Anda di halaman 1dari 81

LATAR BELAKANG:

Mata kuliah Jurnalistik diajarkan di Program Studi

Multimedia PDD Sumenep. Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan


Pengetahuan dasar kepada para mahasiswa baru tentang dasar-dasar Jurnalistik.
Tujuan dari mata kuliah ini adalah agar Mahasiswa dapat memahami dasar
dasar pengetahuan tentang Jurnalistik mulai dari pra produksi,produksi,hingga
pasca Produksi .

1
Berita adalah informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi. Berita
dapat disajikan dalam bentuk media cetak, internet, siaran, atau dari mulut ke
mulut. Wartawan memiliki tugas penting dalam mencari serta mengumpulkan
laporan berita. saat berita dilaporkan oleh wartawan, laporan tersebut menjadi
fakta / ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan / media
untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik
khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita.
Pada umumnya stasium televisi memiliki acara berita dan menayangkannya
sepanjang waktu. Kebutuhan berita sangat penting bagi masyarakat sebagai
penambah wawasan.
Kata BERITA sebenarnya berasal dari bahasa sansekerta "VIRIT" atau dalam
bahasa inggris disebut "WRITE" yang sebenarnya berarti "TERKADI" atau
"ADA". Beberapa orang juga ada yang meyebut kata ini dengan kata "VRITTA"
yakni "KEJADIAN" atau "YANG SEDANG TERJADI".
Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia "BERITA" adalah cerita atau
keterangan mengenai kjadian atau peristiwa yang hangat.
Pengertian berita
Berita merupakan bentuk laporan tentang suatu kejadian yang sedang terjadi baru
baru ini atau keterangan terbaru dari suatu peristiwa. Dengan kata lain berita
adalah fakta menarik atau sesuatu hal yang penting yang disampaikan pada
masyarakat orang banyak melalui media. Tapi tidak semua fakta bisa diangkat
menjadi suatu berita oleh media. Karena setiap fakta akan dipilih mana yang
pantas untuk disampaikan pada masyarakat.

Berita dan Jenisnya


Berdasarkan cara penyajiannya, berita jurnalistik dapat digolongkan menjadi
empat, yaitu
a. berita langsung (spot nowe/hard news)
b. berita ringan (soft news)
c. berita kisah (feature)
d. laporan mendalam (indepth report)

2
Berita langsung
Yang dimaksud berita langsung (hard news) adalah penulisan berita di
mana informasi terpenting langsung disampaikan (seawal mungkin) pada
pembaca. Format ini biasanya digunakan untuk menyampaikan peristiwa
penting yang sesegera mungkin perlu diketahui oleh pembaca.
Peristiwa yang disampaikan dengan format berita langsung biasanya adalah
peristiwa terkini atau paling aktual atau terkini. Jika informasi peristiwa
sampai ke pembaca agak lambat, nilai beritanya menjadi berkurang. Tolok
ukur aktualitas dalam penulisan berita adalah media massa yang pertama kali
berhasil menginformasikan suatu kejadian kepada pembaca.

Berita ringan
JIka model berita langsung lebih mengutamakan aktualitas, berita ringan
tidak demikian. Berita ringan lebih mengutamakan kemenarikan suatu
peristiwa. Biasanya berita ringan mengiringi berita langsung, yaitu
menginformasikan sisi manusiawi dari sebuah peristiwa penting.
Berita ringan terbagi menjadi dua macam, yaitu
(a) side bar, berita ringan yang merupakan pelengkap dari berita langsung
(hard news)
(b)berita ringan yang berdiri sendiri, tidak berkaitan dengan berita langsung.

Berita kisah
Yang dimaksud berita kisah adalah tulisan tentang sebuah kejadian yang
dapat menyentuh perasan, menambah pengetahuan pembaca melalui
penjelasan lengkap, rinci, dan mendalam. Berita kisah tidak mementingkan
faktor waktu/aktualitas/kekinian, tetapi lebih mementingkan faktor
kemanusiaan dan penambahan informasi.
Ada beberapa macam berita kisah.
a. News feature, yaitu berita kisah yang ditulis berdasarkan peristiwa
yang baru saja terjadi. Jadi, model ini mengombinasikan unsur penting
dan unsur menarik sekaligus.

3
b. Profile feature, yaitu berita kisah tentang tokoh tertentu yang dapat
diteladani (bisa kesuksesannya, perjuangan hidupnya, bisa pula
kegagalan hidupnya). Fokusnya biasanya adalah unsur manusiawi.
c. How to do it feature, yaitu berita kisah tentang penjelasan bagaimana
melakukan sesuatu. Petunjuk tentang perjalanan mudik bisa menjadi
contoh model ini.
d. Human interest feature, yaitu berita kisah yang menonjolkan hal-hal
yang menyentuh perasaan pembaca.

Laporan mendalam
Pada dasarnya bentuk laporan mendalam sama dengan berita kisah.
Perbedaannya terletak pada kandungan kemanusiaannya. JIka dalam berita
kisah faktor manusiawi menjadi pertimbangan utama, laporan mendalam
belum tentu memuat unsur manusiawi. Laporan mendalam lebih
memfokuskan diri pada investigasi suatu peristiwa : mencari tahu secara
lengkap, mendalam, dan analitis.

Elemen dalam berita


Bill Kovach, seorang wartawan yang punya karir panjang dan hebat dari
Amerika Serikat, dalam bukunya yang berjudul, The Elements of Journalism:
What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (2001),
merumuskan sembilan elemen jurnalistik.
Wartawan yang karirnya di bidang jurnalistik nyaris tanpa cacat ini,
menulis buku The Elements of Journalism bersama rekannya Tom Rosenstiel.
Kovach memulai karirnya sebagai wartawan pada 1959 di sebuah suratkabar kecil
sebelum bergabung dengan The New York Times, salah satu suratkabar terbaik di
Amerika Serikat, dan membangun karirnya selama 18 tahun di sana.
Kovach mundur ketika ditawari jadi pemimpin redaksi harian Atlanta
Journal-Constitution. Di bawah kepemimpinannya, harian ini berubah jadi
suratkabar yang bermutu. Hanya dalam dua tahun, Kovach membuat harian ini
mendapatkan dua Pulitzer Prize, penghargaan bergengsi dalam jurnalisme

4
Amerika. Total dalam karirnya, Kovach menugaskan dan menyunting lima
laporan yang mendapatkan Pulitzer Prize. Pada 1989-2000 Kovach jadi kurator
Nieman Foundation for Journalism di Universitas Harvard yang tujuannya
meningkatkan mutu jurnalisme.
Sedangkan Tom Rosentiel adalah mantan wartawan harian The Los
Angeles Times spesialis media dan jurnalisme. Kini sehari-harinya Rosenstiel
menjalankan Committee of Concerned Journalists –sebuah organisasi di
Washington D.C. yang kerjanya melakukan riset dan diskusi tentang media.
Sembilan elemen jurnalisme yang dimaksud adalah :
1. Kebenaran
Kovach dan Rosenstiel menerangkan bahwa masyarakat butuh
prosedur dan proses guna mendapatkan apa yang disebut kebenaran
fungsional. Contoh : polisi melacak dan menangkap tersangka berdasarkan
kebenaran fungsional; hakim menjalankan peradilan juga berdasarkan
kebenaran fungsional; dosen mengajarkan dasar-dasar jurnalistik kepada
mahasiswa broadcasting atau ilmu komunikasi adalah kebenaran
fungsional. Semua ini adalah kebenaran fungsional.
Namun apa yang dianggap kebenaran ini senantiasa bisa direvisi.
Seorang terdakwa bisa dibebaskan karena tak terbukti salah. Hakim bisa
keliru. Materi kuliah dasar-dasar jurnalistik, bisa salah. Bahkan hukum-
hukum ilmu alam pun bisa direvisi.
Hal ini pula yang dilakukan jurnalisme. Bukan kebenaran dalam
tataran filosofis. Tapi kebenaran dalam tataran fungsional.
Orang butuh informasi lalu lintas agar bisa mengambil rute yang
lancar. Orang butuh informasi harga, kurs mata uang, ramalan cuaca, hasil
pertandingan bola dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhannya dan
untuk mengambil keputusan.
Kebenaran yang diberitakan media dibentuk lapisan demi lapisan.
Ibaratnya stalagmit, tetes demi tetes kebenaran itu membentuk stalagmit
yang besar. Makan waktu, prosesnya lama. Tapi dari kebenaran sehari-hari
ini pula terbentuk bangunan kebenaran yang lebih lengkap.

5
Contoh tabrakan lalu lintas. Hari pertama seorang wartawan
memberitakan kecelakaan itu. Di mana, jam berapa, jenis kendaraannya
apa, nomor polisi berapa, korbannya bagaimana. Hari kedua berita itu
mungkin ditanggapi oleh pihak lain. Mungkin polisi, mungkin keluarga
korban. Mungkin ada koreksi. Maka pada hari ketiga, koreksi itulah yang
diberitakan. Ini juga bertambah ketika ada pembaca mengirim surat
pembaca, atau ada tanggapan lewat kolom opini. Demikian seterusnya.
Jadi kebenaran dibentuk hari demi hari, lapisan demi lapisan.

2. Bertanya : “Kepada siapa wartawan harus menempatkan loyalitasnya?


Pada perusahaannya? Pada pembacanya? Atau pada masyarakat?”
Pertanyaan ini penting karena sejak 1980-an banyak wartawan
Amerika yang berubah jadi orang bisnis. Sebuah survei menemukan
separuh wartawan Amerika menghabiskan setidaknya sepertiga waktu
mereka buat urusan manajemen ketimbang jurnalisme. Ini memprihatinkan
karena wartawan punya tanggungjawab sosial yang tak jarang bisa
melangkahi kepentingan perusahaan di mana mereka bekerja. Walau pun
demikian, dan di sini uniknya, tanggungjawab itu sekaligus adalah sumber
dari keberhasilan perusahaan mereka. Perusahaan media yang
mendahulukan kepentingan masyarakat justru lebih menguntungkan
ketimbang yang hanya mementingkan bisnisnya sendiri.
Kovach dan Rosenstiel khawatir banyaknya wartawan yang
mengurusi bisnis bisa mengaburkan misi media dalam melayani
kepentingan masyarakat. Bisnis media beda dengan bisnis kebanyakan.
Dalam bisnis media ada sebuah segitiga. Sisi pertama adalah pembaca,
pemirsa, atau pendengar. Sisi kedua adalah pemasang iklan. Sisi ketiga
adalah masyarakat (citizens).
Berbeda dengan kebanyakan bisnis, dalam bisnis media, pemirsa,
pendengar, atau pembaca bukanlah pelanggan (customer). Kebanyakan
media, termasuk televisi, radio, maupun dotcom, memberikan berita secara
gratis. Orang tak membayar untuk menonton televisi, membaca internet,
atau mendengarkan radio. Bahkan dalam bisnis suratkabar pun,

6
kebanyakan pembaca hanya membayar sebagian kecil dari ongkos
produksi. Ada subsidi buat pembaca.
Adanya kepercayaan publik inilah yang kemudian “dipinjamkan”
perusahaan media kepada para pemasang iklan. Dalam hal ini pemasang
iklan memang pelanggan. Tapi hubungan ini seyogyanya tak merusak
hubungan yang unik antara media dengan pembaca, pemirsa, dan
pendengarnya.

3. Disiplin Dalam Melakukan Verifikasi


Disiplin mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip,
ingatan yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat.
Disiplin verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan hiburan,
propaganda, fiksi atau seni.
Mereka berpendapat, “saudara sepupu” hiburan yang disebut
infotainment (dari kata information dan entertainment) harus dimengerti
wartawan agar tahu mana batas-batasnya. Infotainment hanya terfokus
pada apa-apa yang menarik perhatian pemirsa dan pendengar. Jurnalisme
meliput kepentingan masyarakat yang bisa menghibur tapi juga bisa tidak.
Batas antara fiksi dan jurnalisme memang harus jelas. Jurnalisme
tak bisa dicampuri dengan fiksi setitik pun.
Contoh pengalaman Mike Wallace dari CBS yang difilmkan dalam The
Insider.
Film ini bercerita tentang keengganan jaringan televisi CBS menayangkan
sebuah laporan tentang bagaimana industri rokok Amerika memakai zat
kimia tertentu buat meningkatkan kecanduan perokok. Kejadian itu sebuah
fakta. Namun Wallace keberatan karena ada kata-kata yang diciptakan dan
seolah-olah diucapkan Wallace.
Sutradara Michael Mann mengatakan film itu “pada dasarnya akurat”
karena Wallace memang takluk pada tekanan pabrik rokok. Jika kata-kata
diciptakan atau motivasi Wallace berbeda antara keadaan nyata dan dalam
film, Mann berpendapat itu bisa diterima.

7
Dalam kasus itu, keterpaduan (utility) jadi nilai tertinggi ketimbang
kebenaran harafiah. Fakta disubordinasikan kepada kepentingan fiksi.
Mann membuat film itu dengan tambahan drama agar menarik perhatian
penonton.
Lantas bagaimana dengan beragamnya standar jurnalisme?
Tidakkah disiplin tiap wartawan dalam melakukan verifikasi bersifat
personal?
Kovach dan Ronsenstiel menerangkan memang tak setiap
wartawan punya pemahaman yang sama. Tidak setiap wartawan tahu
standar minimal verifikasi. Susahnya, karena tak dikomunikasikan dengan
baik, hal ini sering menimbulkan ketidaktahuan pada banyak orang karena
disiplin dalam jurnalisme ini sering terkait dengan apa yang biasa disebut
sebagai objektifitas.
Orang sering bertanya apa objektifitas dalam jurnalisme itu?
Apakah wartawan bisa objektif? Bagaimana dengan wartawan yang punya
latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, kewarganegaraan, etnik,
agama dan pengalaman pribadi yang nilai-nilainya berbeda dengan nilai
dari peristiwa yang diliputnya?
Kovach dan Rosenstiel menjelaskan, pada abad XIX tak mengenal
konsep objektifitas itu. Wartawan zaman itu lebih sering memakai apa
yang disebut sebagai realisme. Mereka percaya bila seorang reporter
menggali fakta-fakta dan menyajikannya begitu saja maka kebenaran
bakal muncul dengan sendirinya.
Ide tentang realisme ini muncul bersamaan dengan terciptanya
struktur karangan yang disebut sebagai piramida terbalik di mana fakta
yang paling penting diletakkan pada awal laporan, demikian seterusnya,
hingga yang paling kurang penting. Mereka berpendapat struktur itu
membuat pembaca memahami berita secara alamiah.
Metode jurnalisme bisa objektif. Tapi objektifitas ini bukanlah
tujuan. Objektifitas adalah disiplin dalam melakukan verifikasi.
Sayang, dengan berjalannya waktu, pemahaman orisinal terhadap
objektifitas ini diartikan keliru.

8
Bagaimana metode yang objektif itu bisa dilakukan?
Kovach dan Rosenstiel menerangkan betapa kebanyakan wartawan
hanya mendefinisikan objektifitas sebagai dengan liputan yang berimbang
(balance), fairness serta akurat.
Berimbang maupun fairness adalah metode. Bukan tujuan.
Keseimbangan bisa menimbulkan distorsi bila dianggap sebagai tujuan.
Kebenaran bisa kabur di tengah liputan yang berimbang. Fairness juga bisa
disalahmengerti bila ia dianggap sebagai tujuan. Fair terhadap sumber atau
fair terhadap pembaca?
Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi :
– Jangan menambah atau mengarang apa pun;
– Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun
pendengar;
– Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan
motivasi Anda dalam melakukan reportase;
– Bersandarlah terutama pada reportase Anda sendiri;
– Bersikaplah rendah hati.

4. Independensi
Kovach dan Rosenstiel berpendapat, wartawan boleh
mengemukakan pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam berita).
Mereka tetap dibilang wartawan walau menunjukkan sikapnya dengan
jelas.
Kalau begitu wartawan boleh tak netral?
Menjadi netral bukanlah prinsip dasar jurnalisme. Impartialitas
juga bukan yang dimaksud dengan objektifitas.
Prinsipnya, wartawan harus bersikap independen terhadap orang-
orang yang mereka liput.
Jadi, semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih
penting ketimbang netralitas.
Namun wartawan yang beropini juga tetap harus menjaga akurasi
dari data-datanya. Mereka harus tetap melakukan verifikasi, mengabdi

9
pada kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai ketentuan lain yang
harus ditaati seorang wartawan.
Kesetiaan pada kebenaran inilah yang membedakan wartawan
dengan juru penerangan atau propaganda. Kebebasan berpendapat ada
pada setiap orang. Tiap orang boleh bicara apa saja walau isinya
propaganda atau menyebarkan kebencian. Tapi jurnalisme dan
komunikasi bukan hal yang sama.
Independensi ini juga yang harus dijunjung tinggi di atas identitas
lain seorang wartawan.
Ada wartawan yang beragama Kristen, Islam, Hindu, Buddha,
berkulit putih, keturunan Asia, keturunan Afrika, Hispanik, cacat, laki-
laki, perempuan, dan sebagainya.
Latar belakang etnik, agama, ideologi, atau kelas, ini
seyogyanya dijadikan bahan informasi buat liputan mereka. Tapi bukan
dijadikan alasan untuk mendikte si wartawan.
Kovach dan Rosenstiel juga percaya, ruang redaksi yang
multikultural bakal menciptakan lingkungan yang lebih bermutu secara
intelektual ketimbang yang seragam.

Bersama-sama wartawan dari berbagai latar ini menciptakan liputan yang


lebih kaya. Tapi sebaliknya, keberagaman ini tak bisa diperlakukan
sebagai tujuan. Dia adalah metode buat menghasilkan liputan yang baik.

5. Memantau kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas


Memantau kekuasaan bukan berarti melukai mereka yang hidupnya
nyaman. Mungkin kalau dipakai istilah Indonesianya, “jangan cari
gara- gara juga.”
Memantau kekuasaan dilakukan dalam kerangka ikut
menegakkan demokrasi.
Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative
reporting --- sebuah jenis reportase di mana si wartawan berhasil
menunjukkan siapa yang salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum,

10
yang seharusnya jadi terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang
sebelumnya dirahasiakan.
Salah satu konsekuensi dari investigasi adalah kecenderungan
media bersangkutan mengambil sikap terhadap isu di mana mereka
melakukan investigasi.
Ada yang memakai istilah advocacy reporting buat mengganti
istilah investigative reporting.
Padahal hasil investigasi bisa salah. Dan dampak yang timbul besar
sekali. Bukan saja orang-orang yang didakwa dibuat menderita tapi juga
reputasi media bersangkutan bisa tercemar serius. Mungkin karena risiko
ini, banyak media besar serba tanggung dalam melakukan investigasi.
Mereka lebih suka memperdagangkan labelnya saja tapi tak benar-benar
masuk ke dalam investigasi.
Bob Woodward dari The Washington Post, salah satu wartawan
yang investigasinya ikut mendorong mundurnya Presiden Richard Nixon
karena skandal Watergate pada 1970-an, mengatakan salah satu syarat
investigasi adalah “pikiran yang terbuka.”

6. Jurnalisme Sebagai Forum Publik


Kovach dan Rosenstiel menerangkan zaman dahulu banyak
suratkabar yang menjadikan ruang tamu mereka sebagai forum publik di
mana orang-orang bisa datang, menyampaikan pendapatnya, kritik, dan
sebagainya. Di sana juga disediakan cerutu serta minuman.
Logikanya, manusia itu punya rasa ingin tahu yang alamiah. Bila
media melaporkan, katakanlah dari jadwal-jadwal acara hingga kejahatan
publik hingga timbulnya suatu trend sosial, jurnalisme ini menggelitik rasa
ingin tahu orang banyak.
Ketika mereka bereaksi terhadap laporan-laporan itu maka
masyarakat pun dipenuhi dengan komentar --- mungkin lewat program
telepon di radio, lewat talk show televisi, opini pribadi, surat pembaca,
ruang tamu suratkabar dan sebagainya.

11
Pada gilirannya, komentar-komentar ini didengar oleh para politisi
dan birokrat yang menjalankan roda pemerintahan. Memang tugas
merekalah untuk menangkap aspirasi masyarakat.
Dengan demikian, fungsi jurnalisme sebagai forum publik
sangatlah penting karena, seperti pada zaman Yunani kuno, lewat forum
inilah demokrasi ditegakkan.

7. Jurnalisme Harus Memikat Sekaligus Relevan


Memikat sekaligus relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering
dianggap dua hal yang bertolakbelakang. Laporan yang memikat dianggap
laporan yang lucu, sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas.
Tapi laporan yang relevan dianggap kering, angka-angka, dan
membosankan.
Padahal bukti-bukti cukup banyak, bahwa masyarakat mau
keduanya. Orang membaca berita olah raga tapi juga berita ekonomi.
Orang baca resensi buku tapi juga mengisi teka-teki silang.
Kovach dan Rosenstiel mengatakan wartawan macam itu pada
dasarnya malas, bodoh, bias, dan tak tahu bagaimana harus menyajikan
jurnalisme yang bermutu.

Menulis narasi yang dalam, sekaligus memikat, butuh waktu lama. Banyak
contoh bagaimana laporan panjang dikerjakan selama berbulan-bulan
terkadang malah bertahun-tahun. Padahal waktu adalah sebuah
kemewahan dalam bisnis media.
Kebanyakan media suka menekankan pada sisi sensasi dari skandal
itu ketimbang isu yang lebih relevan.

8. Kewajiban wartawan menjadikan beritanya proporsional dan komprehensi


Kovach dan Rosenstiel mengatakan banyak suratkabar yang
menyajikan berita yang tak proporsional. Judul-judulnya sensional.
Penekanannya pada aspek yang emosional.

12
Mungkin kalau di Jakarta contoh terbaik adalah harian Rakyat
Merdeka. Suratkabar macam ini seringkali tidak proporsional dalam
pemberitaannya.
Kovach dan Rosenstiel mengambil contoh yang menarik.
Suratkabar sensasional diibaratkan seseorang yang ingin menarik perhatian
pembaca dengan pergi ke tempat umum lalu melepas pakaian,
telanjang. Orang pasti suka dan melihatnya. Pertanyaannya adalah
bagaimana orang telanjang itu menjaga kesetiaan pemirsanya?
Ini berbeda dengan pemain gitar. Dia datang ke tempat umum,
memainkan gitar, dan ada sedikit orang yang memperhatikan. Tapi seiring
dengan kualitas permainan gitarnya, makin hari makin banyak orang yang
datang untuk mendengarkan. Pemain gitar ini adalah contoh suratkabar
yang proporsional.
Proporsional serta komprehensif dalam jurnalisme memang tak
seilmiah pembuatan peta. Berita mana yang diangkat, mana yang penting,
mana yang dijadikan berita utama, penilaiannya bisa berbeda antara si
wartawan dan si pembaca.
Pemilihan berita juga sangat subjektif. Kovach dan Rosenstiel
bilang justru karena subjektif inilah wartawan harus senantiasa ingat agar
proporsional dalam menyajikan berita.
Masyarakat bisa tahu kalau si wartawan mencoba proporsional atau
tidak. Sebaliknya masyarakat juga tahu kalau si wartawan cuma mau
bertelanjang bulat.

9. Setiap wartawan harus mendengarkan hati nuraninya sendiri


Dari ruang redaksi hingga ruang direksi, semua wartawan
seyogyanya punya pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab
sosial.
Menjalankan prinsip itu tak mudah karena diperlukan suasana kerja
yang nyaman, yang bebas, di mana setiap orang dirangsang untuk
bersuara. Menciptakan suasana ini tak mudah karena berdasarkan

13
kebutuhannya, ruang redaksi bukanlah tempat di mana demokrasi
dijalankan. Ruang redaksi bahkan punya kecenderungan menciptakan
kediktatoran.
Seseorang di puncak organisasi media memang harus bisa
mengambil keputusan --- menerbitkan atau tidak menerbitkan sebuah
laporan, membiarkan atau mencabut sebuah kutipan yang panas — agar
media bersangkutan bisa menepati deadline.
Membolehkan tiap individu wartawan menyuarakan hati nurani
pada dasarnya membuat urusan manajemen jadi lebih kompleks. Tapi
tugas setiap redaktur untuk memahami persoalan ini. Mereka memang
mengambil keputusan final tapi mereka harus senantiasa membuka diri
agar tiap orang yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang
langsung pada mereka.
Bob Woodward dari The Washington Post mengatakan,
“Jurnalisme yang paling baik seringkali muncul ketika ia menentang
manajemennya.”

14
MENULIS BERITA

SEBAGIAN kita, mungkin sudah biasa menulis. Entah untuk keperluan


kerja, pendidikan, ataupun kepentingan sehari-hari. Namun, bagaimana agar
tulisan itu indah dan tidak ruwet, syukur-syukur kalau bisa enak dibaca dan perlu,
itulah persoalan yang tak akan pernah pupus. Tak heran bila penulis kawakan pun
tak henti-hentinya dihantui masalah tersebut. Karena itu, mereka juga selalu terus
berlatih menulis, “menggosok dan mengasah penanya”.

Menulis, buatlah seperti Anda mengobrol. Tulis, dan tulislah. Latih, dan
latih terus. Seperti juga belajar naik sepeda, dulu: mungkin jatuh, terkilir, atau
luka, bangun, jatuh, bangun lagi, lantas bisa. Jangan terbebani bahwa tulisan harus
langsung bagus. Jangan merasa terhambat dengan ejaan, tata bahasa, gaya,
akurasi, panjang tulisan, merasa belum (untuk tulisan hukum) ahli hukum. Pasti
nanti ada proses editing, pemenggalan kalimat atau alinea, pengurangan ataupun
penambahan, perbaikan, perapihan. Jarang ada tulisan yang sekali jadi.

Ya, belajar tiada hentinya untuk menyajikan tulisan yang tidak ruwet,
menarik, ataupun enak dibaca. Sulit untuk mengatakan sebuah tulisan telah
mendatangkan kepuasan. Apalagi tuntutan perkembangan zaman, ataupun
pengetahuan pembaca media massa, juga terus meningkat. Untuk itulah, berikut
ini diuraikan sekadar tambahah bagi khazanah teknik mengasah pena tulisan.

I. Berita.

Biasanya, bahan awal dari suatu tulisan untuk media massa berasal dari
berita. Sebagaimana pedoman dasar jurnalistik, yang dimaksud dengan berita
adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan dampak tertentu bagi
masyarakat, khususnya pembaca, sehingga bisa memberikan sesuatu yang baru.
Jadi, bukan sekadar kejadian sehari-hari, misalnya, angkutan umum yang melintas
di tengah kota.

15
Syarat-syarat umum suatu kejadian bisa menjadi berita harus memenuhi
unsur 5W dan 1H. Penjabarannya: What (apa peristiwanya, apakah kejadian luar
biasa, menarik perhatian orang banyak), When (kapan terjadinya, semakin dekat
waktu pencetakan berita tentu kian baik karena semakin hangat), Who (siapa saja
yang terlibat, yang melakukan, yang terkena, adakah tokoh berpengaruh di
masyarakat juga terlibat), Where (dimana tempat kejadian, relevansinya dengan
kedudukan negara Indonesia, relevansinya dengan kepentingan orang banyak),
Why (sebab dan latar belakang kejadian), dan How (bagaimana terjadinya).

Karena alasan persaingan ataupun mempertahankan gengsi, sering pula


sebuah media massa tak gampang mengkategorikan suatu peristiwa untuk
dijadikan sebuah berita. Paling tidak ada 13 syarat agar suatu peristiwa dianggap
layak untuk dijadikan berita, yakni: kehangatan, magnitude (getaran), relevansi,
angle (sudut pandang) yang berbeda dengan media massa lainnya, dramatik, trend
baru, misi, informatif, eksklusif, tokoh, unik, prestisius, dan pertama kali.

Pada prakteknya, berita yang akan disajikan pun harus taat azas yang
sudah dicanangkan, yaitu: 1. Jelas angle lain (untuk bersaing dengan media lain),
2. Akurat (bukan khayalan, fiktif, rekaan), 3. Balance atau cover both side
(seimbang, dua pihak harus diliput, berdasarkan sumber sebanyak mungkin dan
dapat dipercaya), 4. Cek dan Recek (jangan menganggap diri sendiri tahu
banyak), 5. Dalam dan lengkap (tak sampai ada bagian cerita berita yang bolong
dan menimbulkan tanda tanya, ada latar belakang, perspektif, tak seperti berita
koran rutin).

16
Sedangkan untuk pemuatan berita tersebut tentu perlu dirancang bentuk
penyajiannya nanti, termasuk panjang tulisan, tata letak, dan foto ataupun
infografis lainnnya, seperti tabel, diagram, karikatur. Demikian pula prioritas
pemuatan berita tersebut dalam penerbitannya nanti.

Catatan: Untuk bahan tulisan hukum, misalnya, sumber atau bahan tulisan tak
harus bahan berita atau laporan reporter/wartawan di lapangan. Namun, bisa pula
dari kliping berita, peristiwa baru, hasil penelitian, diskusi, seminar, lokakarya,
UU, vonis, pendapat ahli hukum, perjanjian/konvensi internasional, atau
buku/pustaka. Demikian pula untuk bahan tulisan bukan hukum.
Perlu diingat, tulisan atau analisa, pendapat, ataupun ulasan hukum acap
terkait dengan penafsiran hukum. Karenanya, tentu bisa berubah, dengan adanya
perkembangan. Putusan atau pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK), apalagi
Mahkamah Agung, saja bisa berubah. Sering pula, saat ini hendak menulis,
misalnya, isu tentang kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto. Ee, tahu-tahu muncul vonis
MK, yang membatalkan pasal tentang pemberhentian tetap pimpinan KPK. Dalam
hal ini, aspek aktualitas perlu diperhatikan. Ini berarti pula, fokus dan angle (sudut
pandang) tulisan perlu diubah.
Tulisan hukum bisa dimulai dengan tema-tema sederhana. Apalagi di bidang
hukum, banyak nian tema atau isu, baik yang aktual (hangat) ataupun yang tetap
menjadi perdebatan. Misalnya, di bidang hukum pidana, masalah kekerasan,
kesewenang-wenangan, atau rekayasa aparat penegak hukum terhadap tersangka
atau terdakwa; upaya paksa; masa penahanan; batas waktu penyidikan atau
penuntutan; Peninjauan Kembali (PK); grasi; praperadilan; wacana tentang hakim
komisaris; money laundry; dan korupsi. Kemudian di bidang hukum perdata atau
bisnis: cessie, franschise, pengalihan utang, Letter of Credit, dan delik pasar
modal. Lantas di bidang hukum tata negara: konstitusi, checks and balances,
impeachment, sistem presidensial, judicial review, hak azasi manusia (termasuk
gender), kontrol hakim, mutu hakim dan peradilan, reformasi Polri, citra jaksa,
kinerja KPK, dan mafia peradilan. Di bidang hukum administrasi negara: putusan

17
yang mengandung penyalahgunaan wewenang, kesewenang-wenangan,
melanggar AUPB (Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik); legislasi,
sinkronisasi peraturan perundang-undangan, Agraria, dan perburuhan.

II. Struktur Cerita atau Tulisan Berita

Untuk sampai menjadi suatu tulisan berita atau cerita, berita yang
diperoleh dikemas dulu dalam bentuk laporan atau bahan dari reporter atau
wartawan di lapangan. Bahan ini terdiri dari hasil peliputan, baik wawancara,
reportase, maupun hasil investigasi, dan juga hasil riset. Selanjutnya, tinggal
menulis cerita dari bahan-bahan berita tersebut.

Biasanya, bentuk atau struktur tulisan berita meniru bentuk piramida


terbalik. Bentuk ini acap diterapkan koran. Untuk beberapa media cetak, bentuk
piramida terbalik kadang ditinggalkan atau dimodifikasi. Bentuk piramida terbalik
mengandung arti bahwa isi penting, informasi pokok, atau kesimpulan cerita ada
di bagian awal atau permulaan. Dengan begitu, pembaca diharapkan bisa cepat
mengerti cerita tersebut, kendati belum membaca keseluruhan berita atau cerita
tersebut.

Judul tulisan atau cerita biasanya dipilih tidak lebih dari empat kata, yang
bersifat imajinatif atau ekspresif. Berbagai media massa kerap mengandalkan
faktor judul sebagai penggaet minat pembaca. Maksudnya tak lain supaya berita
atau medianya dibaca orang. Karenanya, beberapa media massa tak tanggung-
tanggung bila membuat atau menulis judul berita. Kadang terkesan bombastis,
blunder, kekeliruan logika, atau bahkan terkesan kurang santun.

Adapun yang dimaksud dengan taiching, ini berasal dari kata “I catching”
(tangkap). Ia mengandung poin-poin penting dari suatu tulisan atau cerita, benang
merah, kesimpulan singkat, atau mungkin pertanyaan yang tak terjawab dalam

18
tulisan. Taiching dimaksudkan untuk segera menangkap perhatian pembaca, yang
baru sekejap melihat judul berita atau tulisan, agar selanjutnya pembaca melihat
atau membaca berita tersebut.

Berikutnya, lead atau kepala berita/tulisan, ini diperlukan untuk


menangkap atau menarik perhatian pembaca agar mau terus mengikuti cerita
berita tersebut. Ibaratnya, ia merupakan umpan untuk mengail ikan. Karena itu,
sekali terjadi suatu lead tulisan berita kurang bagus atau membosankan, maka
seterusnya pembaca enggan mengikuti cerita tersebut. Seperti juga bila orang
berpidato atau berdialog dengan orang lain, maka kalimat atau pernyataan pertama
dari orang tersebutlah yang bakal memberi kesan: apakah maksud atau sasaran
komunikasinya bisa dicapai.

Untuk sebuah media berita, lead menjadi sangat penting. Sebab, lead
berfungsi pula sebagai jalan atau pintu masuk ke alur cerita atau tulisan. Jadi, lead
harus bernyawa dan bertenaga. Usahakan ia merupakan kalimat yang terdiri dari
tak lebih 15 kata aktif. Paparan di bawah ini akan mengulas beberapa bentuk lead.

Pada umumnya, bentuk lead dapat digolongkan menjadi empat


kemungkinan. Pertama, untuk menyentuh perhatian pembaca. Contohnya, lead
tulisan tentang suksesi: Calon presiden mendatang, ternyata bukan tokoh yang
selama ini diributkan banyak orang. Kedua, lead bersifat menggelitik rasa ingin
tahu pembaca. Misalnya, lead pada tulisan tentang sertifikat tanah: Yakinkah
Anda bahwa sertifikat tanah di tangan Anda tak palsu?

Yang ketiga, lead yang bersifat mengaduk imajinasi pembaca. Untuk


tulisan tentang hama wereng, umpamanya: Tubuhnya tak sebesar ibu jari orang
dewasa, tapi ulahnya merepotkan jutaan petani. Keempat, lead yang hendak
memberitahu pembaca tentang cerita secara ringkas. Contohnya, lead pada tulisan
tentang kondisi warga kota: Amuk agaknya telah menjadi bagian dari budaya
warga kota.

19
Bila dirinci ragam lead yang pernah diterapkan media massa, sedikitnya
ada 10 varian lead, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Lead ringkasan:
Lead ini sering digunakan untuk tulisan berita keras atau bersifat langsung
(hard news). Gampang dibuat, apalagi bila penulis berita kepepet waktu, bingung,
atau kurang imajinatif. Kelemahannya, yang ditulis pada lead begini cuma inti
cerita. Selanjutnya, terserah kepada pembaca: apakah masih berminat atau tidak
untuk mengikuti atau membaca berita tersebut. Contohnya: Membuat mesin
penetas telur ayam tak gampang bagi Sastro, 30 tahun, yang tak pernah sekolah.
Setelah membaca lead begitu, pembaca akan segera mengetahui bahwa cerita itu
tentang seorang peternak otodidak yang mampu menggapai kemajuan teknologi.

Biasanya, lead ringkasan cocok untuk menulis persoalan atau peristiwa


yang kuat dan menarik. Berita itu diduga akan menarik dengan sendirinya. Begitu
jua, pada praktek jurnalistik selama ini, acap lead ringkasan dimodifikasi lagi,
sehingga menjadi lead kesimpulan. Contohnya: Harta, ada kalanya, membuat
orang gelap mata.

2. Lead bercerita:
Ini lead yang digemari penulis fiksi, entah berupa novel atau cerpan. Ia
menarik dan membenamkan pembaca sebagai tokoh utama cerita, atau
menciptakan suasana langsung bagi pembaca. Lead ini kerap digunakan sebagai
trik dalam film yang baik. Efektif untuk cerita tentang petualangan. Karenanya,
lead ini juga lebih cocok bila untuk jenis cerita atau peristiwa yang cukup
dramatis, mendebarkan, atau unik.

Contoh: Bebatuan besar menengadah sekitar 60 meter di bawah, tatkala


Dul berjuntai di ujung tambang pada lereng curam. Sementara, angin kencang
menampar-nampar di sebelah utara Puncak Pangrango.

20
3. Lead deskriptif:
Lead ini untuk menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang
suatu tokoh atau suasana di tempat kejadian. Cocok untuk menggambarkan profil
dan karakter si tokoh, atau perilaku situasional, tempramen sang tokoh pada
kejadian tertentu. Banyak digunakan kata sifat atau gaya bahasa personifikasi.

Bila lead bercerita menempatkan pembaca “ke dalam diri” si tokoh, maka
lead deskriptif mendudukkan pembaca beberapa meter “di luar”, atau semacam
penonton, yang bisa melihat, mendengar, atau mencium bau si tokoh ataupun
suasana tersebut.

Contohnya: Sraut wajah Dul memias merah, begitu hakim mengetuk vonis
seumur hidup. Juga contoh: Teriakan serdadu dan nyanyi pedih pekerja rodi
seolah-olah menyelimuti rumah berusia 100 tahun itu.

4. Lead kutipan:
Harus diambil kutipan unik, agak aneh, atau nyleneh, dan menggambarkan
cerita. Juga harus disebut kapan, dimana, dalam suasana apa tokoh itu mencuatkan
kutipan tersebut. Contohnya, lead dimaksud pada tulisan tentang kekacauan pada
suatu kongres sebuah organisasi: “Siapapun yang mau merebut pengeras suara,
langkahi dulu mayatku!” seru Dul, pada Kongers Luar Biasa Partai X di Hotel
Horison, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu dinihari pekan lalu.

5. Lead pertanyaan:
Lead ini kurang populer, kurang imajinatif. Kecuali, bila diduga bisa
menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca. Contohnya, pada lead
tulisan tentang sertifikat tanah, sebagaimana disebut di atas.

6. Lead menuding:
Lead ini bermaksud untuk berdialog secara langsung dengan pembaca.
Mengandung kata-kata “Anda”. Tapi, lead jenis ini dianggap sok atau genit,
sehingga kurang populer. Contohnya: Anda kira, Anda warga yang taat hukum?

21
Juga contoh: Tahukah Anda bahwa ikan gurame bukan berasal dari Sulawesi
Selatan yang termashur oleh makanan ikannya itu?

7. Lead penggoda:
Ini untuk mengelabui pembaca, dengan cara bergurau. Biasanya berupa
teka-teki, pendek, dan ringan. Contohnya: Wanita itu bilang, “Ogah, ah,” tapi toh
mau juga. Pembaca bisa menduga yang bukan-bukan tentang cerita itu. Padahal,
ternyata cerita itu tentang seorang gadis yang tadinya jual mahal, lantas mau
dipinang.

8. Lead nyentrik:
Lead ini sangat imajinatif, meski tak terlalu sok puitis. Memikat dan
informatif. Lugas dan tak kenal kompromi. Contohnya, lead pada tulisan berita
tentang kenaikan harga: Hijaulah sayuran, putihlah susu, naik harga makanan, ke
langir biru. Atau bisa pula hanya dengan sepatah kata, contohnya: Bedebah! Tiba-
tiba dari rumah gubuk itu, terlontar seorang lelaki brewok berbadan tegap.

9. Lead ungkapan atau pepatah atau peribahasa:


Contohnya: Bak tongkat membawa rebah, begitulah ulah Pengacara X.
Atau bisa juga: Cinta dan benci, kata orang, hanya sebatas rambut.

10. Lead gabungan:


Dengan semakin berkembangnya praktek jurnalistik, berbagai lead di atas
lantas dimodifikasi atau dikombinasikan.

Bila lead bagus sudah diperoleh, masih ada beberapa pedoman agar lead
tak mubazir. Pertama, lead harus ringkas dan alinea pertama pada tulisan atau
cerita berita yang mengandung lead tersebut jangan terdiri lebih dari empat baris.
Maksudnya, lead ada pada bagian awal dari alinea pertama tulisan berita. Nah,
kalimat-kalimat selanjutnya setelah lead pada alinea pertama tulisan berita berikut
lead tersebut janganlah panjang. Usahakan alinea pertama itu hanya mengandung
empat baris kalimat. Kedua, jangan gunakan lead dengan kata-kata awal seperti

22
ini: Dalam rangka...; Seperti diketahui ...; Sebagaimana sudah kita ketahui...;
Beberapa minggu yang lalu...; Lagi-lagi...; Kembali....

Catatan: Tilik lead pada contoh-contoh tulisan. Lead kesimpulan (sementara) atau
lead untuk mencoba menggugah/menyentuh perhatian pembaca atau lead hendak
memberitahu pembaca tentang ringkasan atau kesimpulan sementara tulisan
secara ringkas. Misalnya, lead pada contoh artikel tentang pengadilan pajak
berupa kalimat: Sebagian besar masyarakat Indonesia, agaknya gampang lupa.
Lead deskripsi, misalnya, lead pada contoh artikel tentang Hukum untuk Wong
Cilik: HINGGA kini, Kholil kapok memakan buah semangka. Lead-lead seperti
lead bercerita atau lead deskripsi mungkin bisa digunakan untuk tulisan tentang
perjalanan atau memoar.
Pada contoh artikel tentang pengadilan pajak, lead dan kalimat-kalimat
berikutnya pada alinea pertama: Sebagian besar masyarakat Indonesia, agaknya
gampang lupa. Tilik saja pada kasus pegawai pajak Gayus Tambunan. Setelah
kasus itu mengharubirukan dunia hukum, banyak orang baru terhenyak dengan
aneka kejanggalan pada pengadilan pajak. Gayus diduga banyak “memanen” duit
dari proses perkara di pengadilan pajak. Sudah begitu, Ketua Mahkamah Agung
(MA) Harifin A. Tumpa menyatakan bahwa MA sebagai peradilan tertinggi tak
bisa apa-apa terhadap pengadilan pajak.
Sedangkan pada contoh artikel tentang hukum untuk wong cilik, lead dan
kalimat-kalimat berikutnya pada alinea pertama: HINGGA kini, Kholil kapok
memakan buah semangka. Rupanya, buruh tani berusia 51 tahun itu merasa
trauma dan ketakutan bila melihat semangka. Betapa tidak, bila buah yang manis
dan mengandung banyak air itulah yang mengantarkan dirinya bersama temannya,
Basar, 40 tahun, ke penjara selama dua bulan 10 hari. Keduanya bahkan kemudian
duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Negeri Kediri, Jawa Timur. Kholil dan
Basar, yang juga buruh tani, dituduh mencuri sebuah semangka, yang cuma
seharga Rp 5 ribu, milik tetangga mereka, pada 21 September 2009.

Berikutnya, tentang bentuk tulisan. Ada tulisan berbentuk spiral, yang


mengandung alinea-alinea yang menguraikan lebih terperinci persoalan pada

23
alinea sebelumnya. Bentuk tulisan lainnya adalah blok, yakni cerita atau tulisan
disajikan dalam alinea-alinea terpisah secara lengkap. Bentuk tulisan begini acap
ada pada berbagai tulisan ilmiah, yang disebut pula sebagai tulisan konvensional,
atau dijuluki sebagai bentuk tulisan taat pada tema. Pada bentuk tulisan begini,
setiap alinea menggaris bawahi atau menegaskan lead-nya. Sementara, pada
praktek jurnalistik, banyak media cetak membuat gabungan atau variasi berbagai
bentuk tulisan itu. Kadang bagian tulisan yang satu spiral, lantas pada bagian
berikutnya blok.

Pada tubuh tulisan, ada unsur yang juga penting, yakni perangkai atau
transisi (bridge). Ini berguna untuk merangkai dan melancarkan alur cerita atau
tulisan. Ia ibaratnya persendian dalam tubuh manusia, atau semacam adukan
semen yang menyekatkan batu bata pada bagian tulisan. Biasanya, perangkai
mengandung kata-kata seperti: selama itu, setelah itu, sebelum itu, sementara itu,
sebab itu, karena itu, karenanya, tapi, toh, namun, ternyata, belakangan, dalam
pada itu, bersamaan itu.

Catatan: Lihat perangkai pada contoh-contoh tulisan. Pada contoh artikel tentang
pengadilan pajak, digunakan kata-kata: jelas, padahal, hebatnya pula, tak cuma
itu.

Galibnya, sebuah tulisan berita atau cerita punya penutup alias kaki atau
celana tulisan. Bermacam-macam jenis penutup tulisan telah dipraktekkan oleh
media massa. Ada penutup bersifat ikhtisar atau ringkasan, penyengat, klimaks
(ini agak konvensional), tanpa penyelesaian, opini atau kesimpulan penulis,
mengingatkan atau menggoda pembaca tentang konteks cerita tersebut.

Catatan: Tilik penutup pada contoh-contoh tulisan. Pada contoh tulisan tentang
pengadilan pajak, penutup ditampilkan sekaligus sebagai alinea penutup: Kini,
dengan mencuatnya kasus pegawai pajak Gayus Tambunan, sekaligus untuk
mengefektifkan pengadilan pajak agar pemasukan negara dari pajak dapat
maksimal, agaknya UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak harus

24
segera direvisi dan mengembalikan wewenang sepenuhnya terhadap pengadilan
pajak ke MA.
Pada contoh tulisan tentang hukum untuk wong cilik, penutup berupa
alinea penutup: Karena itu, KUHAP yang merupakan hukum formil (prosedural)
harus responsif terhadap keinginan publik, berkomitmen pada keadilan substantif,
dan menguntungkan the least well-off.

III. Empat senjata


Setelah lengkap bagian tubuh sebuah tulisan atau cerita berita, masih ada
lagi empat sarana yang memperkuat tulisan, yaitu fokus, deskripsi, anekdot, dan
kutipan.

Fokus berfungsi sebagai bandul atau anting-anting untuk mengontrol alur


cerita, sehingga tetap taat pada pokok cerita. Dengan adanya fokus, maka tulisan
atau cerita berita menjadi tidak melenceng, miring, melebar ke sana ke mari, atau
malah menyimpang. Sebagai contoh, bila ingin menulis soal perbandingan mutu
program UMPTN dan PMDK. Permasalahan yang hendak ditulis cukup dibatasi
pada perguruan tinggi yang menerapkan kedua program seleksi mahasiswa itu, tak
usah ke perguruan tinggi lainnya. Juga tak perlu diulas kondisi sebelum adanya
PMDK.

Sedangkan deskripsi atau gambaran, termasuk warna-warni cerita,


diperlukan agar tulisan bisa menjadi hidup atau segar. Bagaimanapun, tulisan
berita diharapkan menjadi laporan baik bagi pembaca. Dengan kalimat lain, mata,
telinga, dan hidung si penulis atau pembuat berita benar-benar untuk pembaca.
Beberapa koran juga telah menerapkan deskripsi khususnya untuk laporan atau
artikel berita feature, yang tak begitu terkendala oleh faktor kehangatan.

Kemudian soal anekdot, ini merupakan cuplikan kejadian atau bagian


cerita yang lucu. Ia bisa menyegarkan pembaca, Mungkin pula pembaca malah
jadi prihatin setelah membaca anekdot itu. Bak permata, anekdot bisa ditaburkan
pada beberapa bagian tulisan. Misalnya, bila ingin menulis profil seorang dosen

25
killer di suatu fakultas. Selain soal keseriusan dan kepandaian si dosen, termasuk
pola mengajarnya yang ketat, bisa pula disisipkan sisi manusiawinya yang lucu.
Katakanlah, diperoleh informasi atau fakta di lapangan bahwa dosen yang dikenal
disiplin dan sangat teliti itu ternyata pernah lupa meninggalkan isterinya di sebuah
restoran lantaran tiba-tiba ia teringat bahwa ia harus segera menguji seorang
mahasiswa calon sarjana.

Tentang kutipan, ini lebih dimaksudkan agar sebuah tulisan atau cerita
berita menjadi bersifat aktif dan hidup, sehingga tak berkesan datar atau tawar.
Perlu diingat, jangan boros dalam soal kutipan sumber berita. Cari kutipan sumber
yang benar-benar menarik, khas, dan menggambarkan karakter atau keahlian si
sumber. Jangan ambil kutipan klise, yang biasanya diucapkan oleh pejabat.

IV. Senjata pendukung


Untuk amannya sebuah tulisan atau cerita berita, sebaiknya dibuat lebih
dulu out line atau flow chart tulisan. Ini semacam daftar isi pada sebuah karya
ilmiah, atau urut-urutan bagian tulisan. Out line sangat berguna untuk tulisan
sebuah cerita besar atau semacam laporan utama. Pada out line, ada bagian-bagian
besar cerita atau tulisan, ada box, ataupun wawancara khusus. Out line juga bisa
menghindari kemungkinan terjadinya over lapping antar bagian tulisan.

Khusus tentang box, ini merupakan bagian cerita yang punya hubungan
dengan cerita pokok. Namun ia akan mengganggu bila dimasukkan atau disatukan
ke dalam cerita utama. Biasanya, box berisi contoh atau ilustrasi atau kasus unik
yang dianggap mewakili cerita utama.

Untuk membuat tulisan yang bagus dan kuat, tentu saja penulis harus
menguasai permasalahan yang akan ditulis, termasuk tentang istilah dan aspek
teknisnya. Betapa jua, seorang penulis harus terus memperdalam pemahaman
masalah teknis dan aspek filosofis pada obyek tulisannya. Ia juga harus terus
mengikuti perkembangan obyek atau bidang yang ditulisnya, serta perkembangan
masyarakat. Selain itu, tak bisa dilupakan pula, adalah faktor riset dan tak henti-

26
hentinya berdiskusi ataupun menimba ilmu pengetahuan ataupun kearifan dari
orang lain, terutama kalangan ahli ataupun penulis senior.

Untuk semakin membuat tulisannya bagus dan enak dibaca, ada pula
penulis yang gemar bermain sinonim, ungkapan, ataupun gaya bahasa
pengandaian. Ada pula yang suka menonton film, menonton teater, menonton
aneka pentas seni dan budaya, membaca novel, buku-buku sastra, tulisan
perjalanan, biografi, dan memoar. Itu semua tak lain untuk memperkaya khazanah
deskripsi dan keindahan tulisan.

Beberapa penulis kerap pula membalut tulisan dengan opini ataupun


konteks (keadaan) makro. Misalnya, konteks tentang kondisi obyektif masyarakat
yang cenderung anarkis, lekas marah, menggampangkan urusan, menghalalkan
segala cara, main hakim sendiri, atau keadaan pemerintahan yang birokratis, serta
semangat reformasi yang mengharamkan korupsi, kolusi, ataupun suap dan
hadiah.

Catatan: Pada proses menulis, tentu harus diasah terus: pemahaman masalah,
penguasaan keahlian, pengembangan atau penajaman konteks. Contohnya, pada
berita-berita tentang saling silang debat Susno Duadji dan Sjahril Djohan. Jangan
terpaku semata-mata pada perdebatannya, namun harus tetap ingat konteks makro,
yakni berantas mafia hukum, bersihkan total Polri, terutama Bareskrim, juga
institusi penegak hukum lainnya.
Adapun tentang fokus dan angle (sudut pandang), dapat diberikan
gambaran tambahan sebagai berikut: adalah tidak mungkin semua aspek atau sisi
suatu isu atau permasalahan ditulis. Untuk majalah atau koran, mungkin bisa,
yakni melalui tulisan Laporan Utama, yang terdiri dari bagian-bagian tulisan
panjang. Karena itu, harus dipilih salah satu aspek, sisi, atau sudut pandang, yang
menarik atau relevan, umpamanya, dengan perkembangan hukum.
Contohnya, pada isu atau kasus Bank Century. Kalau diblok menurut
kronologis atau isu, paling tidak ada tiga tahap, yakni sebelum bailout, keputusan
bailout Rp 6,7 trilyun, dan setelah bailout atau penyaluran dana bailout yang

27
diduga berdelik penyalahgunaan dana bailout. Sebelum bailout, ada aspek atau
permasalahan merger bank-bank menjadi Bank Century, atau “penggarongan”
dana Bank Century oleh pemilik dan pengurusnya. Lantas ada pemberian fasilitas
pinjaman jangka pendek (FPJP) Rp 689 miliar.
Kalau mau menulis hanya satu angle saja, mungkin, yang menarik, pada
tahap keputusan bailout. Pada tahap ini, bisa memilih salah satu angle: checks &
balances dengan DPR, tanggung jawab presiden, aspek Hukum Tata Usaha
Negara pada keputusan bailout (mengandung penyalahgunaan wewenangkah,
kesewenang-wenangan, atau melanggar AUPB; terjadi korupsi kebijakan?), atau
keabsahan keputusan mengubah nilai simpanan yang dijamin (dari Rp 100 juta,
menurut UU Nomor 24 Tahun 2004; menjadi Rp 2 miliar, dengan Perppu Nomor
3 Tahun 2008).

Begitu memilih salah satu angle, maka fokus pun harus dibatasi hanya
seputar angle tersebut, jangan melebar kemana-mana. Katakanlah dipilih angle
“secara hukum, tepatkah keputusan bailout?”. Maka yang dibahas pada tulisan
adalah perdebatan dan analisa hukum tentang keputusan bailout. Untuk
mengontrol tulisan dengan fokus, maka tahap sebelum atau sesudah bailout hanya
disinggung saja, namun tidak dibahas panjang lebar.

Penulis juga harus bisa memprediksi panjangan tulisan. Jangan membuat


tulisan terlalu panjang, atau bertele-tele. Karena itu, ada pedoman tentang fokus
dan angle (sudut pandang). Fokus membuat tulisan dapat dikontrol. Sementara,
angle berguna agar tak segala aspek atau sisi dari suatu peristiwa ataupun
permasalahan akan ditulis: harus ada pilihan tentang sisi atau sudut pandang mana
yang akan ditulis.

Tentu saja sebuah tulisan yang tak panjang, mungkin bisa menjadi ringkas,
padat, dan jelas, harus dijaga agar tetap segar dan indah, termasuk aliran tulisan
itu, baik sistematika maupun struktur dan gaya, bisa tetap mengalir lancar seperti
air sungai. Seyogyanya, tulisan bisa menyederhanakan suatu permasalahan.
Tulisan tak perlu berkesan pamer atau sok dengan istilah ataupun pendapat hebat.

28
Catatan: Kalimat ataupun sistematika tulisan jangan ruwet. Dibuat sederhana.
Selama ini, tulisan atau bahasa hukum itu ruwet, merusak bahasa Indonesia.
Tulisan jangan sering menggunakan kalimat majemuk, atau banyak anak kalimat,
berkoma-koma, sehingga membuat pembaca pusing atau bisa menimbulkan multi
tafsir.

Penulis juga bisa punya patokan berupa perasaan atau pikirannya sendiri.
Manakala penulis merasa bagian tertentu dari tulisan tak begitu menarik atau tak
penting, ia bisa membuang bagian itu atau memperbaiki lagi tulisannya. Ini juga
penting untuk menjaga agar tulisan tetap punya suspense, greget, dan masalah
yang ditulis tetap berdaya tarik. Bisa penulis mencoba menempatkan diri sebagai
pembaca: bagaimana tulisan itu menurut Anda sebagai pembaca, adakah bagian
tulisan yang kurang menarik?

Pada akhirnya, teknik penulisan tergantung pada aspek latihan ataupun


kebiasaan. Karena itu, biasakanlah atau akrablah dengan kegemaran menulis. Cara
sederhana, bisa saja dimulai dengan rajin menulis diary (buku harian). Untuk
memperlancar alur tulisan, anggap saja Anda seperti sedang bicara secara lisan
atau mengobrol, kongkow, dengan teman-teman Anda. Apa yang Anda utarakan
atau omongkan, itulah yang Anda tulis. Dan, menulis serta latihan terus menerus
tak beda pula dengan belajar naik sepeda: acap kali, jatuh, bangun, untuk
kemudian lancar mengendarai sepeda.

Bila hendak menulis, Anda jangan lantas membayangkan tulisan bagus,


sehingga membuat Anda tak berani atau tak kunjuang jua menulis. Mulai saja
menulis, dengan apa saja yang ada di benak Anda tentang masalah yang akan
ditulis. Tuangkan, alirkan semuanya ke dalam tulisan. Setelah itu, nanti ada proses
editing atau perbaikan. Jarang ada tulisan yang sekali dibuat langsung jadi tulisan
bagus. Sebuah tulisan selalu melalui proses edit, perbaikan.

29
Catatan: Untuk latihan menulis, diantaranya dapat dilakukan dengan, umpamanya,
merekam suatu acara atau perbincangan, kemudian ditranskrip dan dituangkan
dalam bentuk tulisan. Ini untuk bahan kontrol. Bersamaan itu, buat tulisan atau
laporan tentang acara tersebut, atau ulasan ataupun analisa tentang acara itu.
Lantas bandingkan tulisan ini dengan tulisan hasil transkrip.
Bisa pula menulis artikel, opini, esai, ulasan, atau analisa pada in house
magazine atau buletin internal. Nanti bila ada kritik, counter, atau pendapat
berbeda terhadap tulisan itu akan dituangkan pula melalui tulisan lagi.
Selain itu, bisa juga melatih atau mencoba menulis artikel untuk media
cetak atau koran yang belum berskala besar. Misalnya, Warta Kota, SinDo, Media
Indonesia. Untuk itu, perlu dicek pula bagaimana kebiasaan isu, gaya, dan panjang
halaman tulisan atauartikel pada media tersebut.
Contoh-contoh tulisan yang ditampilkan, dari yang sederhana berupa press
release, hingga tulisan-tulisan hukum. Contoh yang sulit berupa opini atau tajuk
rencana pada koran tidak ditampilkan. Untuk press release, usahakan jangan
panjang-panjang, mungkin cukup satu halaman. Data atau informasi lainnya
dijadikan berkas lampiran pendukung berita press release tersebut.

30
Sumber Berita
Informasi : News & Views
Informasi adalah pesan, ide, laporan, keterangan, atau pemikiran. Dalam dunia
jurnalistik, informasi dimaksud adalah news (berita) dan views (opini).
Berita adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita
(news values) –aktual, faktual, penting, dan menarik. Berita disebut juga
“informasi terbaru”. Jenis-jenis berita a.l. berita langsung (straight news), berita
opini (opinion news), berita investigasi (investigative news), dan sebagainya.
Views adalah pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa.
Jenis informasi ini a.l. kolom, tajukrencana, artikel, surat pembaca, karikatur,
pojok, dan esai.
Ada juga tulisan yang tidak termasuk berita juga tidak bisa disebut opini, yakni
feature, yang merupakan perpaduan antara news dan views. Jenis feature yang
paling populer adalah feature tips (how to do it feature), feature biografi, feature
catatan perjalanan/petualangan, dan feature human interest.

Penyusunan Informasi
Informasi yang disajikan sebuah media massa tentu harus dibuat atau disusun
dulu. Yang bertugas menyusun informasi adalah bagian redaksi (Editorial
Department), yakni para wartawan, mulai dari Pemimpin Redaksi, Redaktur
Pelaksana, Redaktur Desk, Reporter, Fotografer, Koresponden, hingga
Kontributor.
Pemred hingga Koresponden disebut wartawan. Menurut UU No. 40/1999,
wartawan adalah “orang yang melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin”. Untuk
menjadi wartawan, seseorang harus memenuhi kualifikasi berikut ini:
1. Menguasai teknik jurnalistik, yaitu skill meliput dan menulis berita, feature,
dan tulisan opini.
2. Menguasai bidang liputan (beat).
3. Menguasai dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Teknis pembuatannya terangkum dalam konsep proses pembuatan berita (news
processing), meliputi:

31
1. News Planning = perencanaan berita. Dalam tahap ini redaksi melakukan Rapat
Proyeksi, yakni perencanaan tentang informasi yang akan disajikan. Acuannya
adalah visi, misi, rubrikasi, nilai berita, dan kode etik jurnalistik. Dalam rapat
inilah ditentukan jenis dan tema-tema tulisan/berita yang akan dibuat dan dimuat,
lalu dilakukan pembagian tugas di antara para wartawan.
2. News Hunting = pengumpulan bahan berita. Setelah rapat proyeksi dan
pembagian tugas, para wartawan melakukan pengumpulan bahan berita, berupa
fakta dan data, melalui peliputan, penelusuran referensi atau pengumpulan data
melalui literatur, dan wawancara.
3. News Writing = penulisan naskah. Setelah data terkumpul, dilakukan penulisan
naskah.
4. News Editing = penyuntingan naskah. Naskah yang sudah ditulis harus
disunting dari segi redaksional (bahasa) dan isi (substansi). Dalam tahap ini
dilakukan perbaikan kalimat, kata, sistematika penulisan, dan substansi naskah,
termasuk pembuatan judul yang menarik dan layak jual serta penyesuaian naskah
dengan space atau kolom yang tersedia.
Setelah keempat proses tadi dilalui, sampailah pada proses berikutnya, yakni
proses pracetak berupa Desain Grafis, berupa lay out (tata letak), artistik,
pemberian ilustrasi atau foto, desain cover, dll. Setelah itu langsung ke percetakan
(printing process).

32
Wawancara
Wawancara sangat penting dalam dunia jurnalistik. Wawancara merupakan proses
pencarian data berupa pendapat/pandangan/pengamatan seseorang yang akan
digunakan sebagai salah satu bahan penulisan karya jurnalistik.

Wawancara vs reportase
Apakah wawancara sama dengan reportase? Jawabnya adalah tidak.
Reportase memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas dari wawancara,
sedangkan wawancara adalah salah satu teknik reportase.

Jenis Wawancara
1. Man in the street interview. Untuk mengetahui pendapat umum
masyarakat terhadap isu/persoalan yang akan diangkat jadi bahan berita.
2. Casual interview. Wawancara mendadak. Jenis wawancara yang dilakukan
tanpa persiapan/perencanaan sebelumnya.
3. Personality interview. Wawancara terhadap figure-figur public terkenal.
Atau orang yang memiliki kebiasaan/prestasi/sifat unik, yang menarik
untuk diangkat sebagai bahan berita.
4. News interview. Wawancara untuk memperoleh informasi dari sumber
yang mempunyai kredibilitas atau reputasi di bidangnya.

Wawancara yang Baik


Agar tugas wawancara kita dapat berhasil, maka hendaknya diperhatikan hal-hal -
antara lain - sebagai berikut:
1. Lakukanlah persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut
menyangkut outline wawancara, penguasaan materi wawancara,
pengenalan mengenai sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita
wawancarai, dan sebagainya.
2. Taatilah peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan
wawancara tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan,
pengenalan terhadap norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu

33
diperhatikan agar kita dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat
pelaksanaan wawancara.
3. Jangan mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah
mencari informasi sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan
berdiskusi. Jika Anda tidak setuju dengan pendapatnya, biarkan saja.
Jangan didebat. Kalaupun harus didebat, sampaikan dengan nada bertanya,
alias jangan terkesan membantah.
Contoh yang baik: "Tetapi apakah hal seperti itu tidak berbahaya bagi
pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak?"
Contoh yang lebih baik lagi: "Tetapi menurut Tuan X, hal seperti itu kan
berbahaya bagi pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri. Bagaimana
pendapat Bapak?"
Contoh yang tidak baik: "Tetapi hal itu kan dapat berbahaya bagi
pertumbuhan iklim demokrasi itu sendiri, Pak."
4. Hindarilah menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah
menanyakan hal-hal yang khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk
memfokuskan jawaban nara sumber.
5. Ungkapkanlah pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to
the point. Selain untuk menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara
sumber tidak kebingungan mencerna ucapan si pewawancara.
6. Hindari pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat
merugikan kita sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk
menjawab hanya pertanyaan terakhir yang didengarnya.
7. Pewawancara hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai
karakter nara sumber. Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara
hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan pemancing yang
membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk nara sumber
yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan
pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan materi wawancara.
8. Pewawancara juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan
nara sumber, dengan cara memanfaatkan waktu luang yang tersedia

34
sebelum dan sesudah wawancara. Kedua belah pihak dapat ngobrol
mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal lain yang berguna
untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses wawancara itu
sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di waktu-
waktu yang akan datang.
9. Jika kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun
musuh tertentu, bersikaplah seolah-olah kita memihaknya, walaupun
sebenarnya tidak demikian. Seperti kata pepatah, "Jangan bicara tentang
kucing di depan seorang pecinta anjing".
10. Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti pers kampus dan
sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya bukan
wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber.
Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan
perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu
caranya adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara
sumber. Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber
tersebut, misalnya nomor teleponnya, alamat villanya, jam berapa saja dia
ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan sebagainya.

Media Cetak VS Media Elektronik


Bagaimana cara memperoleh/mengumpulkan berita? Caranya adalah melalui
reportase, yang bertujuan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin data yang
berhubungan dengan karya jurnalistik yang akan dibuat. Pihak yang menjadi
objek reportase disebut nara sumber. Nara sumber ini bisa berupa manusia,
makhluk hidup selain manusia, alam, ataupun benda-benda mati. Jika nara
sumbernya berupa manusia, maka reportase tersebut bernama wawancara.

Dengan demikian, ada sedikit perbedaan antara reportase dengan wawancara.


Wawancara merupakan bagian dari reportase, dan reportase tidak hanya dapat
dilakukan terhadap manusia.

Namun perlu diingat bahwa wawancara untuk media cetak berbeda dengan

35
wawancara untuk media elektronik. Wawancara untuk media elektronik biasanya
dikemas semenarik mungkin. Sebelum wawancara berlangsung, seringkali
dilakukan briefing antara pewawancara dan nara sumber, yang bertujuan untuk
menjaga kelancaran wawancara. Hal ini dilakukan karena wawancara untuk media
elektronik merupa kan "produk" tersendiri yang "dijual" kepada
pemirsa/pendengar.

Sedangkan dalam media cetak, yang terpenting bagi pembaca adalah tulisan yang
dibuat berdasarkan hasil reportase, sehingga proses wawancara tidaklah penting
bagi mereka. Karena itu, wawancara untuk media cetak dapat berlangsung tanpa
kemasan yang menarik ataupun briefing antara wartawan dengan nara sumber.
Satu-satunya persiapan yang perlu dilakukan adalah persiapan wartawan itu
sendiri, yang mencakup bahan wawancara dan pengetahuan umum mengenai
materi wawancara. Sedangkan proses wawancaranya dapat berlangsung dalam
berbagai situasi dan tempat. Bisa di kantor, di restoran sambil makan siang, lewat
telepon, sambil berjalan menuju halaman parkir, sambil ngobrol, dan sebagainya.
Nah, selamat mewawancara..

Teori Piramida Terbalik


Jurnalisme seringkali disebut sebagai “literature in a hurry,” atau kesusastraan
yang terburu-buru. Dalam pekerjaan-pekerjaan jurnalistik ada unsur ketergesa-
gesaan – kebutuhan akan kecepatan. Itu sebabnya, sejak munculnya surat kabar
sampai sekarang berkembang teknik-teknik penulisan berita yang mengacu pada
kecepatan ini, sehingga berita-berita yang ditulis di surat kabar, apalagi di radio
dan televisi bentuknya singkat, padat, dan ringkas.
Tetapi perlu diketahui bahwa tidak ada satu cara pun yang sama dan dipakai
oleh sejumlah surat kabar dalam penulisannya meskipun acuannya masih itu-itu
juga, yaitu kecepatan. Cobalah perhatikan berita-berita yang ditulis sejumlah surat
kabar tentang peristiwa yang sama, maka kita akan mengerti maksud kalimat di
atas.

36
Sebuah novel atau drama atau hampir semua yang bukan tulisan berita, pada
umumnya memulai ceritanya dengan setting cerita atau latar belakang jalannya
cerita, kemudian berkembang menuju klimaks. Tetapi, tidak demikian dengan
berita, ia menggunakan struktur yang sebaliknya. Berita dimulai dengan ringkasan
atau klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut
dalam alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara
kronologis atau dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Alinea-alinea
berikutnya yang memuat rincian berita disebut tubuh berita dan kalimat pembuka
yang memuat ringkasan berita disebut teras berita atau lead.
Ada alasan praktis mengapa tulisan berita dibuat seperti demikian. Pertama,
itu sesuai dengan naluri manusia dalam menyampaikan suatu berita, yaitu agar
berita tersebut dapat cepat ditangakap oleh pendengarnya.
Selain itu meringkas berita dalam alinea pembuka juga memiliki beberapa
keuntungan praktis diantaranya memungkinkan sebuah surat kabar yang terburu-
buru mengambil berita dari kantor berita – misalnya kantor berita antara – bisa
hanya mengambil alinea pembukannya, atau lead beritanya tanpa harus menunggu
beritanya secara lengkap. Lead ringkasan juga mempermudah pembaca membaca
suatu berita, memuaskan rasa ingin tahu pembaca dengan segera. Kemudian
mempermudah redaktur membuat judul berita dan memungkinkan petugas bagian
tata letak menyusun panjangnya berita ke dalam kolom-kolom halaman suratkabar
dengan memotong berita mulai dari bawah.
5w +1h
Dalam struktur piramida terbalik sebuah berita dimulai dengan ringkasan atau
klimaks dalam alinea pembukanya, kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam
alinea-alinea berikutnya dengan memberikan rincian cerita secara kronologis atau
dalam urutan yang semakin menurun daya tariknya. Artinya seorang penulis berita
mesti mengetahui hal apa saja yang paling hingga yang kurang penting dan
menarik dari sebuah peristiwa. Untuk dapat melacak hal tersebut ada yang dikenal
dengan unsur berita yaitu 5W+1H yaitu who (siapa) adalah nama lengkap dari
orang-orang yang terlibat dalam sebuah kejadian. Jangan lupa harus tepat ejaan
namanya.
1. 
  
  what (apa) adalah tentang apa sebuah peristiwa yang terjadi.

37
2. 
  
  when (kapan) adalah waktu terjadinya sebuah peristiwa.
3. 
  
  where (dimana) adalah lokasi kejadian tempat terjadinya peristiwa.
4. 
  
  why (mengapa) adalah penyebab terjadinya peristiwa tersebut.
5. 
  
  how (bagaimana) adalah gambaran terjadinya sebuah peristiwa.
Luwi Ishwara kemudian juga menambahkan unsur so what (lalu apa) yaitu
dampak sebuah peristiwa terhadap orang-orang yang terlibat dalam sebuah
peristiwa. Lebih jauh juga perlu diterangkan dampaknya bagi pembaca.
Seorang jurnalis yang sudah berpengalaman memiliki kemampuan untuk
“mencium” unsur berita mana yang tepat untuk mengawali dan mengakhiri
sebuah tulisan berita. Meski demikian, bagi penulis yang masih pemula bisa
menggunakan beberapa trik untuk dapat menentukan unsur berita mana yang
paling penting atau menarik dan sebaliknya. Cara yang bisa dilakukan adalah:
1. 
  
  Menempatkan diri kita sebagai seorang pembaca. Apa yang membuat berita itu
penting dan menarik? Seandainya kita terkena dampak berita tersebut, apa yang
diinginkan dan dibutuhkan untuk mengetahui peristiwanya?
2. 
  
   Cara lain adalah dengan metode garis waktu yaitu dengan cara menelusuri
urutan kejadian itu. Mulai dari saat ini, kemudian melihat ke masa mendatang.
Apa yang terjadi sekarang? Bagaimana peristiwa itu mulai berkembang?
Pertanyaan yang memberikan jawaban tentang latar belakang dan kronologi dari
berita kita.
3. 
  
   Teknik yang juga bisa digunakan adalah dengan membayangkan diri sebagai
seorang detektif yang menghadapi misteri atau konflik suatu kasus pembunuhan.
Pertanyaan apa yang akan kita ajukan untuk memecahkan masalah atau kejahatan
itu? Pertanyaan-pertanyaan ini akan berpusat pada apa yang terjadi, motif, akibat,
dan petunjuk untuk mengungkapkan kebenaran.
4. 
  
   Kita juga bisa memulai dengan membuat daftar dari semua pertanyaan yang
timbul dalam pikiran menganai gagasan berita kita. Kemudian dengan
menggunakan semua teknik yang sudah disebutkan, mulai mengerahkan daya
tentang hal-hal penting yang ingin kita liput

38
BERITA DAN JENISNYA

Berita langsung
Yang dimaksud berita langsung (hard news) adalah penulisan berita di mana
informasi terpenting langsung disampaikan (seawal mungkin) pada pembaca.
Format ini biasanya digunakan untuk menyampaikan peristiwa penting yang
sesegera mungkin perlu diketahui oleh pembaca.
Peristiwa yang disampaikan dengan format berita langsung biasanya adalah
peristiwa terkini atau paling aktual atau terkini. Jika informasi peristiwa
sampai ke pembaca agak lambat, nilai beritanya menjadi berkurang. Tolok
ukur aktualitas dalam penulisan berita adalah media massa yang pertama kali
berhasil menginformasikan suatu kejadian kepada pembaca.

Berita ringan
JIka model berita langsung lebih mengutamakan aktualitas, berita ringan tidak
demikian. Berita ringan lebih mengutamakan kemenarikan suatu peristiwa.
Biasanya berita ringan mengiringi berita langsung, yaitu menginformasikan
sisi manusiawi dari sebuah peristiwa penting.
Berita ringan terbagi menjadi dua macam, yaitu
(a) side bar, berita ringan yang merupakan pelengkap dari berita langsung
(hard news)
(b)berita ringan yang berdiri sendiri, tidak berkaitan dengan berita langsung.

Editorial
pengertian editorial adalah karangan pokok dalam surat kabar atau majalah.
Editorial dapat pula didefenisikan sebagai kolom khusus dalam surat kabar
yang berisikan tanggapan media yang bersangkutan terhadap satu peristiwa
aktual. Tanggapan tersebut bisa berupa dukungan, pujian, kritikan bahkan
cemoohan. Editorial banyak mengemukakan pendapat-pendapat atau opini.
Pendapat-pendapat itu berdasarkan analisis terhadap peristiwa atau fakta yang
terjadi, yang menjadi sorotan penting media itu

39
Berita kisah
Yang dimaksud berita kisah adalah tulisan tentang sebuah kejadian yang dapat
menyentuh perasan, menambah pengetahuan pembaca melalui penjelasan
lengkap, rinci, dan mendalam. Berita kisah tidak mementingkan faktor
waktu/aktualitas/kekinian, tetapi lebih mementingkan faktor kemanusiaan dan
penambahan informasi.
Ada beberapa macam berita kisah.
a. News feature, yaitu berita kisah yang ditulis berdasarkan peristiwa
yang baru saja terjadi. Jadi, model ini mengombinasikan unsur penting
dan unsur menarik sekaligus.
b. Profile feature, yaitu berita kisah tentang tokoh tertentu yang dapat
diteladani (bisa kesuksesannya, perjuangan hidupnya, bisa pula
kegagalan hidupnya). Fokusnya biasanya adalah unsur manusiawi.
c. How to do it feature, yaitu berita kisah tentang penjelasan bagaimana
melakukan sesuatu. Petunjuk tentang perjalanan mudik bisa menjadi
contoh model ini.
d. Human interest feature, yaitu berita kisah yang menonjolkan hal-hal
yang menyentuh perasaan pembaca.

Laporan mendalam
Pada dasarnya bentuk laporan mendalam sama dengan berita kisah.
Perbedaannya terletak pada kandungan kemanusiaannya. JIka dalam berita
kisah faktor manusiawi menjadi pertimbangan utama, laporan mendalam
belum tentu memuat unsur manusiawi. Laporan mendalam lebih
memfokuskan diri pada investigasi suatu peristiwa : mencari tahu secara
lengkap, mendalam, dan analitis.

40
BERITA DAN GAYA JURNALISME
Penyimpangan Bahasa Jurnalistik
1. Peyimpangan morfologis
Sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat
aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks
pada kata kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.

2. Kesalahan sintaksis
Kesalahan berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang
benar sehingga sering mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika
yang kurang bagus.

3. Kesalahan kosakata.
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau
meminimalkan dampak buruk pemberitaan.

4. Kesalahan ejaan
Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis
Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis
singkron, dll.

5. Kesalahan pemenggalan
Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja.
Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih
menggunakan program komputer berbahasa Inggris.

41
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah
melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan
kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari
kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang
baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang
berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan
kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak karena penyisipan-penyisipan
yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain
ke dalamnya. Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan
pertautan dengan

(a) memperhatikan kata ganti;


(b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut
pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat
dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat,
pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.

Variasi dapat diperoleh dengan

(1) pemakaian kalimat yang berbeda menurut struktur gramatikalnya;


(2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda, dan
(3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan
keterangan dengan selang-seling.

Dalam hubungannya dengan prinsip penyuntingan tik terdapat beberapa prinsip


yang dilakukan
(1) balancing, menyangkut lengkap-tidaknya batang tubuh dan data tulisan,
(2) visi tulisan seorang penulis yang mereferensi pada penguasaan atas data-
data aktual;
(3) logika cerita yang mereferensi pada kecocokan;
(4) akurasi data;
(5) kelengkapan data, setidaknya prinsip 5wh, dan
(6) panjang pendeknya tulisan karena keterbatasan halaman.

42
Prinsip dasar Bahasa Jurnalistik

(a) Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang


panjang dan bertele-tele.
(b) Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu
menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan
pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 WH,
membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
(c) Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat
tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan
kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian
kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
(d) Lugas, artinya mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi
secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
(e) Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup,
tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
(f) Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat
dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak
menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda,
menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh
karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang
bermakna denotatif.

Terdapat empat prinsip retorika tekstual (Leech)

1. Prinsip prosesibilitas,
menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi
pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses
memahami pesan penulis harus menentukan (a) bagaimana membagi
pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat subordinasi dan
seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana

43
mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling
berkaitan satu sama lain.

2. Prinsip kejelasan
yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa
teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung
ketaksaan akan dengan mudah dan cepat dipahami.

3. Prinsip ekonomi
Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak
dan mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang
utuh akan menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya.
Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana jurnalistik dikonstruksi
agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi teks yang singkat,
dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi konstituen
sintaksis yaitu (i) singkatan; (ii) elipsis, dan (iii) pronominalisasi.
Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara mereduksi
konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik

4. Prinsip ekspresivitas
Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan
agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana
jurnalistik, pesan bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur
pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan
akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut,
maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan
peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan kemudian.

44
Pemakaian Kata, Kalimat Dan Alinea

Bahasa jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Namun


pemakaian bahasa jurnalistik lebih menekankan pada daya
kekomunikatifannya.

1. Pemakaian kata-kata yang bernas. Kata merupakan modal dasar dalam


menulis. Semakin banyak kosakata yang dikuasai seseorang, semakin
banyak pula gagasan yang dikuasainya dan sanggup diungkapkannya.
Dalam penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik
diperhadapkan pada dua persoalan yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan
kata. Ketepatan mempersoalkan apakah pilihan kata yang dipakai sudah
setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan
antara penulis dan pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan
pemakaian kata yang tidak merusak wacana.
2. Penggunaan kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat
proses penyampaian dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat
efektif mampu membuat isi atau maksud yang disampaikan itu tergambar
lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan
kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat.
Selain polanya harus benar, kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang
menarik.
3. Penggunaan alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan
pikiran, suatu kesatuan yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat.
Setidaknya dalam satu alinea terdapat satu gagasan pokok dan beberapa
gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian
dan pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.

45
MENULIS HEADLINE

Headline biasa disebut judul, menonjolkan satu berita dengan teknik


grafika.2. Deadline ada yang terdiri atas nama media massa, tempat
kejadian dan tanggal kejadian.3. Lead ditulis pada paragraf pertama
sebuah berita, sari pati sebuah berita, melukiskan berita secara singkat4.
Body atau tubuh berita, merupakan perkembangan dari berita.

Headline Headline disebut judul berita/sering diartikan sebagai berita


utama karena judul merupakan inti sari berita atau yang mewakili berita.
Pedoman pembuatan headline Harus akurat, Informative dan Fair

Headline itu penting sebab :

1. menyebut/meringkaskan fakta penting dari berita.

2. Ia mengkomunikasikan mood berita

3. Ia menandai arti penting relatif dari suatu berita

Headline Teaser

Headline teaser/ penggoda headline yang berusaha menimbulkan


perhatian dengan cara menimbulkan rasa ingin tahu, headline ini harus
diikuti oleh headline teller sebagi headline sekunder utk memastikan
pembaca mau membaca berita. teaser juga terkait dengan berita feature,
yaitu judulnya feature.

Headline Teller

Headline teller/ pemberitahu headline ini berusaha menarik


perhatian pembaca dengan meringkaskan berita penting dengan jelas dan
tepat. Biasanya langsung kesasaran dan di tulis dengan menggunakan satu
atau dua jenis huruf standar.

46
Macam Headline

Banner headline Judul untuk berita utama, huruf paling besar dan
menempati tempat strategis, Spread headline judul berita yang penting dan
menempati urutan kedua setelah berita utama. Secondary headline judul
berita yang kurang penting , biasanya besar dan ketebalan hurufnya pun
lebih kecil, danSubordinated headline judul berita yang dianggap tidak
penting, dimuat apabila masih ada tempat yang kosong

Jenis-jenis headline

 Headline satu baris adalah satu kalimat yang tidak terputus


 Headline dua baris adalah satu kalimat yang dibagi menjadi dua
baris, masing2 baris dihitung terpisah.
 Headline tiga baris satu kalimat yang dipecah menjadi tiga baris

Deck headline sekunder yang diletakkan dibawah headline utama, selalu


menambah informasi dan membantu menjelaskan berita yang kompleks

Hammer frasa singkat atau bahkan satu kata yang ditulis dengan huruf
yang lebih besar dibandingkan headline yang dibawahnya. Contoh:
Tsunami menelan ratusan korban jiwa dan melenyapkan pemukiman
warga

Tripod adalah kombinasi huruf atau frasa berukuran besar yang diakui
dengan dua baris headline yang diketik dengan ukuran huruf setengahnya.
Meriting recognition: 12 senior selected as high Achievers on PSAT test

Headline jump headline yang mengiringi bagian dari suatu berita yang
berlanjut dihalaman yang berbeda

headline designer headline yang biasanya dipakai untuk feature koran,


yearbook atau majalah

47
Kaidah penyusunan headline

Kalimat biasanya terdiri atas subjek dan prediket,Bentuk kalimat aktif,


Hindari singkatan, Jangan mengulang kata, Gunakan angka walaupun bisa
dengan ejaan dan Jangan menyingkat hari

Selain itu menyusun headline Jangan menggunakan hari dan tanggal


bersama-sama, angan menempatkan headline dan gambar yang tidak ada
kaitannya, Jangan menulis headline yang tidak cocok dengan isinya,
Jangan menggunakan kata penghubung, Gunakan tanda kutip dua, dan
tulis dengan huruf yang jelas dan mudah dibaca

48
TIPOGRAFI & PRODUKSI

Tipografi atau tatahuruf merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf
dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk
menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk
mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.

Dikenal pula seni tipografi, yaitu karya atau desain yang menggunakan
pengaturan huruf sebagai elemen utama. Dalam seni tipografi, pengertian huruf
sebagai lambang bunyi bisa diabaikan.

Huruf dan tulisan memiliki arti amat penting bagi manusia. Bahkan,
yang namanya peradaban atau masa sejarah ditandai dengan peristiwa dikenalnya
tulisan oleh manusia. Zaman sebelum ada tulisan sering disebut zaman prasejarah.
Kalau
kita melihat ke buku atau ke layar komputer, kita akan melihat
huruf dan tulisan. Di jalanan pun Anda akan melihat tulisan. Di
pakaian, di badan mobil dan pesawat terbang, bahkan di gua-gua
purbakala Anda bisa menjumpai tulisan. Selain gambar, HURUF

adalah cara manusia berKOMUNIKASI secara VISUAL

1. Sejarah Tipografi

Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk


bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia dan Indian
Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama
Hieroglif pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari
bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus.

Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke


Yunani dan akhirnya menyebar keseluruh Eropa.

Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad 8 SM di Roma


saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi

49
tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska
yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga
terbentuk huruf-huruf Romawi.

Saat ini tipografi mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan
hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat penggunaan
tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis
pilihan huruf yang ratusan jumlahnya.

2. Tipe/Typeface dan Font

Huruf “A” atau “a” di sebuah tulisan bisa berbeda dari huruf “A” dan “a” yang
lain. Keduanya adalah abjad alfabet yang sama, tapi jenis hurufnya berbeda. Bisa
jadi yang satu lebih tebal atau gemuk dari yang lain, bisa jadi kaki-kaki hurufnya
ada yang memiliki
tangkai, atau lebih pendek atau lebih panjang, dan sebagainya. Sebuah jenis huruf
yang sama kadang diberi nama tertentu (misalnya: Times New Roman). Jenis
huruf ini disebut typeface, atau singkatnya tipe. Sekarang orang juga sering
menyebut jenis
huruf dengan font Di dalam dunia tipografi tradisional (nondigital), yaitu saat
huruf
dicetak menggunakan balok-balok logam, font memiliki arti lain kumpulan balok-
balok huruf logam yang memiliki satu typeface dan satu ukuran tertentu.
Belakangan barulah orang-orang komputer memakai kembali istilah font untuk
bidang tipografi digital.

3. Klasifikasi Rupa huruf

Dalam beberapa literatur tipografi, rupa huruf dapat di golongankan dalam


beberapa klasifikasi, yang berguna untuk mempermudah mengidentifikasi rupa
huruf tersebut. Berdasarkan klasifikasi yang umum dan sering dipakai, klasifikasi
berdasarkan timeline sejarahnya dan fungsinya, rupa huruf digolongkan menjadi:

50
 Blackletter / Old English / Textura, berdasarkan tulisan tangan (script)
yang populer pada abad pertengahan (sekitar abad 17) di Jerman (gaya
gothic) dan Irlandia (gaya Celtic).

 Humanis / Venetian, berdasarkan tulisan tangan (script) gaya romawi di


Italia. Disebut humanis karena goresannya seperti tulisan tangan manusia.

 Old Style, Rupa huruf serif yang sudah berupa metal type, gaya ini sempat
mendominasi industri percetakan selama 200 tahun.

 Transitional, Rupa huruf serif, muncul pertama kali sekitar tahun 1692
oleh Philip Grandjean, diberi nama Roman du Roi atau "rupa huruf raja",
karena dibuat atas perintah Raja Louis XIV.

 Modern / Didone, Rupa huruf serif, muncul sekitar akhir abad 17,
menjelang jaman Modern.

 Slab serif / Egytian Rupa huruf serif, muncul sekitar abad 19, kadang
disebut Egytian karena bentuknya yang mirip dengan gaya seni dan
arsitektur Mesir kuno

 Sans-serif / Rupa huruf tanpa kait

o Grotesque Sans-serif, muncul sebelum abad 20.

o Geometris Sans-serif, bentuk rupa hurufnya berdasarkan bentuk-


bentuk geometris, seperti lingkaran segi empat dan segitiga.

o Humanis Sans-serif, bentuk rupa hurufnya seperti tulisan tangan


manusia.

 Display / dekoratif, muncul sekitar abad 19, untuk menjawab kebutuhan di


dunia periklanan. Cirinya adalah ukuranya yang besar.

51
 Script dan cursive, bentuknya menyerupai handwriting - tulisan tangan
manusia. Script, hurufnya kecil-kecil dan saling menyambung, sedangkan
Cursive tidak.

Selain itu ada juga klasifikasi yang berdasarkan bentuk rupa hurufnya:

 Roman, pada awalnya adalah kumpulan huruf kapital seperti yang biasa
ditemui di pilar dan prasasti Romawi, namun kemudian definisinya
berkembang menjadi seluruh huruf yang mempunyai ciri tegak dan
didominasi garis lurus kaku.

o Serif, dengan ciri memiliki siripan di ujungnya. Selain membantu


keterbacaan, siripan juga memudahkan saat huruf diukir ke batu.

Contoh penggunaan huruf bersirip di nisan Johanna Christine,


Museum Taman Prasasti

o Egyptian, atau populer dengan sebutan slab serif. Cirinya adalah


kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan
ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan
adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.

Salah satu contoh huruf slab serif di nisan Thomas de Souza, di


pintu masuk Museum Taman Prasasti

52
o Sans Serif, dengan ciri tanpa sirip/serif, dan memiliki ketebalan
huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh
huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.

 Script, merupakan goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau
pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya
adalah sifast pribadi dan akrab.

 Miscellaneous, merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah


ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang
dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.

4. Karakter Huruf

1. Vertical : stroke vertikal sebagai stroke utama ex. E, F, H, I, L, T


2. Curved : stroke utama melengkung ex. C, O, Q, S
3. Oblique : stroke utama diagonal ex. A, K, M, V, W, X, Y, Z
4. Combination : stroke utama gambar antara vertikal dan melengkung ex. B, D,
G, J, P, R, U

53
5. Kejelasan bentuk huruf dan Keterbacaan

Kejelasan bentuk huruf (legibility) adalah tingkat kemudahan mata mengenali


suatu karakter / rupa huruf / tulisan tanpa harus bersusah payah. Hal ini bisa
ditentukan oleh:

1. Kerumitan desain huruf, seperti penggunaan siripan, kontras goresan, dan


sebagainya.

2. Penggunaan warna

3. Frekuensi pengamat menemui huruf tersebut dalam kehidupan sehari-hari

Keterbacaan (readability) adalah tingkat kenyamanan / kemudahan suatu susunan


huruf saat dibaca, yang dipengaruhi oleh:

1. Jenis huruf

2. Ukuran

3. Pengaturan, termasuk di dalamnya alur, spasi, kerning, perataan, dan


sebagainya

4. Kontras warna terhadap latar belakang

54
DESAIN & LAYOUT

Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan


gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam
disain grafis, teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-
simbol yang bisa dibunyikan. disain grafis diterapkan dalam disain komunikasi
dan fine art. Seperti jenis disain lainnya, disain grafis dapat merujuk kepada
proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau
pun disiplin ilmu yang digunakan (disain).

Seni disain grafis mencakup kemampuan kognitif dan keterampilan visual,


termasuk di dalamnya tipografi, ilustrasi, fotografi, pengolahan gambar, dan tata
letak....

Pada tahun , Henry Cole menjadi salah seorang yang paling berpengaruh dalam
pendidikan desain di Inggris, ia meyakinkan pemerintah tentang pentingnya
desain dalam sebuah jurnal yang berjudul Journal of Design and Manufactures.
Dia menyelenggarakan The Great Exhibition sebagai perayaan atas munculnya
teknologi industri modern dan desain bergaya Victoria.

Dari tahun 1891 sampai 1896, Percetakan William Morris Kelmscott


mempublikasikan buku karya desain grafis yang dibuat oleh gerakan Arts and
Crafts , dan membuat buku dengan desain yang lebih bagus dan elegan untuk
dijual kepada orang-orang kaya. Morris membuktikan adanya potensi pasar untuk
produk-produk desain grafis. Morris juga mempelopori pemisahan desain grafis
dari seni rupa. Karya –karya Morris dan karya dari pergerakan Private Press
secara langsung mempengaruhi Art Nouveau, dan secara tidak langsung
mempengaruhi perkembangan desain grafis pada awal abad ke 20.

55
Kata Desain Grafis pertama kali digunakan pada tahun 1922 di sebuah esai
berjudul New Kind of Printing Calls for New Design yang ditulis oleh William
Addison Dwiggins, seorang desainer buku Amerika.

Raffe's Graphic Design, yang diterbitkan pada tahun 1927, dianggap sebagai buku
pertama yang menggunakan istilah Desain Grafis pada judulnya

The signage in the London Underground adalah contoh desain klasik pada abad
modern yang menggunakan jenis huruf yang dirancang oleh Edward Johnston
pada tahun 1916.

Pada tahun 1920, Aliran konstuktivisme di Uni Soviet melihat seni yang
berorientasi individu tidak ada gunanya bagi Rusia dan membuat sesuatu yang
dapat diterapkan di dunia nyata. Mereka mendesain bangunan, perangkat teater,
poster, kain, pakaian, perabot, logo, menu, dll.

Jan Tschichold merumuskan prinsip-prinsip dasar tipografi modern pada tahun


1928 dalam bukunya yang berjudul New Typography. Tschichold,
Bauhaus,Herbert Bayer and Laszlo Moholy-Nagy, and El Lissitzky adalah
tipografer yang berpengaruh besar dalam ilmu desain grafis yang kita kenal
sekarang ini. Mereka mempelopori teknik produksi yang digunakan sepanjang
abad ke 20. Pada tahun-tahun berikutnya desain grafis mendapat banyak
pengakuan dan mulai banyak diterapkan. Pasca Perang Dunia II, kebutuhan akan
desain grafis meningkat pesat, terutama untuk periklanan dan kemasan produk.
Perpindahan Sekolah Bauhaus dari Jerman ke Chicago pada tahun 1937
membawa pengaruh besar pada desain di Amerika. Nama- nama yang terkenal
diantaranya Adrian Frutiger(desainer jenis huruf Univers dan Frutiger), Paul
Rand(yang dari akhir 1930-an sampai kematiannya pada tahun 1996
menggunakan prinsip Bauhaus dan menerapkannya padaiklan dan desain logo.

Perkembangan industi desain grafis tumbuh seiring dengan perkembangan


konsumerisme. Hal ini menimbulkan kritik dari berbagai komunitas desain yang
tertuang dalam First Things First manifesto yang pertama kali diterbitkan pada
tahun 1964 dan diterbitkan kembali pada tahun 1999 di majalah Émigré.

56
Konsumerisme terus tumbuh, sehingga terus memacu pertumbuhan ilmu desain
grafis. Hal ini menarik para praktisi desain grafis, beberapa diantaranya adalah :
Rudy VanderLans, Erik Spiekermann, Ellen Lupton and Rick Poynor.

Desain grafis pada awalnya diterapkan untuk media-media statis, seperti buku,
majalah, dan brosur. Sebagai tambahan, sejalan dengan perkembangan zaman,
desain grafis juga diterapkan dalam media elektronik, yang sering kali disebut
sebagai desain interaktif atau desain multimedia.

Batas dimensi pun telah berubah seiring perkembangan pemikiran tentang desain.
Desain grafis bisa diterapkan menjadi sebuah desain lingkungan yang mencakup
pengolahan ruang.

Prinsip Dan Unsur Desain

Unsur dalam desain grafis sama seperti unsur dasar dalam disiplin desain
lainnya. Unsur-unsur tersebut (termasuk shape, bentuk (form), tekstur, garis,
ruang, dan warna) membentuk prinsip-prinsip dasar desain visual. Prinsip-prinsip
tersebut, seperti keseimbangan (balance), ritme (rhythm), tekanan (emphasis),
proporsi ("proportion") dan kesatuan (unity), kemudian membentuk aspek
struktural komposisi yang lebih luas.

Prinsip Desain dalam Penataan Layout

Penataan layout suatu publikasi bidang kerja, hierarkinya lebih tinggi dari sekadar
membuat sebuah grafis atau gambar. Pada desain komunikasi visual, berprinsip
bahwa sebuah publikasi merupakan karya grafis seutuhnya. Sebuah karya artwork
(baca gambar) yang bagus, akan sia-sia jika dipasang dengan tata perwajahan
yang salah.

Hingga saat ini kita masih menjumpai penyusunan layout atau tata perwajahan
yang tidak mengindahkan estetika ruangan. Prinsip-prinsip desain grafis
merupakan bagian yang harus diketahui untuk membantu proses penempatan
elemen-elemen grafis pada bidang publikasi.

57
Prinsip desain grafis itu adalah:

1. Kesederhanaan
Prinsip kesederhanaan ini berhubungan dengan kemampuan daya tangkap rata-
rata manusia di dalam menerima informasi. Manusia secara insting menginginkan
kesederhanaan dalam menerima informasi. Informasi yang rumit tidak akan dapat
dicerna atau diingat oleh si penerima informasi. Jadi, sebuah informasi atau pesan
harus dibuat sesederhana mungkin. Namun dalam penyederhanaan hendaknya
harus memperhatikan segmen kepada siapa informasi itu disampaikan. Pesan yang
terlalu verbal biasanya cendrung diremehkanoleh respondenya.

2. Kontras
Kontras diperlukan untuk menarik perhatian, memberi penekanan terhadap
elemen atau pesan yang ingin disampaikan. Ada beberapa teknik yang dapat
diberikan pada elemen gratis, contohnya sebagai berikut:
a. Menggunakan style Bold dan Italic pada body teks.
b. Memilihkan huruf display yang lebih atraktif.
c. Memanfaatkan kontras dalam warna.
d. Memberikan tekstur pada latar belakang.
e. Memperbesar bagian tertentu yang ingin ditonjolkan.

3. Keseimbangan
Penempatan elemen grafis pada halaman publikasi haruslah memiliki efek
keseimbangan. Keseimbangan dapat merupakan keseimbangan yang formal,
dalam hal ini biasanya susunan yang senantiasa simetris. Dengan tatanan yang
simetris akan mampu memberikan kesan yang formal, seimbang, dapat dipercaya,
dan mapan. Susunan yang asymetris sering dipergunakan untuk menggambarkan
suatu dinamika, energi serta pesan yang tidak formal.

4. Keharmonisan
Harmoni maksudnya memiliki keselarasan antara satu elemen dengan elemen

58
grafis yang lain. Prinsip harmoni itu dapat diwujudkan dalam dua cara:
Harmoni dalam bentuk.
Harmoni dalam bentuk adalah keserasian dalam penempatan elemen-elemen
grafis pada bidang publikasi. Dalam hal ini bersangkutan erat dengan bentuk dan
ukuran publikasi itu sendiri, apakah dalam bentuk halaman penuh, halaman yang
dilipat dua atau tiga, kartu nama, tag, dan sebagainya. Di antara elemen yang
sangat besar pengaruhnya adalah pemilihan bentuk huruf, ukuran, dan
susunannya.

Harmoni dalam tonasi warna.


Keserasian dalam pemasangan warna antar elemen. Serasi didalam harmoni warna
nuansanya bisa sangat luas. Dengan teknologi cetak mutakhir, para seniman tidak
puas dengan estetika yang telah mapan. Kecenderungan memunculkan setting
warna yang memberikan citra baru dan futuristikkadang-kadang sulit dicari
batasannya. Yang mampu menerima konsep semacam ini bergantung pada
segmen yang dituju. Keharmonisan sesuai dengan pandangan responden dewasa
dan matang, berbeda sekali dengan pandangan anak muda yang dinamis.

5. Stressing
Stressing atau penekanan berfungsi untuk memberikan titik-titik tertentu yang
memperoleh fokus perhatian. Sebuah desain yang tidak memiliki stressing
menjadi hampa. Biasanya, desain yang tanpa memiliki stressing ini berfungsi
sebagai latar belakang. Stressing tidak sama dengan kontras. Ia lebih pada titik
perhatian atau eye catching dalam suatu bidang publikasi. Dalam sebuah karya
grafis memungkinkan lebih dari satu Stressing, namun harus dibedakan
tingkatannya agar tidak terkesan berebut perhatian yang akhimya malah
mengaburkan fokus dari pesan.

59
PEMBERITAAN VISUAL

Foto jurnalistik, Mengabarkan sebuah peristiwa secara


sederhanaMenyajikan bukti visual atas sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita
kepada siapa pun melalui media massa, adalah salah satu difinisi sederhana dari
foto jurnalistik. Pada dasarnya manusia adalah makluk visual, dimana dia
mengenal lingkungan sekitarnya dengan melihat sebelum mampu untuk membaca
dan menulis. Sehingga bukti visual itu dapat lebih mudah dimengerti dan difahami
oleh manusia dalam waktu singkat.
Seluruh media massa yang ada saat ini pasti menyajikan informasi visual
dalam tiap edisinya, baik itu laporan peristiwa besar maupun gambar seorang
tokoh. Coba bayangkan seandainya media massa hanya berisi tulisan tanpa ada
informasi visual, tentunya kurang menarik. Sehingga fotografi jurnalistik sudah
memiliki tempat di dalam media massa.
Foto jurnalistik merupakan salah satu produk pemberitaan yang
dihasilkan oleh wartawan selain tulisan yang berbau berita (straight news/ hard
news, berita bertafsir, berita berkedalaman/deep reports) maupun non berita
(artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur dan surat pembaca). Dan sebagai
produk dalam pemberitaan, tentunya foto jurnalistik memiliki peran penting
dalam media massa. Jadi karya foto jurnalistik sudah mendapat pengakuan dan
tempat sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat.

Ada beberapa pengertian mengenai foto jurnalistik sebagai ilmu maupun


cabang dari jurnalistik itu sendiri.

60
1. Menurut Oscar Motuloh : “Suatu Pendekatan Visual Dengan Suara Hati”.
Foto jurnalistik adalah suatu medium sajian untuk menyampaikan beragam
bukti visual atas suatu peristiwa pada masyarakat seluas-luasnya, bahkan
hingga kerak di balik peristiwa tersebut, tentu dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Melihat foto jurnalistik sebagai suatu kajian artinya
memasuki matra yang memiliki tradisi kuat tetang proses “sesuatu” yang
dikomunikasikan – dalam hal ini yang bernilai berita – kepada orang lain
atau khalayak lain dalam masyarakat.

2. Wilson Hick redaktur senior majalah ‘Life’ (1937-1950) dalam buku


World and Pictures (New York, Harper and Brothers, Arno Press 1952,
1972), foto jurnalistik adalah media komunikasi verbal dan visual yang
hadir bersamaan.

Dari beberapa ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa foto jurnalistik


merupakan kombinasi antara bentuk visual (foto) dengan kata-kata (yang
memngungkapkan sebuah cerita dari sebuah peristiwa dalam bentuk
kerangka 5W+1H) dan kemudian disebarluaskan/dipublikasikan kepada
masyarakat. Sehingga foto jurnalistik menjadi sebuah berita ataupun informasi
yang dibutuhkan masyarakat, baik skala lokal, regional, nasional maupun pada
tingkat internasional.
Untuk menghasilkan sebuah foto jurnalistik yang baik tentunya seorang
jurnalis foto harus memiliki bekal yang cukup, baik dari sisi teknis fotografi
maupun kemampuan dalam menilai sebuah peristiwa yang memiliki nilai berita.
Kemampuan teknis terukur dari cara dia mengoperasikan kamera, menaklukkan
pencahayaan dan membuat komposisi. Sedangkan menilai bobot peristiwa
berdasarkan wawasan dan referensi dia dalam mencerna sebuah informasi atau isu
dan kemampuan menangkap momen serta membuat caption atau keterangan foto..
Seorang jurnalis foto bukanlah hanya seorang tukang foto semata, namun
dituntut memiliki wawasan yang luas agar menghasikan karya yang memiliki
kualitas. Dalam hal ini seorang fotografer senior Tempo almarhum Ed Zoelverdi
pernah mengatakan bahwa seorang pewarta foto bukanlah sekedar tukang foto.

61
Seorang pewarta foto merupakan penyampai pesan cerita kehidupan dan
menyajikannya melalui sebuah atau serangkaian foto bercerita. ( Buku “Mat
Kodak, Melihat Untuk Sejuta Mata” (Grafitipers, 1985). Dengan wawasan yang
baik tentu karya foto yang dihasilkan mampu memberikan impact kepada orang
lain meski disampaikan secara sederhana. Dengan kesederhanaan itu orang lain
akan lebih mudah mencerna informasi visual yang disampaikan. Namun untuk
menyampaikan informasi visual yang sederhana belum tentu proses yang
sederhana pula untuk membuatnya, beragam proses mungkin harus dilalui untuk
mencapainya. Mencari referensi atau riset tentang subyek, mendatangi nara
sumber, berkenalan, menjalin komunikasi agar mau difoto, hingga menemani
berbincang hingga berjam-jam lamanya dan bahkan menunggu sekalipun adalah
hal yang biasa dilakukan oleh seorang jurnalis foto untuk mendapatkan tujuannya.
Mengapa hal itu harus ditempuh oleh seorang jurnalis foto ? Karena biasanya
kehadiran orang asing apalagi dengan membawa kamera dapat mengubah suasana
yang tadinya berjalan normal menjadi berbeda.
Terkadang proses itu bagi sebagian orang cukup melalahkan, namun untuk
mendapatkan hasil yang maksimal cara seperti itulah yang memungkinkan. Proses
untuk mencapai tujuan dari sebuah bukti visual adalah untuk dapat menyampaikan
pesan dengan baik, dan itu merupakan tujuan dari foto jurnalistik. Untuk
menangkap momentum yang diinginkan tentu kita harus mengenal terlebih dahulu
situasi dan lingkungan yang dihadapi. Jarang sekali terjadi (kalau sedang
beruntung) seorang jurnalis foto mampu mendapatkan momentum tanpa mengenal
atau memiliki referensi yang baik dari sebuah peristiwa. Alih-alih mendapatkan
sesuatu yang diingikan bahkan bisa jadi sebaliknya mendapatkan hal yang
sebaliknya.
Adakalanya seseorang berpendapat, memotret itu kan gampang tinggal
pencet, lihat hasilnya, selesai. Pendapat itu belum tentu salah, bagi orang
kebanyakan hal itu sah-sah saja, namun bagi jurnalis foto hal semacam itu
hendaklah dibuang jauh-jauh. Karena tanggung jawab seorang jurnalis foto
terhadap karya yang dipublikasikan itulah yang menjadi pegangan. Ibaratnya
seorang jurnalis foto adalah wakil dari berjuta pasang mata untuk melihat dan
mengabadikan sebuah peristiwa dan menyajikannya melalui media massa. Proses

62
adalah seni dalam berkarya dan hasilnya adalah pesan yang dapat diterima oleh
masyarakat. Seandainya itu sudah menjadi rutinitas dalam berkarya, sudah barang
tentu kualitas karya seorang jurnalis foto juga akan memiliki bobot yang tinggi.
Bukan lagi hanya dipandang sebagai seorang tukang foto yang dapat dilakukan
oleh orang kebanyakan.

Ilustrasi

Ilustrasi adalah hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing,
lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya yang lebih menekankan hubungan
subjek dengan tulisan yang dimaksud daripada bentuk.

Tujuan ilustrasi adalah untuk menerangkan atau menghiasi suatu cerita, tulisan,
puisi, atau informasi tertulis lainnya. Diharapkan dengan bantuan visual, tulisan
tersebut lebih mudah dicerna

Fungsi khusus ilustrasi antara lain:

 Memberikan bayangan setiap karakter di dalam cerita

 Memberikan bayangan bentuk alat-alat yang digunakan di dalam tulisan


ilmiah

 Memberikan bayangan langkah kerja

 Mengkomunikasikan cerita.

 Menghubungkan tulisan dengan kreativitas dan individualitas manusia.

 Memberikan humor-humor tertentu untuk mengurangi rasa bosan.

 Dapat menerangkan konsep yang disampaikan

Infografis

infografis adalah representasi visual informasi, data atau ilmu pengetahuan secara
grafis. Grafis ini memperlihatkan informasi rumit dengan singkat dan jelas,[1]

63
seperti pada papan, peta, jurnalisme, penulisan teknis, dan pendidikan. Melalui
grafis informasi, ilmuwan komputer, matematikawan dan statistikawan mampu
mengembangkan dan mengomunikasikan konsep menggunakan satu simbol untuk
memroses informasi.

Saat ini, grafis informasi ada di segala bentuk media, mulai dari hasil cetakan
biasa dan ilmiah hingga papan dan rambu jalan. Infografis mengilustasikan
informasi yang memiliki sedikit teks, dan berperan sebagai ringkasan visual untuk
konsep sehari-hari seperti rambu berhenti dan jalan

Bentuk Grafis

Seni grafis adalah cabang seni rupa yang proses pembuatan karyanya
menggunakan teknik cetak, biasanya di atas kertas. Kecuali pada teknik
Monotype, prosesnya mampu menciptakan salinan karya yang sama dalam jumlah
banyak, ini yang disebut dengan proses cetak. Tiap salinan karya dikenal sebagai
'impression'. Lukisan atau drawing, di sisi lain, menciptakan karya seni orisinil
yang unik. Cetakan diciptakan dari permukaan sebuah bahan, yang umum
digunakan adalah: plat logam, biasanya tembaga atau seng untuk engraving atau
etsa; batu digunakan untuk litografi; papan kayu untuk woodcut/cukil kayu. Masih
banyak lagi bahan lain yang digunakan dalam karya seni ini. Tiap-tiap hasil
cetakan biasanya dianggap sebagai karya seni orisinil, bukan sebuah salinan.
Karya-karya yang dicetak dari sebuah plat menciptakan sebuah edisi, pada masa
seni rupa modern masing-masing karya ditandatangani dan diberi nomor untuk
menandai bahwa karya tersebut adalah edisi terbatas.

Media

Seniman grafis berkarya menggunakan berbagai macam media dari yang


tradisional sampai kontemporer, termasuk tinta ber-basis air, cat air, tinta ber-
basis minyak, pastel minyak, dan pigmen padat yang larut dalam air seperti
crayon Caran D'Ache. Karya seni grafis diciptakan di atas permukaan yang
disebut dengan plat. Teknik dengan menggunakan metode digital menjadi
semakin populer saat ini. Permukaan atau matrix yang dipakai dalam menciptakan

64
karya grafis meliputi papan kayu, plat logam, lembaran kaca akrilik, lembaran
linoleum atau batu litografi. Teknik lain yang disebut dengan serigrafi atau cetak
saring (screen-printing) menggunakan lembaran kain berpori yang direntangkan
pada sebuah kerangka, disebut dengan screen. Cetakan kecil bahkan bisa dibuat
dengan menggunakan permukaan kentang atau ketela.

warna

Pembuat karya grafis memberi warna pada cetakan mereka dengan banyak cara.
Seringkali pewarnaannya -- dalam etsa, cetak saring, cukil kayu serta linocut --
diterapkan dengan menggunakan plat, papan atau screen yang terpisah atau
dengan menggunakan pendekatan reduksionis. Dalam teknik pewarnaan multi-
plat, terdapat sejumlah plat, screen atau papan, yang masing-masing menghasilkan
warna yang berbeda. Tiap plat, screen atau papan yang terpisah akan diberi tinta
dengan warna berbeda kemudian diterapkan pada tahap tertentu untuk
menghasilkan keseluruhan gambar. Rata-rata digunakan 3 sampai 4 plat, tapi
adakalanya seorang seniman grafis menggunakan sampai dengan tujuh plat. Tiap
penerapan warna akan berinteraksi dengan warna lain yang telah diterapkan pada
kertas, jadi sebelumnya perlu dipikirkan pemisahan warna. Biasanya warna yang
paling terang diterapkan lebih dulu kemudian ke warna yang lebih gelap.

Pendekatan reduksionis untuk menghasilkan warna dimulai dengan papan kayu


atau lino yang kosong atau dengan goresan sederhana. Kemudian seniman
mencukilnya lebih lanjut, memberi warna lain dan mencetaknya lagi. Bagian lino
atau kayu yang dicukil akan mengekspos (tidak menimpa) warna yang telah
tercetak sebelumnya.

Pada teknik grafis seperti chine-collé atau monotype, pegrafis kadang-kadang


hanya mengecat warna seperti pelukis kemudian dicetak.

Teknik seni grafis dapat dibagi dalam kategori dasar sebagai berikut:

65
 Cetak relief, di mana tinta berada pada permukaan asli dari matrix. teknik
relief meliputi: cukil kayu, engraving kayu, cukil linoleum/linocut, dan
cukil logam/metalcut.

 Intaglio, tinta berada di bawah permukaan matrix. teknik ini meliputi:


engraving, etsa, mezzotint, aquatint, chine-collé dan drypoint;

 planografi di mana matrix permukaannya tetap, hanya mendapat perlakuan


khusus pada bagian tertentu untuk menciptakan image/gambar. teknik ini
meliputi: litografi, monotype dan teknik digital

 stensil, termasuk cetak saring dan pochoir.

Teknik lain dalam seni grafis yang tidak temasuk dalam kelompok ini adalah
'kolografi' (teknik cetak menggunakan kolase), proses digital termasuk giclée,
medium fotografi serta kombinasi proses digital dan konvensional.

Kebanyakan dari teknik di atas bisa juga dikombinasikan, khususnya yang berada
dalam kategori sama. Misalnya, karya cetak Rembrandt biasanya secara mudah
disebut dengan "etsa", tapi seringkali dipakai juga teknik engraving dan drypoint,
dan bahkan kadang-kadang tidak ada etsa-nya sama sekali

66
ETIKA JURNALISTIK

Profesi dan Etika 

Sebelum kita bicara tentang etika jurnalistik, perlu kita ulas lebih dulu etika
profesi. Hal ini karena jurnalis atau wartawan, seperti juga dokter dan ahli hukum,
adalah sebuah profesi (profession). Apa yang membedakan suatu profesi dengan
jenis pekerjaan lain?

Profesi menurut Webster’s New Dictionary and Thesaurus (1990)

1] adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan khusus dan seringkali


juga persiapan akademis yang intensif dan lama. Seorang dokter ahli bedah,
misalnya, sebelum bisa berpraktek membutuhkan pengetahuan tentang anatomi
tubuh manusia dan pendidikan, sekaligus latihan, cukup lama dan intensif.

Seorang ahli hukum juga harus belajar banyak tentang ketentuan hukum sebelum
bisa berpraktek. Seorang jurnalis juga perlu memiliki keterampilan tulis-menulis,
yang untuk mematangkannya membutuhkan waktu cukup lama, sebelum bisa
menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.

Contoh-contoh ini membedakan dengan jelas antara profesi dengan pekerjaan


biasa, seperti tukang becak, misalnya, yang tidak membutuhkan keterampilan atau
pengetahuan khusus.

Huntington[2] menambahkan, profesi bukanlah sekadar pekerjaan atau vocation,


melainkan suatu vokasi khusus yang memiliki ciri-ciri: 1. 
  
  Keahlian
(expertise)2. 
  
  Tanggungjawab (responsibility)3. 
  
  Kesejawatan (corporateness).

67
Sedangkan etika (ethics) adalah suatu sistem tindakan atau perilaku, suatu prinsip-
prinsip moral, atau suatu standar tentang yang benar dan salah. Dengan demikian
secara kasar bisa dikatakan, etika profesi adalah semacam standar aturan perilaku
dan moral, yang mengikat profesi tertentu.

Etika jurnalistik adalah standar aturan perilaku dan moral, yang mengikat para
jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya.Etika jurnalistik ini penting.
Pentingnya bukan hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas
pekerjaan si jurnalis bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau
menghindarkan khalayak masyarakat dari kemungkinan dampak yang merugikan
dari tindakan atau perilaku keliru dari si jurnalis bersangkutan.

Perumus Kode Etik

Lalu siapa yang berhak merumuskan Kode Etik Jurnalistik ini? Kode Etik
biasanya dirumuskan oleh organisasi profesi bersangkutan, dan Kode Etik itu
bersifat mengikat terhadap para anggota organisasi.

Misalnya: IDI (Ikatan Dokter Indonesia) membuat Kode Etik Kedokteran yang
mengikat para dokter anggota IDI. Begitu juga Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia),
atau Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia), dan seterusnya.Di Indonesia, Aliansi Jurnalis
Independen (AJI), sebagai salah satu organisasi profesi jurnalis, telah
merumuskan Kode Etik sendiri.

AJI bersama sejumlah organisasi jurnalis lain secara bersama-sama juga telah
menyusun Kode Etik Jurnalis Indonesia, yang diharapkan bisa diberlakukan untuk
seluruh jurnalis Indonesia.Selain organisasi profesi, institusi media tempat si
jurnalis itu bekerja juga bisa merumuskan Kode Etik dan aturan perilaku (Code of
Conduct) bagi para jurnalisnya.

Harian Media Indonesia, misalnya, sudah memiliki dua hal tersebut.[3] Isinya
cukup lengkap, sampai ke soal “amplop”, praktek pemberian uang dari sumber
berita kepada jurnalis, yang menimbulkan citra buruk terhadap profesi jurnalis
karena seolah-olah jurnalis selalu bisa dibeli.

68
Meskipun disusun oleh organisasi profesi atau institusi media yang berbeda-beda,
di Indonesia atau pun di berbagai negara lain, isi Kode Etik pada umumnya
bersifat universal dan tak banyak berbeda.

Tentu saja tidak akan ada Kode Etik yang membolehkan jurnalis menulis berita
bohong atau tak sesuai dengan fakta, misalnya. Variasi kecil yang ada mungkin
saja disebabkan perbedaan latar belakang budaya negara-negara bersangkutan.
Untuk gambaran yang lebih jelas, sebagai contoh di sini disajikan Kode Etik AJI.

Kode Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI)[4]

1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang


benar.

2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan


keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan
komentar.

3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan
kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.

5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui


masyarakat.

6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto,


dan dokumen.

7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar


belakang, off the record, dan embargo.

8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.

69
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas
korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.

10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,


diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi
seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit
mental, atau latar belakang sosial lainnya.

11. Jurnalis menghormati privasi seseorang, kecuali hal-hal itu bisa merugikan
masyarakat.

12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan,


kekejaman, kekerasan fisik dan seksual.

13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk
mencari keuntungan pribadi.

14. Jurnalis dilarang menerima sogokan.

15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.

16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.

17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang


menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.

18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh
Majelis Kode Etik.

Majelis Kode Etik

Anggota Majelis ini dipilih untuk masa kerja dua tahun. Jumlah dan kriteria
anggota Majelis ini ditentukan oleh Kongres AJI. Jika ada anggota Majelis yang
tidak dapat melaksanakan tugasnya, maka pengisian lowongan anggota tersebut
ditetapkan oleh Majelis dengan persetujuan pengurus AJI Indonesia.

70
Tugas Majelis Kode Etik, antara lain:

1. Melakukan pengawasan dalam pelaksanaan Kode Etik

2. Melakukan pemeriksaan dan penelitian yang berkait dengan masalah


pelanggaran Kode etik oleh anggota AJI.

3. Mengumpulkan dan meneliti bukti-bukti pelanggaran Kode Etik.

4. Memanggil anggota yang dianggap telah melakukan pelanggaran Kode


Etik.

5. Memberikan putusan benar-tidaknya pelanggaran Kode Etik.

6. Meminta pengurus AJI untuk menjatuhkan sanksi atau melakukan


pemulihan nama.

7. Memberikan usul, masukan dan pertimbangan dalam penyusunan atau


pembaruan Kode Etik.

Dewan Pers

Selain Majelis Kode Etik dari AJI, yang cakupan wewenangnya terbatas hanya
untuk anggota AJI, di tingkat nasional juga kita kenal lembaga Dewan Pers, yang
salah satu fungsinya adalah menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik.

Dewan Pers adalah lembaga independen yang dibentuk pada 19 April 2000,
berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 40 Tahun 1999, dalam upaya
mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

71
Anggota Dewan Pers terdiri dari 9 (sembilan) orang, yang mewakili unsur
wartawan, pimpinan perusahaan pers, dan tokoh masyarakat yang ahli di bidang
pers.Selain menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik,

Dewan Pers berfungsi memberi pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian


pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan
pers.Dewan Pers juga memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun
peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan.

Sedangkan tugas Dewan Pers adalah: 

1. Memberikan pernyataan penilaian dan rekomendasi dalam hal terjadinya


pelanggaran Kode Etik, penyalahgunaan profesi, dan kemerdekaan pers.

2. Keputusan Dewan Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.

3. Keputusan atau rekomendasi Dewan Pers dipublikasikan ke media massa.

Harus diingat dan digarisbawahi di sini bahwa Dewan Pers bukanlah lembaga
pengadilan, yang bisa memasukkan jurnalis pelanggar kode etik atau pemimpin
redaksi media massa bersangkutan ke penjara! Keputusan Dewan Pers bukanlah
vonis pengadilan.

Artinya, kalangan masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers tetap
terbuka untuk menempuh jalur hukum (lewat pengadilan), yang keputusannya
memiliki kekuatan hukum. Seperti sudah diutarakan di atas, keputusan Dewan
Pers bersifat mendidik dan non-legalistik.

Pengertian pers menurut para ahli

UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers 


Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik

72
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
R Eep Saefulloh Fatah 
Pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of
democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun
kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah
Oemar Seno Adji 

1. Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau


berita-berita dengan kata tertulis

2. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass
communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik
dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

Kamus Umum Bahasa Indonesia 


Pers berarti:

1. alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar

2. alat untuk menjepit atau memadatkan

3. surat kabar dan majalah yang berisi berita

4. orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.

Kustadi Suhandang 
Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah,
menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-
hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya

73
Wilbur Schramm 
Dalam bukunya Four Theories of the Press yang ditulis oleh Wilbur
Schramm dkk mengemukakan 4 teori terbesar pers, yaitu the authotarian,
the libertarian, the social responsibility dan the soviet communist theory.
Keempat teori tersebut mengacu pada satu pengertian pers sebagai
pengamat, guru, dan forum yang menyampaikan pandangannya tentang
banyak hal yang mengemuka ditengah tengah mesyarakat

McLuhan 
Pers sebagai the extended man, yaitu yang menghubungkan satu tempat
dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada moment
yang bersamaan
Raden Mas Djokomono 
Pers adalah yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat
kabar. Pendapatnya ini yang mampu membakar semangat para pejuang
dalam memperjuangkan hak hak Bangsa Indonesia masa penjajahan B

Fungsi Pers Menurut Undang Undang

Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungsi pers
adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Sementara itu Pasal 6 UU Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut ;

 Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai nilai dasar


demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi
manusia. Selain itu pers juga harus menghormati kebinekaan
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat
dan benr melakukan pengawasan. [1]

 Sebagai pelaku Media Informasi

74
Pers itu memberi dan menyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi
kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan
informasi.

 Fungsi Pendidikan

Pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers memuat tulisan-
tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.

 Fungsi Hiburan

Pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengimbangi berita-berita
berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk cerita pendek,
cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.

 Fungsi Kontrol Sosial

Fungsi ini terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-unsur


sebagai berikut:

1. Social participation (keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan)

2. Social responsibility (pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat)

3. Social support (dukungan rakyat terhadap pemerintah)

4. Social control (kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan


pemerintah)

 Sebagai Lembaga Ekonomi

75
Pers adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang pers dapat memamfaatkan
keadaan di sekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga sosial
dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk
kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

Etika media terkait dengan benar atau salah, baik dan buruk, baik dan buruk
tindakan yang diambil oleh orang yang bekerja untuk media. Etika adalah studi
tentang apa yang harus kita lakukan, etika berkaitan dengan tugas, kewajiban
untuk diri dan tugas kepada orang lain. Etika dibagi menjadi dua macam, pertama
adalah etika personal dan kedua adalah etika masyarakat. Etika masyarakat tidak
mengesampingkan etika masyarakat begitupun juga sebaliknya.

Etika memperbaiki masyarakat dengan menekankan pada perbaikan diri dan


pengambilan keputusan individu, memperbaiki masyarakat dengan mengurangi
kepentingan pribadi kepada keinginan masyarakat dan kooperatif membuat
keputusan yang dirancang untuk menghilangkan friksi atau mencari jalan tengah
dari sebuah permasalahan. Etika berkembang sejalan dengan perkembangan
moral. Ada tiga tahap perkembangan moral: Pertama berdasarkan kepada naluri,
kedua berdasarkan pada kebiasaan dan ketiga berdasarkan hati hnurani (tentang
apa yang baik dan buruk).

Etika media adalah cabang filsafat yang berusaha untuk membantu para jurnalis
dan orang-orang media untuk menentukan bagaimana mereka harus bersikap etis
dalam menjalani pekerjaan mereka. Bersikap etis adalah berkaitan dengan
bagaimana kita tahu apa yang harus dilakukan, dalam sebuah kebebasan untuk
memutuskan sikap atau tindakan di antara berbagai alternatif.

Tiga jenis teori etika adalah deontological (teori absolute atau teori
legalisik),Teleogical (teori konsekuensi) dan teori personal. Teori etika
Deontological adalah berkaitan dengan tugas, dengan mengikuti aturan
formalistik, prinsip, atau prinsip-prinsip. Jika kita mengikuti berarti etis jika tidak
berarti tidak etis. Teori etika Teleogical mengatakan bahwa sesuatu dikatakan etis
apabila kita melakukan sesuatu yang berguna pada seseorang yang kita anggap
penting dalam kehidupan kita. Teori personal atau subjektif mengatakan bahwa

76
etika berdasarkan hati nurani, naluri, atau bimbingan rohani. Teori ini bersifat
tidak rasional karena lebih spontan serta dimotivasi oleh naluri atau spiritual.

Selain tiga teori besar diatas masih ada beberapa sub-teori dalam mempelajari
etika. Sub-teori tersebut adalah Acquired-Virtue Ethics (etika kebajikan), Cultural
relativism (relativisme kebudayaan), Ethical Subjectivism (subyektifitas etika),
Religious Morality (moralitas keagamaan, Ethical Egoism (egoisme etika),
Machiavellian Ethics (etika Machiavellian), Utilitarian Ehtics (etika utilitarian),
Ethical Absolutism (Etika Absolutisme), Antinomian Ethics, Situation Ethics
(Etika Situasi, Intuitive ethics (Etika Naluri, Social Contract Theory (Teori
Kontrak Sosial) dan Existentialist Ethical Theory (Teori Etika Eksistensialis)

Acquired-Virtue Ethics (etika kebajikan)

Aristoteles mengatakan bahwa etika dibangun terutama pada konsep kebajikan


dan praktek kebiasaan tindakan yang mendorong hubungan yang harmonis antara
orang-orang. kebajikan adalah sebuah keadaan dimana pilihan bersifat moderat
dan seimbang berdasarkan rasionalitas seseorang.

Anthony Serafini (1989) mengatakan bahwa kebajikan membawa kebaikan pada


diri sendiri sekaligus pada orang lain. Confusius melalui Golden Rule Negative
mengatakan bahwa prinsip dasar kebajikan adalah “jangan melakukan kepada
orang lain apa yang tidak ingin orang lain lakukan kepadamu”. Yang terpenting
bagi manusia adalah memiliki bersikap baik, bersikap sopan, dan memperhatikan 
kepentingan orang lain dalam semua detail kehidupan sehari-hari.

Cultural relativism

Satu budaya memiliki kode moral yang berbeda dengan budaya yang lain. Hal ini
menghasilkan suatu sistem relativisme budaya. Dalam relativisme budaya etis
tidak ada standar objektif untuk menyebut satu kode sosial yang lebih baik dari
yang lain, masyarakat mempunyai kebudayaan memiliki kode etik yang berbeda
pula, kode moral kebudayaan tertentu tidak serta merta berguna pada kebudayaan

77
yang lain, tidak ada kebenaran universal dalam etika dan tidak lebih dari arogansi
kita untuk menilai perilaku orang lain.

Ethical Subjectivism

Ethical Subjectivism adalah pandangan etika yang mengatakan bahwa pendapat


moral kita hanya didasarkan pada perasaan kita. Seorang yang menganut
subyektivisme etika, hanya mengakui bahwa pendapatnya mewakili perasaan
pribadinya sendiri dan tidak ada hubungannya dengan “kebenaran” dari sebuah
permasalahan. Suatu tindakan dikatakan benar apabila mendapatkan persetujuan
pribadi orang yang akan melakukan tindakan tersebut.

Religious Morality

Tindakan dikatakan etis apabila selalu melakukan apa yang Tuhan kehendaki pada
setiap saat. Solusi dari sebuah masalah ditemukan teori perintah ilahi, di mana
etika yang benar atau secara moral benar berarti diperintahkan oleh Allah dan
moral yang salah berarti dilarang oleh Allah. Sebuah keputusan didasarkan pada
tiga hal yaitupada  masalah keyakinan, iman, dan interpretasi pada konsep
perintah ilahi.

Ethical Egoism

Ethical Egoism mengatakan suatu tindakan dikatakan etis apabila bermanfaat bagi
diri sendiri serta mengatakan bahwa kita harus mengejar sendiri atau
mengutamakan kepentingan diri kita

Machiavellian Ethics

Machiavellian Ethics disebut juga sebagai egoisme pragmatis. Teori ini


menghalalkan segala cara untuk memenuhi segala kepentingan kita. Etis menurut
saya.

Utilitarian Ehtics

78
Utilitarian Ehtics termasuk dalam teori teleogical. Teori ini berorientasi pada
hapiness dan altruistics. Bentham (1823) mengatakan bahwa moralitas lebih dari
kesetiaan kepada aturan abstrak dan bahkan lebih dari menyenangkan Allah
namun sebuah usaha untuk memaksimalkan kebahagiaan di dunia. keputusan etis
adalah menentukan beberapa kemungkinan tindakan yang akan membawa
kebahagiaan untuk sejumlah besar orang.

Ethical Absolutism

Ethical Absolutism termasuk pada golongan teori deontological. Dasar dari teori
ini adalah rasa hormat dan penilaian yang mendalam akan martabat seorang
manusia (Kant, 1959). Sesuatu dikatakan etis apabila tidak merendahkan
martabatorang lain.

Antinomian Ethics

Antinomian Ethics melemparkan semua prinsip-prinsip dasar, aturan, kode,


standar, dan hukum yang menjadi pedoman perilaku. Antinomian cenderung ke
arah anarki atau nihilisme dalam hal moralitas. Seseorang yang dikatakan
bertindak tidak etis adalah korban dari masyarakat yang dibatasi oleh ketatnya
kode moral yang berlaku.

Situation ethics

Situation ethics mengatakan bahwa kita harus mempertimbangkan situasi tertentu


sebelum kita dapat menentukan apa yang etis. Situasi menentukan etika. Setiap
situasi membutuhkan pengambilan keputusan yang etis yang khusus dan berbeda-
beda. Pengambilan keputusan etis ini menggunakan standar apa pun yang mereka
pikir terbaik.

Intuitive ethics

79
Intuitives teori mengatakan bahwa kita secara naluri tahu apa yang benar dan apa
yang salah tanpa ada aturan apriori atau tanpa memerlukan banyak pemikiran
sebelum kita melakukan sebuah tindakan. James Wilson (1993) mengatakan
bahwa Tuhan telah menanamkan rasa moral pada setiap diri manusia. Panduan
hati nurani memutuskan tindakan etis dan suara batin mengarahkan setiap
tindakan seseorang.

Social Contract Theory (Teori Kontrak Sosial)

Social Contract Theory mengatakan bahwa sesuatu dikatakan etis apabila diambil
dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan negara. Hal ini merupakan
jenis kesukarelaan warga dalam menerima aturan-aturan sosial ditegakkan oleh
negara. Negara memfasilitasi hubungan beradab seseorang dengan orang lain
yang dapat menimbulkan konsep etika. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
perbedaan antara orang-orang, dan mengizinkan negara untuk memainkan peranan
lebih penting dalam membuat sistem yang adil dan merata. Salah satu keuntungan
dari teori kontrak sosial adalah bahwa moralitas hanyalah seperangkat aturan
dimana orang yang setuju akan mendapatkan kemudahan.

Existentialist Ethical Theory (Teori Etika Eksistensialis)

etika dan kebebasan yang baik diperlukan untuk kehidupan yang produktif dan
yang menguntungkan baik bagi individu maupun bagi masyarakat.  Martabat
adalah sesuatu yang hanya membatasi tindakan karena seseorang tidak hidup
terisolasi dalam masyarakat, dan semua anggota masyarakat memiliki martabat
manusia yang sama.

DAFTAR PUSTAKA:
Tom E.Rolnicki, C.dow Tate,Sherri a.Taylor,Pengantar Dasar Jurnalisme(ScholasticJournalism),

80
2008,ISBN.978-979-1486-28-6
Rahardi ,R Kunjana.2010. Dasar-Dasar Penyuntingan Bahasa Media ,Jakarta : Gramedia Publishing
Kutipan :
http://indicomm.wordpress.com
http://www.pengertianahli.com
http://beritatutorial.blogspot.com

81

Anda mungkin juga menyukai