Anda di halaman 1dari 3

GEJALA SOSIAL DALAM MASYARAKAT

Gejala yang dapat diterima oleh masyarakat disebut gejala kehidupan


bermasyarakat. Adapun gejala sosial yang menimbulkan keresahan, kekecewaan,
penderitaan, atau mengakibatkan unsur-unsur tertentu tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, diistilahkan sebagai gejala sosial abnormal. Bagaimanakah
gejala sosial dalam masyarakat? Berikut penjelasannya. 

1. GEJALA SOSIAL KEPENDUDUKAN

Sebagai negara dengan jumlah penduduk mencapai 259.940.857 jiwa (Data


Kementerian Dalam Negeri, 2010) dan disebut memiliki populasi terbesar keempat
dunia, Indonesia nampaknya banyak menghadapi permasalahan kependudukan.
Pesatnya laju pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan penciptaan lapangan
kerja dan penyediaan fasilitas terkait pemenuhan kebutuhan hidup akan berdampak
pada merosotnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Masalah kependudukan di Indonesia semakin rumit karena belum meratanya


pertumbuhan ekonomi, sehingga menimbulkan kesenjangan di beberapa daerah.
Akibatnya, laju migrasi menuju ke daerah-daerah termasuk kawasan perkotaan
yang lebih sejahtera sulit dibendung. Hal ini berpotensi menimbulkan berbagai
kerawanan sosial jika daya dukung daerah tersebut tidak sebanding dengan jumlah
penduduk yang datang dan mendiaminya. Akibatnya, bermunculan berbagai
masalah berikut.

a) Benturan Sosial antara Penduduk Asli dengan Warga Pendatang


Dari sudut pandang sosiologis, masyarakat asli suatu daerah akan berbenturan
dengan pendatang baru sehingga seringkali secara sukarela atau terpaksa tergusur
dan harus bersedia menjual lahan mereka bagi tempat pemukiman penghuni baru
tersebut. Meningkatnya harga tanah dan biaya hidup rata-rata akibat invasi
pendatang dan perkembangan wilayah pinggiran, juga menyebabkan penghuni asli
yang masih bertahan lambat laun menyingkir ke wilayah lain yang dipandang
kondisinya lebih sesuai dan lebih ramah bagi mereka. Singkatnya, penduduk asli
yang seharusnya lebih berhak tinggal dan bisa ikut mencicipi hasil pembangunan
terlihat makin tersisih. Ini berpotensi menimbulkan kecemburuan serta kerawanan
yang rentan menimbulkan konflik.

b) Bermunculannya Kawasan Permukiman Kumuh


Terlalu mengumpulnya pusat kegiatan di daerah tertentu (central place) dapat
menambah luas wilayah kumuh (slum area), terutama di pusat kota. Bagi warga
kelas bawah yang mencari nafkah di wilayah pusat kota, misalnya pada sektor
informal, untuk menghemat ongkos transportasi, mereka akan cenderung mencari
tempat tinggal berdekatan dengan tempat kerjanya. Akan tetapi, karena harga tanah
relatif tak terjangkau dan ketersediaan pemukiman layak tidak memadai, sementara
tingkat penghasilan mereka amat rendah, maka pilihan yang biasanya diambil
adalah mengontrak rumah di kampung-kampung kumuh atau mendiami daerah
sepanjang pinggiran sungai dan rel kereta api sebagai pemukim liar.

c) Meningkatnya Jumlah Pengangguran


Meningkatnya jumlah penduduk akibat migrasi dan terbatasnya peluang kerja di
sektor formal (lapangan atau bidang usaha resmi, seperti badan usaha milik negara,
perusahaan swasta, dan koperasi) akan menyebabkan meningkatnya
pengangguran dan bermunculannya sektor usaha informal. Sejumlah profesi pun
biasanya terpaksa digeluti demi tetap bertahan hidup, seperti tukang becak,
pedagang kaki lima, pengamen, tukang parkir, pemulung, pedagang asongan, buruh
informal (pengangkat barang di pelabuhan, bandara, pembantu rumah tangga,
buruh harian kantor-kantor swasta dan intansi pemerintah, pembersih jalan, dan
tukang angkut sampah), dan banyak lagi lainnya.

d) Sulitnya Mengakses Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan


Tidak seimbangnya ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan dengan jumlah
penduduk yang harus dilayani akan semakin menyulitkan kehidupan warga
masyarakat. Warga yang tidak dapat mengakses fasilitas pendidikan dipastikan
akan terpaksa membiarkan anak-anak mereka tak bersekolah atau putus sekolah.
Sementara terbatasnya fasilitas layanan kesehatan memunculkan kasus-kasus gizi
buruk, wabah penyakit, hingga kematian akibat permasalahan yang tak tertangani
oleh petugas kesehatan.
GEJALA SOSIAL KEJAHATAN

Secara sosiologis, menurut Light, Keller, dan Calhoun (dalam Sunarto, 2008)
terdapat beberapa tipe kejahatan. Adapun tipe kejahatan tersebut adalah sebagai
berikut.

• Kejahatan Tanpa Korban (Victimless Crimes) 


Suatu bentuk kejahatan yang menjadikan pelaku sebagai korban tindakannya
sendiri. Contohnya adalah berjudi dan penyalahgunaan narkoba.

• Kejahatan Terorganisasi (Organized Crimes) 


Suatu bentuk kejahatan secara berkomplot dan berkesinambungan serta memiliki
jaringan untuk memeroleh uang atau kekuasaan dengan jalan melanggar hukum.
Contohnya adalah penjualan barang hasil kejahatan dan perjudian gelap.

• Kejahatan Terorganisasi Transnasional (Transnational Organized Crimes) 


Suatu bentuk kejahatan terorganisasi yang melampaui batas negara, dilakukan oleh
organisasi-organisasi kejahatan yang memiliki jaringan global. Contohnya adalah,
penyelundupan senjata, pencucian uang, dan perdagangan manusia lintas negara
(human traficking).

• Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crimes) 


Suatu bentuk kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau orang berstatus
sosial tinggi dalam pekerjaannya. Contohnya adalah korupsi.

• Kejahatan Perusahaan (Corporate Crimes) 


Jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi formal (perusahaan) dengan
tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Kejahatan ini dapat berupa
kejahatan terhadap konsumen atau kejahatan terhadap buruh/karyawan. 
Selain dari klasifikasi di atas, kejahatan dapat pula dibedakan atas violent
offenses(kejahatan yang disertai tindakan kekerasan terhadap orang lain)
dan property offenses (kejahatan yang menyangkut hak milik)

Anda mungkin juga menyukai