Anda di halaman 1dari 32

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup

memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak


maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga
tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya
dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar
pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat
penting manakala kita terjun atau mengetahui jurnalistik.
Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi
yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga
mempunyai tanggung jawab yang berat dalam
menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif
dalam setiap pemberitaannya.
Dasar-Dasar Jurnalistik
Jurnalistik bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan
penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian
berita kepada khalayak melalui saluran media cetak,
elektronik, internet. Jurnalistik mencakup kegiatan dari
peliputan sampai kepada penyebarannya kepada
masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian
sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa
ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media
cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas
menjadi media elektronik seperti radio atau televisi.
Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak
(print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-
akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara
tersambung (online journalism).
Jurnalistik, mempunyai ciri-ciri yang penting untuk
kita perhatikan.
a. Skeptis
 Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang
diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah
keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk
mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke
lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.
b. Bertindak (action)
 Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati
dengan ketajaman naluri seorang wartawan.
c. Berubah
 Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi,
tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.
d. Seni dan Profesi
 Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-
aspek yang unik.
e. Peran Pers
 Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-
peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers
juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan
serta advokasi.
Berita
 Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju
pada kata "berita" atau "news". Lalu apa itu berita? Berita (news) adalah laporan
mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai
fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa.
"News" sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang
artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu
mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita bisa menjabarkannya
dengan "north", "east", "west", dan "south". Bahwa si pencari berita dalam
mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

 Selanjutnya berdasarkan jenisnya, dibedakannya menjadi "straight news" yang


berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering
disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara "straight news" tentang hal-
hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan
sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis
berita yang dinamakan "feature" atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif,
berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah "feature" tidak
terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan
berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau
satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.
Nilai Berita
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai
berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup
beberapa hal, seperti berikut :
 Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
 Aktual: terbaru, belum "basi".
 Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
 Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang
banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
 Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis,
kultural, psikologis).
Lima nilai berita di atas udah dianggap cukup dalam
menyusun berita. Namun, ada juga pendapat lain yakni dua
belas nilai berita dalam menulis berita.

Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:


1) Sesuatu yang unik,
2) Sesuatu yang luar biasa,
3) Sesuatu yang langka,
4) Sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa
orang (tokoh) penting,
5) Menyangkut keinginan publik,
6) Yang tersembunyi,
Dua belas nilai berita (Lanjutan)
6) Sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
7) Sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
8) Pemikiran dari tokoh penting,
9) Komentar/ucapan dari tokoh penting,
10) Kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
11) Hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita


pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting
adalah adanya aktualitas dan pengedepanan
objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.
Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah
sebagai berikut.
 Judul atau kepala berita (headline).
 Baris tanggal (dateline).
 Teras berita (lead atau intro).
 Tubuh berita (body).
Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan
yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih
menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal
yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk
memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang
diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian
tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita
(Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa
fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa
meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi
sebuah opini.
Anatomi Berita dan Unsur-Unsur (Lanjutan)
Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di
dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada
dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang
pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

 Who - siapa yang terlibat di dalamnya?


 What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
 WHERE - di mana terjadinya peristiwa itu?
 Why - mengapa peristiwa itu terjadi?
 When - kapan terjadinya?
 How - bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya


dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini
dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom
(column), pojok dan surat pembaca.
Kode Etik Wartawan Indonesia

1. Wartawan Indonesia bersikap independen,


menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta
sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif
ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara
sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian
pihak lain.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang
profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. Menghormati hak privasi;
c. Tidak menyuap;
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto,
suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan
secara berimbang;
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian
gambar, foto, suara;
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan
wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk
peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-
masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda
dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar,
suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan
menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan
tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi
pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut
diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan
belum menikah.

6. Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi


dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang
mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh
saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan
umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau
fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan
permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber
yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka


atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain
yang terkait dengan kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau
pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun
tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas
pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan
pers.
Peranan Koran Sebagai Media Sosialisasi
Pers yang bebas dan bertanggung jawab amat berperan penting dalam kecerdasan
masyarakat dalam negara yang demokratis. Negara demokratis adalah negara yang
menjamin kebebasan pers dalam kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai mana tekandung dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 33,
disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai wahana komunikasi massa.
Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan
pemerintah, dan antar berbagai
pihak.
2. Sebagai penyebar informasi.
Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada
warga negara (dari atas ke
bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah keatas).
3. Sebagai pembentuk opini.
Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini
kepada masyarakat luas. Opini
terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
4. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga
ekonomi.
Dengan terjaminnya kemerdekaan masyarakat dalam mendapatkan informasi
dan berita, maka masyarakat dapat memberikan pemikiran pemikirannya dalam
hal jurnalistik dan pemberitaan. Terlebih dalam era tranparansi pemberitaan dan
kebebasan pers di Indonesia sekarang ini, dalam hal pemberantasan korupsi,
kolusi dan nepotisme, peranan media amat berperan dalam penyampaian berita
yang transparan. Media ada untuk mempermudah hal tersebut.

Dalam hal ini sebuah surat kabar, intensitas penerbitan surat kabar, intensitas
penerbitan surat kabar bisa muncul lewat ribuan eksemplar setiap harinya,
bahkan ada beberapa surat kabar yang terbit dua kali di setiap harinya, pagi dan
sore hari. Itu hanya sebagian kecil keberadaan sebuah media yang ada, tinggal
bagaimana masyarakat memilih surat kabar yang akan dibaca sesuai kebutuhan.

Surat kabar mempunyai dampak yang luas dalam komunikasi massa,


dikarenakan dampak yang meluas bagi para pembacanya. Menurut Jay Black
dan Frederick C Whitney dalam Yuli Setiowati (2006): “Komunikasi massa adalah
sebuah proses pesan yang diproduksi secara massal atau tidak sedikit, itu
disebarkan kepada massa penerima pesan yang luas”. Dan menurut Joseph R.
Dominick dalam Yuli Setiowati (2006) “Komunikasi massa adalah suatu proses
dimana suatu organisasi yang kompleks dengan bantuan satu atau lebih mesin
memproduksi dan mengirimkan pesan kepada khalayak yang besar, heterogen,
dan tersebar”.
Adapun fungsi komunikasi massa bagi masyarakat
menurut Dominick:
1. Surveillance (Pengawasan)
• Warning Before Surveillance (Pengawasan dan Peringatan)
Fungsi yang terjadi ketika media massa menginformasikan tentang sesuatu yang berupa ancaman, seperti
bahaya tsunami, banjir, gempa, kenaikan harga, dan lain lain.
• Instrumental Surveillance (Pengawasan instrumental)
Penyebaran/penyampaian informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti resep masakan, produk-produk baru, dan lain lain.
2. Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-
kejadian penting, Contoh: Tajuk rencana (Editorial) berisi komentar dan opini dilengkapi perspektif terhadap
berita yang disajikan di halaman lain.
3. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk lingkage
(pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission Of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Fungsi sosialisasi: Cara dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok.
5. Entertainment (Hiburan)
Banyak dijumpai pada media televisi dan radio. Surat kabar pula merupakan sebuah penyampain yang
strategis dalam pemberitaan serta pembangunan opini publik. Karena surat kabar merupakan sarana yang
cukup efektif dalam usaha untuk dapat mencerdaskan masyarakat.
Pemilihan Topik Artikel
Masih banyak orang beranggapan menulis di media massa (surat kabar/koran, majalah,
tabloid) itu sulit. Sebaliknya, tidak sedikit yang berpendapat menulis di media massa itu
gampang. Tidak mudah untuk menilai mana yang benar, mana yang salah. Sangat boleh jadi
keduanya benar. Atau, mungkin yang benar rumusannya: gampang-gampang sulit; atau sulit-
sulit gampang. Maksudnya, memang menulis di media massa itu tidak mudah, namun bukan
berarti sulit melulu sehingga mustahil orang melakukannya. Kalau orang mau mengakui unsur
kesulitannya, mau mendekatinya, bersedia merangkulnya, dan tidak henti-henti menjajalnya,
maka lama-lama akan bisa atau terasa menjadi gampang. Sebaliknya, kalau orang beranjak
dengan anggapan bahwa menulis di media massa itu gampang, bahkan karenanya lalu
menggampangkan (menganggap segalanya gampang, dengan nada congkak), maka justru
akan menjadi sulit, karena dia tidak bakal menghasilkan apa-apa, alias berhenti di tempat,
stagnan.
Dengan perkataan lain, menulis di media massa bisa menjadi gampang, bisa juga menjadi
sulit, tergantung bagaimana masing-masing orang menganggap atau menyikapinya. Satu hal
yang pasti, memang tidak mudah mengubah yang sulit menjadi gampang dalam sekejap.
Membutuhkan proses panjang dan waktu yang tidak sebentar. Mereka yang kini berhasil
menulis di media massa dengan gampang pasti pernah mengalami kegagalan, menjumpai
kesulitan, atau melewati masa-masa sulit. Kemudahan yang didapatnya bukan hadiah gratis
yang jatuh dari langit bak durian runtuh, melainkan hasil kerja keras puluhan atau belasan
tahun yang tidak mengenal berhenti, alias kontinu. Kecuali itu, juga berkat kemauan untuk
membekali diri dengan perlengkapan yang memadai berupa teknik penulisan, serta kejelian
mencari bahan untuk dijadikan isi atau muatan tulisannya. Ketiganya: teknik penulisan, isi, dan
kontinuitas, adalah hal-hal yang tidak boleh dilewatkan kalau orang mau berhasil menulis di
media massa. Ketiganya adalah hal-hal yang harus diakrabi.
Teknik Penulisan
Menulis di media massa bisa diibaratkan seorang prajurit yang maju ke pertempuran. Dia harus
terjun di medan yang sulit dan berat: lembah ngarai luas serasa tak berbatas, belantara lebat, tanah
becek berawa-rawa, bukit terjal dan jurang curam, sungai dalam berair deras, atau padang rumput
yang luas terbuka. Agar mampu menguasai medan dan dapat menaklukkan musuh, dia harus
membekali diri dengan pengetahuan yang memadai tentang topografi dan karakter medan; serta
perlengkapan dan senjata yang nyaris lengkap, seperti: senapan laras pendek, senapan laras
panjang, granat tangan, belati atau sangkur untuk pertempuran jarak dekat, dan sebagainya.
Perlengkapan dan senjata perang itu digunakan satu per satu secara taktis seturut kebutuhan agar
tercapai hasil maksimal. Demikian pula halnya dengan penulis. Agar bisa menembus media massa
dan menenggerkan tulisan di sana, dia harus (bukan hanya seharusnya) membekali diri dengan
pengetahuan yang memadai tentang medan, yakni: jenis media dan komunitas pembaca; serta
perlengkapan dan senjata yang memadai nyaris lengkap berupa teknik-teknik penulisan.
Jenis media, demi mudahnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yakni: media umum
dan media khusus. Masing-masing jenis sudah barang tentu memiliki ciri-ciri dan karakter yang
berbeda. Media umum, seturut statusnya, bersifat umum, memuat hal-hal yang umum (apa saja
bisa masuk), dan ditujukan kepada pembaca umum (siapa pun: tanpa batasan usia, jenis kelamin,
ras, agama, status sosial, dsb.). Karena statusnya yang demikian itu, media jenis ini pada umumnya
memacak tulisan yang sederhana dan lugas, sehingga bisa diterima siapa pun.
Sebaliknya, media khusus, seturut statusnya yang khusus itu, bersifat khusus, memuat hal-hal yang
khusus (misalnya: ilmu pengetahuan populer, interior, otomotif, keagamaan, dsb.), dan ditujukan
kepada pembaca yang khusus pula (pemuda: cowok-cewek; wanita dewasa; anak-anak; orang
lanjut usia, kelompok hobi; komunitas keagamaan; dsb.). Karena statusnya yang demikian, kecuali
menuntut topik-topik khusus, media ini juga menuntut gaya tulisan atau gaya bahasa khusus pula,
yang khas.
Gaya bahasa untuk media massa yang ditujukan kepada pemuda-pemudi,
misalnya: boleh sedikit bebas, longgar dari hukum-hukum ketatabahasaan,
menggunakan idiom-idiom atau istilah- istilah yang populer di kalangan
remaja -- yang lazim disebut "bahasa gaul", dan agak "norak". Sedangkan
tulisan yang ditujukan kepada pembaca wanita dewasa, kecuali menampilkan
tema di seputar kewanitaan, juga disarankan menggunakan bahasa yang
sedikit berbunga-bunga, banyak kiasan, dan ... jangan lupa, romantis.
Sementara itu, tulisan untuk majalah teknologi, yang kebanyakan dibaca oleh
para teknokrat dan teknisi, selayaknya kalau menggunakan gaya bahasa
yang logik-matematik, tanpa banyak bunga-bunga, singkat- padat, "to the
point".
Sebelum memulai, penulis harus tahu betul jenis media dan karakter
pembaca yang disasar oleh media itu. Tanpa mengenali kedua hal ini,
tulisannya hampir bisa dipastikan bakal ditolak. Topik yang pas buat wanita
dewasa dengan gaya bahasa yang sangat bagus, misalnya, akan dimasukkan
ke keranjang sampah oleh redaktur manakala tulisan itu dikirimkan ke sebuah
media umum yang tidak memiliki rubrik kewanitaan. Kerja kerasnya menjadi
sia-sia alias mubazir.
Kecuali dituntut untuk mengenali jenis media dan karakter pembaca yang
disasar, penulis harus (sekali lagi, bukan hanya seharusnya) memiliki
keterampilan yang memadai berwujud teknik-teknik penulisan. Dia, bukan
saja sebatas harus bisa membedakan antara berita, feature, dan artikel,
melainkan lebih dari itu, harus bisa menulisnya dengan sempurna karena tahu
dan menguasai teknik-teknik penulisannya dengan baik (menguasai kaidah-
kaidah kebahasaan) dan benar (menguasai kaidah-kaidah jurnalistik).
Isi atau Muatan
Keberhasilan menulis di media massa diawali dengan pemilihan isi atau muatan tulisan.
Kecuali mempertimbangkan jenis media dan sasaran komunitas pembaca (lihat uraian di atas),
isi atau muatan tulisan harus mengandung pesan yang kuat, relevan, dan menarik. Isi atau
muatan tulisan itu harus mengandung pesan yang kuat karena menyodorkan ide atau gagasan
alternatif; relevan, karena cocok dengan isu hangat yang tengah berlangsung; dan menarik,
karena menggugah atau menggelitik keingintahuan pembaca.
Isi atau muatan tulisan itu bisa diperoleh di mana saja, dan kapan saja. Atau mendapat inspirasi
dari mana saja. Umumnya, isi atau muatan tulisan diperoleh dari peristiwa sehari- hari. Entah
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, atau seni. Isu "gender" menjelang Pemilu 2004,
yang melahirkan gagasan untuk menampilkan anggota legislatif wanita sebanyak minimal 30%
dari seluruh jumlah anggota legislatif di DPR, misalnya, bisa menjadi isi yang relevan dan
menarik. Dengan mengetengahkan ide atau gagasan alternatif, yang tidak sekadar mengulang-
ulang ide atau gagasan orang lain yang sudah kerap dikemukakan, penulis bisa menjadikan isi
itu memiliki pesan yang kuat.
Masih di sekitar bidang politik, isu politisi busuk atau kotor yang dilansir oleh beberapa tokoh
atau komponen masyarakat juga merupakan bahan menarik untuk dijadikan isi atau muatan
tulisan. Setelah yakin bahwa tema di seputar isu ini cukup relevan, menarik, dan ada pesan
kuat yang akan disampaikan, media dan pembaca yang disasar jelas, fakta dan data-data yang
terkumpul cukup memadai, penulis bisa mulai merancang model tulisan. Dia bisa sekadar
memberitakannya, sehingga karyanya menjadi sebuah berita. Dia bisa menulisnya sebagai
sebuah berita, namun dengan mendalam dan dengan sentuhan manusiawi, sehingga lahirlah
sebuah tulisan khas atau feature. Kecuali itu, dia juga bisa mengemukakan analisis, penilaian,
kesetujuannya atau ketidaksetujuannya dengan segala argumentasi, dan akhirnya
menyodorkan ide atau gagasan alternatif, sehingga lahirlah dari tangannya sebuah artikel yang
berbobot.
Kontinuitas
Ada orang yang berpendapat bahwa menulis itu bukan masalah bakat, apalagi warisan atau
keturunan, melainkan masalah kemauan dan kesetiaan. Yang lain lagi berpendapat, menulis adalah
ramuan yang terdiri dari 1% bakat dengan 99% kerja keras dan semangat pantang menyerah.
Barangkali tidak sepenuhnya pendapat ini benar. Namun, juga tidak salah. Sebab kenyataan
menunjukkan tidak sedikit penulis yang lahir bukan dari keluarga penulis. Kemahirannya didapat
dari kebiasaan, kesabaran, ketekunan, dan keuletan untuk terus-menerus mencoba dan mencoba,
menulis dan menulis.
Demikianlah hendaknya yang harus dilakukan orang kalau dia ingin tulisannya terpacak di media
massa. Dia tidak boleh hanya merasa puas dengan sekali dua kali menulis. Apalagi kemudian patah
arang atau putus asa kalau tulisannya tidak dimuat. Bila tulisannya yang kelima belum berhasil
dipacak, dia harus mengirimkan tulisan keenam. Bila di suatu media massa tulisannya ditolak, dia
bisa mencoba mengirimkan ke media massa yang lain. Bila model artikel tulisannya belum berhasil
menembus suatu media, dia harus mengubah model tulisannya, misalnya, menjadi tulisan khas atau
feature.
Demikian seterusnya, sampai redaktur merasa "jengkel", karena nama penulis itu melulu yang
selalu muncul, atau "tidak tega menolak", atau alasan lain yang berbau belas kasihan, kemudian
bersedia meloloskannya. Tidak mengapa. Sebab, alasan-alasan bernada permisif-sinis menyakitkan
hati ini pada suatu ketika tidak mustahil akan berubah menjadi sambutan dengan penuh sukacita.
Sehingga, begitu nama penulis itu muncul, dengan serta merta redaktur akan menyambutnya
dengan tangan terbuka dan anggukan tanda setuju untuk meloloskannya, karena nama penulis itu
telah akrab di mata dan hatinya.
Singkat kata, bagi penulis yang ingin tulisannya terpacak di media massa, dengan kata lain berhasil,
hendaknya membuang jauh-jauh sikap patah arang, semangat cepat menyerah, dan hasrat untuk
berputus asa dari lembaran hidupnya. Hendaknya dia gantikan dengan kesetiaan yang tahan uji
untuk terus-menerus menulis, konsisten pada cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai, serta disiplin
pada rencana yang sudah dibuat -- rencana menulis. Baik kiranya kalau dia goreskan, bukan hanya
pada dinding kamar kerjanya, melainkan di dalam sanubarinya semboyan: Tiada hari tanpa menulis!
Permilihan Judul Artikel
Apakah ada rumus atau panduan memilih judul yang tepat. Ada banyak saran yang tersebar di
literatur. Misalnya, Day (1975, h. 33) membuat rumus: ‘the title should be the fewest possible words
that adequately describe the content of the paper.’ Judul seharusnya dibuat sependek mungkin,
tetapi harus tetap menggambarkan isi artikel.
Day (1975) menceritakan sebuah kisah ketika menanyakan kepada mahasiswanya apakah sudah
membaca artikel tertentu yang judulnya cukup panjang. Si mahasiswa menjawab dengan jenaka,
“Ya, saya sudah membaca artikelnya, tetapi saya belum menyelesaikan membaca judulnya.”
Walsham (2006, h. 327) memberikan panduan senada. Menurutnya, ‘the title should be sharp, and
focused on your contribution.‘ Salah satu jurnal bergengsi dalam disiplin sistem informasi, MIS
Quarterly, berjudul sangat pendek, hanya tiga kata: ‘Action Design Research‘ (Sein et al., 2011).
Judul ini tajam dan langsung menunjukkan kontribusi. Hanya dalam waktu beberapa bulan, artikel
ini sudah banyak dikutip orang, berdasar statistik sitasi di Google Scholar.
Ada beragam informasi yang bisa dimasukkan ke dalam judul. Pertama, judul mengindikasikan
konten artikel. Misalnya, artikel karya Walsham (2006) – jangan mengaku orang sistem informasi
kalau tidak tahu dia ;-) – yang banyak dikutip berjudul ‘Doing interpretive research‘. Artikel ini akan
mudah ditemukan ketika seseorang mencari dengan kata kunci ‘interpretive research;, salah satu
madzhab penelitian dalam bidang sistem informasi. Untuk memperjelas, seringkali judul juga diberi
‘anak judul’ setelah tanda titik dua. Misalnya, Orlikowski (1993) memilih judul ‘CASE tools as
organizational change: Investigating incremental and radical change in systems development’,
untuk artikel yang menjelaskan perubahan organisasi inkremental dan radikal yang membarengi
penggunakan CASE tools dalam pengembangan sistem informasi.
Contoh lain, judul artikel Walsham dan Sahay (2006) yang mengkaji literatur terkait dengan
penelitian sistem informasi di negara berkembang. Artikel ini diberi judul ‘Research on information
systems in developing countries: Current landscape and future prospects.’ Fokus tambahan yang
diusung artikel adalah memberikan portrait terkini dan saran untuk penelitian lanjutan.
Kedua, judul juga bisa memuat teori atau framework yang digunakan
untuk analisis. Sebagai contoh judul artikel Walsham (2002) yang berjudul
‘Cross-cultural software production and use: A structurational analysis‘.
Artikel ini menggunakan Teori Strukturasi yang diperkenalkan oleh Gidden
dalam menjelaskan masalah budaya dalam pengembangan software yang
melibatkan pengembang dengan beragam latar belakang budaya.
Ketiga, judul artikel dapat juga memuat konteks atau tempat studi atau
penelitian. Misalnya, artikel Heeks (2002) yang melaporkan
perkembangan eGovernment di Afrika berjudul ‘e-Government in Africa:
Promise and practice.’ Atau, lihat juga misalnya, artikel Walsham dan
Sahay (1999) yang berjudul ‘GIS for district-level administration in India:
problems and opportunities.’ Namun demikian, nampaknya tidak perlu
menyebutkan tempat penelitian dengan detil kecuali memang sangat
diperlukan.
Keempat, bolehkah judul dalam bentuk kalimat tanya? Tentu saja, judul
seperti ini cocok tidak untuk semua artikel. Berikut beberapa contohnya.
Salah satu artikel Venkatesh dan Morris (2000) yang diterbitkan di MIS
Quarterly berjudul cukup panjang dan menggunakan kalimat tanya, ‘Why
don’t men ever stop to ask for directions? Gender, social influence, and
their role in technology acceptance and usage behavior‘. Pola yang sama
Anda temukan di tulisan Kristiansen dan kolega (2008) yang berjudul
‘Gaming or gaining? Internet café use in Indonesia and Tanzania.’ Simak
variasi lain penggunakan kalimat tanya dalam judul dalam tulisan Morris
dan Moon (2005). Judulnya adalah ‘Advancing e-Government at the
grassroots: Tortoise or hare?‘.
Kelima, untuk beberapa disiplin judul sering juga memuat material yang digunakan
dalam penelitian. Judul ‘Solubility of carbon dioxide in 30 mass %
monoethanolamine and 50 mass % methyldiethanolamine solutions‘ adalah
contohnya (Ma’mun et al, 2005). Untuk beberapa dari Anda, sangat mungkin judul
seperti ini terasa sangat asing.
Terakhir, meski judul terletak di atas, seringkali ditentukan ketika keseluruhan
artikel sudah selesai ditulis. Jadi, Anda jangan sampai memikirkan judul, sampai
lupa menulis artikel. Ilmunya Iwan Fals ketika bingung menentukan judul bisa ditiru
di sini.
Salah satu lagunya berjudul ‘Belum Ada Judul’. ;-) Lirik awalnya sebagai berikut:

Pernah kita sama-sama susah


Terperangkap di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah … lelap
Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah … kau
Berikut tips menentukan topik artikel
1. Pilih topik atau tema yang anda pahami => Ini bertujuan agar
mudah dalam melakukan pengayaan materi, memilih topik yang
tidak anda kuasai tentu menyulitkan dalam penulisan artikel dan
dapat membuat pembaca malas untuk pembaca.

2. Pilih topik yang anda minati => Seperti memahami, memilih topik
yang anda minati akan membuat anda bersemangat dalam
menulisnya.

3. Pilih topik yang populer => Setelah anda menemukan topik yang
anda pahami dan minati, anda juga harus memastikan bila kalau
topik tersebut populer, semakin populer topik sobat akan
membawa banyak pengunjung keblog sobat.

4. Pilih topik yang banyak orang bicarakan => Topik yang populer
atau terkini pastinya sangat besar dibaca oleh masyarakat atau
khalayak pembaca.
Tips agar tulisan kita dimuat di Media Massa
1. Topik atau tema yang diangkat harus aktual. Bagi media besar seperti Kompas,
Radar Sukabumi (Jawa Pos Group), waktu menjadi hal yang sangat penting. Berita
yang disajikan adalah berita teraktual. Berita hari ini akan menjadi basi buat besok,
Oleh karena itu, jika ingin mengirimkan artikel opini ke media yang besar, pastikan
bahwa topik atau tema yang kita angkat merupakan isu aktual yang masih hangat
dibicarakan.
2. Argumen atau sudut pandang yang baru. Selain topik yang aktual, argumen atau
sudut pandang merupakan hal yang penting. Walaupun topik yang kita angkat
merupakan topik yang aktual, namun jika kita tidak memberikan argumen dan sudut
pandang yang baru, kemungkinan besar artikel akan ditolak
3. Cara penyajian yang ringkas dan padat. Artikel untuk media masa berbeda dengan
tulisan karya ilmiah. Tak perlu penjelasan berkepanjangan dan teori yang macam-
macam. Cukup berikan satu atau dua teori dan berikan argumen yang ringkas dan
mudah difahami. Jangan gunakan kalimat yang terlalu panjang. Lebih baik
kalimatnya pendek-pendek.
4. Bahasa yang renyah, mudah dicerna, serta redaksi yang baik. Jangan menggunakan
bahasa yang bertele-tele untuk menulis di media. Gunakan bahasa-bahasa yang
populer. Jangan menggunakan istilah-istilah ilmiah yang sulit difahami. Selain itu,
bagusnya redaksi juga sangat berperan. Pastikan tulisan menggunakan ejaan yang
benar dan tanda baca yang tepat. Untuk memudahkan redaktur media mengedit
tulisan kita. Bahasa yang berbelit-belit dan tanda baca yang acak-acakan, pasti
langsung akan disingkirkan.
5. Gunakan sumber kutipan yang jelas. Jika mengutip pendapat atau
perkataan seseorang, tulis dengan jelas. Kutipan argumen yang tidak jelas
akan membuat pembahasan terkesan asal-asalan. Namun jangan terlalu
banyak menggunakan kutipan. Karena akan terkesan kita hanya
mengumpulkan pendapat dan argumen, tanpa disertai diskusi dan
pembahasan. Gunakan kutipan secukupnya saja.

6. Alinea tidak terlalu panjang. Artikel yang dimuat di media, biasanya


menggunakan alinea yang tak terlalu panjang. Jika alinea tulisan kita sudah
agak panjang, sebaiknya buat alinea baru. Jangan teruskan menulis di
alinea tersebut. Alinea yang terlalu panjang dan banyak pembahasan dalam
satu alinea, akan membuat orang malas membacanya.

7. Gunakan judul yang singkat dan menarik. Dalam penulisan judul, sebaiknya
kita menggunakan kata-kata atau istilah-istilah yang pas dengan konteks,
tidak kaku dan tidak terlalu panjang karena judul yang tidak menarik bisa
membuat si redaktur media yang bersangkutan tak tertarik sama sekali
untuk membacanya.

8. Panjang artikel antara 700-1000. Sekali lagi, jangan mengirimkan tulisan


yang terlalu panjang. Karena artikel yang dimuat di media massa biasanya
hanya berkisar antara 700-1000 kata saja.
Tehnik Editing Artikel

Editing yang baik sangat menentukan pesan si


penulis. Kemampuan editing ini sangat penting
agar pembaca mudah mengerti maksud dari
tulisan yang kita buat. Lebih dari itu, editor
atau redaktur koran atau majalah sangat
menyukai bahasa yang lugas dan kosa
katanya yang baru dan tak membosannya.
Berikut ini cara editing yang paling direkomendasi:
Pertama, edit isi artikelnya. Hal pokok yang hendak dikomunikasikan oleh penulis kepada
pembaca adalah konten tulisan. Terkait dengan pengeditan isi, kita dapat memeriksa
apakah ide-ide yang hendak kita sampaikan sudah tertuang dengan pasti dan jelas dalam
artikel kita? Jangan sampai, maksud menyampaian sejumlah ide dalam sebuah artikel, tapi
yang tertulis hanya sebagian saja. Jadi, substansi artikel mesti mencerminkan isi yang
dimaksudkan.
Kedua, edit ejaan dan tata bahasanya. Untuk hal ini, kita bisa mempedomani ejaan yang
disempurnakan (EYD) dan tata bahasa yang sedang diberlakukan. Sebisanya para penulis
bergerak dalam kaidah bahasa yang ditetapkan. Sekadar contoh, penulisan kata depan dan
awalan paling sering dicampuradukkan. Mestinya, “di” sebagai awalan menyatu dengan
kata kerja yang mengikutinya, sehingga yang benar bukan “di makan” melainkan
“dimakan.” Selanjutnya, kata depan “di” sebagai penunjuk tempat semestinya lepas dari
kata yang mengikutinya, sehingga yang betul bukan “dirumah” melainkan “di rumah.”
Kuncinya: kalau di belakang “di” terdapat kata keterangan tempat, maka “di” harus dipisah
dari kata yang mengikutinya. Hal ini tampak sangat sepele, tapi acapkali dilupakan atau
kurang mendapat perhatian.
Ketiga, edit sistematika dan logikanya. Sistematisasi tulisan adalah hal wajib pada setiap
artikel, makalah, dan tulisan lain apa pun jenisnya. Tulisan yang tak sistematis bisa
membingungkan pembaca. Maka, sejak awal membuat kerangka tulisan mesti sudah
ditetapkan mana ide yang akan ditempatkan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Sistematika ini berkait erat dengan logika. Jika sistematika tidak baik, dapat dipastikan
logikanya pun nggak jalan. Bisa jadi melompat-lompat atau tersendat-sendat. Dengan
sistematika dan logika yang baik, para pembaca akan merasa bagai berenang mengikuti air
mengalir, mudah memahami konten tulisan kita.
Keempat, edit kosa katanya. Setiap kali menulis, pertanyaan yang muncul
adalah: sudahkah kosa kata artikel yang ditulis cukup kaya? Kekayaan
perbendaharaan kata dapat dilihat dari variasi kata-kata yang dipakai dalam
mengekspresikan pikiran ke dalam bahasa tulis. Kurangi pengulangan-
pengulangan kata tertentu yang membuat tulisan monoton dan menjemukan.
Kian beragam kosa kata yang digunakan, maka kian segar pula sebuah
artikel. Variasi kata menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Bagai gadis cantik,
tulisan yang kosa katanya bervariasi, cenderung menarik pembaca untuk
“mencumbui”-nya. Jangan pernah ragu menggunakan bahasa lain sebagai
variasi, seperti bahasa Inggris dan bahasa daerah. Tak perlu terpaku
memakai bahasa Indonesia dan alergi menyelipkan bahasa lain. Ingatlah,
bahasa Indonesia pun terbentuk dari berbagai bahasa di dunia, termasuk
bahasa daerah dan bahasa Inggris. Hanya saja, hendaknya tidak berlebihan.
Pakailah seperlunya saja.

Kelima, edit gaya penyampaiannya. Setiap penulis tentu berharap agar


tulisannya enak dibaca. Untuk mencapai itu, pilih kata-kata yang up to date
dan familier dengan pembaca. Hindari penulisan yang zakelik, sehingga
artikel kita terasa kaku dan membosankan. Usahakan tulisan kita bergaya
populer. Akan tetapi, jangan pula hanya gara-gara ingin ngepop, lalu jadi
berlebihan sehingga terkesan ceriwis dan main-main.

Ringkasnya, yang perlu kita edit sebelum menuntaskan sebuah artikel


meliputi isi, ejaan dan tata bahasa, sistematika, logika, kosa kata, dan gaya
penyampaiannya. Kalau kelima hal itu dilakukan, maka yakinlah tulisan kita
akan berpeluang besar untuk dimuat di media seperti koran atau majalah.

Anda mungkin juga menyukai