Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KELOMPOK

BLOK 12

MUKOSA DAN PERIODONTAL

PEMICU 1

“BIBIRKU BENJOL”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
Ketua : Helen Saparingga Marbun (190600181)

Sekretaris : Zurri Jumah Nur Fatiha (190600005)

Anggota : Catherine Audrey Tarigan (170600024)


Tania Tresia Niza (190600001)
Bella Permata Sari Br Tarigan (190600002)

Allisha Tanzia (190600003)

Syaloma Arta Hutapea (190600004)

Lora Prist (190600006)

Indah Nurhaliza (190600007)

Gian Ananta Br Sidabutar (190600008)

Ismahani Akilah (190600010)

Salsely Perbina Br Tarigan (190600146)

Salsabila Husna (190600178)

Azzahra Aulia (190600179)

Mhd Gufron Lidinillah (190600180)

Muhammad Aziz Syahputra Lubis (190600182)

Wan Annur Binti Wan Lokman (190600195)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit mulut yang sering ditemukan di masyarakat adalah lesi ulserasi mukosa
mulut. Lesi mukosa rongga mulut dapat didiagnosis dengan benar, berdasarkan riwayat
penyakit dan pemeriksaan klinis. Oleh karena itu, deskripsi yang akurat sangat penting untuk
diagnosis dan pengelolaan lesi rongga mulut. Kurangnya penjelasan rinci tentang lesi rongga
mulut, dapat menyebabkan kesulitan dalam memprioritaskan janji pengobatan oral. Deskripsi
lesi oral harus mencakup sembilan item yaitu ukuran (panjang, lebar, dan tinggi), jumlah
(tunggal, ganda), garis besar (teratur, tidak teratur), permukaan (halus, granular, verukosa,
papillomatous, kerikil, batu bulat), alas (pedunculated, sessile, nodular, dome-shaped), site
(mukosa, intra-tulang, gigi), warna (merah, pink, putih, kombinasi merah-putih, biru, ungu,
abu-abu, kuning, hitam, atau coklat menurut prevalensinya di mukosa mulut), konsistensi
(lunak, keras, murahan, keras, kenyal, dan berfluktuasi), asal (didapat, tidak didapat), dan
morfologi atau penampilan klinis (lesi primer, lesi sekunder).
Disamping itu diperlukan anamsesi secara menyelurh bagi pasien terkait di dalamnya
riwayat penyakit atau riwayat trauma yang dialami oleh pasien. Sebab seperti yang diketahui
lesi sendiri dapat terjadi disebabkan oleh adanya penyakit yang diturunkan ataukah adanya
suatu trauma yang mungkin bersifat kebiasaan. Dengan terpenuhinya seluruh aspek anamnesis
diharapkan nantinya dokter gigi dapat Menyusun rencana perawatan terbaik yang sesuai dengan
kebutuhan pasien diikuti dengan edukasi, instruksi dan motivasi bagi pasien untuk mencapai
kesembuhan yang diinginkan sekaligus mencegah timbulnya rekurensi dari penyakit tersebut.

1.2 Deskripsi Topik


1.2.1 Skenario
Nama Pemicu : Bibir ku Benjol
Penyusun : drg. Indri Lubis, MDSc; drg. Sayuti Hasibuan, Sp.PM; drg. Armia
Syahputra, Sp.Perio (K)
Hari/Tanggal : Selasa, 23 Februari 2020
Jam : 14.00 – 16.00 WIB
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan terdapat benjolan di bibir kiri. Pasien menyadari adanya keluhan tersebut selama 2
bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit namun pasien
merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya. Benjolan pernah pecah
akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul kembali. Pasien memiliki kebiasaan
menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri.Pasien juga memiliki kebiasaan mengunyah di satu
sisi (kanan). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Pada pemeriksaan ekstra oral
tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan vesikel di mukosa labial
bawah sebelah kiri, tunggal, diameter ±7x5mm, dome-shaped, permukaan licin, translusen
berwarna kebiruan, lunak dan berfluktuasi (Gambar).
Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi rahang bawah,
inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.

1.2.2 Pertanyaan
1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!
2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien tersebut?
3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada pasien
tersebut!
4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!
5. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit pasien tersebut!
6. Jelaskan cara menghitung skor OHIS pada pasien tersebut!
7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!
8. Jelaskan rencana perawatan pada pasien tersebut!
9. Jelaskan prognosis kasus pada pasien tersebut!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!
Prosedur penegakan diagnosis penyakit-penyakit periodontal tersebut diperoleh melalui
anamnesis atau penelusuran riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis dan radiografis.
• Anamnesis merupakan proses wawancara yang dilakukan kepada pasien. Dari anamnesis
diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit namun pasien merasa tidak nyaman ketika
berbicara dan menggosok giginya. Benjolan pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan
cairan jernih dan muncul kembali. Pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah
sebelah kiri. Pasien juga memiliki kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan).
• Pemeriksaan klinis antara lain melihat apakah ada peradangan,pembengkakan, kegoyahan
gigi, kalkulus, dan sebagainya. Pada pemeriksaan intra oral terdapat vesikel dimukosa labial
bawah sebelah kiri, tunggal , diameter ±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen
berwarna kebiruan, lunak dan berfluktuasi. Untuk pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan
kelainan. Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi rahang
bawah, inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.
• Pemeriksaan radiograf untuk memonitor penyakit, misalnya untuk melihat derajat
kerusakan tulang, dan sebagainya. Pada kasus dianjurkan agar pemeriksaan penyakit
periodontal menggunakan bitewing horizontal untuk mendeteksi kalkulus dan pocket
kurang dari 5 mm. Jika pocket lebih dalam 5 mm dianjurkan untuk menggunakan bitewing
vertikal. Selain itu dapat dugunakan periapikal seluruh rongga mulut (long cone Tehnique).

2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien
tersebut?
Lesi dibagi menjadi beberapa tipe yaitu sebagai berikut:
1) Lesi Primer:
a. Makula
Ciri khasnya adalah area perubahan warna datar dan berbatas pada kulit atau
mukosa yang diameternya < 10 mm. Bricker menjelaskan bahwa makula terjadi
pada bidang kulit / mukosa yang sama atau rata dan dapat berukuran berapa pun.
b. Patch/Bercak
Ini didefinisikan sebagai area berbatas datar yang lebih besar dari makula yaitu >
10 mm. Namun, ini bukan lesi yang meninggi atau teraba. Vitiligo, lesi mukosa
mulut terkait sifilis sekunder, dan pigmentasi terkait obat yang parah dapat
digambarkan sebagai patch.
c. Papula
Lesi ini dikenal sebagai lesi superfisial, tinggi, padat, berbatas tegas yang
berdiameter < 10 mm dan dapat berwarna apa saja layaknya jaringan sekitarnya.
Lesi ini dapat menempel pada kulit atau mukosa dengan batang atau dasar yang
kuat. Dapat timbul baik dari proliferasi dermal, proliferasi epidermis atau
kombinasi keduanya. Kutil, papiloma skuamosa, parulis dan butiran Fordyce dapat
muncul sebagai satu atau beberapa papula di mulut rongga.
d. Plak
Ini dicirikan sebagai lesi superfisial, sedikit terangkat, padat, berbatas tegas dengan
diameter lebih besar dari 10 mm, yang memiliki bagian atas datar yang lebar seperti
dataran tinggi, dan tampilan seperti ditempelkan. Di rongga mulut misalnya, lichen
planus, leukoplakia, atau melanoma awalnya mungkin muncul sebagai plak.
e. Nodul
Ini digambarkan sebagai lesi padat jauh di dalam dermis atau mukosa, epidermis
bergerak di atasnya, berbatas jelas. Tidak ada ukuran khusus untuk sebuah nodul,
namun nodul telah disebutkan berdiameter kurang dari 10 mm. Secara klinis, nodul
mungkin di atas, sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa dan dapat dideteksi
dengan palpasi. Tumor mesenkim jinak seperti lipoma dan neuroma dapat muncul
sebagai nodul di mukosa mulut.
f. Tumor
Ini ditandai sebagai lesi padat dengan diameter > 10 mm yang memiliki dimensi
kedalaman. Ia juga dikenal sebagai massa dengan berbagai ukuran. Tumor mungkin
di atas, sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa. Mirip dengan nodul, tumor
mesenkim jinak dapat secara klinis digambarkan sebagai tumor di rongga mulut.
g. Wheal / Sarang
Ini didefinisikan sebagai sementara, dibatasi, papula atau plak permukaan halus
edema akibat ekstravasasi akut serum ke dermis atas dengan diameter variabel. Hal
ini dapat bermanifestasi dengan batas eritematosa dan pusat pucat dan / atau zona
perifer sempit pucat atau vasokonstriksi dan seringkali terasa sangat gatal. Reaksi
alergi dan penyakit vesikulobulosa pada mukosa mulut mungkin memiliki
gambaran klinis seperti itu.
h. Vesikel
Dikenal sebagai lesi superfisial, terangkat, terbatas, dengan diameter kurang dari
10 mm dan berisi cairan. Cairan mungkin jernih, serosa, hemoragik atau purulen.
Vesikel adalah hasil umum dari reaksi alergi seperti alergi kontak terhadap lateks
atau infeksi virus seperti herpes simpleks, herpes zoster atau cacar air.
i. Bulla
Dideskripsikan sebagai lesi berisi cairan, superfisial, terangkat, berbatas tegas,
bentuk melepuh dengan diameter >10 mm. Cairannya bisa jernih, serosa,
hemoragik atau purulen. Pada kulit, bulla umumnya berhubungan dengan luka
bakar, trauma gesekan, dan dermatitis kontak alergi. Lesi intra-oral dapat dilihat
pada pemfigus vulgaris, pemfigoid, dan sindrom Stevens-Johnson.
j. Pustula
Ini digambarkan sebagai vesikula purulen (berisi pus/nanah). Pustula biasanya
berwarna putih krem tetapi mungkin kuning atau hijau. Lesi ini biasanya < 10 mm
tetapi dapat terlihat pada ukuran apapun. Dalam rongga mulut, pustula muncul
sebagai abses atau parulis. Herpes zoster juga menghasilkan pustula yang akhirnya
memborok dan menyebabkan nyeri hebat.
k. Kista
Didefinisikan sebagai area kulit atau mukosa yang ditinggikan dan dibatasi berisi
cairan atau cairan setengah padat dan dapat berwarna merah muda hingga biru atau
kuning hingga krem dan mungkin sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa,
dideteksi dengan cara dipalpasi. Dalam rongga mulut, terdapat banyak lesi kistik
seperti kista periodontal lateral, kista erupsi, kista dermoid, kista saluran insisivus,
keratokista odontogenik, dan lain-lain.
l. Purpura / petechia / ecchymosis.
Ketiga lesi ini mengacu pada perdarahan ke dalam kulit atau mukosa yang
menghasilkan perubahan warna ungu atau ungu yang bervariasi berdasarkan
durasinya dan tidak memucat karena tekanan. Purpura dibedakan menjadi dua
kategori yaitu petechia dan ecchymosis menurut ukuran lesi. Petechia didefinisikan
sebagai makula purpura kecil berukuran 1-2 mm yang tidak pucat akibat pecahnya
pembuluh darah kecil dan bisa berwarna merah, ungu atau coklat. Ecchymosis juga
digambarkan sebagai non-pucat, berdiameter > 3 mm akibat ekstravasasi darah di
kulit atau mukosa.
m. Hematoma
Ini mengacu pada pengumpulan darah yang diekstravasasi secara relatif atau
seluruhnya terbatas dalam suatu ruang. Hematoma dan hematoma pasca ekstraksi
gigi karena anestesi lokal adalah salah satu komplikasi yang paling umum dalam
kedokteran gigi.
2) Lesi Sekunder
a. Erosi
Dideskripsikan sebagai lesi merah, dangkal, lembab, sedikit tertekan dan masih
berada di atas permukaan basal. Pemfigus, lichen planus, dan eritema multiform
adalah penyakit yang menyebabkan erosi mukokutan.
b. Ulkus
Ini mengacu pada hilangnya kontinuitas epitel dan sudah melewati basal. Bagian
tengah lesi awalnya berwarna merah dan kemudian berubah menjadi abu-abu-putih
setelah ditutup dengan bekuan fibrin. Pinggiran lesi mungkin eritematosa. Ulkus
superfisial mencakup kedalaman < 3 mm sedangkan ulkus dalam memiliki
kedalaman > 3 mm. Tepi ulkus bisa halus atau seperti kawah bila berada di atas
tingkat mukosa normal. Ulkus mulut adalah jenis lesi oral yang paling umum
seperti stomatitis aphthous rekuren, ulkus traumatis, dan lain-lain
c. Fissure
Diketahui sebagai robekan linier atau berbentuk baji yang terdefinisi tajam di
epidermis (kulit atau mukosa). Angular cheilitis adalah contoh fisura yang
berhubungan dengan penyakit.
d. Fistula
Ini digambarkan sebagai jalur patologis abnormal antara dua ruang anatomi atau
jalur yang memanjang dari rongga internal atau organ ke permukaan tubuh Dalam
rongga mulut, fistula oroantral adalah komplikasi umum setelah pencabutan gigi
posterior rahang atas.
e. Krusta
Lesi yang berupa massa kering dari serum, darah, pus yang bercampur dengan
epidermal dan debris bakteri
f. Skuama
Diartikan sebagai lesi yang mengalami pelepasan massa keratin pada lapisan
stratum corneum
g. Scar
Ini didefinisikan sebagai jaringan fibrosa yang menggantikan jaringan normal
yang dihasilkan dari luka yang telah sembuh dengan resolusi daripada
regenerasi bekas luka yang berhubungan dengan biopsi jaringan lunak mulut.

Berdasarkan hasil dari anamnesis pasien diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit
namun pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya. Benjolan
pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul kembali, maka tipe
lesi yang diderita pasien ialah vesikel.

3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada
pasien tersebut!

Dilihat dari penjelasan yang dipaparkan pada skenario di atas maka dapat didiagonosa
kemungkinan pasien mengalami oral mucocele. Oral mucocele bisa didiagnosis secara
langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi. Pada saat dipalpasi jelas terasa
bahwa lesi berisi cairan. Oral mucocele tidak mempunyai gambaran khas ekstraoral. Secara
intraoral gambaran klinis oral mucocele tergantung pada kedalaman lesinya dan derajat
keratinisasi mukosa yang menutupinya. Konsistensi lesi pada palpasi biasanya lunak dan
fluktuan.

Lesi paling sering terjadi pada bibir bawah karena merupakan daerah yang sering
mengalami trauma terlebih lagi bila pasien tersebut memiliki kebiasan buruk menggigit-
gigit bibir selain daripada itu lidah, dasar mulut dan mukosa bukal juga termasuk. Mucocele
mempunyai gambaran benjolan mukosa berbentuk kubah, tipis, longgar yang tampak seperti
vesikel yang terisi dengan mucous bening atau biru keabu-abuan. Mucocele biasanya tidak
menyebabkan nyeri, dan terasa jika tekanan pada rongga bertambah. Selain itu biasanya
adanya riwayat lesi hilang timbul sehingga memperkuat dugaan adanya oral mucocele.

Dilihat dari penjelasan pada skenario diatas Adapun penyakit periodontal yang
dalami oleh pasien ialah gingivitis. Hal ini ditandai dengan adanya inflamasi gingiva,
oedematus dan BOP (+). Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme
yang membentuk suatu koloni kemudian membentuk plak gigi yang melekat pada tepi
gingiva. Inflamasi gingiva berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus di sekitar
marginal gingiva, pada skenario dijelaskan bahwa pasien memiliki debris indeks dan
kalkulus indeks yang tergolong dalam kriteria sedang sehingga menjadikannya sebagai
salah satu faktor utama penyebab terjadinya inflamasi pada gingiva. Seperti yang diketahui
pula bahwa pasien terbiasa mengunyah di satu sisi (kanan) saja. Akibatnya aktivitas saliva
sebagai aksi pembersih saat proses mengunyah menurun. Sehingga terjadi perubahan
komposisi plak dari mikroflora Streptococci menjadi Actinomyces sp. Selama
perkembangan gingivitis, mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies pada
gingiva yang mengalami peradangan.

4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,
diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila letaknya pada
bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain.

Hemagioma Lymphangioma Fibroma


Untuk dapat membedakan mucocele dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan
riwayat timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas
mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan
fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiografi.
Akan tetapi, jika mucocele terpapar dengan trauma terus-menerus lesi dapat
menjadi kenyal pada palpasi dan tidak mudah ruptur. Akibat lesi yang sering muncul dan
pecah kembali mengakibatkan lesi menjadi kenyal sehingga lesi dapat didiagnosis banding
dengan fibroma. Fibroma adalah neoplasma jinak asal fibroblastik dan jarang terjadi di
rongga mulut . Ditemukan bahwa sebagian besar fibroma yang terjadi di rongga mulut
bersifat reaktif dan merupakan hiperplasia jaringan ikat fibrosa sebagai respon terhadap
iritasi lokal atau trauma yang dapat menjadi neoplasma sejati. Namun, beberapa peneliti
menyatakan bahwa sangat sulit untuk memutuskan apakah neoplasma jinak tersusun dari
fibroblas . Fibroma seringkali muncul disebabkan oleh karena iritasi kronis pada rongga
mulut dan juga oleh karena trauma. Iritasi karena pemakaian protesa dan trauma pada gigi
geligi merupakan penyebab paling sering terjadinya tumor ini.

5. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit pasien tersebut!


Menurut Yamasoba 1990 terdapat dua etiologi penting yang berkontribusi dalam
terjadinya oral mucocele yaitu trauma dan obstruksi saluran kelenjar ludah. Faktor etiologi
yang dimaksud trauma pada rongga mulut disini seperti menggigit bibir, tindik, pecahnya
kelenjar ludah yang tidak disengaja, dan menggigit pipi atau mungkin terjadi karena
pelebaran saluran sekunder akibat obstruksi yang disebabkan oleh mukosa padat. Pada
skenario di atas pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri
sehingga dicurigai hal ini merupakan salah satu penyebab terbentuknya oral mucocele dan
juga mengingat bahwa gigi 36 dan 37 pasien radiks Kebiasaan menggigit bibir dan
menjulurkan lidah juga merupakan salah satu faktor yang memberatkan. Saluran saliva,
khususnya kelenjar saliva minor yang mengalami trauma terutama karena kebiasaan
mengigit bibir sehingga dapat terputus di bawah permukaan mukosa. Terputusnya saluran
ekskretori kelenjar saliva minor akibat trauma ini menyebabkan keluarnya mucus atau
ekstravasasi ke dalam jaringan ikat di sekelilingnya.
Dari waktu ke waktu, sekresi berakumulasi di dalam jaringan dan memproduksi
pseudocyst (tanpa lapisan epitel nyata) yang mengandung saliva yang kental. Secara
histologi terlihat adanya genangan mucous dalam duktus ekskresi yang tersumbat dan
melebar dapat disebabkan karena inflamasi yang menekan ductus glandula saliva minor
lalu mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada duktus glandula saliva minor tersebut,
terjadi dilatasi akibat cairan mucus menggenang dan menumpuk pada glandula, dan pada
akhirnya ruptur kemudian lapisan sub epitel digenangi oleh cairan mucus dan
menimbulkan pembengkakan pada mukosa mulut. Etiologi gingivitis ada dua yaitu
etiologi utama (plak dental/dental biofilm) dan etiologi sekunder (kalkulus, radiks).

6. Jelaskan cara menghitung skor OHIS pada pasien tersebut!


Index kebersihan mulut diketahui dengan mengukur tingkat kebersihan mulut dan
dilakukan penilaian (scoring). Hasil penelitian dicatat pada lembar pemeriksaan OHI-S.
Tingkat kebersihan rongga mulut dinilai dalam suatu kriteria penilaian khusus yaitu Oral
Hygiene Indeks Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak
atau debris dan karang gigi kalkulus pada 6 gigi. Pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11,
26, 36, 31, dan 46.

Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya. Indeks debris yang dipakai adalah Debris Indeks (D.I) Greene dan
Vermillion (1964) dengan kriteria:
0 = tidak ada debris lunak
1 = terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
2 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari 2/3 permukaan gigi
3 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi Kriteria penilaian
debris mengikuti ketentuan sebagai berikut.

Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut:


• Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6;
• Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8;
• Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Indeks (C.I) Greene dan
Vermillion (1964) yaitu:
0 = tidak ada kalkulus
1 = kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi
2 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa bercak hitam di sekitar
leher gigi atau terdapat keduanya
3 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya

Penilaian kalkulus indeks adalah sebagai berikut:


• Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-0,6;
• Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8;
• Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan sebagai berikut :

Kriteria skor OHI-S adalah sebagai berikut:


• Baik (good), apabila nilai berada diantara 0-1,2;
• Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0;
• Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1–6,0.
Untuk nilai OHIS pada pasien tersebut adalah :
Diketahui :
Indeks kalkulus = 1,4, (sedang) , Indeks debris= 1,8. (sedang)
Jadi :
Nilai OHIS = DI-S + CI-S = 1,8 + 1,4 = 3,2
Yang dimana skor OHIS 3,2 termasuk kedalam kriteria level oral hygiene yang buruk.

7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!
Edukasi yang dapat dilakukan terhadap pasien oral mucocele ialah salah satunya dengan
mengedukasinya untuk lebih perhatian terhadap oral hygiene. Sebab oral hygiene yang buruk
merupakan salah satu manefestasi untuk timbulnya berbagai gangguan dalam rongga mulut.
Kemudian yang paling penting disini ialah mengingat pasien memiliki oral bad habit berupa
menggigit-gigit bibir bawah sebelah kanan dokter dapat mengedukasi pasien mengenai efek
buruk dari kebiasaan yang dilakukannya. Sehingga dokter dapat menginstruksikan kepada
pasien untuk mencoba menghilangkan kebiasaan tersebut secara bertahap.
Dokter gigi juga dapat mengedukasi dan menginstruksikan kepada pasien untuk lebih
menjaga kesehatan rongga mulut, seperti untuk tidak menyikat gigi secara kasar dan ditekan
karena dapat menyebabkan resesi gingiva atau mungkin inflamasi gingiva. Menjaga pola
makan juga dapat menjadi perhatian sebab dengan mengonsumsi makanan/minuman panas
atau dingin secara berlebihan dapat merusak jaringan pada mukosa mulut. Lalu karena
adanya oral mucocele pada mukosa oral pasien, maka instruksikan pasien untuk tidak
mengganggunya untuk meminimalisir terjadi kontak dengan bakteri lain dari luar. Selama
proses penyembuhan berlangsung motivasi pada pasien agar tidak menggangu bekas lesi dan
menjalani perawatan yang lain disekitar rongga mulut seperti perawatan ortodonti.

8. Jelaskan rencana perawatan pada pasien tersebut!


Mucocele sering menghilang secara spontan. Penurunan ukuran mungkin karena
pecahnya lesi sedangkan akumulasi musin berikutnya atau reabsorpsi endapan saliva dapat
menyebabkan lesi terbentuk kembali. Perawatan lesi yang persistensi dan rekuren terdiri dari
bedah ekstirpasi atau marsupialisasi. Bedah mikromarsupialisasi dilakukan ketika lesi
mucocele berukuran kecil, sedangkan untuk lesi yang berukuran besar dapat dilakukan
tindakan perawatan dengan marsupialisasi. Selain itu juga ada beberapa teknik perawatan
oral mucocele antara lain adalah cryosurgery, injeksi steroid intralesi, CO2 laser dan eksisi
lesi, elektrokauter, penguapan laser atau bedah laser, dan injeksi intralesi kortikosteroid atau
agen sklerosis. Melihat penjelasan pada skenario di atas dimana oral mucocele pasien sudah
termasuk rekuren dan memiliki diameter ±7x5 mm maka untuk prosedur perawatan secara
bedah dapat dilakukan bedah mikromarsupialisasi.
Mikromarsupialisasi telah terbukti menjadi teknik rekurensi yang sederhana, relatif tidak
invasif, tidak nyeri, efektif, dan rendah untuk mengobati ranula oral dan mucocele yang
dipilih oleh Amaral et al. (2012) dan Sagari et al. (2012) dimana semua kasus menunjukkan
kesembuhan total dalam waktu 30 hari setelah prosedur Adapun teknik bedah eksisi oral
mucocele yaitu setelah anestesi lokal, insisi elips dibuat pada mukosa yang mengelilingi
mucocele untuk memfasilitasi diseksi lesi. dinding superior mucocele dijepit dengan
hemostat bersamaan dengan mukosa yang melapisinya dan dipisahkan dari jaringan yang
mengelilingi menggunakan gunting. Diseksi harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan
sempurna mengingat mucocele mudah pecah dan mengerut, sehingga pembuangannya akan
terasa agak sulit. Setelah pengangkatan mucocele selesai, mukosa dari tepi luka dikurangi
dan permukaannya dijahit hanya pada mukosa untuk menghindari trauma kelenjar saliva di
bawahnya. Tak lupa juga untuk melakukan kontrol hingga setelah 6 bulan pasca tindakan
untuk melihat adanya suatu tanda-tanda kekambuhan.
Namun, prosedur pembedahan ini memiliki beberapa kelemahan seperti trauma,
nyeri, cacat bibir, kerusakan struktur vital yang berdekatan, dan saluran yang menyebabkan
perkembangan lesi satelit dan juga bisa mahal bagi pasien. Oleh karena itu, kami telah
melakukan protokol pengobatan non-bedah dengan kortikosteroid yang sangat kuat
(betametason). Kortikosteroid bertindak sebagai agen anti-inflamasi paling kuat yang
menghambat ekspresi beberapa gen inflamasi (pengkodean sitokin, kemokin, molekul adhesi,
enzim inflamasi, reseptor, dan protein) dan juga dapat meningkatkan transkripsi gen yang
mengkode protein anti-inflamasi termasuk lipokortin-1, interleukin-1, dan antagonis reseptor
interleukin-10. Mereka juga bertindak seperti agen sklerosis yang menyebabkan penyusutan
saluran saliva yang melebar.

9. Jelaskan prognosis kasus pada pasien tersebut!


Prognosis dari mucocele umumnya baik meskipun pada kasus-kasus tertentu
mengalami rekurensi yang memerlukan reeksisi khususnya jika feeding ke kelenjarnya belum
dieksisi sempurna. Mukokel merupakan lesi jinak pada mukosa mulut yang dapat sembuh
dengan sendirinya, namun dapat timbul kembali. walaupun lesi telah diangkat melalui
tindakan pembedahan. Trauma pada tempat yang sama dimana lokasi mukokel yang telah
kempes dengan sendirinya ataupun pada lokasi mukokel yang telah dibedah dapat menjadi
pemicu kambuhnya mucocele. Rekurensi juga dapat dikarenakan pengangkatan mukokel
melalui pembedahan tidak tuntas dilaksanakan yaitu jika kelenjar saliva minor yang terkait
mukokel tidak diikutsertakan dalam pengangkatan mucocele. Sayatan pembedahan atau
penempatan jahitan yang tidak dilakukan dengan hati-hati dapat menyebabkan luka atau
sobekan baru pada duktus kelenjar saliva minor yang lain sehingga mukokel baru dapat
timbul akibat kesalahan yang dilakukan saat pembedahan tersebut.
Gingivitis dapat disembuhkan jika diobati. Seiring dengan proses penyembuhan
bersama dengan praktisi klinis pasien diharuskan merawat gigi dan gusi dengan baik. Jika
tidak diobati, gingivitis akan berkembang menjadi kondisi yang tidak dapat disembuhkan
yang disebut periodontitis di mana peradangan menyebar ke tulang penyangga gigi.
Perjalanan penyakit jaringan periodontal diawali dari rendahnya kualitas OH sehingga
menyebabkan gingivitis yang terbatas pada gingivitis atau margin gingiva. Proses ini
berlanjut ke dalam jaringan pendukung gigi yang di bawahnya (marginal periodontitis).
Perjalanan penyakit ini berlangsung kronis sehingga akan merusah seluruh jaringan
periodontal sehingga disebut chronic destructive periodontitis.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Mucocele adalah lesi yang umum ditemukan pada mukosa oral dan merupakan lesi jinak
kelenjar saliva yang paling sering ditemukan pada rongga mulut. Insiden mucocele sering
ditemukan karena adanya trauma pada kelenjar saliva minor. Mucocele bisa didiagnosis secara
langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi. Riwayat lesi sering pecah dengan
sendirinya dan kemudian timbul kembali sehingga diperlukan tindakan untuk mencegah
rekurensi. Mucocele tidak mempunyai gambaran khas ekstraoral.
Secara intraoral gambaran klinis mucocele tergantung pada kedalaman lesinya dan
derajat keratinisasi mukosa yang menutupinya. Lesi superfisial mempunyai gambaran vesikular
dengan batas yang teratur. Lesi transparan dengan warna kebiruan. Lesi yang lebih dalam kurang
memberi gambaran vesikular dan tampak sewarna dengan mukosa normal. Konsistensi lesi pada
palpasi biasanya lunak dan fluktuan. Perawatan mucocele dengan eksisi secara bedah merupakan
cara yang paling tepat disertai diseksi secara perlahan pada kelenjar saliva minor yang terkena.
Prognosis dari mucocele umumnya baik meskipun pada kasus- kasus tertentu mengalami
rekurensi yang memerlukan reeksisi khususnya jika feeding ke kelenjarnya belum dieksisi
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuni, Cholil, Putri Deby K.T. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino 2014; 2(1):
20-21.
2. Chairunas, Sunnati, Humaira Siti A. Gambaran Kasus Mukokel Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin, Lokasi, dan Rekurensi Setelah Perawatan. Cakradonya Dent J 2012; 3(2): 472- 473.
Rao P. Kumar, Hegde Divya, Shetty S. Ram, et al. Oral Mucocele-Diagnosis and Management.
Journal of Dentistry, Medicine and Medical Sciences 2012; 2(2): 27-29.
3. Dermawan Putra, Suparka Made. Penanganan Fibroma Rongga Mulut. E-journal Unmas.
2020;16(2).
4. Diah. Widodorini Trining, Nugraheni Nandia E. Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis
Antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di Kota Malang. E-Prodenta Journal of Dentistry 2018;
2(1): 110.
5. Fakhrurrazi. Perawatan Mukokel pada Anak-Anak. Cakradonya Dent J 2012; 4(2): 513-
515.
6. More Chandramani B, Bhavsar Khushbu, Varma Saurabh, et al. Oral Mucocele: A
Clinical and Histopathological Study. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology 2014; 18(1):
75.
7. Mortazavi Hamed, Baharvand Maryam, Dalaie Kazem, et al. Oral Lesions Description: A
Mini Review. Int J Med Rev 2019; 6(3): 82-85.
8. Setiawan Dody, Dwihardjo Bambang, Astuti Elizabeth T.R. Eksisi Mucocele Rekuren
pada Ventral Lidah dengan Anestesi Lokal. MKGK 2016; 2(1): 1-5.
9. Sinha Rupam, Sarkar Soumyabrata, Khaitan Tanya, et al. Nonsurgical Management of
Oral Mucocele by Intralesional Corticosteroid Therapy. 16 Oktober 2016.
https://www.hindawi.com/journals/ijd/2016/2896748/. (18/02/2021).
10. Wijayanti Punik M, Setyopranoto. Hubungan Antara Periodontitis, Aterosklerosis, dan
Stroke Iskemik Akut. Mutiara Medika 2008; 8(2): 121-122.

Anda mungkin juga menyukai