BLOK 12
MUKOSA DAN PERIODONTAL
PEMICU 1
“BIBIRKU BENJOL”
DISUSUN OLEH :
HELEN SAPARINGGA MARBUN
190600181
KELOMPOK 1
PENDAHULUAN
Sumber:
1. Bahan Ajar (Lesi) oleh Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
2. Mortazavi Hame, et al., Oral Lesion Description : A Mini Riview. International
Journal of Medical Reviews.2019; 6(3):81-7
5. Mucocele merupakan keadaan akibat dilatasi suatu lubang yang berisi timbunan
seresi lender. Atau akibat ekstravasasi mucus dari duktus eksretori kelenjar saliva
minor ke jaringan ikat sekitarnya dan juga dikenal sebagai kista retensi mukus.
Mucocele berasal dari kelenjar saliva minor tipe mukus, terjadi karena cairan
mukus keluar dari salurannya dan mengisi ruangan dalam jaringan ikat. Mucocele
disebabkan oleh trauma local, misalnya pada bibir sering kali karena tergigit pada
saat makan ataupun karena kebiasaan buruk menggigit bibir yang mungkin
kadang tidak disadari. Gambaran klinis mucocele biasanya tanpa ada gejala serius,
tidak sakit, lunak dan fluktuasi serta kebanyakan berukuran kurang dari 1
cm.Mucocele dapat terjadi pada semua golongan umur, namun kejadian paling
sering terjadi pada anak- anak.Walaupun mucocele dapat terjadi pada semua
mukosa rongga mulut namun kejadian paling sering terjadi pada mukosa labial
bibir bawah. Mucocele dapat pecah karena trauma tergigit dan mengeluarkan
cairan kuning jernih, namun dapat membesar lagi. Patogenesis mucocele yaitu
saliva yang dialirkan dari glandula saliva menuju duktus terhambat oleh adanya
penyumbatan di ujung duktus yang menyebabkan saliva terkumpul di dalam
saluran dan terjadi pembengkakan karena tidak ada jalan keluar. Selain karena
penyumbatan, tertahannya saliva di dalam duktus dapat juga dikarenakan trauma
pada duktus yang menyebabkan duktus terputus. Ada 2 tipe mucocele: yang
pertama tipe kista ekstravasasi mukus, dimana tidak ada epitel yang
membatasinya. Kista tipe ini biasanya dibatasi oleh jaringan granulomatosa yang
berasal dari suatu trauma yang memutuskan atau memotong duktus sehingga
saliva tertahan tidak ada saluran keluar dan menyebabkan pembengkakan
(ekstravasasi saliva). Tipe kedua yaitu kista retensi mukus, dimana kista dibatasi
oleh epitel duktus, berasal dari ujung duktus yang tersumbat sehingga saliva
terkumpul di dalam saluran dan tidak bias mengalir keluar dan terjadilah
pembengkakan.
Sumber :
1. Setiawan Dody, Dwirahardjo Bambang, Astuti Elizabeth. Eksisi mucocele
rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal. MKGK. April 2016; 2(1): 1-6.
2. Kheur S, Desai RS, Kelkar C. Mucocele of the anterior lingual salivary glands
(Glands of Blandin Nuhn). Indian journal of dental advancements. 2010; 2: 153 –
153.
6. Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral Hygiene Index
Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau
debris dan karang gigi atau kalkulus.
Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi
16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya.
Indeks debris yang dipakai adalah Debris Indeks (D.I) Greene dan Vermillion
(1964) dengan kriteria
0 = tidak ada debris lunak
1 = terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
2 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Kriteria penilaian debris mengikuti ketentuan sebagai berikut.
Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai berada
diantara 0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8; Buruk (poor),
apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Indeks (C.I) Greene
dan Vermillion (1964) yaitu:
0 = tidak ada kalkulus
1 = kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi
2 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa bercak hitam di sekitar
leher gigi atau terdapat keduanya
3 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
Penilaian kalkulus indeks adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai
berada diantara 0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8; Buruk
(poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan sebagai berikut
Kriteria skor OHI-S adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai berada
diantara 0-1,2; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0; Buruk (poor),
apabila nilai berada diantara 3,1–6,0.
Sumber :
1. Basuni, Cholil, Kania Deby. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar.
Dentino (Jur. Ked. Gigi). Maret 2014;2(1):18 – 23.
7. Sebelum mengistruksikan apa yang akan dilakukan oleh pasien, sebaiknya kita
melakukan edukasi terhadap pasien terlebih dahulu. Dalam memberikan edukasi
kepada pasien sebaiknya menggunakan kata yang sederhana agar pasien dapat
dimengerti.
Menjelaskan kepada pasien bagaimana hal tersebut dapat terjadi baik untuk
mucocele
➢ Megedukasikan kepada pasien bahwa mucocele terjadi akibat kebiasaan
pasien yang sering menggigit bibir, yang mengakibatkan terjadinya trauma
lokal pada saluran kelenjar ludah (saliva). Setelah terjadinya trauma pada
saluran kelenjar ludah (saliva) mengakibatkan saluran kelenjar ludah
(saliva) tersebut rusak, dan ludah (saliva) keluar menuju lapisan
submukosa (bibir) dan sekresinya terhambat(tertahan) lalu terjadi
peradangan yang mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut,
terbentuk pembengkakan lunak, semakin banyak (berfluktuasi), translusen
kebiruan pada mukosa yang disebut mukokel.
➢ Kemudian mejelaskan tentang instruksi perawatan yang akan dilakukan
kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Pada kasus ini, perawatan mucocele meliputi edukasi untuk menghilangkan faktor
penyebab berupa kebiasaan menggigit bibir,kontrol plak dan DHE lalu dilakukan
pembedahan massa dengan cara eksisi dan ekstirpasi. Riwayat lesi sering pecah
dengan sendirinya dan kemudian timbul kembali sehingga diperlukan tindakan
untuk mencegah rekurensi. Perawatan mucocele dengan eksisi secara bedah
merupakan cara yang paling tepat disertai diseksi secara perlahan pada kelenjar
saliva minor yang terkena. Eksisi merupakan pilihan perawatan untuk mukocele
ukuran kecil hingga sedang. Setelah dilakukan suatu insisi pada mukosa dan lesi
didrainase, penting dilakukan pengambilan jaringan kelenjar saliva yang terlibat
pada mucocele tersebut, yang menjadi sumber penyebab guna mencegah
rekurensi. Penting juga untuk mencegah kerusakan karena pembedahan pada
kelenjar sekitarnya, yang dapat menimbulkan lesi yang baru. Permukaan dasar
dari mucocele tidak dianjurkan untuk diambil karena mempertimbangkan jaringan
ikat yang ada. Umumnya, mucocele yang besar juga dirawat dengan eksisi.
Walaupun, bila prosedur eksisi dipertimbangkan terlalu ekstensif, atau lesi
berdekatan sekali dengan saraf atau pembuluh darah besar, dapat dilakukan
marsupialisasi. Jika marsupialisasi gagal dan terjadi rekurensi, maka diperlukan
tindakan eksisi kelenjar yang menjadi feeding mukocele tersebut.
Setelah tahapan pembedahan, pasien diberikan post medikasi berupa antibiotic
(Amoxycilin sediaan tablet dengan anjuran pemakaian yaitu 3 kali sehari 1 tablet
diminum setelah makan), analgesic (paracetamol sediaan tablet dengan anjuran
pemakaian 3 kali sehari 1 tablet diminum bila terasa sakit). Kemudian pasien
diminta Kembali 1 minggu kemudian untuk melakukan control.
Selain diatas, pasien dapat diberikan edukasi mengenai menjaga oral hygiene,
pergi ke dokter gigi secara rutin yaitu 6 bulan sekali untuk melakukan scalling
root planning (SRP) sebagai pencegahan terjadinya kalkulus. Tujuan utama SRP
adalah mengembalikan kondisi gingiva menjadi sehat kembali dengan
mengeluarkan faktor-faktor yang menyebabkan inflamasi gingiva seperti plak,
kalkulus, endotoxin.
Sumber :
1. Setiawan D. Dwirahardjo B. Astuti E.T.R. Eksisi Mocucele Rekuren Pada
Ventral Lidah Dengan Anestesi Lokal. Jurnal MKGK 2016; 2(1): 1-6.
2. Kodir A.I.A. Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian Secara Sistemik
Ciprofloksasin dan Amoksilin Setelah Scalling & Root Planning Pada
Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi. J Ked Gi 2014; 5(4): 323-328
3.1 KESIMPULAN
Lesi oral biasa ditemukan pada penderita penyakit autoimun, baik sebagai manifestasi
penyakit atau karena efek samping pengobatan. Lesi oral menimbulkan keluhan berupa rasa
sakit yang mengganggu proses mengunyah dan berbicara, sehingga dapat menurunkan daya
tahan tubuh, meningkatkan resiko terjadinya penyakit infeksi dan menurunkan kualitas hidup
penderita. Lesi oral hendaknya dapat dideteksi melalui pemeriksaan intra oral sebagai
prosedur rutin dalam tatalaksana komprehensif penderita penyakit autoimun. Dokter gigi
diharapkan dapat berperan dalam mendiagnosis lesi oral dan memberikan terapi yang tepat
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit autoimun.
Daftar Pustaka
1. Basuni, Cholil, Kania Deby. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino (Jur. Ked. Gigi).
Maret 2014;2(1):18 – 23.
2. Diah, dkk., Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di
Kota Malang. E-Prodenta Journal of Dentistry.2018;2(1): 108-15.
3. J Highfield. Diagnosis and classification of periodontal disease. Australian Dental Journal
2009; 54:(1 Suppl): S24–S26.
4. Kheur S, Desai RS, Kelkar C. Mucocele of the anterior lingual salivary glands (Glands of
Blandin Nuhn). Indian journal of dental advancements. 2010; 2: 153 – 153.
5. Kodir A.I.A. Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian Secara Sistemik Ciprofloksasin dan
Amoksilin Setelah Scalling & Root Planning Pada Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi.
J Ked Gi 2014; 5(4): 323-328.
6. Mayo Clinic Staff. 2017. Gingivitis. https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/gingivitis/diagnosis-treatment/drc-
20354459#:~:text=Dentists%20usually%20diagnose%20gingivitis%20based,signs%20of%20
plaque%20and%20inflammation. (diakses tanggal 16 Februari 2020)
7. More C.B.,Bhasvar K, Varma S, Tailor M. Oral mucocele: A clinical and histopathological
study. Journal of oral & maxillofacial pathology (JOMFP). 2014;18:75-7.
8. Mortazavi Hame, et al., Oral Lesion Description : A Mini Riview. International Journal of
Medical Reviews.2019; 6(3):81-7.
9. Saidina Hamzah Dalimunthe.2006.Terapi Periodontal.Medan:Usu Press.
10. Sari E. Mukokel dan ranula pada anak. Repository USU[online]. 2010. [diakses 17
februari 2021].
11. Setiawan Dody, Dwirahardjo Bambang, Astuti Elizabeth. Eksisi mucocele rekuren pada
ventral lidah dengan anestesi lokal. MKGK. April 2016; 2(1): 1-6.
12. Bahan Ajar (Lesi) oleh Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM.