Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini telah berkembang suatu trend baru dalam sistem pembinaan

mutu produk makanan, khususnya produk olahan hasil perikanan. Inti trend

tersebut adalah digunakannya sistem pendekatan baru dalam pengawasan mutu

produk yang lebih berorientasi pada prinsip pendeteksian dan pencegahan secara

dini (preventive measure).

Pengolahan hasil perikanan yang memegang peranan penting dalam

kegiatan pasca panen, sebab dengan melakukan usaha pengolahan, hasil perikanan

sebagai komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk dapat ditingkatkan

daya awetnya, disamping itu usaha pengolahan juga dapat meningkatkan nilai

tambah (added value) produk tersebut. Dengan memenuhi persyaratan dalam

penanganan maupun pengolahan, maka diharapkan hasil pengolahan dapat

memenuhi standar mutu yang ditetapkan baik secara nasional maupun

internasional. Kontinuitas mutu produk sangat penting guna meningkatkan

kepercayaan luar negeri terhadap mutu suatu produk sehingga produk tersebut

dapat ditemui di pasar Internasional. Oleh karena itu produsen/pengolah harus

semaksimal mungkin memenuhi keinginan negara importir demi menjaga pasaran

dan kontinuitas usahanya yang pada akhirnya mampu memberikan devisa bagi

negara.

Pembekuan adalah salah satu cara pengawetan sekaligus pengolahan.

Pembekuan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan dalam suhu rendah (cold
storage), yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan ikan harus dilakukan

penyusunan yang baik dan benar, sebab jika tidak dilakukan dengan semestinya,

pembekuan dapat merusak ikan (Murniyati dan Sunarman, 2000). Penggunaan

suhu rendah berupa pendinginan dan pembekuan dapat memperlambat proses-

proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada

kemunduran mutu ikan (Junianto, 2003). Prinsip proses pendinginan dan

pembekuan adalah mengurangi atau menginaktifkan enzim dan bakteri pembusuk

dalam tubuh ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).sen

Dalam suatu industri khususnya dalam industri pangan diperlukan suatu

usaha untuk menjaga kualitas pada produk pangan yang diproduksi mulai dari

bahan baku sampai produk akhir, baik pada saat masih bahan baku,proses maupun

produk akhir sehingga dapat dihasilkan pangan yang aman, layak, dan sehat untuk

dikonsumsi. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan pengendalian mutu

pada industri tersebut.

Pengendalian mutu adalah suatu aktivitas pengendalian material yang

bertujuan untuk mengetahui secara aktual material agar sesuai dengan kondisi

yang ditetapkan pada perencanaan. Pengendalian mutu sangat berpengaruh pada

kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah dasar utama dari suatu produk

dan harus memiliki kualitas yang terbaik karena pada akhirnya produk itulah yang

diberikan kepada pelanggan. Oleh karena itu dengan adanya standarisasi, dapat

ditentukan spesifikasi standar yang diperlukan untuk membuat sebuah olahan

makanan dan standar makanan.


Standar mutu adalah persyaratan produk yang memenuhi ketentuan

spesifikasi teknis meliputi indentitas, higienis, kimiawi, keseragaman mengenai

ukuran, berat atau isi, jumlah, rupa, label dan sebagainya yang disusun

berdasarkan konsesus semua pihak sebagaimana keputusan Presiden Nomor 7

tahun 1989 (Dewan standarisasi Nasional) dengan memperhatikan syarat-syarat

kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penetapan mutu ikan didasarkan pada hasil pengujian laboratorium penguji sesuai

dengan instruksi Presiden. Menjamin mutu ikan diperlukan persyaratan teknis

yang meliputi: penanganan ikan, unit pengolahan ikan, produk akhir, pengemasan,

penyimpanan, pengangkutan dan distribusi (Anonimous, 2012).

PT. Aquafarm Nusantara merupakan perusahan yang bergerak dalam

industri perikanan yaitu pengolahan bahan baku ikan nila mejadi produk setengah

jadi fillet ikan nila dan mengekspor hasil pengolahan fillet ikan nila. Perusahaan

menerapkan sistem pengendalian mutu dalam melaksanakan proses penanganan

bahan baku hingga proses penyimpanan. Hal ini dimaksudkan untuk

mengendalikan mutu fillet ikan nila agar memperoleh kualitas produk yang baik

dan nilai ekonomis tinggi. Oleh karena itu untuk mengetahui dan memahami

pengendalian mutu fillet ikan nila perlu dilakukan praktek lapangan di PT.

Aquafarm Nusantara Medan, Sumatera Utara.

B. Tujuan

Praktik lapangan ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan tentang teknik pengawasan mutu pada proses


pembekuan fillet ikan nila (Oreochormis nilloticus) di PT. Aquafarm Nusantara

Medan, Sumatera Utara.


II.    TINJAUAN PUSTAKA

A.    Ikan Nila (Oerochromis niloticus)

Sistematika ikan Nila (Oreochormis niloticus) menurut Evy, et. al .(1984),

adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Klas : Pisces

Subklas : Acanthopterigii

Ordo : Percomorphi

Subordo : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Nama dagang : Tilapia

Ikan nila mempunyai bentuk badan pipih kesamping memanjang.

Mempunyai garis vertikal 9 – 11 buah, garis – garis pada sirip ekor berwarna

merah sejumlah 6 – 12 buah. Pada sirip punggung terdapat juga garis – garis

miring. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar dengan bagian tepi mata

berwarna putih. Badan relatif lebih tabal dan kekar dibandingkan ikan mujair.

Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan dengan garis

yang terletak di bawah. Masa perkawinan ikan nila berlangsung sepanjang tahun

tetapi tidak sesering ikan mujair (Evy, et. Al, 1984).

Di kolam pemeliharaan, ikan nila dapat berkembangbiak tanpa perawatan

khusus. Apabila masa pemijahan tiba, induk – induk ikan nila mencari tempat
yang aman. Mereka membuat lubang atau cekungan bulat di dasar kolam. Induk

ikan nila akan menjaga telur – telurnya. Ikan nila memiliki warna sisik yang

beraneka ragam, warna sisik ikan nila meliputi warna kuning kemerah-merahan,

hitam dan hijau kehitam-hitaman. Ikan nila yang berwarna kuning biasanya lebih

cepat dimangsa oleh predator ikan maupun benih ikan karena warnanya yang

mencolok. Ikan nila bila dipelihara dikolam akan lebih menguntungkan

dibandingkan ikan-ikan konsumsi lainnya, hal ini disebabkan ikan nila tidak

memerlukan perawatan khusus dalam pembesarannya (Khairuman, 2002).

Ikan nila dilaporkan sebagai pemakan segala (omnivora),

pemakan plankton, sampai pemakan aneka tumbuhan sehingga ikan ini

diperkirakan dapat dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air. Ikan ini sangat

mudah berkembangbiak. Secara alami, ikan nila (dari perkataan Nile, Sungai Nil)

ditemukan mulai dari Syria diutara hingga Afrika timur sampai

ke Kongo dan Liberia.

Pemeliharaan ikan ini diyakini pula telah berlangsung semenjak

peradaban Mesir purba. Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini

segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai

daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa,

ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam

keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikan fillet.

Ikan nila dan mujair merupakan sumber protein hewani murah bagi

konsumsi manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah.

Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya


intensif, nila dan mujair tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena

memiliki perilaku agresif. Nilai kurang bagi ikan ini sebagai bahan konsumsi

adalah kandungan asam lemak omega-6 yang tinggi sementara asam lemak

omega-3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki

penyakit yang berkait dengan peredaran darah.

Beberapa keuntungan pemeliharaan ikan air tawar nila antara lain :

Mampu memproduksi benih dalam jumlah yang besar dengan kwalitas yang

tinggi.

 Pertumbuhan ikan nila yang cepat.

 Mudah dalam pemberian pakan.

 Tahan terhadap serangan hama, parasit dan penyakit.

 Dapat bertahan hidup pada lingkungan air yang tidak baik.

 Ukuran induk untuk dipijahkan  berumur sekitar 4-5 bulan.

 Sumber gizi untuk dikonsumsi dan rasa dari daging ikan nila yang enak.

Menurut Irawan (1997), pada bukunya yang berjudul Pengawetan ikan dab

hasil perikanan, tanda-tanda hasil perikanan yang bermutu baik adalah seperti

yang tertera pada table berikut :


Tabel 1. Tanda hasil perikanan yang bermutu baik.

Parameter Tanda – tanda

1.      Penampakan Cerah dan cemerlang, warna belum

berubah, sesuaisesuai dengan warna asli.

2.      Mata Mengkilat, hitam, bulat dan menonjol

Keluar.

3.      Sisik Tetap melekat kuat pada daging dan

tidak brlendir.

4.      Daging Terasa padat dan lentur serta melekat

kuat pada kulitnya.

5.      Aroma Segar dan tidak bercampur dengan bau

Lainnya

Sumber : Irwan,1997

B. Pembekuan

1. Pengertian Pembekuan

Pengawetan ikan dengan pembekuan (dengan suhu sampai -500C) akan

mampu menghentikan kegiatan mikroorganisme, meskipun belum diketahui

secara pasti suhu pada saat bakteri betul-betul sudah mati semuanya. Secara teori
dapat dinyatakan, bahwa pada suhu dibawah -100C proses pembusukan oleh

bakteri terhenti (Moeljanto, 1992).

2. Prinsip Pembekuan

Prinsip dasar dari pembekuan ikan dan hasil perikanan adalah

mengenyahkan panas dari ikan dengan kelajuan tinggi artinya dalam waktu lebih

singkat, sehingga ikan tidak mengalami perubahan mutu yang berarti dalam

mencapai suhu rendah penyimpanan dan dapat mengawetkan ikan dalam waktu

panjang selama penyimpanan beku dan distribusi (Ilyas, 1993).

Pembekuan ikan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu jauh

dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air

pada ikan menjadi es, tetapi pada waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk

digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti sebelum dibekukan (Adawiyah,

2007).

3. Proses Pembekuan

Ikan sebagian besar terdiri dari air yaitu sekitar 80%. Selama proses

pembekuan bagian terbesar (air) itu berubah dari fase cair menjadi fase padat atau

es. Proses pembekuan berarti penghilangan panas dari ikan agar suhu ikan

menurun melalui 00Cdan terus menurun melalui -200C, -300C dan boleh sampai

-400C atau -500C (Moeljanto, 1992).

Tubuh ikan mengandung air sekitar 60%-80% yang terdiri atas cairan

yang terdapat di dalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar sel. Cairan itu
berupa larutan koloid encer yang mengandung berbagai macam garam (terutama

kalium fosfat dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu (±67%) berupa

free water dan selebihnya (±5%) berupa bound water. Bound water merupakan air

yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan. Ikan mulai

membeku pada suhu antara -0,60C sampai -20C, atau rata-rata pada -10C. Yang

mula-mula membeku adalah free water, disusul oleh bound water. Pembekuan

dimulai dari bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir. Sangat sulit

sekali membekukan keseluruhan cairan yang terdapat pada ikan, karena air terikat

(bound water) sangat sulit dibekukan dan memiliki titik beku yang sangat rendah,

serta sulit tercapai dalam kondisi komersial. Pada umumnya, jika pembekuan

sudah mencapai -120C hingga -300C dianggap telah cukup (Adawiyah, 2007).

4. Metode Pembekuan

Menurut Hadiwiyoto (1993), ditinjau dari macam-macam alat pembekuan

yang digunakan atau cara yang dikerjakan, metode pembekuan dibagi atas :

a. Pembekuan konvensional, jika cara pembekuannya menggunakan alat

pendingin sederhana yang tradisional atau konvensional lainnya.

b. Blast Freezing, pada metode ini bahan ditempatkan dalam suatu ruang

pembeku dengan udara bersuhu rendah dihembuskan. Beberapa cara metode

ini adalah sebagai berikut :

1) Pembekuan dengan alat berbentuk terowongan (tunnel freezing)


Metode pembekuan ini dilakukan dengan cara udara dingin dihembuskan

dengan kipas melalui pipa-pipa ke dalam terowongan sehingga bahan kelamaan

akan menjadi beku.

2) Air Blast Freezing (ABF)

Metode pembekuan ini dilakukan dengan cara menempatkan produk pada

rak-rak pembekuan di dalam ruang pembekuan, kemudian udara bersuhu rendah

dihembuskan ke sekitar produk yang disimpan pada rak-rak pembekuan tersebut.

Prinsip dari cara kerja pembekuan ini adalah pembekuan dilakukan dengan

menghembuskan udara melewati pipa-pipa pendingin ke permukaan produk

dengan kecepatan yang tinggi.

Keuntungan air blast freezer (ABF) adalah cara ini dapat membekukan

segala macam produk dan pengoperasiannya mudah. Kerugiannya adalah

memerlukan jumlah udara dalam jumlah yang besar, waktu pembekuan relatif

lama, kebutuhan ruang lebih besar, kebutuhan tenaga besar dan adanya beban

panas tambahan.

3) Flow freezing

Metode pembekuan ini merupakan modifikasi dari pembekuan dalam

terowongan, sifatnya berkesinambungan (continous). Bahan yang dibekukan

dimasukkan secara terus-menerus ke dalam suatu terowongan yang dilengkapi

dengan lempeng berlubang-lubang (tray) yang digunakan untuk meletakkan bahan

yang dibekukan.

c. Contact Plate Freezing (CPF)


Prinsip dari Contact Plate Freezing (CPF) yaitu pembekuan dilakukan

dengan cara kontak langsung antara produk dengan plat logam evaporator yang

dapat digerakkan, sehingga terjadi perpindahan panas yang cepat dari produk ke

plat logam tersebut.

d. Immersion Freezing (Pembekuan Celup)

Metode pembekuan ini dilakukan dengan mencelupkan produk ke dalam

cairan yang dingin. Larutan yang biasa digunakan untuk membuat cairan dingin

adalah garam (NaCl), campuran gliserol, larutan propylene glycol dalam air dan

alkohol atau larutan gula.

e. Spray Freezing

Metode pembekuan ini dilakukan dengan cara penyemprotan bahan

pendingin berbentuk cairan. Bahan pembeku disemprotkan dengan tekanan

tinggi (± 30psi) melalui lubang kecil yang disebut dengan penyemprot (sprayer)

pada bahan yang akan dibekukan.

f. Cryogenic freezing

Metode pembekuan ini dilakukan dengan cara kontak langsung antara

bahan cairan cryogenic dengan produk, dengan mencelupkan produk ke dalam

nitrogen cair atau karbondioksida cair. Dengan menggunakan bahan-bahan

pendingin tersebut, suhu yang dapat dicapai masing-masing adalah -195,5 0C

(dengan nitrogen cair) dan -700C (dengan karbondioksida cair). Penggunaan

nitrogen cair lebih menguntungkan daripada karbondioksida cair, karena suhu

yang dicapai dapat lebih rendah dan jika nitrogen berubah sifat menjadi gas tidak

menimbulkan bau, warna dan tidak beracun sehingga tidak mempengaruhi sifat
bahan dan tidak berbahaya. Metode ini sering pula dikatakan sebagai supercold

freezing.

C. Pengawasan Mutu

Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian

standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah jadi, barang jadi,

sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen, agar barang (jasa) yang

dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan (Prawirosentono,

2001).

Secara umum pengendalian atau pengawasan mutu terpadu dalam suatu

perusahaan dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

1. Pemeriksaan dan pengawasan kualitas bahan mentah (bahan baku,

bahan baku penolong, dan sebagainya).

2. Pemeriksaan atas produk sebagai proses pembuatan. Hal ini berlaku

untuk barang setengah jadi maupun barang jadi.

3. Pemeriksaan cara pengepakan dan pengiriman barang ke konsumen.

4. Mesin, tenaga kerja, dan fasilitas lain yang dipakai dalam proses

produksi harus juga diawasi sesuai standar kebutuhan.

Standar mutu untuk fillet ikan adalah sebagai berikut :

• Penampakan

Tidak terlihat adanya duri atau sirip yang tertinggal, serta tidak adanya

penampakkan akibat bekas luka dan perubahan warna diskolorisasi.

• Warna
Putih atau merah muda dan tidak terdapat warna kehijauan, warna kecoklatan

akibat oksidasi, diskolorisasi dan memar serta putih susu karena oksidasi.

• Kesegaran

Daging fillet tidak mengandung bau yang tidak enak seperti hydrogen sulfide,

amoniak atau lainnya yang bukan karakteristik asli dari spesies ikan. Substansi

asing, bercak darah dan potongan kulit.

• Glazing

Glazing berupa kristal yang jernih dan cukup tebal untuk mencegah dehidrasi dan

oksidasi. Glazing tidak diperlukan bila ada kemasan yang melindungi produk.

• Suhu

Suhu pada pusat daging ikan dibawah -100C

Jadi secara keseluruhan tahap pengendalian mutu meliputi hal-hal sebagai

berikut :

a. Pemeriksaan mutu bahan baku, mutu bahan dalam proses, dan

mutu produk jadi. Demikian pula standar jumlah dan komposisi.

b. Pemeriksaan yang dilakukan tersebut memberi gambaran

apakah proses produksi berjalan seperti yang telah ditetapkan atau tidak.

c. Melakukan analisa fakta untuk mengetahui penyimpangan-

penyimpangan yang mungkin terjadi.

d. Apabila terjadi penyimpangan, harus segera dilakukan koreksi

agar produk yang dihasilkan memenuhi standar yang direncanakan.


Secara umum pengawasan mutu dapat digambarkan sebagai suatu kegiatan

inpeksi bertahap dari mulai mengamati lalu mengumpulkan fakta, kemudian

melakukan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan (Prawirosentono, 2001).

Hakikatnya pengertian pengawasan mutu adalah suatu usaha mencegah

terjadinya penyimpangan atau kerusakan. Bila timbul penyimpangan atau

kerusakan mutu akan diambil tindakan koreksi untuk mencegah timbulnya

kembali penyimpangan tersebut. Penerapan pengendalian mutu pada suatu

perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran pasti tentang produk akhir.

Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai

sejauh mana dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan standar yang

ditetapkan perusahaan. Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mencapai dan

mempertahankan standar bentuk, kegunaan, dan warna yang direncanakan.

Dengan perkataan lain, pengendalian mutu ditinjau untuk mengupayakan agar

produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya

(Prawirosentono, 2001).

Menurut Prawirosentono (2001) secara garis besar pengendalian mutu

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pengendalian mutu bahan baku

Mutu bahan baku akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang

akan dibuat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang

yang jelek. Sebaliknya, bahan baku yang baik dapat menghasilkan barang yang

baik. Pengendalian mutu bahan baku harus dilakukan sejak permintaan bahan

baku digudang, selama penyimpanan, dan waktu bahan baku akan dimasukkan
dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberikan akibat mutu

produk yang dihasilkan berada diluar standar mutu yang direncanakan.

2. Pengendalian dalam proses pengolahan

Sesuai dengan diagram alur produksi dapat dibuat tahap-tahap

pengendalian mutu sebelum proses produksi berlangsung. Tiap proses produksi

diawasi sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses produksi

bersangkutan dapat diketahui untuk selanjutnya segera dilakukan perbaikan.

Terdapat beberapa cara pengendalian mutu selama proses produksi

berlangsung. Misalnya melalui contoh (sampel), yakni hasil yang diambil pada

selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisa secara statistik untuk

memperoleh gambaran apakah sampel tersebut sesuai dengan yang direncanakan

atau tidak. Bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah. Pengawasan

dilakukan terhadap seluruh tahapan proses produksi dari awal sampai akhir tanpa

kecuali. Bila salah satu tahapan produksi diabaikan berarti pengendalian mutu

tidak cermat.

3. Pengendalian mutu produk akhir

Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi

hingga tahap pembungkusan, penggudangan, dan pengiriman ke konsumen.

Dalam pemasaran produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk yang

bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila produk akhir tersebut dilakukan

pengecekan mutu agar produk rusak tidak sampai ke tangan konsumen.


D. Penerapan Sanitasi dan Higiene

Penerapan sanitasi dan higiene dalam industri pengolahan hasil perikanan

wajib dilaksanakan, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap kesehatan

masyarakat sebagai konsumen. Salah satu upaya pokok untuk menghasilkan

olahan hasil perikanan yang memenuhi syarat kesehatan adalah dengan mencegah

kontaminasi. Baik kontaminasi yang berupa cemaran biologis, cemaran fisik

maupun cemaran kimiawi. Cemaran tersebut biasa terjadi pada semua komponen

pengolahan, yang meliputi bahan baku, peralatan, ruangan proses, dan tenaga

kerja.

1. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku

               Ikan yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pembekuan ikan

harus dalam keadaan yang segar karena dengan bahan baku yang bermutu baik,

maka akan menghasilkan produk akhir yang bermutu baik pula.

               DKP (2006), menyatakan bahwa asal dan mutu bahan baku yang baik

adalah sebagai berikut :

 Unit pengolahan dilarang mengolah ikan yang berasal dari perairan yang

tercemar.

 Ikan yang diolah harus bersih, segar, bebas dari setiap bau yang menandakan

pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi, bebas dari sifat – sifat alamiah

yang dapat menurunkan mutu produk serta tidak membahayakan kesehatan.


2. Sanitasi dan Higiene Peralatan Produksi

               Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal

dari penggunaan wadah, alat pengolahan yang kotor mengandung mikroba dalam

jumlah yang tinggi. Perlakuan sanitasi terhadap wadah dan alat tersebut harus

efektif sehingga wadah dan peralatan tersebut bebas dari mikroorganisme

pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan.

               Menurut DKP (2006), syarat – syarat peralatan yang digunakan untuk

pengolahan bahan makanan adalah :

·         Mudah dibersihkan.

·         Dibuat dari bahan yang tidak mencemari produk makanan.

·         Diletakkan sesuai dengan alur proses.

·         Harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan dan alat harus dalam kondisi

bersih pada saat digunakan.

               Semua permukaan tempat atau meja kerja, wadah dan alat yang

digunakan  untuk mengolah ikan haruslah halus, kedap air, terbuat dari bahan

yang tidak membahayakan kesehatan dan memudahkan dalam pencucian.

3. Sanitasi dan Higiene Karyawan

              Kebersihan dan kesehatan karyawan harus mendapatkan perhatian,

karena merupakan hal yang penting dalam industri pengolahan ikan. Karyawan

yang bekerja di unit pengolahan ikan harus dilengkapi dengan pakaian kerja, topi

atau penutup kepala, sarung tangan, water proof apron, sepatu. Pakaian kerja

tidak boleh dipakai diluar ruang pengolahan, seperti di toilet dan lain – lain.
Karyawan yang bekerja di unit pengolahan tidak boleh memelihara kuku. Selain

itu kontrol kesehatan karyawan juga perlu dilakukan.


III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu

Praktek lapangan ini dilaksanakan di PT. Aquararm Nusantara,

Medan,Sumatera Utara. Waktu pelaksanaan praktek lapangan ini adalah pada

bulan Agustus 2013- September 2013.

B. Metode Pelaksanaan PL

Metode yang digunakan dalam melaksanakan PL ini adalah pengumpulan

data primer dan data sekunder.

1. Pengumpulan Data Primer

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung kegiatan pengawasan mutu proses

pembekuan fillet ikan nila. Wawancara dengan pihak-pihak yang

berhubungan langsung dengan kegiatan pengawasan mutu pada proses

produksi. Partisipasi langsung di PT. Aquafarm Nusantara mengenai

kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan mutu.

2. Pengumpulan Data Sekunder

a. Pengumpulan data informasi dari data perusahaan, lembaga dan instansii

terkait dalam kegiatan PL ini.

b. Studi pustaka dari berbagai literatur pengawasan mutu dan pembekuan

ikan
C. Metode Analisis Data

Data analisis berdasarkan pencarian fakta dengan intepretasi secara

sistematis sesuai dengan tujuan kegiatan Praktik Lapangan yang dilaksanakan.

1. Aspek-aspek yang akan dipelajari

1. Keadaan Umum PT. Aquafarm Nusantara

1.1 Lokasi dan Bangunan

- Kecamatan

- Kabupaten atau Kodya

- Luas lahan PT.Aquafarm Nusantara

- Keadaan lingkungan PT.Aquafarm Nusantara

1.2 Sejarah Perkembangan PT.Aquafarm Nusantara

- Sejarah berdirinya

- Perkembangan PT.Aquafarm Nusantara

1.3 Sistem Organisasi dan Personalia

- Struktur organisasi

- Tugas masing-masing bagian

- Hubungan tugas antar bagian

- Jumlah karyawan

- Hari kerja dan Jam Kerja

- Sistem Gaji

2. Sistem Pengawasan

2.1 Pengawasan mutu


- Proses Produksi

- Alat yang digunakan

- Bahan pembantu untuk proses produksi

- Sanitasi karyawan

2.2 Pengujian Mikrobiologi

- Sterilisasi bahan dan peralatan

- Penyiapan media
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto, E dan Liviawati E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.


Jakarta.
Anonimous. 2012. Kualitas Hasil Perikanan. fpik.bunghatta.ac.id/request.php?81
[13 Februari 2012].
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP).
2006. Teknologi Pengolahan Fillet Ikan. Jakarta. Satker Direktorat
Pengolahan Hasil.

Evy,R., Endang Mujiani dan K. Sujono.2001. Usaha Perikanan di Indonesia.


Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

  Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty.


Yogyakarta.
Ilyas, S 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jilid 1. CV.
PARIPURNA.Jakarta.
Irawan, A. 1997. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Aneka. Solo.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Khairuman. 2002. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia Pustaka.


Jakarta.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.


Jakarta.
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Prawirosentono S. 2001. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu Total
Quality Management Abad 21. Bumi Angkasa. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai