi/cycle
k = permeabilitas formasi, md
h = ketebalan formasi, ft
Ct = kompressibilitas total, psi-1
Ø = porositas, fraksi
244

A = luas areal penyerapan sumur, ft


Apabila ditentukan dengan reservoir limit test, yaitu pressure draw down
test, maka persamaan jari-jari pengurasan sumurnya adalah :

( )
1/2
5,615Vp
re =
φh .................................................................................(6-11)
Dimana Vp adalah volume pori dari sumur yang diuji.
6.6.1.3.3 Jari-jari Penyerapan Untuk Sumur Yang Telah Ada Interferensi
Untuk titik-titik serap yang sudah ada interferensi, jari-jari pengurasannya
ditentukan dengan metode perkiraan. Besarnya dipengaruhi oleh laju produksi
harian dan jarak antar titik serap. Apabila jarak antar titik serap A dan B adalah d,
kemudian laju produksi harian masing-masing titik serap qA dan qB, maka jari-
jari pengurasannya adalah :

qA . d
Jari-jari pengurasan A : reA = q A + qB ..........................................(6-12)

qB . d
Jari-jari pengurasan B : reB = q A + qB ...........................................(6-13)

6.7.2. Penentuan Spasi Sumur


Spasi sumur merupakan suatu hal yang penting karena merupakan salah
satu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan recovery dan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Letak dari sumur-sumur yang akan dibor harus direncanakan
dan diatur agar seluruh bagian dari reservoir hidrokarbon dapat terkuras. Dalam
perencanaan letak sumur ini biasanya adalah dengan mengatur jarak sumur satu
dengan sumur lainnya.
6.7.2.1. Teori Spasi Sumur
Spasi sumur didefinisikan sebagai luas daerah yang dapat dijangkau oleh
suatu sumur dalam usahanya menguras fluida yang berada didalamnya. Spasi
sumur biasanya dinyatakan dalam satuan acre/sumur atau dalam jarak antar sumur
feet, atau dalam jumlah sumur.acre. Spasi sumur ini menyangkut penentuan luas
245

daerah yang harus dikuras oleh sumur sehingga diperoleh keuntungan yang
maksimum.
Besarnya spasi sumur tergatung pada perkembangan jari-jari
penyerapannya, dimana jarak antar sumur penyerapannya tidak boleh lebih besar
dari dua kali jari-jari penyerapan efektif. Secara fisis sebenarnya persoalan spasi
sumur adalah mencari hubungan antara factor-faktir yang beroengaruh terhadap
efisiensi pengaliran minyak dari suatu titik penarikan ke sumur produksi.
Hubungan ini mencakup beberapa factor seperti : sifat-sifat lithologi batuan
reservoir, struktur geologi, tingkat heterogenitas dan mekanisme pendorong.

6.7.2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Spasi Sumur


Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan spasi sumur antara lain : sifat-
sifat lithologi batuan reservoir, struktur geologi, tingkat heterogenitas dan
mekanisme pendorong.
a. Sifat-sifat Lithologi Batuan Reservoir
Permeabilitas, porositas, tekstur, derajat sementasi dan sifat-sifat lithologi batuan
reservoir lainnya sangat bervariasi dan akan menjadi pertimbangan yang penting
dalam studi pola penyebaran sumur. Pada batuan yang porous, perolehan gas tiap
areanya akan lebih besar dibandingkan dengan batuan reservoar yang mempunyai
porositas kecil, oleh karena itu spasi sumur harus dibuat rapat. Sedangkan
permeabilitas memegang peranan yang cukup penting dalam tahap produksinya.
Reservoar dengan permeabilitas yang rendah dapat menyebabkan laju
pengurasannya rendah, sehingga memerlukan waktu yang lama untuk
memproduksikan seluruh gas yang ada dan secara ekonomis akan rugi. Oleh
karena itu spasi sumur yang rapat akan menjamin perolehan minyak yang besar
bila dibandingkan dengan spasi sumur yang renggang. Hal ini digunakan untuk
menangani masalah reservoar yang mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi.

b. Struktur Geologi
Struktur geologi dapat mempengaruhi akumulasi hidrokarbon dan cara
memproduksinya, sehingga hal ini perlu dimasukkan sebagai salah satu
246

pertimbangan dalam program perencanaan pengembangan suatu lapangan.


Beberapa tipe struktur geologi yang saling berbeda akan mempengaruhi
akumulasi hidrokarbon dan cara memproduksinya, sehingga akan berpengaruh
pula terhadap perencanaan penempatan dan penyebaran sumur-sumur
pengurasannya.
Posisi stuktur juga merupakan bahan pertimbangan penting dalam menentukan
bagian mana dari reservoar yang dilakukan komplesi, dan dapat diproduksikan
secara efisien. Peletakan sumur pengurasan pada sisi struktur yang rendah
memungkinkan produksi minyaknya lebih lama, setelah sumur-sumur dibagian
atas struktur tidak menghasilkan minyak karena tinggal memproduksi gas.
Untuk akumulasi hidrokarbon pada suatu bentuk dome atau antiklinal yang
berada di bawah kondisi hydraulic control akan lebih banyak menghasilkan fraksi
perolehan minyak jika titik serap dibuat agak jarang sepenjang puncak struktur.
Pada formasi yang mempunyai kemiringan yang tinggi maka titik serap dibuat
lebih rapat pada arah strike bidang perlapisan dibandingkan dengan arah dip
bidang perlapisan. Sedangkan pada reservoar yang berada di bawah kondisi
volumetric control, maka titik serap dibuat lebih rapat pada arah dip bidang
perlapisan dibandingkan dengan arah strike bidang perlapisan.
Untuk reservoar yang mempunyai perangkap stratigrafi seperti shoestring sand
ataupun terumbu dengan karakteristik merata, maka penempatan sumur-sumur
pengurasan hendaknya mempunyai jarak yang relatif sama. Sedangkan untuk
reservoar dengan jenis perangkap kombinasi, maka pengaturan pola spasi sumur-
sumur pengurasannya memerlukan banyak pertimbangan terutama berkaitan
dengan perangkap struktur maupun perangkap stratigrafinya.
Beberapa ahli meneliti pengaruh spasi lebar pada reservoir-reservoir yang
batuannya sangat bervariasi dalam teksturnya, lensa-lensa batu pasir dengan
permeabilitas tinggi disisipi oleh pasir serpihan yang mempunyai permeabilitas
sangat rendah tetapi semua bagian reservoir dapat disaturasi oleh fluida
hidrokarbon. Bila mana sumur-sumur yang dimaksudkan dibor maka fluida yang
terdapat dalam pori yang lebih permeabel dengan cepat dapat terkuras, sedangkan
pada pori yang kurang permeabel pengurasannya akan kurang berarti.
247

Air akan cepat merembes untuk menggantikan ruang dalam batuan yang
ditinggalkan hidrokarbon tetapi air tersebut tidak menggenangi sisipan lapisan
yang kurang permeabel. Pada keadaan ini dianjurkan untuk menggunakan spasi
sumur yang rapat untuk menghasilkan prosentasi perolehan yang lebih besar.
Beberapa ahli meneliti pengaruh spasi lebar pada reservoir-reservoir yang
batuannya sangat bervariasi dalam teksturnya, lensa-lensa batu pasir dengan
permeabilitas tinggi disisipi oleh pasir serpihan yang mempunyai permeabilitas
sangat rendah tetapi semua bagian reservoir dapat disaturasi oleh fluida
hidrokarbon. Bila mana sumur-sumur yang dimaksudkan dibor maka fluida yang
terdapat dalam pori yang lebih permeabel dengan cepat dapat terkuras, sedangkan
pada pori yang kurang permeabel pengurasannya akan kurang berarti. Air akan
cepat merembes untuk menggantikan ruang dalam batuan yang ditinggalkan
hidrokarbon tetapi air tersebut tidak menggenangi sisipan lapisan yang kurang
permeabel. Pada keadaan ini dianjurkan untuk menggunakan spasi sumur yang
rapat untuk menghasilkan prosentasi perolehan yang lebih besar.
Pada reservoir yang daerahnya terisolasi satu sama lain, akibat adanya
gejala ketidak teraturan pada batuan reservoir, terjadi hambatan aliran bebas
fluida di seluruh bagian reservoir, sehingga sumur-sumur apabila dispasi pada
jarak yang lebar-lebar tidak dapat menguras daerah tersebut. Spasi sumur yang
rapat akan memberikan jaminan bagi perolehan hidrokarbon yang lebih tinggi.
c. Heterogenitas Reservoir
Variasi sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir sangat mempengaruhi
perencanaan spasi sumur suatu lapangan. Variasi sifat-sifat fisik batuan dan fluida
reservoir ini akan berpengaruh pada besarnya spasi sumur. Tingkat heterogenitas
yang tinggi menyebabkan pola spasi sumur tidak teratur.
d. Mekanisme Pendorong.
L.C. Uren membagi mekanisme pendorong reservoar yang berpengaruh dalam
perencanaan dan penentuan titik serap, menjadi :
 Hydraulic control reservoir (reservoar dengan mekanisme pendorong air)
 Volumetric control reservoir (reservoar dengan mekanisme pendorong gas)
248

Seorang reservoir engineer harus menentukan pola pengurasan lapangan;


mereka harus mengetahui seberapa permeabel batuan itu; mereka harus
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang penting, menduga jenis drive
reservoir, dan juga jumlah gas sisa bila ada gangguan air. Mereka kemudian dapat
menghitung recovery factor. Besarnya recovery factor tergantung dari tenaga
dorong reservoir yang dimiliki.
a) Water Drive
Reservoir ini mempunyai sifat dimana laju batas tepi air mempunyai kecepatan
sana dengan banyaknya fluida reservoir yang diproduksikan, hingga tekana
formasinya dianggap relative konstan. Sehubungan dengan recovery factor, spasi
sumur akan ditentukan dengan pertimbangan agar tidak merugikan ultimate
recovery, sehingga dipilih spasi yang lebih besar. Hal ini didasarkan pada sifat
reservoir yang sangat permeable dan besarnya tenaga yang berasal dari
pengembangan aquifer, sehingga adanya water-gas contact akan cepat bergerak ke
atas. Maka untuk daerah dekat water-gas contact, spasi sumur harus lebih besar,
karena untuk sumur struktur bawah pada reservoir akan lebih cepat terjadi
penerobosan air.
b) Gas Drive
Lapangan yang memiliki reservoir jenis ini dicirikan dengan kecepatan laju
batas air tidak secepat dengan laju produksi fluida reservoirnya. Atas dasar ini
tekanan formas relative cepat menurun sesuai dengan proses pengosongan fluida
reservoir.
Pada lapangan gas drive, gas menempati bagian atas didalam reservoirnya,
karena berat jenis dan gaya apungnya. Pada penurunan tekanan akibat produksi
diharapkan terjadi pressure drawdown yang besar dengan tujuan air yang berada
dibawah tidak ikut terproduksi. Seperti kita ketaui bahwa mobilitas gas lebih besar
dari pada mobilitas minyak. Oleh karena itu, untuk sumur struktur atas diusahakan
mengambil spasi sumur yang agak rapat, sehigga ultimate recovery yang
diperoleh juga relative besar.
6.7.2.2. Pola Spasi Sumur
249

Pada umumnya pola spasi sumur yang biasa digunakan dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu pola spasi sumur teratur dan pola spasi sumur tidak
teratur.
6.7.2.2.1. Pola Spasi Sumur Tidak Teratur
Spasi sumur yang tidak teratur dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang
ada pada suatu lapangan kompleks dan mempunyai tingkat heterogenitas tinggi,
sehingga tidak memungkinkan dilaksanakan pola spasi sumur yang teratur. Jadi
pada prinsipnya pola spasi sumur tidak teratur adalah pola spasi sumur yang tidak
mengikuti suatu bentuk tertentu yang teratur.
6.7.2.2.2. Pola Spasi Sumur Teratur
Spasi yang teratur dilakukan jika struktur dan stratigrafi yang ada pada
suatu lapangan/ reservoar tidak kompleks, dan tingkat heterogenitasnya rendah,
atau dianggap seragam.
Pengaturan sumur-sumur secara geometri biasanya menempatkan sumur-
sumur tersebut pada deretan yang melintasi daerah penyerapan dengan jarak yang
sama, sehingga semua bagian dari reservoir dikuras secara merata. Oleh karena itu
secara geometris daerah penyerapan dapat dibagi menjadi :
1. Bentuk Bujur Sangkar dengan Empat Sumur.
Spasi sumur berbentuk bujur sangkar ini menganggap bahwa fluida akan
bergerak menuju ke sumur paling dekat sehingga daerah penyerapannya akan
berbentuk bujur sangkar pula. Luas daerah yang harus memberikan pengaliran
kepada sumur ditentukan dengan menggunakan persamaan :
S2
a=
43560 .....................................................................................(6-14)
Dimana :
a = luas daerah yang harus memberikan pengaliran kepada sumur, acre
S = Jarak antar sumur, ft
Pola spasi bujur sangkar ini ditunjukkan pada Gambar 6.9. Berdasarkan gambar
tersebut diperoleh kesimpulan bahwa jarak tempuh fluida reservoir dari titik sudut
dan titik sisi-sisinya berbeda. Oleh karena itulah dipakai istilah daerah penyerapan
250

ekuivalen yang dinyatakan dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari penyerapan


efektif dan besarnya jari-jari penyerapan :
r e =0, 637 S ….....................................................................................(6-15)

Gambar 6.9.
Spasi Sumur Berbentuk Bujur Sangkar
(Sutarto Agus R, Kolokium “Perencanaan Eksploitasi Reservoir Gas” , 1994)
2. Bentuk Segi Tiga dengan Tiga Buah Sumur.
Tiga sumur ini membentuk segi tiga sama sisi, sehingga keadaan tersebut
diharapkan akan memberikan daerah penyerapan yang berbentuk segi enam
hexagonal. Dan luas daerah yang harus memberikan pengaliran kepada sumur
ditentukan dengan persamaan

a=0 ,866 S 2/ 43560 ...........................................................................(6-16)

Sedangkan jari-jari penyerapannya :


r e =0 ,505 S .........................................................................................(6-17)
251

Gambar 6.10.
Spasi Sumur Berbentuk Segitigas Sama Sisi
(Sutarto Agus R, Kolokium “Perencanaan Eksploitasi Reservoir Gas” , 1994)
Hubungan antara pola spasi sumur dengan jari-jari pengurasan dapat dilihat pada
Tabel 5-1
Tabel VI-1
Hubungan antara spasi sumur dengan jari-jari penyerapan
(Uren,1956)
Jarak antar Luas Daerah Penyerapan Jari-jari penyerapan efektif, ft
sumur, ft (acre per sumur)
Bujur sangkar Segi tiga Bujur sangkar Segi tiga
300 2,07 1,79 191 179
400 3,67 3,18 255 238
500 5,74 4,97 319 298
600 8,26 7,16 382 359
660 10,00 8,66 420 393
700 11,20 9,74 446 417
800 14,70 12,70 510 476
900 18,60 16,10 573 536
1000 23,00 19,90 637 595
1100 27,80 24,10 701 655
1200 33,10 28,60 764 714
1300 38,80 33,60 828 774
1320 40,00 34,60 841 785
1400 45,00 39,00 892 833
1500 51,70 44,80 956 893
1600 58,80 50,90 1019 952
1700 66,30 57,40 1083 1012
1800 74,40 64,40 1147 1071

6.7.2.3. Perhitungan Spasi Sumur


252

Pada perhitungan spasi sumur ada beberapa teori yang dapat digunakan, yaitu :
Persamaan Darcy, Persamaan Volumetrik, Penentuan berdasarkan isochronal test
dan Penentuan berdasarkan hubungan produksi dan differential pressure
1. Persamaan Darcy
Bila sumur sudah mulai diproduksikan dan data reservoar sudah diketahui,
maka penentuan spasi sumur dapat dilakukan secara pendekatan Darcy, dimana
pola aliran radial adalah pola yang paling umum digunakan dalam pendekatan
persamaan bentuk aliran radial.

kh ( P r −Pwf )

−6 2 2
703×10
q=
T (μz )avg ln ( r e /r w )
….....................................................(6-18)
dimana :
q = laju alir, Mscfd
h = tebal lapisan produktif, ft

Pr = tekanan statik reservoir, Psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, Psi
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
k = permeabilitas, darcy
 = viskositas gas, cp
z = faktor deviasi gas
Setelah diketahui besarnya jari-jari pengurasan, maka dapat ditentukan jarak
(spasi) antar sumurnya, dimana jarak antar sumur yang sering digunakan adalah
merupakan kelipatan dua dari jari-jari pengurasannya. Persamaan yang
menyatakan hal tersebut adalah :
S = 2 x re….......................................................................................................(6-19)
2. Persamaan Volumetrik
Persamaan volumetrik dapat juga dijadikan acuan untuk penentuan jari-jari
pengurasan sumur. Dimana data-data yang dibutuhkan didapatkan dari data
produksi, log, PVT serta analisa core.
253

43560Vb φ (1−Swc )
G=
Bgi .....................................................................(6-20)
Vb = A x h.............................................................................................(6-
21)
dimana :
G = cadangan gas mula-mula ditempat, scf
Vb = bulk volume reservoir, Acre-ft
Ф = porositas batuan reservoir, %
Swc = saturasi air conate, %
Bgi = faktor volume formasi gas, cuft/scf
43560 = konversi dari acre-ft ke cuft
Dengan menganggap areal pengurasan berbentuk lingkaran, maka luas
areal pengurasan A = re2/43560 ft2, sehingga re dapat dihitung dengan pendekatan
sebagai berikut :


G. B gi
3 , 14 hϕ ( 1−S wc )
re = …......................................................................(6-22)

3. Penentuan Spasi Sumur Berdasarkan Isochronal Test


Dasar dari prosedur isochronal test yaitu bahwa radius pengurasan sama
pada setiap titik aliran. Jadi, suatu test isochronal selama 30 menit sesuai dengan
pada radius pengurasan yang diberikan. Kurva performance yang distabilkan akan
memiliki slope yang sama sebagai kurva waktu pendek tapi akan diganti pada
rate aliran yang rendah pada jumlah yang tergantung pada radius pengurasan
dibawah kondisi operasi.
Dari the work of Tek. Grove and Poettmann,

[ ]
rd 1
ln
rw
C2 =C 1
rd 2
ln
rw
…...............................................................................(6-23)
254

q
C=
( P −Pwf )
− n
2
r2 …..........................................................................(6-24)
Dimana :
rd1 = jari-jari pengurasan sumur kasus 1, ft
rd2 = jari-jari pengurasan sumur kasus 2, ft
rw = jari-jari lubang sumur, ft
C1 = koefisien persamaan back-pressure kasus 1
C2 = koefisien persamaan back-pressure kasus 2

P r = tekanan rata-rata reservoir, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
q = laju alir fluida , scfd
n = slope pada grafik dP2 vs q untuk uji isochronal
Jari-jari pengurasan dapat dihitung dengan

( )
− 1/2
k tp
r d =0.0704
φμ .............................................................................(6-25)
dimana :
t = lama aliran, jam
k = permeabilitas formasi, md

P = tekanan rata-rata reservoir, psia
Ф= porositas formasi, fraksi
μ = viskositas gas, cp
4. Penentuan Berdasarkan Hubungan Produksi dan Differential Pressure
Hubungan antara produksi dan pressure differential pada setiap waktu
yang diberikan dapat ditentukan dengan persamaan :
π kh ( P2 st−P2 bh )
q= =A ( P 2 st−P 2 bh ) ,
r
μ g P atm ln e
rw …..........................................(6-26)
Dimana :
255

q = produksi dari sumur pada tekanan atmosfer dan temperatur formasi,


cm3/sec, (atau m3/sec)
Pst = tekanan statik pada sumur shut-in, kg/m2
Pbh = tekanan dasar sumur, kg/m2
Patm = tekanan atmosfer, kg/m2
k = permeabilitas formasi, darcy (atau m2)
h = ketebalan formasi, m
kg /sec
2
μg = viskositas gas, cp (atau m )
re = jari-jari pengurasan, m
rw = jari-jari sumur-sumur, m
Dari Persamaan 6-26 di atas didapatkan :

π kh
A=
re
μ g Patm ln
r w …...............................................................................(6-27)

Persamaan 6-28 valid pada penyerapan yang mengikuti hukum Darcy.


Tekanan P pada setiap titik di reservoir pada jarak r dari sumur dapat
ditentukan dengan akurasi yang tinggi dari persamaan distribusi tekanan pada area
berbentuk lingkaran.


P2 st −P 2 bh r
P= P2 bh+ ln
re rw
ln
rw …......................................................(6-28)
6.7.3. Penentuan Jumlah Sumur
Persoalan penting di dalam eksploitasi hidrokarbon dalam hubungannya
dengan pengembangan lapangan adalah jumlah sumur yang dibutuhkan dan
penyebarannya. Sebab secara singkat dapat dikatakan bahwa pengembangan
lapangan, akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Pemboran sejumlah sumur pada reservoir yang bersangkutan.
2. Kontrol gerakan atau aliran gas ke sumur-sumur yang ada.
3. Kontrol energi reservoir.
256

Penentuan jumlah sumur pada pengembangan lapangan gas sangat


tergantung pada produksi sumuran, dimana pada produksi sumuran diperoleh laju
produksi tiap sumur dan dari kinerja sumuran diketahui komulatif produksi tiap
sumur, sehingga berdasarkan dari data tersebut dapat diketahui jumlah sumur
yang diinginkan yang sesuai dengan rate produksi kontrak.
Suatu hal penting yang harus diingat mengenai fungsi utama dari sumur
dalam hal pengembangan dan pengoperasian reservoar adalah :
1. Untuk memproduksi fluida reservoar yang bersangkutan
2. Untuk mendapatkan data geologi
3. Untuk kontrol mekanisme drive yang ada atau dipilih dari reservoar tersebut.
Masalah yang penting dari usaha pengembangan lapangan adalah
menentukan jumlah sumur-sumur yang akan dibor. Sumur-sumur infill yang
merupakan sumur tambahan atau sisipan yang dibor dengan tujuan untuk
memenuhi MER. Oleh sebab itu banyaknya sumur ini tergantung dari jumlah
sumur produksi dan kumulatif produksi yang telah dihasilkan. Sehubungan
dengan itu dalam hal ini menentukan jumlah sumur-sumur infill yang harus dibor
dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Penentuan berdasarkan konsep Maksimum Efficiency Rate (MER).
MER adalah besarnya rate suatu sumur atau reservoir yang dapat
memberikan ultimate recovery paling tinggi. Bila mana rate tersebut dilampaui
akan mengakibatkan berkurangnya ultimate recovery. Sedangkan pengurangan
dibawah rate ini tidak akan memberikan penambahan ultimate recoverynya.
Penentuan besarnya jumlah sumur-sumur infill yang didasarkan pada MER
ini adalah mendasarkan banyaknya sumur terhadap rate produksi yang diijinkan.
Jika seluruh cadangan yang ada di dalam reservoir akan diproduksikan dan
besarnya MER serta laju produksi rata-rata sumur dapat ditentukan maka dapat
ditentukan pula jumlah sumur yang harus dibuat, yaitu dengan membagi MER
seluruh lapangan (reservoir) dengan laju produksi sumur rata-rata, yang mana
secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
MER r
n=
q av ………………………………………………………(6-29)
257

Dimana:
n = Jumlah sumur infill yang harus dibor untuk memenuhi MER
MERr = Maximum Efficiency Rate reservoir
qav = Laju produksi rata-rata
Jika sumur-sumur yang telah ada ternyata masih kurang, yaitu dalam arti
bahwa rate kumulatif yang didapat belum memenuhi MER nya maka dibutuhkan
pemboran sumur-sumur baru sebagai sumur tambahan. Banyaknya sumur
tambahan yang akan dibuat ditentukan oleh besarnya MER reservoir, rate
kumulatif yang telah ada, serta rate produksi rata-rata sumur infillnya. Adapun
secara matematis banyaknya sumur infill ini dapat diperoleh dengan suatu rumus:
MER r −∑ q av
ni =
q avi …………………………………………………(6-30)
Dimana:
∑ ¿ ¿ qav = Rate kumulatif dari seluruh sumur yang telah berproduksi
qavi = Rate produksi rata-rata sumur infill
ni = Banyaknya sumur infill yang harus dibor untuk memenuhi MER
Sebelum dapat menentukan berapa banyak sumur infill yang harus dibor
untuk memenuhi MER nya, maka terlebih dulu harus dapat memperkirakan rate
produksi rata-rata sumur infill yang direncanakan. Jika data-data sifat fisik batuan
reservoir seperti permeabilitas batuan, ketebalan formasi produktif, data sifat fisik
fluida reservoir berupa viscositas dan factor volume formasi, jari-jari pengurasan
serta tekanan reservoir. Maka dengan rumus Darcy dalam memperkirakan rate
produksi rata-rata sumur infill ini, sehingga selanjutnya dapat dihitung jumlah
sumur infill yang dibutuhkan.
2) Penentuan berdasarkan analisa pengujian sumur.
Penentuan jumlah sumur infill dapat pula berdasarkan atas analisa pengujian
sumur. Salah satu hasil pengujian sumur yang diperlukan disini adalah jari-jari
pengurasan, yang mana dapat diperoleh dari analisa pressure build up. Setelah
didapatkan jari-jari pengurasan sumur selanjutnya dapat dihitung seberapa jauh
sumur dapat menguras reservoir, atau disebut luas daerah pengurasan. Data lain
yang dibutuhkan adalah luas daerah cadangan.
258

Luas daerah cadangan dapat ditentukan dari peta isopach atau peta kontur
struktur bawah permukaan dengan bantuan alat planimeter, yang mana data-
datanya dapat diperoleh dari logging, analisa core, sample log. Jika luas cadangan
serta luas daerah pengurasannya telah didapat, maka banyaknya sumur yang
dibutuhkan untuk menguras reservoir, yaitu dengan suatu persamaan matematis:
A
n=
a ………………………………………………………..…… (6-31)
Dimana:
n = Jumlah sumur yang dibutuhkan untuk menguras seluruh cadangan
reservoir
A = Luas daerah cadangan
a = Luas daerah pengurasan
3) Penentuan Berdasarkan Pengaturan Pola Sumur
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa secara umum dikenal
dua macam pola spasi sumur, yaitu bujur sangkar dan segitiga sama sisi. Masing-
masing pola mempunyai areal penyerapan yang berbeda. Adapun persamaan
dalam menentukan jumlah sumur untuk masing –masing pola adalah sebagai
berikut :
 Untuk pola spasi bujur sangkar:
Total Luas Lapangan
n= ×43560
D2 ………………………….............(6-32)
 Untuk pola spasi segitiga sama sisi
Total Luas Lapangan
n= ×43560
0 . 866 D 2 ………………………….............(6-33)
Dimana:
D = Jarak antar sumur,ft
n = Jumlah sumur

Anda mungkin juga menyukai