Laporan Kelompok Blok 12 Mukosa Dan Periodontal Pemicu 1 "Bibirku Benjol"
Laporan Kelompok Blok 12 Mukosa Dan Periodontal Pemicu 1 "Bibirku Benjol"
BLOK 12
PEMICU 1
“BIBIRKU BENJOL”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
2021
Ketua : Helen Saparingga Marbun (190600181)
1.2.2 Pertanyaan
1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!
2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien tersebut?
3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada pasien
tersebut!
4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!
5. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit pasien tersebut!
6. Jelaskan cara menghitung skor OHIS pada pasien tersebut!
7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!
8. Jelaskan rencana perawatan pada pasien tersebut!
9. Jelaskan prognosis kasus pada pasien tersebut!
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!
Prosedur penegakan diagnosis penyakit-penyakit periodontal tersebut diperoleh melalui
anamnesis atau penelusuran riwayat kesehatan, pemeriksaan klinis dan radiografis.
• Anamnesis merupakan proses wawancara yang dilakukan kepada pasien. Dari anamnesis
diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit namun pasien merasa tidak nyaman ketika
berbicara dan menggosok giginya. Benjolan pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan
cairan jernih dan muncul kembali. Pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah
sebelah kiri. Pasien juga memiliki kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan).
• Pemeriksaan klinis antara lain melihat apakah ada peradangan,pembengkakan, kegoyahan
gigi, kalkulus, dan sebagainya. Pada pemeriksaan intra oral terdapat vesikel dimukosa labial
bawah sebelah kiri, tunggal , diameter ±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen
berwarna kebiruan, lunak dan berfluktuasi. Untuk pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan
kelainan. Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi rahang
bawah, inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.
• Pemeriksaan radiograf untuk memonitor penyakit, misalnya untuk melihat derajat
kerusakan tulang, dan sebagainya. Pada kasus dianjurkan agar pemeriksaan penyakit
periodontal menggunakan bitewing horizontal untuk mendeteksi kalkulus dan pocket
kurang dari 5 mm. Jika pocket lebih dalam 5 mm dianjurkan untuk menggunakan bitewing
vertikal. Selain itu dapat dugunakan periapikal seluruh rongga mulut (long cone Tehnique).
2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien
tersebut?
Lesi dibagi menjadi beberapa tipe yaitu sebagai berikut:
1) Lesi Primer:
a. Makula
Ciri khasnya adalah area perubahan warna datar dan berbatas pada kulit atau
mukosa yang diameternya < 10 mm. Bricker menjelaskan bahwa makula terjadi
pada bidang kulit / mukosa yang sama atau rata dan dapat berukuran berapa pun.
b. Patch/Bercak
Ini didefinisikan sebagai area berbatas datar yang lebih besar dari makula yaitu >
10 mm. Namun, ini bukan lesi yang meninggi atau teraba. Vitiligo, lesi mukosa
mulut terkait sifilis sekunder, dan pigmentasi terkait obat yang parah dapat
digambarkan sebagai patch.
c. Papula
Lesi ini dikenal sebagai lesi superfisial, tinggi, padat, berbatas tegas yang
berdiameter < 10 mm dan dapat berwarna apa saja layaknya jaringan sekitarnya.
Lesi ini dapat menempel pada kulit atau mukosa dengan batang atau dasar yang
kuat. Dapat timbul baik dari proliferasi dermal, proliferasi epidermis atau
kombinasi keduanya. Kutil, papiloma skuamosa, parulis dan butiran Fordyce dapat
muncul sebagai satu atau beberapa papula di mulut rongga.
d. Plak
Ini dicirikan sebagai lesi superfisial, sedikit terangkat, padat, berbatas tegas dengan
diameter lebih besar dari 10 mm, yang memiliki bagian atas datar yang lebar seperti
dataran tinggi, dan tampilan seperti ditempelkan. Di rongga mulut misalnya, lichen
planus, leukoplakia, atau melanoma awalnya mungkin muncul sebagai plak.
e. Nodul
Ini digambarkan sebagai lesi padat jauh di dalam dermis atau mukosa, epidermis
bergerak di atasnya, berbatas jelas. Tidak ada ukuran khusus untuk sebuah nodul,
namun nodul telah disebutkan berdiameter kurang dari 10 mm. Secara klinis, nodul
mungkin di atas, sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa dan dapat dideteksi
dengan palpasi. Tumor mesenkim jinak seperti lipoma dan neuroma dapat muncul
sebagai nodul di mukosa mulut.
f. Tumor
Ini ditandai sebagai lesi padat dengan diameter > 10 mm yang memiliki dimensi
kedalaman. Ia juga dikenal sebagai massa dengan berbagai ukuran. Tumor mungkin
di atas, sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa. Mirip dengan nodul, tumor
mesenkim jinak dapat secara klinis digambarkan sebagai tumor di rongga mulut.
g. Wheal / Sarang
Ini didefinisikan sebagai sementara, dibatasi, papula atau plak permukaan halus
edema akibat ekstravasasi akut serum ke dermis atas dengan diameter variabel. Hal
ini dapat bermanifestasi dengan batas eritematosa dan pusat pucat dan / atau zona
perifer sempit pucat atau vasokonstriksi dan seringkali terasa sangat gatal. Reaksi
alergi dan penyakit vesikulobulosa pada mukosa mulut mungkin memiliki
gambaran klinis seperti itu.
h. Vesikel
Dikenal sebagai lesi superfisial, terangkat, terbatas, dengan diameter kurang dari
10 mm dan berisi cairan. Cairan mungkin jernih, serosa, hemoragik atau purulen.
Vesikel adalah hasil umum dari reaksi alergi seperti alergi kontak terhadap lateks
atau infeksi virus seperti herpes simpleks, herpes zoster atau cacar air.
i. Bulla
Dideskripsikan sebagai lesi berisi cairan, superfisial, terangkat, berbatas tegas,
bentuk melepuh dengan diameter >10 mm. Cairannya bisa jernih, serosa,
hemoragik atau purulen. Pada kulit, bulla umumnya berhubungan dengan luka
bakar, trauma gesekan, dan dermatitis kontak alergi. Lesi intra-oral dapat dilihat
pada pemfigus vulgaris, pemfigoid, dan sindrom Stevens-Johnson.
j. Pustula
Ini digambarkan sebagai vesikula purulen (berisi pus/nanah). Pustula biasanya
berwarna putih krem tetapi mungkin kuning atau hijau. Lesi ini biasanya < 10 mm
tetapi dapat terlihat pada ukuran apapun. Dalam rongga mulut, pustula muncul
sebagai abses atau parulis. Herpes zoster juga menghasilkan pustula yang akhirnya
memborok dan menyebabkan nyeri hebat.
k. Kista
Didefinisikan sebagai area kulit atau mukosa yang ditinggikan dan dibatasi berisi
cairan atau cairan setengah padat dan dapat berwarna merah muda hingga biru atau
kuning hingga krem dan mungkin sejajar dengan, atau di bawah kulit / mukosa,
dideteksi dengan cara dipalpasi. Dalam rongga mulut, terdapat banyak lesi kistik
seperti kista periodontal lateral, kista erupsi, kista dermoid, kista saluran insisivus,
keratokista odontogenik, dan lain-lain.
l. Purpura / petechia / ecchymosis.
Ketiga lesi ini mengacu pada perdarahan ke dalam kulit atau mukosa yang
menghasilkan perubahan warna ungu atau ungu yang bervariasi berdasarkan
durasinya dan tidak memucat karena tekanan. Purpura dibedakan menjadi dua
kategori yaitu petechia dan ecchymosis menurut ukuran lesi. Petechia didefinisikan
sebagai makula purpura kecil berukuran 1-2 mm yang tidak pucat akibat pecahnya
pembuluh darah kecil dan bisa berwarna merah, ungu atau coklat. Ecchymosis juga
digambarkan sebagai non-pucat, berdiameter > 3 mm akibat ekstravasasi darah di
kulit atau mukosa.
m. Hematoma
Ini mengacu pada pengumpulan darah yang diekstravasasi secara relatif atau
seluruhnya terbatas dalam suatu ruang. Hematoma dan hematoma pasca ekstraksi
gigi karena anestesi lokal adalah salah satu komplikasi yang paling umum dalam
kedokteran gigi.
2) Lesi Sekunder
a. Erosi
Dideskripsikan sebagai lesi merah, dangkal, lembab, sedikit tertekan dan masih
berada di atas permukaan basal. Pemfigus, lichen planus, dan eritema multiform
adalah penyakit yang menyebabkan erosi mukokutan.
b. Ulkus
Ini mengacu pada hilangnya kontinuitas epitel dan sudah melewati basal. Bagian
tengah lesi awalnya berwarna merah dan kemudian berubah menjadi abu-abu-putih
setelah ditutup dengan bekuan fibrin. Pinggiran lesi mungkin eritematosa. Ulkus
superfisial mencakup kedalaman < 3 mm sedangkan ulkus dalam memiliki
kedalaman > 3 mm. Tepi ulkus bisa halus atau seperti kawah bila berada di atas
tingkat mukosa normal. Ulkus mulut adalah jenis lesi oral yang paling umum
seperti stomatitis aphthous rekuren, ulkus traumatis, dan lain-lain
c. Fissure
Diketahui sebagai robekan linier atau berbentuk baji yang terdefinisi tajam di
epidermis (kulit atau mukosa). Angular cheilitis adalah contoh fisura yang
berhubungan dengan penyakit.
d. Fistula
Ini digambarkan sebagai jalur patologis abnormal antara dua ruang anatomi atau
jalur yang memanjang dari rongga internal atau organ ke permukaan tubuh Dalam
rongga mulut, fistula oroantral adalah komplikasi umum setelah pencabutan gigi
posterior rahang atas.
e. Krusta
Lesi yang berupa massa kering dari serum, darah, pus yang bercampur dengan
epidermal dan debris bakteri
f. Skuama
Diartikan sebagai lesi yang mengalami pelepasan massa keratin pada lapisan
stratum corneum
g. Scar
Ini didefinisikan sebagai jaringan fibrosa yang menggantikan jaringan normal
yang dihasilkan dari luka yang telah sembuh dengan resolusi daripada
regenerasi bekas luka yang berhubungan dengan biopsi jaringan lunak mulut.
Berdasarkan hasil dari anamnesis pasien diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit
namun pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya. Benjolan
pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul kembali, maka tipe
lesi yang diderita pasien ialah vesikel.
3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada
pasien tersebut!
Dilihat dari penjelasan yang dipaparkan pada skenario di atas maka dapat didiagonosa
kemungkinan pasien mengalami oral mucocele. Oral mucocele bisa didiagnosis secara
langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi. Pada saat dipalpasi jelas terasa
bahwa lesi berisi cairan. Oral mucocele tidak mempunyai gambaran khas ekstraoral. Secara
intraoral gambaran klinis oral mucocele tergantung pada kedalaman lesinya dan derajat
keratinisasi mukosa yang menutupinya. Konsistensi lesi pada palpasi biasanya lunak dan
fluktuan.
Lesi paling sering terjadi pada bibir bawah karena merupakan daerah yang sering
mengalami trauma terlebih lagi bila pasien tersebut memiliki kebiasan buruk menggigit-
gigit bibir selain daripada itu lidah, dasar mulut dan mukosa bukal juga termasuk. Mucocele
mempunyai gambaran benjolan mukosa berbentuk kubah, tipis, longgar yang tampak seperti
vesikel yang terisi dengan mucous bening atau biru keabu-abuan. Mucocele biasanya tidak
menyebabkan nyeri, dan terasa jika tekanan pada rongga bertambah. Selain itu biasanya
adanya riwayat lesi hilang timbul sehingga memperkuat dugaan adanya oral mucocele.
Dilihat dari penjelasan pada skenario diatas Adapun penyakit periodontal yang
dalami oleh pasien ialah gingivitis. Hal ini ditandai dengan adanya inflamasi gingiva,
oedematus dan BOP (+). Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme
yang membentuk suatu koloni kemudian membentuk plak gigi yang melekat pada tepi
gingiva. Inflamasi gingiva berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus di sekitar
marginal gingiva, pada skenario dijelaskan bahwa pasien memiliki debris indeks dan
kalkulus indeks yang tergolong dalam kriteria sedang sehingga menjadikannya sebagai
salah satu faktor utama penyebab terjadinya inflamasi pada gingiva. Seperti yang diketahui
pula bahwa pasien terbiasa mengunyah di satu sisi (kanan) saja. Akibatnya aktivitas saliva
sebagai aksi pembersih saat proses mengunyah menurun. Sehingga terjadi perubahan
komposisi plak dari mikroflora Streptococci menjadi Actinomyces sp. Selama
perkembangan gingivitis, mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies pada
gingiva yang mengalami peradangan.
4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,
diantaranya hemangioma, lymphangioma, pyogenic granuloma (apabila letaknya pada
bagian anterior lidah), salivary gland neoplasm, dan lain-lain.
Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya. Indeks debris yang dipakai adalah Debris Indeks (D.I) Greene dan
Vermillion (1964) dengan kriteria:
0 = tidak ada debris lunak
1 = terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
2 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari 2/3 permukaan gigi
3 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi Kriteria penilaian
debris mengikuti ketentuan sebagai berikut.
7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!
Edukasi yang dapat dilakukan terhadap pasien oral mucocele ialah salah satunya dengan
mengedukasinya untuk lebih perhatian terhadap oral hygiene. Sebab oral hygiene yang buruk
merupakan salah satu manefestasi untuk timbulnya berbagai gangguan dalam rongga mulut.
Kemudian yang paling penting disini ialah mengingat pasien memiliki oral bad habit berupa
menggigit-gigit bibir bawah sebelah kanan dokter dapat mengedukasi pasien mengenai efek
buruk dari kebiasaan yang dilakukannya. Sehingga dokter dapat menginstruksikan kepada
pasien untuk mencoba menghilangkan kebiasaan tersebut secara bertahap.
Dokter gigi juga dapat mengedukasi dan menginstruksikan kepada pasien untuk lebih
menjaga kesehatan rongga mulut, seperti untuk tidak menyikat gigi secara kasar dan ditekan
karena dapat menyebabkan resesi gingiva atau mungkin inflamasi gingiva. Menjaga pola
makan juga dapat menjadi perhatian sebab dengan mengonsumsi makanan/minuman panas
atau dingin secara berlebihan dapat merusak jaringan pada mukosa mulut. Lalu karena
adanya oral mucocele pada mukosa oral pasien, maka instruksikan pasien untuk tidak
mengganggunya untuk meminimalisir terjadi kontak dengan bakteri lain dari luar. Selama
proses penyembuhan berlangsung motivasi pada pasien agar tidak menggangu bekas lesi dan
menjalani perawatan yang lain disekitar rongga mulut seperti perawatan ortodonti.
3.1. Kesimpulan
Mucocele adalah lesi yang umum ditemukan pada mukosa oral dan merupakan lesi jinak
kelenjar saliva yang paling sering ditemukan pada rongga mulut. Insiden mucocele sering
ditemukan karena adanya trauma pada kelenjar saliva minor. Mucocele bisa didiagnosis secara
langsung dari riwayat penyakit, keadaan klinis dan palpasi. Riwayat lesi sering pecah dengan
sendirinya dan kemudian timbul kembali sehingga diperlukan tindakan untuk mencegah
rekurensi. Mucocele tidak mempunyai gambaran khas ekstraoral.
Secara intraoral gambaran klinis mucocele tergantung pada kedalaman lesinya dan
derajat keratinisasi mukosa yang menutupinya. Lesi superfisial mempunyai gambaran vesikular
dengan batas yang teratur. Lesi transparan dengan warna kebiruan. Lesi yang lebih dalam kurang
memberi gambaran vesikular dan tampak sewarna dengan mukosa normal. Konsistensi lesi pada
palpasi biasanya lunak dan fluktuan. Perawatan mucocele dengan eksisi secara bedah merupakan
cara yang paling tepat disertai diseksi secara perlahan pada kelenjar saliva minor yang terkena.
Prognosis dari mucocele umumnya baik meskipun pada kasus- kasus tertentu mengalami
rekurensi yang memerlukan reeksisi khususnya jika feeding ke kelenjarnya belum dieksisi
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuni, Cholil, Putri Deby K.T. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino 2014; 2(1):
20-21.
2. Chairunas, Sunnati, Humaira Siti A. Gambaran Kasus Mukokel Berdasarkan Usia, Jenis
Kelamin, Lokasi, dan Rekurensi Setelah Perawatan. Cakradonya Dent J 2012; 3(2): 472- 473.
Rao P. Kumar, Hegde Divya, Shetty S. Ram, et al. Oral Mucocele-Diagnosis and Management.
Journal of Dentistry, Medicine and Medical Sciences 2012; 2(2): 27-29.
3. Dermawan Putra, Suparka Made. Penanganan Fibroma Rongga Mulut. E-journal Unmas.
2020;16(2).
4. Diah. Widodorini Trining, Nugraheni Nandia E. Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis
Antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di Kota Malang. E-Prodenta Journal of Dentistry 2018;
2(1): 110.
5. Fakhrurrazi. Perawatan Mukokel pada Anak-Anak. Cakradonya Dent J 2012; 4(2): 513-
515.
6. More Chandramani B, Bhavsar Khushbu, Varma Saurabh, et al. Oral Mucocele: A
Clinical and Histopathological Study. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology 2014; 18(1):
75.
7. Mortazavi Hamed, Baharvand Maryam, Dalaie Kazem, et al. Oral Lesions Description: A
Mini Review. Int J Med Rev 2019; 6(3): 82-85.
8. Setiawan Dody, Dwihardjo Bambang, Astuti Elizabeth T.R. Eksisi Mucocele Rekuren
pada Ventral Lidah dengan Anestesi Lokal. MKGK 2016; 2(1): 1-5.
9. Sinha Rupam, Sarkar Soumyabrata, Khaitan Tanya, et al. Nonsurgical Management of
Oral Mucocele by Intralesional Corticosteroid Therapy. 16 Oktober 2016.
https://www.hindawi.com/journals/ijd/2016/2896748/. (18/02/2021).
10. Wijayanti Punik M, Setyopranoto. Hubungan Antara Periodontitis, Aterosklerosis, dan
Stroke Iskemik Akut. Mutiara Medika 2008; 8(2): 121-122.