Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT DARURAT

COLIC RENAL

DISUSUN OLEH :

ALNI NURFIANA SARI


144 2019 2183

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis
renal, atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan
spasme otot polos pada sistem pelvieskalesis ginjal dan ureter sebagai usaha untuk
mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu pada sifat nyeri yang hilang
timbul (intermitten) dan bergelombang seperti pada kolik biller dan kolik intestinal
namun pada kolik renal biasanya konstan. Nyeri biasanya dirasakan di flank area
yaitu daerah kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke
Regio inguinal hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat
berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur
hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam bila
disertai infeksi.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kolik renal adalah batu ginjal
(Nephrolitiasis). Nefrolitiasis mempengaruhi sejumlah besar orang Amerika.
Pemahaman tentang epidemiologi sangat penting untuk melakukan upaya pencegahan
yang efektif. Kejadian batu ginjal 3 kali lebih banyak terjadi pada pria dibanding
wanita. Salah satu faktor resikonya adalah pekerjaan. Oleh karena itu perlu diketahui
bagaimana konsep medis dan konsep keperawatan kolik renal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu masalah, bagaimana
konsep medis dan konsep keperawatan Kolik Renal ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Medis
1. Definisi
Kolik adalah rasa sakit hebat yang hilang timbul akibat hiperperistaltik
dan spasme otot polos organ berongga yang berbentuk tabung.Kolik renal
adalah rasa sakit yang hebat pada organ renal (ginjal) akibat dari gangguan
pada ginjal misalnya batu pada ginjal
Kolik ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis
serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling
sering terjadi yang menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan nyeri yang
sangat hebat.
2. Klasifikasi
Kolik renal dibagi menjadi 2 tipe yaitu :bbbb
a. Kolik renal tipikal
Fase-fase serangan kolik renal akut:
Nyeri ini terjadi di sekitar dermatom T-10 sampai S-4. Keseluruhan
proses ini terjadi selama 3-18 jam. Ada 3 fase:
1) Fase akut / onset
Serangannya secara tipikal terjadi pada pagi atau malam
hari sehingga membangunkan pasien dari tidurnya. Jika terjadi
pagi hari, pasien umumnya mendeskripsikan serangan tersebut
sebagai serangan yang mulanya perlahan sehingga tidak
dirasakan. Sensasi dimulai dari pinggang, unilateral, menyebar
ke sisi bawah, menyilang perut ke lipat paha (groin). Nyerinya
biasanya tetap, progresif, dan kontinu. beberapa pasien
mengalami serangan intermiten yang paroksismal dan sangat
parah. Derajat nyeri bisa meningkat ke intensitas maksimum
setelah 30 menit sampai 6 jam atau lebih lama lagi. Pasien
umumnya mencapai nyeri puncak pada 1-2 jam setelah onset.
2) Fase konstan / plateau
Saat nyeri telah mencapai intensitas maksimum, nyeri
akan menetap sampai pasien diobati atau hilang dengan
sendirinya. Periode dimana nyeri maksimal ini dinamakan fase
konstan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam tetapi dapat
bertahan lebih lama lebih dari 12 jam pada beberapa kasus.
Kebanyakan pasien datang ke UGD selama fase ini. Pasien yang
menderita kolik biasanya banyak bergerak, di atas tempat tidur
atau saat berjalan, untuk mencari posisi yang nyaman dan
mengurangi nyeri. Walaupun ginjal dan traktus urinarius
terletak retroperitoneal, mual dan muntah disertai bising usus
menurun / hipoaktif adalah tanda yang dominan;
sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis intraperitoneal.
Contohnya terutama adalah obstruksi ureteropelvis junction
pada ginjal kanan
3) Fase hilangnya nyeri (Relieve)
Pada fase terakhir ini, nyeri hilang dengan tiba-tiba, cepat,
dan pasien merasakan kelegaan. Kelegaan ini bisa terjadi secara
spontan kapanpun setelah onset. Pasien kemudian dapat tidur,
terutama jika diberikan analgesik. Fase ini berlangsung 1,5 – 3
jam.
b. Kolik renal atipikal
Etiologi kolik tipikal bisa juga menyebabkan kolik atipikal.
Obstruksi pada calyx dapat menyebabkan nyeri pinggang yang lebih
ringan tapi episodik. Hematuria dapat juga terjadi. Lesi obstruktif
pada ureterovesical junction (hubungan ureter dan kandung kemih)
ataupun segmen intramural dari ureter dapat menyebabkan disuria,
keinginan buang air kecil yang mendadak dan sering, serta nyeri
yang menjalar ke atas atau bawah. Kolik renal dapat disertai muntah-
muntah hebat, mual, diare, ataupun nyeri ringan yang tidak biasa
sehingga memungkinkan kesalahan diagnosis
3. Etiologi
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik yaitu:
a. Faktor intrinsik, meliputi:
Herediter ; Diduga dapat diturunkan dari generasi ke
generasi.
Umur ; Paling sering didapatkan pada usia 30-50
tahun.
Jenis kelamin ; Jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak
dibanding pasien wanita.
b. Faktor ekstrinsik, meliputi:
Geografi. ; Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga
dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).Iklim
dan temperatur.
Asupan air ; Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
Diet ;Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium
mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
Pekerjaan ; Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas
fisik (sedentary life).
Ada beberapa teori tentang terbentuknya Batu saluran kemih adalah
a. Teori Nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti
batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam
larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu
sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal
atau benda asing saluran kemih.
b. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat
mengendapnya kristal-kristal batu.
c. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat
penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat,
mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau
beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu
dalam saluran kemih.
Penyebab lainnya:
- Penyakit ginjal
- Batu ginjal
- Peradangan pada ginjal
- Penggunaan narkoba
4. Patofisiologi
Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu
kolik renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan
tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal
disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk
membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena
obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin
yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter. Serta kontraksi otot
polos ureter ini akan menyebabkan gangguan peristaltik dan pembentukan
laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan menyebabkan iritasi serabut syaraf
tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal
ke dorsal root ganglia T11 – L1 dari spinal cord dan akan diinterprestasikan
sebagai nyeri pada korteks serebri. Kolik renal terjadi karena obstruksi dari
urinary flow oleh karena BSK, dan diikuti dengan peningkatan tekanan
dinding saluran kemih (ureter dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema
dan inflamasi daerah dekat BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan
tekanan BSK di daerah proksimal.
Peningkatan tekanan di saluran kemih ini serta peningkatan tekanan
aliran darah dan kontraksi otot polos uretra merupakan mekanisme utama
timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga karena terjadinya peningkatan
sensitifitas terhadap nyeri. Peningkatan tekanan di pelvik renal akan
menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin sehingga terjadi
vasodilatasi dan diuresis dimana hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan langsung pada ureter untuk spasme
otot polos ureteral. Permanen obstruksi saluran kemih oleh karena BSK,
menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai respon terhadap inflamasi.
Beberapa waktu pertama obstruksi ini perbedaan tekanan antara glomerulus
dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat GFR (Glomerular Filtration Rate)
dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi ini tidak diatasi maka dapat
terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure).
5. Manifestasi Klinis
Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan
intensitas berat, unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah
flank yang menyebar ke labia pada wanita dan pada paha atau testis pada laki-
laki. Nyeri berlangsung beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme otot
bersifat hilang timbul. Nyeri biasanya sangat berat dan merupakan
pengalaman buruk yang pernah dialami pasien. Derajat keparahan nyeri
tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran batu. Posisi batu juga
berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya disertai dengan mual,
muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria.
Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih
oleh batu pada area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction
(PUJ), Vesico Ureteric Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan
prediksi letak batu namun bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang
berada pada Pelvic Uretra Junction (PUJ) biasanya nyeri dengan derajat berat
pada daerah sudut kostovertebra dan menyebar sepanjang ureter dan gonad.
Jika batu pada midureter, maka rasa nyeri sama dengan batu di PUJ, namun
pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio abdominal bawah. Batu yang
berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan rasa nyeri yang menyebar
ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia mayor pada perempuan. Pada
pemeriksaan fisik didapati pasien banyak bergerak untuk mencari posisi
tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini sangat kontras dengan iritasi
abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi diam untuk mengurangi nyeri.
Selain itu juga didapati nyeri pada sudut kostovertebra ataupun pada kuadran
bawah. Hematuria masif sekitar 90%. Namun absen hematuri tidak
mengeksklusi adanya BSK. Mual dan muntah juga muncul oleh karena
distensi sistem saraf splanchnic dari kapsul renal dan usus.
Jenis batu yang biasanya didapati adalah batu kalsium (kalsium
oksalat, kalsium posfat dan campuran kalsium oksalat dan posfat). Sedangkan
20% lainya disebabkan asam urat, sistin dan sturvit.
6. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu,
menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi
dan mengurangi obstruksi yang terjadi.
a. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral
adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan untuk mencegah syok
dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat diarea
panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien
mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau
kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong
pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan
menjamin haluaran urin yang besar.
b. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil
untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika
mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan
mengurangi nyeri.
c. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL)
Adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk
menghancurkan batu di kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah
menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
d. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi
perkutan (atau nefrolitotomi perkutan) dilakukan dan nefroskop
dimasukkan ke traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam
parenkim ginjal.
e. Ureteroskopi
Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan
suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan
dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik atau
ultrasound kemudian diangkat.
f. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa)
untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative
penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan
menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah
larut (struvit).
g. Pengangkatan batu
Jika batu terletak didalam ginjal, pembedahan dilakukan
dengan nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau
nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau
hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi,
sedangkan batu pada ureter diangkat dengan ureterolitotomi dan
sistotomi jika batu berada dikandung kemih. Jika batu berada
dikandung kemih; suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke dalam
kandung kemih; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit pada alat
ini. prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urin,
trutama untuk melihat apakah ada infeksi atau ada kelainan fungsi
ginjal. Pada urin biasanya dijumpai hematuria atau kritaluria.
Hematuria biasanya terlihat mikroskopis, dan derajat hematuria
bukan merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau
kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat
menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga
biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada
pemeriksaan sediaan urin, jenis kristal yang ditemukan dapat
memberi petunjuk jenis batu
b. Radiologi
1) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam, dan
lokasi batu rasiopatik. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radiopaque dan paling sering dijumpai
diantara batu jenis lain sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen. Gambara radioopak paling sering ditemukan pada
area pelvis Renal sepanjang ureter ataupun ereterosevical
junction. Gambaran radioopak ini disebabkan karena adanya
batu kalsium oksalat atau struvit (MgNH3PO4)
2) Intravenous Pyelogram (IVP)
Pylografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan
mencari etiologi kolik (pylografi adalah radiografi pelvis
renalis dan ureter setelah penyuntikan bahan kontras).
Seringkali batu atau benda obstruksi lainnya sudah dikeluarkan
ketika pyelografi, sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral
ureter, pelvis renalis ataupun calyx. IVP dapat menentukan
dengan tepat letak batu terutama batu-batu radiolusen dan
untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi
adanya batu semi opaque atau batu non Opaque yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen.
3) CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis
sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang atau bahan
radiopaque lain.
4) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan alergi terhadap bahan
kontras, Faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang
sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang lebih
peka untuk mendekati batu ginjal dan batu radiolusen daripada
foto polos abdomen. Cara terbaik untuk mendekati BSK ( Batu
saluran kemih) adalah dengan kombinasi USG dan foto polos
abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik diginjal
maupun dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda
obstruksi urin.
5) Radiosotop
Untuk mengetahui ginjal secara satu per satu sekaligus adanya
sumbatan pada gagal ginjal.
8. Komplikasi
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis
c. Gagal Ginjal
d. Pendarahan
e. Pada laki-laki dapat terjadi impoten
9. Prognosis
a. Nephrolitiasis
b. Urolithiasis

10. Pathway

Batu ginjal

Obstruksi Gerakan Batu


pada ginjal pada ginjal

Menghambat aliran Gesekan pada


urin ke ureter, dinding pelvis
kandung kemih dan Kolik ginjal
uretra Ginjal

Retensi Hematuria
Urin Nyeri mendadak
menjadi akut, disertai
nyeri tekan diseluruh
Gangguan area kostovertebral,
Biasanya
eliminasi urin nyeri pinggang terjadi mual
dan muntah

Nyeri akut
Risiko
Nyeri Akut Ketidakseimbangan
elektrolit
Ansietas

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Primer
Pengkajian A, B, C, D
a. Airway
 Jalan napas bersih
 Tidak terdengar adanya bunyi napas ronchi
 Tidak ada jejas badan daerah dada
b. Breathing
 Peningkatan frekunsi napas
 Napas dangkal
 Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu,
retraksi
 Menggunakan otot-otot pernapasan
 Kesulitan bernapas : sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
d. Disability
 Kesadaran : Compomentis.
2. Pengkajian Sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1) Riwayat penyakit gagal ginjal akut dan kronik
2) Riwayat infeksi saluran kemih
3) Pajanan lingkungan, zat-zat kimia
4) Keturunan
5) Alkoholik, merokok
b. Pola nutrisi
1) Mual muntah
2) Demam
3) Diet tinggi purin oksalat atau fosfat
4) Kebiasaan mengonsumsi air minum
5) Distensi abdominal, penurunan bising usus
6) Alkoholik
c. Pola Eliminasi
1) Perubahan pola eliminasi : urine pekat, penurunan output
2) Hematuria
3) Rasa terbakar, dorongan berkemih
4) Riwayat obstruksi
5) Penurunan haluaran urin, kandung kemih
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Pekerjaan (banyak duduk)
2) Keterbatasan aktivitas
3) Gaya hidup (Olahraga)
e. Pola tidur dan istirahat
1) Demam, menggigil
2) Gangguan tidur akibat rasa nyeri
f. Pola persepsi kognitif
1) Nyeri : Nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi
2) Pengetahuan tentang terjadinya pembentukan batu
3) Penanganan tanda dan gejala yang muncul
g. Pola reproduksi dan seksual
1) Keluhan dalam aktivitas seksual sehubungan dengan adanya
nyeri pada saluran kemih
h. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perubahan gaya hidup karena penyakit
2) Cemas terhadap penyakit yang diderita
i. Pola mekanisme Copiying dan toleransi terhadap stress
1) Apakah pasien tampak cemas
2) Bagaimana mengatasi masalah yang timbul
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
c. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan mual
muntah
d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

4. Intervensi
a. Dx : Nyeri akut berhubungan dengan iritasi pada saluran kemih
Intervensi :
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Wajah meringis menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Mual menurun
 Muntah menurun

Intervensi : Manajemen Nyeri

1) Observasi
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3) Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
4) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Dx : Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung
kemih
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan eliminasi urine
membaik dengan kriteria hasil ;
 Frekuensi Eliminasi urine membaik
 Retensi urin menurun

Intervensi : Manajemen Eliminasi Urine

1) Observasi
 Identifkasi tanda dan gejala retensi atau
inkontinensia urine
 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
inkontinensia urine
 Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi,
aroma, volume, dan warna)
2) Terapeutik
 Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
3) Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
 Anjurkan mengambil specimen urine midstream
 Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
 Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
pinggul/berkemihan
 Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
 Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
4) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra jika
perlu
c. Dx : Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan mual
muntah
Tujuan : Setelah melakukan asuhan keperawatan keseimbangan
elektrolit membaik
 Mual muntah menurun
 Turgor kulit membaik
 Gelisah menurun
 Tekanan darah membaik
 Nadi membaik
Intervensi : Pemantauan Cairan
1) Observasi
 Identifkasi kemungkinan penyebab
ketidakseimbangan elektrolit
 Monitor kadar eletrolit serum
 Monitor mual, muntah dan diare
 Monitor kehilangan cairan, jika perlu
 Monitor tanda dan gejala hypernatremia (mis. Haus,
demam, mual, muntah, gelisah, peka rangsang,
membrane mukosa kering, takikardia, hipotensi,
letargi, konfusi, kejang)
2) Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
3) Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

d. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi


Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan tingkat ansietas
menurun dengan kriteria hasil :
 Gelisah menurun
 Ketegangan menurun
 Tekanan darah membaik
 Nadi membaik
Intervensi : Reduksi Anxietas
1) Observasi
 Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis.
Kondisi, waktu, stressor)
 Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
 Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
2) Terapeutik
 Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat anxietas
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
 Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa
yang akan datang
3) Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
dialami
 Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi
ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
 Latih teknik relaksasi
4) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2015). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC
Mehmed, M.M., & Ender, O. (2015). Effect of urinary stone disease and it's treatment on
renal function. World J Nephrol: 4(2): 271-276
Nanda. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis jilid 2. Jogjakarta: Mediacation.
Nuari, N. A.,& Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta : Deepublish
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1. Jakarta:
Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1. Jakarta:
Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1. Jakarta:
Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai