Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PEMICU

BLOK 12
MUKOSA DAN PERIODONTAL
PEMICU 1
“BIBIRKU BENJOL”

DISUSUN OLEH :
HELEN SAPARINGGA MARBUN
190600181
KELOMPOK 1

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak penyakit mulut yang terjadi melibatkan glandula saliva. Umumnya, penyakit
mulut tersebut menyebabkan terbentuknya massa atau pembengkakan. Untuk
mengatasinya, dokter gigi harus mampu mengenali jenis-jenis penyakit mulut yang
berbentuk pembengkakan yang melibatkan glandula saliva dan mengetahui
perawatannya. Contoh penyakit mulut yang melibatkan glandula saliva adalah mukokel
dan ranula. Kebanyakan mukokel terjadi pada individu muda, yaitu 70% pada usia di
bawah 20 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada usia 10-20 tahun.1 Walaupun belum
diteliti lebih lanjut, mukokel superfisial cenderung terjadi pada usia lebih dari 30 tahun.
1.2 Deskripsi Topik
1.2.1 Skenario
Nama Pemicu : Bibir ku Benjol
Penyusun : drg. Indri Lubis, MDSc; drg. Sayuti Hasibuan, Sp.PM; drg. Armia
Syahputra, Sp.Perio (K)
Hari/Tanggal : Selasa, 23 Februari 2020
Jam : 14.00 – 16.00 WIB
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan terdapat benjolan di bibir kiri. Pasien menyadari adanya keluhan tersebut
selama 2 bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit
namun pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya.
Benjolan pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul
kembali. Pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri.Pasien
juga memiliki kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan). Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit sistemik. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri,
tunggal, diameter ±7x5mm, dome-shaped, permukaan licin, translusen berwarna
kebiruan, lunak dan berfluktuasi (Gambar).
Pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks; terdapat pseudopoket pada gigi rahang bawah,
inflamasi gingiva, odematus, BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.
1.2.2 Pertanyaan
1. Jelaskan prosedur penegakkan diagnosis penyakit pasien tersebut!
2. Jelaskan tipe-tipe lesi! Termasuk lesi apakah keluhan pada kasus di bibir pasien
tersebut?
3. Jelaskan diagnosis dari keluhan benjolan di bibir dan penyakit periodontal pada
pasien tersebut!
4. Jelaskan diagnosis banding dari keluhan benjolan di bibir pada pasien tersebut!
5. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya penyakit pasien tersebut!
6. Jelaskan cara menghitung skor OHIS pada pasien tersebut!
7. Jelaskan edukasi dan instruksi untuk keluhan benjolan di bibir pasien tersebut!
8. Jelaskan rencana perawatan pada pasien tersebut!
9. Jelaskan prognosis kasus pada pasien tersebut!
BAB II
PEMBAHASAN

1. Diagnosis penyakit periodontal ditentukan melalui penelusuran riwayat kesehatan,


pemeriksaan klinis, dan radiografis, serta beberapa pemeriksaan khusus. Hal yang
paling pertama adalah melakukan anamnesis dan mencatat riwayat pasien.
Meskipun diagnosis terutama bersifat klinis, anamnesis harus dilakukan dengan
benar, mencari trauma. Pada pasien dewasa dengan autoanamnesis yaitu yang
diperoleh dari pasien itu sendiri.2 Kedua, riwayat kesehatan yaitu keberadaan
faktor yang relevan dalam riwayat medis dan kebiasaan merokok. Ketiga yaitu
pemeriksaan klinis mengarahkan ke tindakan kontrol plak, kerusakan kontur
gingiva, pembengkakan, resesi jaringan periodontium, pembentukan poket
periodontium, lesi area furkasi, dan kegoyangan gigi dan pemeriksaan fisik
dengan tujuan melihat tanda-tanda umum yangterdapat pada pasien, yaitu
pemeriksaan yang mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran
tekanandarah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe,
pemeriksaan keadaan abnormaldengan memperhatikan konsistensi, warna, dan
jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oralyaitu secara visual
melihat pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan
melakukanpalpasi pada massa tersebut. Dan terakhir pemeriksaan pendukung
yaitu menggunaka radiografi,ultrasonografi atau MRI untuk memvisualisasikan
bentuk, diameter, posisi dan penentuan asal lesi dengan lebih baik.1,2 Kemudian
dapat dilakukan fine-needle biopsy,yaitu teknik diagnostik yang berguna untuk
mengevaluasi pasien dengan nodul dan pembesaran kelenjar ludah.
Sumber :
1. More C.B.,Bhasvar K, Varma S, Tailor M. Oral mucocele: A clinical and
histopathological study. Journal of oral&maxillofacial pathology (JOMFP).
2014;18:75-7.
2. Sari E. Mukokel dan ranula pada anak. Repository USU[online]. 2010. [diakses
17 februari 2021].
3. J Highfield. Diagnosis and classification of periodontal disease. Australian
Dental Journal 2009; 54:(1 Suppl): S24–S26.
2. Lesi didefinisikan sebagai kelainan apapun yang berhubungan dengan cedera atau
penyakit yang terdapat pada kulit atau mukosa mulut.
Lesi diklasifikasikan:
• Menurut perluasannya pada mukosa.
1. Lesi yang meluas dibawah permukaan
➢ Ulser/Ulkus : Lesi yang terbuka dan sudah melewati
membran basal.
➢ Erosi : Lesi yang terbuka berbeda dengan ulkus, lesi
ini belum melewati membran basal.
➢ Fissure : Lesi berbentuk celah kecil, yang terbuka
seperti garis lurus.
2. LesiLesi yang meluas diatas permukaan
➢ Papula : Lesi tidak sama dengan permukaan
disekitarnya, lesi ini lebih tinggi, padat, dan diameternya
kurang dari 10mm atau 5mm. Lesi ini bisa berwarna apa saja.
➢ Plak : Lesi ini hampir sama dengan papula, lesi ini
berbatas tegas, lebih dari 5mm atau 10mm.
➢ Vesikel : Lesi ini berisi cairan, dengan diamter kurang
dari 5mm atau 10mm.
➢ Bulla : Lesi ini juga berisi cairan, menyerupai vesikel,
tetapi diamternya lebih dari 5mm atau 10mm.
➢ Pustula : Lesi ini digmabrkan sebagai vesikel yang berisi
nanah. Pustula biasanya berwarnah putih kekuningan ataupun
hijau. Ukurannya lebih kecil dari 10mm.
3. Lesi yang yang sama rata dengan permukaan
➢ Makula : biasanya ditandai dengan lesi yang sama
dengan permukaannya, dengan warna yang berbeda dengan
permukaan mukosa, biasanya makula berukuran kurang dari
10mm.
➢ Bercak : makula dan bercak adalah lesi yang terlihat
sama, tetapi yang membedannknya yaitu ukuran bercak
>10mm.
➢ Purpura(Petechiae/Ecchymosis): Lesi ini berhubungan dengan
pembuluh darah sehingga leis ini berwarna merah keunguan.
Lesi ini biasanya mengacu kepada pendarahan pada kulit
maupun mukosa. Perbedannya adalah pada ukurannya
Ecchymosi>Petechiae
4. Lesi yang timbul pada permukaan
➢ Nodul : Lesi ini dideskripskan sebagai lesi padat yang
berada di dalam dermis atau mukosa, dengan epidermisnya
diatasnya. Ukuran diameternya kurang dari 10mm.
➢ Tumor : Tumor juga terlihat sama dengan nodul, lesi ini
terlihat padat dengan ukuran diameter lebih dari 10mm.
• Menurut perubahan bentuk jaringan.
1. Lesi Primer
Makula, bercak, papula, plak, nodul, tumor, weal, vesikel, bulla,
pustula, abses, kista, purpura, petechia, ecchymosis, dan hematoma.
Catatan tambahan:
➢ Weal : Lesi ini bersifat sementara, memiliki batas, dengan
permukaan halus yang edema papula ataupun plak, dengan
diameter yang bervariabel.
➢ Abses : ditandai sebagai akumulasi nanah pada kulit ataupun
mukosa atau jaringan subkutan/ submukosa, dan sering kali
berwana merah, hangat, dan lembut.
➢ Kista : Lesi ini berstruktur tinggi atau tidak sama dengan
permukaannya, dibatasi oleh mukosa atau kulit, berisi cairan,
setengah padat dan berwarna pink kebiruan atau putih
kekuningan. Bisa berda timbul/didalam kulit.
➢ Hematoma: Lesi ini berupa kumpulan darah dalam suatu
ruang, lesi ini dibatasi. Biasanya timbul karema anastesi lokal.
2. Lesi Sekunder
Erosi, ulkus, fisur, deskuamasi, skuama, krusta, dan sikatriks, sinus
tract, and fistula
• Menurut perubahan warna.
1. Lesi Putih
2. Lesi berwarna gelap.
Berdasarkan skenario diatas, diketahui bahwa ditemukan vesikel di mukosa
labial bawah sebelah kiri, tunggal, diameter ±7x5mm, domeshaped, permukaan
licin, translusen berwarna kebiruan, lunak dan berfluktuasi. Maka jenis lesi yang
terdapat pada pasien terbeut ialah vesikel.

Sumber:
1. Bahan Ajar (Lesi) oleh Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM
2. Mortazavi Hame, et al., Oral Lesion Description : A Mini Riview. International
Journal of Medical Reviews.2019; 6(3):81-7

3. Diagnosis dari keluhan benjolan di bibir pasien


Diketahui bahwa pasien tersebut menyadari adanya keluhan tersebut selama 2
bulan terakhir. Dari anamnesis diketahui benjolan tidak pernah terasa sakit namun
pasien merasa tidak nyaman ketika berbicara dan menggosok giginya. Benjolan
pernah pecah akibat tergigit, mengeluarkan cairan jernih dan muncul kembali.
Pasien memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir bawah sebelah kiri. Pasien juga
memiliki kebiasaan mengunyah di satu sisi (kanan). Pada pemeriksaan intra oral
ditemukan vesikel di mukosa labial bawah sebelah kiri, tunggal, diameter
±7x5mm, domeshaped, permukaan licin, translusen berwarna kebiruan, lunak dan
berfluktuasi.

✓ Berdasarkan informasi diatas dapat dikatakan bahwa diagnosis pada benjolan


dibibir tersebut yaitu mukokel (mucocele). Mukokel adalah lesi kistik jinak,
asimtomatik, biasanya berisi air liur di bagian dalamnya, dan disebabkan oleh
gangguan saluran kelenjar ludah minor atau adanya kalkulus (sialolith) di
dalam saluran kelenjar. Etiologinya terkait dengan trauma local (pada
skenario dikatakan bahwa pasien tersebut memiliki kebiasaan menggigit-
gigit bibir bawah sebelah kiri dan memiliki kebiasaan mengunyah di satu
sisi (kanan)) . Penampilan bulosa dari kista mukosa terjadi baik dengan
keluarnya lendir ke jaringan ikat atau dengan mencegah drainase melalui
saluran ekskretoris yang rusak.
Lesi lebih sering terjadi di bagian dalam bibir bawah (berdasarkan skenario
benar bahwa benjolan berada di bibir bawah), meskipun dapat juga ditemukan
di mukosa bukal, di lidah dan di dasar mulut. Mucoceles biasanya membulat,
agak kebiruan atau tembus cahaya, menunjukkan pertumbuhan yang lambat,
dan lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Ukuran mukokel
rongga mulut bervariasi dari 1 mm hingga beberapa sentimeter dengan
diameter dan durasinya dapat berkisar dari hari ke tahun.
Penyakit periodontal pada pasien
Diketahui bahwa pasien tersebut pada pemeriksaan klinis gigi 36, 37: radiks;
terdapat pseudopoket pada gigi rahang bawah, inflamasi gingiva, odematus,
BOP (+), indeks kalkulus= 1,4, indeks debris= 1,8.

✓ Gingivitis merupakan inflamasi yang melibatkan jaringan lunak disekitar gigi


yaitu gingiva yang disebabkan oleh plak. Gambaran klinis gingivitis adalah
munculnya warna kemerahan pada margin gingiva, pembesaran pembuluh
darah di jaringan ikat subepitel, hilangnya keratinisasi pada permukaan
gingiva dan pendarahan yang terjadi pada saat dilakukan probing.
Berdasarkan skenario, ditemukan adanya pseudopoket yang merupakan
salah satu gambaran klinis yang terutama dari gingivitis, terjadi juga
inflamasi gingiva, adanya odematus (pembengkakan), BOP (+) yang
dimana saat dilakukan probing terjadi pendarahan, dan adanya kalkulus
dan debris. Penyakit periodontal yang diderita pasien adalah gingivitis.
Sumber :
1. Valerio Rodrigo A, et al., Mucocele and Fibroma: Treatment and Clinical
Features for Differential Diagnosis. Braz. Dent.J.2013;24(5):537-41
2. Diah, dkk., Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis antara Usia Pra-Pubertas
dan Pubertas di Kota Malang. E-Prodenta Journal of Dentistry.2018;2(1):
108-15
3. Mayo Clinic Staff. 2017. Gingivitis. https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/gingivitis/diagnosis-treatment/drc-
20354459#:~:text=Dentists%20usually%20diagnose%20gingivitis%20based,
signs%20of%20plaque%20and%20inflammation. (diakses tanggal 16
Februari 2020)
4. Mucocele dapat didiagnosis langsung dari riwayat penyakit dan ciri klinis yang
ditemukan karena mucocele mempunyai gambaran yang khas meskipun data lain
juga diperlukan seperti lokasi lesi, riwayat trauma, munculnya dengan cepat,
variasi ukuran, warnanya yang kebiruan serta konsistensinya. Terdapat 2 jenis
mucocele yakni tipe ekstravasasi dan tipe retensi. Secara klinis mucocele
ekstravasasi maupun retensi sulit dibedakan. Warna kebiruan muncul akibat
kongesti vaskular, jaringan sianosis di atas lesi serta akumulasi cairan
dibawahnya. Pewarnaan dapat tergantung pada ukuran lesi, jarak dengan
permukaan serta elastisitas jaringan di atasnya. Lesi yang lebih dalam kurang
memberi gambaran vesikular bahkan memberi gambaran mukosa yang normal.
Lipoma dan tumor kelenjar saliva minor tidak fluktuasi sementara kista,
mucocele, abses dan hemangioma fluktuasi pada palpasi. Akan tetapi, jika
mucocele terpapar dengan trauma terus-menerus lesi dapat menjadi kenyal pada
palpasi dan tidak mudah ruptur. Akibat lesi yang sering muncul dan pecah
kembali mengakibatkan lesi menjadi kenyal sehingga lesi dapat didiagnosis
banding dengan fibroma .
Sumber :
1. Setiawan Dody, Dwirahardjo Bambang, Astuti Elizabeth. Eksisi mucocele
rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal. MKGK. April 2016; 2(1): 1-6.
2. Kheur S, Desai RS, Kelkar C. Mucocele of the anterior lingual salivary glands
(Glands of Blandin Nuhn). Indian journal of dental advancements. 2010; 2: 153 –
153.

5. Mucocele merupakan keadaan akibat dilatasi suatu lubang yang berisi timbunan
seresi lender. Atau akibat ekstravasasi mucus dari duktus eksretori kelenjar saliva
minor ke jaringan ikat sekitarnya dan juga dikenal sebagai kista retensi mukus.
Mucocele berasal dari kelenjar saliva minor tipe mukus, terjadi karena cairan
mukus keluar dari salurannya dan mengisi ruangan dalam jaringan ikat. Mucocele
disebabkan oleh trauma local, misalnya pada bibir sering kali karena tergigit pada
saat makan ataupun karena kebiasaan buruk menggigit bibir yang mungkin
kadang tidak disadari. Gambaran klinis mucocele biasanya tanpa ada gejala serius,
tidak sakit, lunak dan fluktuasi serta kebanyakan berukuran kurang dari 1
cm.Mucocele dapat terjadi pada semua golongan umur, namun kejadian paling
sering terjadi pada anak- anak.Walaupun mucocele dapat terjadi pada semua
mukosa rongga mulut namun kejadian paling sering terjadi pada mukosa labial
bibir bawah. Mucocele dapat pecah karena trauma tergigit dan mengeluarkan
cairan kuning jernih, namun dapat membesar lagi. Patogenesis mucocele yaitu
saliva yang dialirkan dari glandula saliva menuju duktus terhambat oleh adanya
penyumbatan di ujung duktus yang menyebabkan saliva terkumpul di dalam
saluran dan terjadi pembengkakan karena tidak ada jalan keluar. Selain karena
penyumbatan, tertahannya saliva di dalam duktus dapat juga dikarenakan trauma
pada duktus yang menyebabkan duktus terputus. Ada 2 tipe mucocele: yang
pertama tipe kista ekstravasasi mukus, dimana tidak ada epitel yang
membatasinya. Kista tipe ini biasanya dibatasi oleh jaringan granulomatosa yang
berasal dari suatu trauma yang memutuskan atau memotong duktus sehingga
saliva tertahan tidak ada saluran keluar dan menyebabkan pembengkakan
(ekstravasasi saliva). Tipe kedua yaitu kista retensi mukus, dimana kista dibatasi
oleh epitel duktus, berasal dari ujung duktus yang tersumbat sehingga saliva
terkumpul di dalam saluran dan tidak bias mengalir keluar dan terjadilah
pembengkakan.
Sumber :
1. Setiawan Dody, Dwirahardjo Bambang, Astuti Elizabeth. Eksisi mucocele
rekuren pada ventral lidah dengan anestesi lokal. MKGK. April 2016; 2(1): 1-6.
2. Kheur S, Desai RS, Kelkar C. Mucocele of the anterior lingual salivary glands
(Glands of Blandin Nuhn). Indian journal of dental advancements. 2010; 2: 153 –
153.

6. Secara klinis tingkat kebersihan mulut dinilai dengan kriteria Oral Hygiene Index
Simplified (OHI-S). Kriteria ini dinilai berdasarkan keadaan endapan lunak atau
debris dan karang gigi atau kalkulus.
Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi
16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya.
Indeks debris yang dipakai adalah Debris Indeks (D.I) Greene dan Vermillion
(1964) dengan kriteria
0 = tidak ada debris lunak
1 = terdapat selapis debris lunak menutupi tidak lebih dari1/3 permukaan gigi
2 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi
tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi
3 = terdapat selapis debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Kriteria penilaian debris mengikuti ketentuan sebagai berikut.
Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai berada
diantara 0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8; Buruk (poor),
apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.

Sedangkan indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Indeks (C.I) Greene
dan Vermillion (1964) yaitu:
0 = tidak ada kalkulus
1 = kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari ⅓ permukaan gigi
2 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅓ permukaan gigi tetapi tidak lebih
dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus subgingival berupa bercak hitam di sekitar
leher gigi atau terdapat keduanya
3 = kalkulus supragingiva menutupi lebih dari ⅔ permukaan gigi atau kalkulus
subgingiva berupa cincin hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya

Kriteria penilaian kalkulus mengikuti ketentuan sebagai berikut.

Penilaian kalkulus indeks adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai
berada diantara 0-0,6; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 0,7-1,8; Buruk
(poor), apabila nilai berada diantara 1,9-3,0.
Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan sebagai berikut

OHI-S = Nilai D.I + Nilai C.I

Kriteria skor OHI-S adalah sebagai berikut: Baik (good), apabila nilai berada
diantara 0-1,2; Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3-3,0; Buruk (poor),
apabila nilai berada diantara 3,1–6,0.
Sumber :
1. Basuni, Cholil, Kania Deby. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar.
Dentino (Jur. Ked. Gigi). Maret 2014;2(1):18 – 23.
7. Sebelum mengistruksikan apa yang akan dilakukan oleh pasien, sebaiknya kita
melakukan edukasi terhadap pasien terlebih dahulu. Dalam memberikan edukasi
kepada pasien sebaiknya menggunakan kata yang sederhana agar pasien dapat
dimengerti.
Menjelaskan kepada pasien bagaimana hal tersebut dapat terjadi baik untuk
mucocele
➢ Megedukasikan kepada pasien bahwa mucocele terjadi akibat kebiasaan
pasien yang sering menggigit bibir, yang mengakibatkan terjadinya trauma
lokal pada saluran kelenjar ludah (saliva). Setelah terjadinya trauma pada
saluran kelenjar ludah (saliva) mengakibatkan saluran kelenjar ludah
(saliva) tersebut rusak, dan ludah (saliva) keluar menuju lapisan
submukosa (bibir) dan sekresinya terhambat(tertahan) lalu terjadi
peradangan yang mengakibatkan penyumbatan pada daerah tersebut,
terbentuk pembengkakan lunak, semakin banyak (berfluktuasi), translusen
kebiruan pada mukosa yang disebut mukokel.
➢ Kemudian mejelaskan tentang instruksi perawatan yang akan dilakukan
kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Pada kasus ini, perawatan mucocele meliputi edukasi untuk menghilangkan faktor
penyebab berupa kebiasaan menggigit bibir,kontrol plak dan DHE lalu dilakukan
pembedahan massa dengan cara eksisi dan ekstirpasi. Riwayat lesi sering pecah
dengan sendirinya dan kemudian timbul kembali sehingga diperlukan tindakan
untuk mencegah rekurensi. Perawatan mucocele dengan eksisi secara bedah
merupakan cara yang paling tepat disertai diseksi secara perlahan pada kelenjar
saliva minor yang terkena. Eksisi merupakan pilihan perawatan untuk mukocele
ukuran kecil hingga sedang. Setelah dilakukan suatu insisi pada mukosa dan lesi
didrainase, penting dilakukan pengambilan jaringan kelenjar saliva yang terlibat
pada mucocele tersebut, yang menjadi sumber penyebab guna mencegah
rekurensi. Penting juga untuk mencegah kerusakan karena pembedahan pada
kelenjar sekitarnya, yang dapat menimbulkan lesi yang baru. Permukaan dasar
dari mucocele tidak dianjurkan untuk diambil karena mempertimbangkan jaringan
ikat yang ada. Umumnya, mucocele yang besar juga dirawat dengan eksisi.
Walaupun, bila prosedur eksisi dipertimbangkan terlalu ekstensif, atau lesi
berdekatan sekali dengan saraf atau pembuluh darah besar, dapat dilakukan
marsupialisasi. Jika marsupialisasi gagal dan terjadi rekurensi, maka diperlukan
tindakan eksisi kelenjar yang menjadi feeding mukocele tersebut.
Setelah tahapan pembedahan, pasien diberikan post medikasi berupa antibiotic
(Amoxycilin sediaan tablet dengan anjuran pemakaian yaitu 3 kali sehari 1 tablet
diminum setelah makan), analgesic (paracetamol sediaan tablet dengan anjuran
pemakaian 3 kali sehari 1 tablet diminum bila terasa sakit). Kemudian pasien
diminta Kembali 1 minggu kemudian untuk melakukan control.
Selain diatas, pasien dapat diberikan edukasi mengenai menjaga oral hygiene,
pergi ke dokter gigi secara rutin yaitu 6 bulan sekali untuk melakukan scalling
root planning (SRP) sebagai pencegahan terjadinya kalkulus. Tujuan utama SRP
adalah mengembalikan kondisi gingiva menjadi sehat kembali dengan
mengeluarkan faktor-faktor yang menyebabkan inflamasi gingiva seperti plak,
kalkulus, endotoxin.
Sumber :
1. Setiawan D. Dwirahardjo B. Astuti E.T.R. Eksisi Mocucele Rekuren Pada
Ventral Lidah Dengan Anestesi Lokal. Jurnal MKGK 2016; 2(1): 1-6.
2. Kodir A.I.A. Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian Secara Sistemik
Ciprofloksasin dan Amoksilin Setelah Scalling & Root Planning Pada
Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi. J Ked Gi 2014; 5(4): 323-328

8. Perawatan periodontal bukanlah suatu perawatn dental yang berdiri sendiri.


Agar perawatan periodontal berhasil baik, terapi periodontal haruslah mencakup
prosedur-prosedur kedokteran gigi lainnya sesuai dengan kebutuhan pasien.
Semua prosedur perawatan, baik prosedur yang termasuk bidang Periodonsia
maupun yang bukan bisang periodonsia disusun dalam sekuensi (urutan) sebagai
mana yang dikemukakan dibawah ini:
Rencana perawatan yang dapat dilakukan pada pasien tersebut antara lain :
Terapi fase I (Fase Etiotropik)
✓ Kontrol plak
✓ Penskleran plak (scalling)
✓ Ekskavasi karies dan restorasi pada gigi 36 dan 37 apabila gigi masih bisa
direstorasi (etiologi penyakit periodontal)
Evaluasi respons terhadap fase I
✓ Pengecekan kembali
• Kedalaman saku dan inflamasi gingiva
• Plak, kalkulus, dan gigi yang direstorasi
Terapi fase II (fase II)
✓ Eksisi mucocele
Terapi fase III
✓ Restorasi final (jika gigi pasien pada skenario dapat direstorasi)

Evaluasi respons terhadap prosedur restoratif


✓ Pemeriksaan Periodontal
✓ Pemeriksaan eksisi mucocele yang telah dilakukan

Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif)


✓ Kunjungan berkala
✓ Plak dan kalkulus

Rencana perawatan periodontal


✓ Kondisi gingiva (saku, inflamasi)
✓ Pengecekan kembali terhadap eksisi mucocele
Sumber :
1. Saidina Hamzah Dalimunthe.2006.Terapi Periodontal.Medan:Usu Press

9. Prognosis dari mucocele umumnya baik meskipun pada kasus-kasus tertentu


mengalami rekurensi yang memerlukan reeksisi khususnya jika feeding ke
kelenjarnya belum dieksisi sempurna. Beberapa kasus mucocele merupakan lesi
yang dapat bertahan singkat pecah dan sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi
kebanyakan lesi mempunyai sifat kronis dan memerlukan tindakan eksisi secara
lokal. Untuk meminimalkan resiko rekurensi, eksisi harus melibatkan area sekitar
kelenjar saliva minor yang kemungkinan menjadi feeding bagi area tersebut. Hasil
eksisi lesi akan diperiksa patologi anatomi untuk mengkorfirmasi diagnosis karena
adanya kemungkinan tumor pada kelenjar saliva. Eksisi mucocele dapat dilakukan
dengan membuat insisi berbentuk ellips. Hal tersebut berguna untuk mengurangi
luasnya kehilangan jaringan mukosa, mengurangi kemungkinan timbulnya
jaringan scar yang luas dan membantu mencegah tumpahan saliva ke jaringan
sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan Tujuan dari pemaparan
kasus ini adalah untuk memberikan informasi pada klinisi tentang tindakan bedah
eksisi dengan insisi bentuk elips pada perawatan mucocele recurent ventral lidah
guna mencegah kemungkinan rekurensi lebih lanjut dan pasien menyetujui
kasusnya untuk dipublikasikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.
Sumber :
1. Setiawan D. Dwirahardjo B. Astuti E.T.R. Eksisi Mocucele Rekuren Pada
Ventral Lidah Dengan Anestesi Lokal. Jurnal MKGK. 2016; 2(1): 1-6.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Lesi oral biasa ditemukan pada penderita penyakit autoimun, baik sebagai manifestasi
penyakit atau karena efek samping pengobatan. Lesi oral menimbulkan keluhan berupa rasa
sakit yang mengganggu proses mengunyah dan berbicara, sehingga dapat menurunkan daya
tahan tubuh, meningkatkan resiko terjadinya penyakit infeksi dan menurunkan kualitas hidup
penderita. Lesi oral hendaknya dapat dideteksi melalui pemeriksaan intra oral sebagai
prosedur rutin dalam tatalaksana komprehensif penderita penyakit autoimun. Dokter gigi
diharapkan dapat berperan dalam mendiagnosis lesi oral dan memberikan terapi yang tepat
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita penyakit autoimun.
Daftar Pustaka
1. Basuni, Cholil, Kania Deby. Gambaran Indeks Kebersihan Mulut Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Masyarakat di Desa Guntung Ujung Kabupaten Banjar. Dentino (Jur. Ked. Gigi).
Maret 2014;2(1):18 – 23.
2. Diah, dkk., Perbedaan Angka Kejadian Gingivitis antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di
Kota Malang. E-Prodenta Journal of Dentistry.2018;2(1): 108-15.
3. J Highfield. Diagnosis and classification of periodontal disease. Australian Dental Journal
2009; 54:(1 Suppl): S24–S26.
4. Kheur S, Desai RS, Kelkar C. Mucocele of the anterior lingual salivary glands (Glands of
Blandin Nuhn). Indian journal of dental advancements. 2010; 2: 153 – 153.
5. Kodir A.I.A. Perbedaan Efektivitas Antara Pemberian Secara Sistemik Ciprofloksasin dan
Amoksilin Setelah Scalling & Root Planning Pada Periodontitis Kronis Penderita Hipertensi.
J Ked Gi 2014; 5(4): 323-328.
6. Mayo Clinic Staff. 2017. Gingivitis. https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/gingivitis/diagnosis-treatment/drc-
20354459#:~:text=Dentists%20usually%20diagnose%20gingivitis%20based,signs%20of%20
plaque%20and%20inflammation. (diakses tanggal 16 Februari 2020)
7. More C.B.,Bhasvar K, Varma S, Tailor M. Oral mucocele: A clinical and histopathological
study. Journal of oral & maxillofacial pathology (JOMFP). 2014;18:75-7.
8. Mortazavi Hame, et al., Oral Lesion Description : A Mini Riview. International Journal of
Medical Reviews.2019; 6(3):81-7.
9. Saidina Hamzah Dalimunthe.2006.Terapi Periodontal.Medan:Usu Press.
10. Sari E. Mukokel dan ranula pada anak. Repository USU[online]. 2010. [diakses 17
februari 2021].
11. Setiawan Dody, Dwirahardjo Bambang, Astuti Elizabeth. Eksisi mucocele rekuren pada
ventral lidah dengan anestesi lokal. MKGK. April 2016; 2(1): 1-6.
12. Bahan Ajar (Lesi) oleh Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM.

Anda mungkin juga menyukai