Anda di halaman 1dari 48

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam Sentul merupakan ayam asli Kabupaten Ciamis, dan merupakan ayam

tipe dwiguna (menghasilkan daging dan telur). Menurut Dwiyanto (2011) bobot

badan ayam Sentul jantan 1,3 - 3,5 kg dan ayam betina 0,8 – 2,2 kg, produksi telur

118 butir/tahun. Peluang untuk meningkatkan pendapatan dari ayam Sentul cukup

tinggi, hal ini diindikasikan dengan beberapa faktor yaitu, ayam Sentul memiliki

rasa daging yang khas, mempunyai daging yang lebih organik dan adanya pangsa

pasar tersendiri. Ayam kampung juga mampu menumbuhkan ekonomi pedesaan,

karena sebagian besar peternakan berada di desa (Khomsan, 2003). Pengembangan

perekonomian yang mantap di pedesaan dapat tercipta melalui peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Permintaan daging ayam sentul yang meningkat menyebabkan populasi ayam

sentul mengalami penurunan sehingga mengancam kelestarianya. Menurut Eko dkk

(2013) ayam Sentul dengan populasi seluruhnya (± 30.000 ekor) dan cenderung

menurun karena permintaan daging yang tinggi sehingga membuat ayam Sentul

terancam punah karena kelestariannya terbatas. Ayam Sentul berkembang melalui

kelompok tani yang berada di Kabupaten Ciamis. Untuk itu peternak bergabung

kelompok tani untuk melestarikan ayam sentul. Kegiatan usaha ayam Sentul

dilakukan untuk menggerakkan perekonomian daerah, dan kelestariannya selain itu

kegiatan ini juga bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan peternak.

Sistem pemeliharaan unggas, terutama ayam terdapat tiga jenis yaitu,

tradisional, semi-intensif, dan intensif. Sistem pemeliharaan yang paling ideal


2

adalah semi intensif. Menurut (Iskandar dkk 2004) sistem pemeliharaan Ayam

Sentul yang berada di Kabupaten Ciamis cenderung kearah semi intensif dan dapat

dijadikan komoditas untuk meningkatkan pendapatan.

Lama beternak untuk peternak di Kabupaten Ciamis bervariasi mulai dari 1 –

15 tahun (Eko dkk, 2013). Peternak yang sudah lama beternak lebih memilih

pemeliharaan dengan semi intensif, karena mengeluarkan biaya variabel dan biaya

tetap yang lebih rendah tetapi mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pemeliharaan intensif dan tradisional (Melani, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Sistem pemeliharaan yang sering dilakukan peternak adalah sistem

tradisional. Pemeliharaan dengan cara tradisional menyebabkan ayam Sentul

mengalami penurunan populasi. Beberapa penelitian tentang pengembangan ayam

Sentul telah dilakukan. Eko dkk (2013) meneliti tentang Kinerja Ekonomi Usaha

Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, Santa dkk (2014) meneliti tentang Hubungan

Biaya Produksi dengan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Kampung, dan Roosganda

dan Rusdiana (2012) meneliti tentang Perbaikan Manajemen Usaha Ayam

Kampung Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Keluarga Petani di Pedesaan.

Akan tetapi belum ada yang mengkaji mengenai hubungan antara pendapatan

dengan sistem pemeliharaan ayam Sentul. Sehingga dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis?

2. Bagaimana sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis ?

3. Bagaimana hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam sentul di

Kabupaten Ciamis?
3

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

2. Mengetahui sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

3. Mengetahui hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam Sentul di

Kabupaten Ciamis

1.4 Manfaat Penelitian

1. Berguna untuk pemerintah daerah dalam pembuatan regulasi atau kebijakan

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya peternak ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis.

2. Berguna sebagai informasi kepada masyarakat/peternak untuk memajukan

usaha peternakan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

1.5 Hipotesis

H0 = Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan

H1 = Ada hubungan antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendapatan

Soekartawi (1995) menyatakan analisis pendapatan berguna untuk

mengetahui dan mengukur apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak.

Analisis pendapatan juga dapat menggambarkan keadaan sekarang dari suatu

kegiatan dan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Pendapatan terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pendapatan kotor dan pendapatan

bersih. Menurut Soekardono (2009) pendapatan kotor adalah nilai produksi total

usaha dalam waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual meliputi

penjualan, dikonsumsi rumah tangga, digunakan kembali untuk bibit, digunakan

untuk pembayaran dan disimpan. Pendapatan bersih adalah selisih antara

pendapatan kotor dan pengeluaran total. Menurut Hidayat dan Suprapto (2000)

Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan dapat tercipta

melalui pengembangan peternakan ayam kampung. Ayam kampung merupakan

jenis ayam yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia, karena nilai jual dan

permintaan ayam ampung yang tinggi.

Pendapatan usaha ayam kampung diperoleh dari selisih antara penerimaan

dan biaya yang dikeluarkan (Setioko dan Iskandar, 2014). Pendapatan usaha ayam

kampung yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja yang

dipakai dan pengelolaan yang dilakukan. Keberhasilan usaha ayam kampung dapat

dilihat dari sisi pendapatan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan

dengan biaya yang dikeluarkan (Sipayung, 2011). Pendapatan yang diterima

peternak ditentukan oleh besar kecilnya biaya yang digunakan dalam proses
5

produksi, karena biaya produksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting

(Santa, dkk 2014).

Biaya dalam usaha peternakan rakyat dikelompokkan dalam biaya tetap dan

biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam keadaan terbatas tidak

berubah mengikuti tingkat perubahan aktivitas produksinya (Soekardono, 2009).

Biaya variabel disebut juga biaya langsung, biaya ini jumlahnya sebanding dengan

besarnya produksi. Biaya variabel dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu biaya

variabel yang langsung mempengaruhi produksi dan biaya yang tidak langsung

mempengaruhi produksi. Contoh biaya variabel langsung mempengaruhi produksi

adalah tenaga kerja, pakan ternak dan obat-obatan ternak. Contoh biaya variabel

yang tidak langsung mempengaruhi produksi adalah biaya transportasi, biaya

pemasaran dan biaya panen (Soekardono, 2009).

Dalam beternak sangat dianjurkan untuk memilih sistem pemeliharaan secara

intensif dan semi intensif. Suryana dan Rohaeni (2006) dalam penelitianya

melaporkan bahwa pemeliharaan ayam kampung secara intensif memberikan

keuntungan atau pendapatan besar bagi peternak. Pemeliharaan secara intensif

lebih menguntungkan dibandingkan dengan secara ekstensif, yang mencerminkan

pemeliharaan ayam kampung dapat dikembangkan sebagai usaha ekonomi (Rasyid,

2002). Pengembangan ayam kampung secara semi intensif dan intensif dengan

pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian penyakit,

terutama tetelo (ND), cacingan dan kutu cukup menguntungkan peternak (Usman,

2007).
6

2.2 Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan ayam digolongkan menjadi tiga jenis yaitu sistem

pemeliharaan secara tradisional (diumbar), sistem pemeliharaan semi intensif dan

intensif. Sistem pemeliharaan tradisional yaitu ayam dipelihara di suatu lahan

umbaran yang luas, tempat ayam melakukan segala aktifitasnya dan tidak ada

campur tangan manusia sebagai pemiliknya. Kebutuhan pakan hampir seluruhnya

diperoleh dari lahan umbaran, berupa tanaman hijauan dan serangga. Ternak hanya

dilepas begitu saja dan akan pulang sendiri dimalam hari (Suprijatna dkk, 2008).

Menurut Setiana, dkk (2012) dalam sistem pemeliharaan tradisional, ayam

dibiarkan makan sendiri dengan sedikit intervensi manusia. Ayam tidak dikurung

dengan benar sesuai kebutuhan tapi hanya sangkar sederhana untuk beristirahat di

malam hari, umumnya menempel di dekat dapur. Pakan yang diberikan berupa sisa

makanan atau dedak padi dan sayuran. Pakan diberikan saat pagi hari sebelum

ayam dilepaskan untuk mencari makan sendiri.

Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan pemeliharaan ayam di lahan

umbaran yang terbatas. Kandang disediakan untuk memenuhi sebagian besar

kebutuhan ternak, seperti makan, minum, bertelur, berteduh dan tidur. Lahan

umbaran hanya untuk melakukan exercise, berjemur dan mencari pakan tambahan.

Pada sistem ini sudah mulai campur tangan manusia atau peternak. Peternak sudah

menerapkan pengetahuannya untuk meningkatkan produksi ternak. (Rasyaf, 2001).

Menurut Iskandar, dkk (1991), bahan makanan yang digunakan utuk ayam

kampung pada pemeliharaan semi intensif adalah jagung kuning, dedak, sorghum,

bungkil kedelai dan tepung ikan. Hal ini berarti bahan pakan ayam kampung dapat
7

pula menggunakan bahan makanan yang diberikan pada ayam ras, terutama pada

sistem pemeliharaan semi intesif dan intensif.

Sistem pemeliharaan intensif merupakan pemeliharaan ayam secara terbatas

dalam kandang. Seluruh aktifitas ternak sangat dilakukan di dalam kandang. Semua

kebutuhan hidup tergantung pada yang disediakan oleh peternak (Rasyaf, 2001).

Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha ayam

buras, sistem pemeliharaan harus ditingkatkan dari tradisional kearah yang lebih

intensif dengan menerapkan beberapa teknologi (Yuwono dan Rudi, 2013).

Menurut Sinurat dkk. (1992), bahwa cara pemeliharaan intensif mendukung

produktivitas yang terbaik dan diikuti cara semi intensif serta yang paling rendah

dengan cara tradisional (ekstensif).

Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh buruk iklim,

seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan lain. Kandang yang

nyaman dan memenuhi syarat-syarat perkandangan akan memberikan dampak

positif karena ternak menjadi senang dan tidak stres. Selanjutnya, ternak akan

memberikan imbalan produksi yang lebih baik bagi peternak pemelihara

(Sudaryani dan Hari, 2002). Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), daya

tampung kandang sistem litter untuk ayam lokal kurang dari tiga minggu adalah 40

ekor/m2, tiga sampai enam minggu adalah 20 ekor/m2, 6 sampai 18 minggu adalah

10 ekor/m2 sedangkan untuk ayam umur lebih dari 18 minggu adalah 6 ekor/m2.

Menurut Suprijatna dkk (2008) terdapat keunggulan dan keburukan dari masing-

masing sistem pemeliharaan.


8

Tabel 1. Keunggulan dan Kekurangan Sistem Pemeliharaan Ayam

No. Sistem Keunggulan Kekurangan


Pemeliharaan
1. Semi Instensif dan 1. Biaya lahan rendah 1. Kurang baik untuk
ekstensif 2. Menghemat biaya pemeliharaan ayam
pakan. Ayam mencari petelur maupun
pakan tambahan berupa pedaging.
hijauan, serangga, dan 2. Berisiko tinggi
exercise. terserang wabah
3. Baik untuk penyakit.
pemeliharaan ayam
dara.
2. Intensif 1. Efisiensi penggunaan 1. Kebutuhan tenaga
pakan sangat tinggi kerja sangat tinggi
sehingga sangat baik 2. Biaya pakan tinggi
untuk pemeliharaan 3. Apabila pakan tidak
ayam pedaging maupun memenuhi
petelur. persyaratan produksi,
2. Kontrol terhadap ayam mudah
penyakit lebih efektif terserang penyakit.
3. Penggunaan lahan tidak 4. Biaya kandang dan
luas/hemat perlengkapan tinggi.
5. Tingkat stres sangat
tinggi. Manajemen
intensif ayam mudah
stres karena
perubahan lingkungan

Sumber : (Suprijatna dkk, 2008)


9

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani ternak

ayam Sentul.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

3.1.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey terhadap kegiatan

pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, melakukan wawancara

berdasarkan kuisioner yang telah dipersiapkan kepada peternak. Selanjutnya

dilakukan observasi ke kandang peternak ayam Sentul.

3.1.4 Variabel yang diteliti

Variabel dalam penelitian ini meliputi :

1. Sistem pemeliharaan (X)

2. Pendapatan (Y)

3.1.5 Metode Penetapan Sampel

Pengambilan sampel wilayah dilakukan secara purposive sampling

(pengambilan secara sengaja) yaitu di Kecamatan Banjarsari, Kecamatan

Sadananya, Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Cijeungjing dan Kecamatan

Rancah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Di Kecamatan tersebut terdapat

kelompok tani yang masih aktif dalam pemeliharaan dan pengembangan ayam

Sentul. Sebanyak 41 orang di sensus untuk menjadi responden.


10

3.2 Kerangka Berfikir

Penentu pendapatan peternak salah satunya adalah sistem pemeliharaan.

Dengan berbagai sistem pemeliharaan diharapkan menentukan perbedaan

pendapatan. Semakin baik sistem pemeliharaan yang dilakukan semakin tinggi

kontribusi terhadap pendapatan.

Sistem Pemeliharaan Pendapatan


Ayam Sentul (X) (Y)

3.3 Metode Analisis


1. Tradisional 1. Penerimaan
2. Semi Intensif 2. Biaya
3. Intensif

3.3.1 Definisi Operasional

1. Sistem pemeliharaan adalah pemeliharaan yang dilakukan peternak kepada

ternaknya dengan melihat dari segi bibit, pakan, kandang, tata laksana

pemeliharaan, dan pencegahan penyakit terdapat tiga kategori yaitu,

Tradisional apabila nilai skor akhir rendah (1-6). Semi-intensif apabila nilai

skor akhir sedang (7-12) dan Intensif apabila nilai skor akhir tinggi (13-18).

2. Pendapatan adalah nilai uang yang diterima dari penjualan ayam Sentul siap

potong setelah dikurangi biaya produksi (biaya pakan, biaya bibit, biaya

vaksin, dan biaya transportasi), dan dihitung dalam satu periode (70 hari

pemeliharaan) dengan analisis cash flow.

3.3.2 Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan digunakan untuk menganalisis pendapatan usaha

peternakan dalam satu periode (70 hari) ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.
11

Pd = TR – TC

Keterangan :

Pd = Pendapatan dari usaha pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

TR = Total penerimaan dari hasil pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

TC = Total biaya dari hasil pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

3.3.3 Analisis Rank Spearman.

Analisis Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara

pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

ρ  = 1 – ( 6Σdi 2 : N  ( N2 – 1 )

Keterangan :

ρ  = Koefisien korelasi Rank Spearman

di  = Beda antara dua pengamatan berpasangan

N = Total pengamatan 

Taksiran koefisien korelasi yang yang digunakan antara 0-1, terbagi atas

beberapa kategori, yaitu :

0,00 – 0,20 = Korelasi sangat rendah (tidak ada korelasi)

0,21 – 0,40 = Korelasi rendah

0,41 – 0,60 = Korelasi sedang

0,61 – 0,80 = Korelasi tinggi

0,81 – 1,00 = Korelasi sangat tinggi

Uji Signifikan dilakukan untuk menentukan pengambilan keputusan dari

analisis Rank Spearman. Menurut Sugiyono dan Wibowo (2001) ketentuan

pengambilan keputusan untuk hipotesis diterima atau ditolak dengan melihat


12

signifikansi. Apabila signifikansi yang diperoleh dibawah atau sama dengan 0,05

maka H1 diterima dan H0 ditolak.

3.3.4 Analisis Deskriptif


Analisis deskiptif adalah analisis data dengan menggunakan statistik-statistik

unvariate seperti rata-rata, median, modus, standar deviasi dan lain lain. Analisis

deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran atau penyebaran data sampel

yang diteliti yaitu pendapatan, sistem pemeliharaan, dan pengalaman peternak.

Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil

penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas

(Sugiono,2009).

3.4 Tata Urutan Kerja

3.4.1 Tahap Persiapan

Melakukan kegiatan pra-penelitian yaitu, membuat usulan proposal

penelitian, dan makalah proposal penelitian serta membuat pertanyaan atau

kuisioner untuk responden kemudian melaksanakan seminar usulan penelitian.

3.4.2 Tahap Pengumpulan Data

Setelah seminar usulan penelitian dilaksanakan dan disetujui, maka tahap

selanjutnya yaitu tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dalam menyusun

skripsi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan cara pembagian kuisioner sekaligus wawancara terstruktur

dengan responden atau pelaku usaha ternak ayam Sentul, sedangkan data sekunder

diperoleh dari data-data atau dokumen yang dimiliki oleh instansi atau kelompok

terkait.
13

3.4.3 Tahap Analisis data

Tahap ini adalah kegiatan tabulasi data yang diperoleh dari tahap persiapan

sampai tahap analisis data. Kemudian peneliti melakukan analisis dengan

pendapatan, deskriptif dan korelasi.

3.4.4 Tahap Penyusunan Laporan

Hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari tahap persiapan penelitian

sampai dengan tahap analisis data, kemudian disimpulkan dan dituangkan dalam

bentuk laporan penelitian (skripsi) di bawah bimbingan dosen pembimbing.

3.4.5 Waktu Penelitian

Penelitian survey dilaksanakan pada 12 Februari 2018 sampai 21 Februari

2018 di Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Sadananya, Kecamatan Tambaksari,

Kecamatan Cijeungjing dan Kecamatan Rancah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat.


14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Sejarah Ayam Sentul

Ayam Ciamis atau ayam Sentul adalah ternak ayam peninggalan Satria Ciung

Wanara dari perkawinan Raja Galuh dengan Naganingrum. Berdasarkan hikayat,

Ciung Wanara dihanyutkan ke sungai Citanduy karena bukan Permaisuri

Bramawidjaja (Raja Galuh) yang sah. Selagi dihanyutkan dalam perahunya diberi 2

buah butir telur ayam, selanjutnya Ciung Wanara ditemukan oleh kakek dan nenek

Balangtrang. Sambil mengurus Ciung Wanara, telur ayam dicoba dieramkan di

daerah Naga Wiru (sekarang Ciamis Kota).

Setelah menetas, oleh kakek dan nenek Balangantrang terus dipelihara dan

berkembang dengan baik, diantara keturunannya terdapat ayam Sentul jantan

dengan warna bulu “Jalak Harupat”. Ayam tersebut sangat disayangi oleh ciung

wanara dan kemudian diberi nama “Si Jelung” karena lincah, kuat dan agresif

sehingga dalam setiap kontes ketangkasan “Si Jelung” selalu keluar jadi pemenang.

Pada saat Ciung Wanara mengikuti kontes ketangkasan dengan ayam para

bangsawan Tatar Galuh selalu menang. Sehingga menarik perhatian Raja Galuh

untuk menandingkan ternak ayam miliknya dengan taruhan sebagian wilayah

kerajaan Galuh. Ciung wanara menang dan mendapatkan sebagian wilayah Galuh.

4.1.2 Letak Geografis Kabupaten Ciamis

Ciamis sebagai salah satu provinsi di Jawa Barat, letaknya di sebelah Utara

berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat

dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan


15

Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Kabupaten

Pangandaran. Kecamatan Ciamis terdiri atas 26 Kecamatan yaitu. Kecamatan

Ciamis, Cikoneng, Sindangkasih, Cihaurbeuti, Panumbangan, Sukamantri, Panjalu,

Lumbung, Kawali, Panawangan, Raja desa, Jatinagara, Cipaku, Baregbeg,

Sadananya, Cijeungjing, Sukadana, Cisaga, Cimaragas, Cidolog, Rancah,

Tambaksari, Pamarican, Lakbok, Purwadadi, Banjarsari, dan Pamarican.

Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Ciamis berada pada posisi strategis

yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Tengah dan

jalan Provinsi lintas Ciamis – Cirebon – Jawa Tengah. Letak astronomisnya berada

pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan 7°40’20” sampai dengan

7o41’20’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar 244,479 Ha atau 7,73

persen dari total luas daratan Provinsi Jawa Barat. Dalam konteks pengembangan

wilayah Provinsi Jawa Barat.

Suhu udara rata-rata di Ciamis berkisar antara 20,0°C sampai dengan 30,0°C

Tempat–tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara

rata-rata relatif tinggi. Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan keadaan

morfologi datar-bergelombang sampai pegunungan, dengan kemiringan lereng

berkisar antara 0 – 40 % dengan sebaran 0 – 2 % terdapat di bagian tengah - timur

laut ke selatan dan 2-40 % tersebar hampir di seluruh wilayah kecamatan. Jenis

tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan grumusol (Jabarprov, 2009).

4.1.3 Monografi Kabupaten Ciamis

Penduduk Kabupaten Ciamis berjumlah sebanyak 1.398.346 jiwa, dengan

jumlah penduduk laki-laki 702.065 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak

696.281 jiwa. Dilihat dari data bahwa penduduk Kabupaten Ciamis memiliki umur
16

dibawah 15 tahun sebanyak 273.502 jiwa atau 20 %, umur penduduk yang

produktif berkisar 16 – 64 tahun sebanyak 966.022 jiwa atau 69% dan umur 65

tahun keatas berjumlah 158.822 jiwa atau 11%. Dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data jumlah penduduk Kabupaten Ciamis


Kelompok Laki - Laki Perempuan Jumlah Persentase
Umur
<15 141.294 132.208 273.502 20%

16 – 64 486.493 479.529 966.022 69%

65< 74.278 84.544 158.822 11%

Jumlah 702.065 696.281 1.398.346 100%

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab Ciamis (2016)

Menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Tabel 3.

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kabupaten Ciamis adalah pedagang

(30%) dan bertani atau beternak (29%). Sektor mata pencaharian pertanian dan

peternakan merupakan jumlah terbesar kedua di Kabupaten Ciamis. Hal tersebut

bahwa sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian dan peternakan.

Sektor tersebut merupakan sektor yang sangat cocok dikembangkan di Kabupaten

Ciamis, karena memiliki luas lahan pertanian seluas 35.449 Ha. Pengembangan

tersebut tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya arahan dan bantuan dari segi

materi dan teori, maka dari itu pemerintah bekerja sama dengan penduduk

membuat kelompok tani binaan. Dengan adanya kelompok tani pemanfaatan lahan

dan pengembnangan dapat terlaksana dikarenakan adanya penyuluhan dan serta

arahan yang dillakukan oleh pemerintah setempat. Data mata pencaharian

penduduk Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 3.


17

Tabel 3. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Ciamis


Pekerjaan Utama Jumlah Persentase
(Jiwa)
1. Pertanian, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan 143.868 29%

2. Pertambangan dan Penggalian 0 0%

3. Industri Pengolahan 57.517 11%

4. Listrik, Gas, dan Air 3.785 1%

5. Bidang Bangunan 60.455 12%

6. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan 146.466 30%


Hotel
7. Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 19.540 4%

8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan 8.973 2%


Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan 53.474 11%

Jumlah 494.078 100%


Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (2016)

4.2 Tinjauan Khusus

4.2.1 Kelompok Tani Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis

Kelompok tani merupakan salah satu jalan atau cara pemerintah untuk

melestarikan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis. Kelompok tani juga merupakan

wadah bagi para peternak baru yang ingin memulai beternak ayam Sentul

dikarenakan adanya kelompok tani akan membuka wawasan peternak yang baru

untuk berfikir secara lebih luas.

Kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis banyak yang tidak aktif,

hal tersebut sangat tidak diharapkan karena kelompok tani merupakan wadah bagi

peternak untuk menambah wawasan tentang ilmu peternakan. Husodo (2006)

mengemukakan bahwa partisipasi kelompok tani akan efektif apabila dilaksanakan


18

secara kolektif dalam wadah kelompok. Hal demikian akan menghasilkan sinergi

yang pada gilirannya akan menghasilkan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati

oleh semua pihak. Adapun wujud partisipasi yang diberikan oleh anggota

kelompok tani pada suatu kegiatan yaitu ide atau gagasan, keterampilan, tenaga,

harta benda, dan uang (Hamidjoyo 1991). Tabel 4 menunjukan Kelompok tani

yang berada di Kabupaten Ciamis.

Tabel 4. Kelompok tani Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis


No Kelompok Ketua Alamat Keterangan
1. Gemah Ripah H Dadang Desa Sukajadi Kec. Aktif
Herawan Sadananya
2. Anugerah Asep Desa Sukajadi Kec. Aktif
Gunawan Sadananya
3. Taruna Guna Beni Desa Sukasari Kec. Aktif
Bakti Yusana Tambaksari
4. Ar Rapah Agus Desa Situmandala Kec. Tidak
Kurniawan Rancah Aktif
5. KWT Kuntum Esih Desa Cisontrol Kec. Rancah Aktif
Mekar Kurniasih
6. Ciung Wanara Oo Desa Karangkamulyan Kec. Aktif
Yarohman Cijeungjing
7. Haniwung Dede Desa Sukadana Kec. Tidak
Sukmara Sukadana Aktif
8. Mekar Mukti Yayat Desa Kertabumi Kec. Tidak
Hendriyana Cijeungjing Aktif
9. Bina Laksana Hernawan Desa Kertabumi Kec. Tidak
Cijeungjing Aktif
10. Sirnajati Sopian Desa Selacai Kec. Cipaku Tidak
Aktif
11. Sangkan Hurip Darma Desa Tanjungsari Kec. Raja Tidak
desa Aktif
12. Karomah Usep Desa Cipacar Kec. Aktif
Kustaman Banjarsari
Sumber : Data Sekunder, 2018.

Tidak aktifnya kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis dikarenakan

berbagai masalah seperti, ternak yang terserang penyakit, pendapatan yang kurang

baik, serta kurang adanya kesadaran dari anggota untuk melakukan partisipasi.
19

Menurut Sandyatma (2012) menyatakan bahwa pendapatan anggota kelompok tani

yang cukup besar memberikan dampak terhadap keterlibatan dan peran aktif

anggota kelompok tani. Semakin meningkat pendapatan anggota kelompok tani

akan berpengaruh pada partisipasi anggota kelompok tani itu yang sedang

dijalaninya.

4.2.2 Karakteristik Peternak

4.2.2.1 Pendidikan Peternak

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan dan

peningkatan sumber daya manusia, pendidikan yang tinggi diharapkan adanya

peningkatan taraf hidup seorang peternak. Pendidikan penduduk berdampak pada

kemampuan berfikir untuk mengembangkan dan meningkatkan taraf hidup

peternak (Sari, 2014). Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Peternak Ayam Sentul


No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. SD 3 7.3
2. SMP 10 24,4
3. SMA 17 41,5
4. SMK 1 2,4
5. D3 2 4,9
6. S1 8 19,5
Total 41 100%
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 5 pendidikan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis,

khususnya kelompok tani Gemah Ripah dan Anugrah (Kecamatan Sadananya),

Taruna Guna Bakti (Kecamatan Tambaksari), KWT Kuntum Mekar (Kecamatan

Rancah), Ciung Wanara (Kecamatan Cijeungjing) dan Karomah (Kecamatan

Banjarsari) adalah tamat SMA sebanyak 17 jiwa (41,5%), tamat SMP sebanyuak
20

10 jiwa (24,4%), tamat S1 sebanyak 8 jiwa (19,5%), tamat SD sebanyak 3 jiwa

(7,3%), tamat D3 sebanyak 2 jiwa (4,9%), dan tamat SMK sebanyak 1 jiwa (2,4%).

Rata-rata pendidikan peternak berada pada 11,8 tahun yaitu pada taraf SMA.

Tingkat pendidikan peternakan tergolong tinggi, hal tersebut seharusnya peternak

lebih gampang menerima inovasi teknologi yang berkembang pada saat ini.

Menurut Citra (2010) menyatakan dalam usaha peternakan faktor pendidikan

sangat diharapkan dapat membantu masyarakat dalam upaya peningkatan produksi

dan produktivitas ternak yang dipelihara yang nantinya akan mempengaruhi

pendapatan peternak. Peternak yang mempunyai pendidikan yang tinggi

menyebabkan daya fikir yang luas dan lebih maju dibandingkan dengan pendidikan

yang rendah. Menurut Utami (2015) tingkat pendidikan dapat berpengaruh

terhadap kemampuan peternak dalam penerapan inovasi dan teknologi.

4.2.2.2 Usia Peternak

Usia peternak merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap

produktivitas kerja seseorang. Semakin bertambah usia seseorang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan suatu pekerjaan yang bersifat

fisik. Usia juga berhubungan dengan pola berfikir peternak dalam kegiatan usaha

ternaknya. Usia responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Usia Peternak Ayam Sentul


No Usia (tahun) Peternak Persentase (%)
1. 21 – 30 4 9,8
2. 31 – 40 6 14,6
3. 41 – 50 16 39
4. 51 – 60 11 26,8
5. 61 – 70 4 9,8
Total 41 100
Sumber : Data Primer, 2018
21

Berdasarkan Tabel 6, responden berada di kisaran 27 – 65 tahun dengan

komposisi usia 21 – 30 tahun sebanyak 4 orang (9,8%), usia 31 – 40 tahun

sebanyak 6 orang (14,6%), usia 41 – 50 sebanyak 16 orang (39%), usia 51 – 60

sebanyak 11 orang (26,8%), dan usia 61 – 70 sebanyak 4 orang (9,8%).

Berdasarkan hal tersebut sebagian peternak ayam Sentul berada dalam usia

produktif yaitu sebanyak 36 orang (73,2%), rata-rata usia peternak berada pada 47

tahun. Menurut Baba (2016) usia produktif merupakan usia dari 20 – 50 tahun.

Usia produktif untuk peternak merupakan modal utama karena pada usia produktif

memiliki rasa keingintahuan yang tinggi serta masih memiliki fisik yang kuat.

Peternak yang berusia lanjut pada Tabel 6 sebanyak 4 orang. Peternak yang

berusia lanjut selalu mencari kegiatan untuk memenuhi kebutuhan di hari tua.

Menurut Herliana (2012) usia lanjut dapat merubah peran dari mulai keluarga serta

ekonomi untuk suatu usaha. Peternak pada usia 60 – 70 tahun memiliki sifat apatis

terhadap inovasi dan teknologi yang baru.

4.2.2.3 Lama Beternak

Lama beternak adalah seberapa lama seorang peternak telah menjalankan

usaha ternaknya. Petenak yang memiliki pengalaman beternak lebih lama memiliki

tingkat kesadaran tinggi untuk kegiatan usaha. Adapun data lama beternak anggota

kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Lama Beternak


No Lama Beternak (Tahun) Peternak Persentase (%)
1 1–3 7 17,1
2 4–7 31 75,6
3 8 – 11 3 7,3
Total 41 100
Sumber: Data Primer, 2018
22

Lama beternak anggota kelompok tani di Kabupaten Ciamis berkisar dari 1 –

11 tahun. Tabel 7 menunjukan lama beternak pada 1 – 3 tahun sebanyak 7 orang

(17,1%), pada 4 – 7 tahun sebanyak 31 orang dan pada 8 – 11 tahun sebanyak 3

orang (7,3%). Lama beternak sebagian besar peternak kelompok tani di Kabupaten

Ciamis pada angka 4 – 7 tahun, rata-rata pengalaman peternak adalah 5,1 tahun.

Hal tersebut disebabkan karena para peternak belum memulai usaha peternakan

pada saat sebelum masuk keanggotaan kelompok tani, serta masih banyak peternak

ayam Sentul di Kabupaten Ciamis yang pemeliharaan dengan tujuan sampingan.

Kelompok tani tersebut merupakan wadah bagi para peternak untuk memulai

beternak ayam Sentul karena mendapat bantuan dari pemerintah setempat seperti

bibit per kelompok mendapatkan 1000 ekor bibit ayam Sentul. Menurut Roosganda

dan Rusdiana (2012) lingkungan dapat mempengaruhi interaksi membentuk

kreativitas, sikap dan motivasi untuk mulai memelihara ternak ayam kampung.

Pengalaman beternak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.

Semakin tinggi pengalaman beternak maka semakin mudah peternak mengatasi

kesulitan yang dialaminya. Menurut Wati dkk (2010) peternak yang memiliki

pengalaman beternak cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih

banyak dibandingkan peternak yang baru saja mulai menekuni usahanya.

4.2.2.4 Jumlah Kepemilikian Ternak

Jumlah ternak adalah salah satu penentu pendapatan. Menurut Krisna

(2014) semakin besar skala usaha maka populasi ternak akan lebih besar juga, atau

semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara dalam satu kali periode

pemeliharaan akan semakin tinggi pendapatan yang diterima oleh petani peternak
23

Jumlah kepemilikan ternak yang berada di Kabupaten Ciamis beragam, mulai dari

100 – 4000 ekor, dapat dilihat di lampiran 2.

Jumlah kepemilikan ternak di Kabupaten Ciamis paling banyak berada pada

kisaran 100 – 300 ekor, sedangkan rata-rata jumlah kepemilikan ternak adalah 550

ekor. Menurut Utomo dkk (2015) jumlah ternak yang tinggi akan memerlukan

pemeliharaan yang lebih baik terutama pakan, kandang dan pengendalian penyakit.

Pada keadaan tersebut peternak akan mengeluarkan biaya produksi yang lebih

besar. Menurut Fitrizia dkk (2012) jumlah ternak yang dipelihara akan

mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh oleh peternak. Jumlah ayam

yang semakin banyak akan menyebabkan semakin tinggi pendapatan yang

diperoleh peternak, demikian dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

4.2.3 Pendapatan Peternak Ayam Sentul

Analisis tingkat pendapatan usaha ternak dilakukan dengan tujuan untuk

melihat pendapatan pada kegiatan yang diusahakan dan membandingkan masing-

masing usaha. Pendapatan total ayam Sentul khususnya pedaging di Kabupaten

Ciamis rata rata Rp. 4.000.141. Pendapatan peternak ayam Sentul pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendapatan Ayam Sentul


No Pendapatan Peternak (orang) Persentase (%)
1 < Rp 3.000.000 29 70,7
2 Rp 3.100.000 – 6.000.000 4 9,8
3 Rp 6.100.000 – 9.000.000 5 12,2
4 > Rp 9.100.000 3 7,3
Total 41 100
Sumber data : Primer diolah, 2018

Pendapatan responden didapat dari pengurangan antara penerimaan terhadap

biaya produksi (biaya bibit, pakan, vaksin, karyawan, transportasi dan listrik).

Penerimaan yang diterima oleh peternak sebagian besar dari ayam hidup siap
24

potong dengan berat 0,8 – 1,2 kg pada populasi 100 – 4000 ekor ayam Sentul

dengan pemeliharaan selama 70 hari. Pendapatan responden berkisar dari Rp

756.000 – Rp 19.900.000. Tabel 8 menunjukkan pendapatan peternak kurang dari

Rp 3.000.000 sebanyak 29 orang (70,7%), pendapatan Rp 3.100.000 – 6.000.000

sebanyak 4 orang (9,8%), pendapatan Rp 6.000.000 – 9.000.000 sebanyak 5 orang

(12,2%) dan pendapatan lebih dari Rp 9.000.000 sebanyak 3 orang (7,3%).

Pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis sebagian besar pada

angka kurang dari Rp 3.000.000. Pendapatan tersebut tergolong rendah

dikarenakan usaha Ayam Sentul hanya digunakan untuk usaha sampingan. Hal

tersebut sesuai pendapat Eko, dkk (2013) bahwa usaha peternakan ayam Sentul

dijadikan usaha sampingan oleh peternak, atau peternak kurang serius dalam

menjalankan usaha ayam Sentul.

Pendapatan yang rendah juga dipengaruhi oleh kepemilikan ternak, apabila

kepemilikan ternak semakin tinggi maka pendapatan akan tinggi. Menurut Krisna

(2014) semakin besar skala usaha semakin baik kesejahteraan petani ternak atau

semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara dalam satu kali periode

pemeliharaan akan semakin tinggi pendapatan yang diterima oleh petani peternak.

Hal tersebut karena peternak dapat melakukan efisiensi pada faktor – faktor

produksi seperti biaya tetap yang dibebankan pada jumlah ternak yang besar

sehingga biaya produksi persatuan unit produksi akan semakin kecil.

Pendapatan rata-rata anggota kelompok tani ayam sentul di Kabupaten

Ciamis Rp 4.000.141 per periode atau Rp 1.904.829 perbulan. Menurut Sandyatma

(2012) pendapatan kelompok tani berkisar antara Rp 400.000 - Rp 3.000.000


25

perbulan. Pendapatan rata-rata tersebut sudah melebihi Upah Minimum Kabupaten

(UMK) di Kabupaten Ciamis yang berada di angka Rp 1.604.334,37.

4.2.4 Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul

Sistem pemeliharaan merupakan pilihan bagi peternak. Sistem pemeliharaan

meliputi sistem pemeliharaan Tradisional, Semi Intensif, dan Intensif. Tabel 9

menunjukan sistem pemeliharaan di Kabupaten Ciamis.

Tabel 9. Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul


No Sistem Pemeliharaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tradisional 0 0
2 Semi Intensif 30 73,2
3 Intensif 11 26,8
Total 41 100
Sumber : Data Primer, 2018

Sistem pemeliharaan ditentukan menggunakan kuisioner tentang bibit, pakan,

kandang, tata laksana pemeliharaan, pengendalian penyakit. Perbedaan yang

signifikan pada sistem pemeliharaan semi intensif dan intensif di Kabupaten

Ciamis terdapat pada bibit dan pengendalian penyakit. Seleksi bibit merupakan

penentu produksi yang pertama yang harus dilakukan peternak, peternak ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis jarang melakukan seleksi bibit dengan alasan

keterbatasan DOC yang diterima peternak dan kurangnya pengetahuan peternak.

Manfaat seleksi menurut Supartini dan Darmawan (2014) adalah untuk menaikan

mutu genetik ternak dalam kecepatan pertumbuhan, bobot lahir, dan produksi.

Sifat-sifat ini memberikan manfaat secara ekonomi. Seleksi dapat dilakukan

dengan menilai tingkat keturunannya, sifat fenotipe keturunan pada suatu populasi

dapat digunakan sebagai parameter penilaian mutu genetik.


26

Pengendalian penyakit yang sebagaian besar tidak dilakukan oleh peternak

yang menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif adalah biosekuriti. Menurut

Direktorat Jendral Peternakan (2008) biosekuriti adalah semua tindakan yang

merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk

mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan terluar dan

penyebaran penyakit.

4.2.4.1 Sistem Pemeliharaan Tradisional

Sistem pemeliharaan suatu usaha peternakan sangat ditentukan oleh populasi

dan tujuan beternak. Skala usaha dengan menggunakan sistem pemeliharaan yang

masih tradisional pada umumnya masih kecil yaitu dibawah 20 ekor ayam.

Pernyataan tersebut diperkuat oleh Roosganda dan Rusdiana (2012) yang

menyatakan bahwa permasalahan pengembangan ayam kampung di desa masih

rendah dikarenakan peternak hanya memliki kurang dari 10 induk betina dengan

pemeliharaan secara umbaran. Sistem pemeliharaan tradisional khususnya ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis, seperti yang tersaji pada Tabel 9 untuk orientasi

keuntungan sudah tidak ada.

Sistem pemeliharaan secara tradisional biasanya tidak memperhatikan aspek

nutrisi pakan, teknis dan ekonomi, melainkan hanya tabungan dan dipotong apabila

ada acara tertentu. Hal tersebut sependapat dengan Roosganda dan Rusdiana (2012)

bahwa sistem ekstensif (tradisional) yang umum dilakukan rumah tangga petani di

pedesaan, tidak dikandangkan, keseimbangan kebutuhan nutrisi pakan dicukupi

secara alami dengan sumber daya yang tersedia di lingkungan sekitarnya, belum

memperhatikan aspek teknis dan perhitungan ekonomis. Sistem pemeliharaan

tradisional juga dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Menurut Setiana dkk


27

(2012) rendahnya produktivitas usaha tani ayam lokal dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang saling terkait, diantaranya adalah rendahnya masukan yang diamati dari

skala rumah tangga pada umumnya, genetik atau benih yang unggul relatif

dipelihara menggunakan sistem pemeliharaan yang tradisional

4.2.4.2 Sistem Pemeliharaan Semi Intensif

Sistem pemeliharaan semi intensif sangat digemari di Kabupaten Ciamis.

Fakta tersebut tersaji pada Tabel 9 yang menunjukan angka 73,2% atau 31 peternak

dari 41 peternak ayam Sentul yang ada di Kabupaten Ciamis. Menurut (Rivani

2004) pemeliharaan ternak di pedesaan pada umumnya masih bersifat usaha

tradisional dan semi intensif.

Sistem pemeliharaan yang semi intensif digemari karena berorientasikan

kepada keuntungan serta populasi ayam yang dipelihara tidak terlalu banyak

dibanding dengan pemeliharaan intensif. Sehingga biaya produksi serta modal yang

dikeluarkan peternak semakin sedikit. Menurut Suparman (2007) menyatakan

bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat beternak dengan cara semi

intensif adalah nilai ekonomis, modal, kepemilikan lahan dan ketersediaan pakan.

Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan suatu sistem yang cocok bagi

peternak ayam kampung. Menurut Williamson dan Payne (1993) sistem

pemeliharaan semi intensif juga merupakan gabungan antara ektensif (umbaran)

dengan sistem pemeliharaan intensif (tanpa umbaran), tetapi biasanya

membutuhkan pemberian pakan yang berkualitas. Sistem pemeliharaan semi

intensif juga mempermudah bagi para peternak untuk beternak ayam Sentul.

Menurut Ansar (2015) kemudahan peternak yang melatarbelakangi beternak secara


28

semi intensif adalah ketersediaan modal yang terbatas sehingga usaha yang

dilakukan dianggap sebagai usaha sampingan.

4.2.4.3 Sistem Pemeliharaan Intensif

Sistem pemeliharaan secara intensif di Kabupaten Ciamis hanya dilakukan

oleh sebagian peternak. Tabel 9 menunjukan sistem pemeliharaan secara intensif

menunjukan angka 26,8% atau 11 peternak dari 41 peternak. Sistem pemeliharaan

secara intensif merupakan skala usaha besar dengan populasi lebih dari 1000 ekor

ayam Sentul. Skala usaha juga menentukan biaya produksi yang tinggi namun akan

mendapatkan pendapatan yang tinggi pula. Menurut Santa dkk (2014) bahwa

semakin tinggi biaya produksi maka pendapatan yang diterima peternak ayam

kampung cenderung semakin tinggi.

Sistem pemeliharaan kearah intensif kebanyakan peternak yang menjalankan

usahanya bukan untuk usaha sampingan namun usaha utama atau sebagai

penghasilan utama karena adanya keseriusan dalam beternak. Menurut Darmawi

(2011) apabila peternak sudah mulai serius menjalani usahanya, maka peternak

akan mulai beralih dari semi intensif kearah intensif. Pemeliharaan ayam kampung

dengan menggunakan sistem pemeliharaan intensif akan menambah produktivitas

ayam kampung tersebut. Pendapat tersebut diperkuat oleh Zakaria (2004) yang

menyatakan bahwa, untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan

efisiensi usaha ayam kampung pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional

kearah yang lebih intensif. Pramudyati (2009) menambahkan bahwa dengan cara

intensif ayam betina tidak diberi kesempatan untuk mengerami telurnya, dengan

cara seperti ini produktivitas dan pemanfaatan ayam buras oleh petani meningkat.
29

Pemeliharaan dengan cara intensif belum sepenuhnya sempurna, melainkan

ada kekurangan seperti membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan membutuhkan

biaya pakan yang tinggi. Menurut Suprijatna dkk (2008) intensif juga memiliki

kekurangan, yaitu membutuhkan banyak tenaga kerja, biaya pakan tinggi, apabila

pakan tidak memenuhi kebutuhan ayam, tidak efisien dan ayam mudah stres karena

perubahan lingkungan yang bersifat nutrisional, klimatis atau manajerial serta

biaya kandang dan perlengkapan tinggi. Pramudyati (2009) menambahkan

kekurangan terbesar pada pemilihan sistem pemeliharaan intensif adalah dari

pakan, karena peternak harus memberi pakan ternak kurang lebih 100

gram/ekor/hari yang menyebabkan peternak harus terus menerus menangani

usahanya, karena aspek komerisal dari usaha ini sangat ditentukan oleh modal

cukup banyak terutama untuk pembelian pakan.

4.2.5 Hubungan Pendapatan dengan Sistem Pemeliharaan Peternakan Ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis

Pendapatan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis beragam begitu pula dengan

sistem pemeliharaannya. Pemahaman peternak tentang sistem pemeliharaan ayam

Sentul diharapkan dapat merubah pola fikir dan perilaku peternak untuk beternak

dengan menggunakan sistem pemeliharaan yang lebih intensif. Sistem

pemeliharaan di Kabupaten Ciamis sudah beralih ke semi intensif dan Intensif.

Tabel Pendapatan dan sistem pemeliharaan tersaji pada Tabel 10.


30

Tabel 10. Pendapatan dan sistem pemeliharaan


No Pendapatan per periode (70 Semi Intensif Intensif
hari) (orang) (orang)
1. Rp. 752.000 – Rp. 3.612.200 30 0
2. Rp. 4.064.000 – Rp. 19.900.000 0 11
Total 30 11
Sumber : Data Primer diolah, 2018

Tabel 10 menunjukan pendapatan Rp 752.000 – Rp 3.612.200 menggunakan

sistem pemeliharaan semi intensif, dan pendapatan Rp 4.064.000 – Rp 19.900.000

menggunakan sistem pemeliharaan intensif. pada Tabel 10 menunjukan bahwa

pendapatan yang tinggi adalah pada sistem pemeliharaan intensif. Pendapatan rata-

rata dari sistem pemeliharaan semi intensif sebesar Rp 1.823.367 per periode.

Menurut Roosganda dan Rusdiana (2012) beternak ayam kampung pada sistem

pemeliharaan semi intensif sebesar Rp 2.582.800 per periode. Sedangkan

pendapatan rata-rata pada pemeliharaan intensif sebesar Rp 9.936.800 per periode,

pendapatan tersebut sudah sangat menguntungkan. Menurut Eko dkk (2013)

pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis mencapai Rp 37.976.000

per tahun atau Rp 6.329.333 per periode. Adanya perbedaan yang cukup tinggi

dikarenakan jumlah ternak yang dipelihara pada pemelihiharaan sistem intensif

lebih banyuak. Menurut Krisna (2014) semakin banyak jumlah ternak yang

dipelihara dalam satu kali periode pemeliharaan akan semakin tinggi pendapatan

yang diterima oleh petani peternak. Melani (2010) menambahkan peternakan ayam

kampung di pedesaan didominasi oleh pemeliharaan semi intensif, hal tersebut

dikarenakan modal dan biaya produksi yang rendah dan masih mendapat

pendapatan yang cukup tinggi dibanding dengan pemeliharaan intensif.


31

Hasil analisis data menggunakan uji Rank Spearman menunjukan bahwa

hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan memiliki korelasi tinggi (0,687)

dengan nilai signifikansi 0,01. Artinya bahwa H0 ditolak dan H1 diterima atau

terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan.

Korelasi tinggi antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan yang artinya apabila

semakin intensif sistem pemeliharaan maka pendapatan akan tinggi dan apabila

pendapatan yang tinggi akan mendukung usaha menjadi semakin intensif.


32

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis rata-rata Rp

4.000.141 per periode. Pendapatan peternak berkisar dari Rp 756.000 – Rp

19.900.000 per periode, terdapat perbedaan yang cukup tinggi karena

terdapat variasi sistem pemeliharaan yang diaplikasikan peternak.

2. Sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis sebagian besar

menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif (73,2%) dan Intensif

(26,8%).

3. Hasil penelitian menunjukan bahwa korelasi antara pendapatan dengan

sistem pemeliharaan berkorelasi tinggi yaitu pada angka 0,687. Artinya

semakin intensif sistem pemeliharaan maka pendapatan akan tinggi

demikian pula pendapatan yang tinggi akan mendorong usaha menjadi

semakin intensif.

5.2 Saran

1. Perlu adanya perbaikan pada sistem pemeliharaan semi intensif pada

peternakan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis. Agar ada peningkatan

pendapatan dengan memperbaiki komponen-komponen pemeliharaan

secara intensif yang dapat mempengaruhi pendapatan.

2. Perlu adanya penyuluhan bagi para peternak tentang sistem pemeliharaan

yang baik agar para peternak dapat meningkatkan pendapatan.

3. Perbaikan intensifikasi pada pemeliharaan semi intensif ditekankan pada

seleksi bibit dan tata laksana pencegahan penyakit, terutama biosekuriti.


33

4. Peran pemerintah lebih ditingkatkan lagi untuk menyiapkan bibit (DOC)

yang baik serta adanya penguatan kelompok tani khusus untuk penyediaan

bibit.
34

DAFTAR PUSTAKA

Ansar. 2015. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemudahan Pemeliharaan


Ternnak Kambing Kacang dengan Sistem Semi Intensif di Desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Universitas Hasanudin.
Makasar

Baba. 2016. Corellation Between Farmers Characteristic and Farm Scale of Dairy
Cattle Farming in Sumbang Village Curio District Encreckang. Fakultas
Peternakan. Universitas Hassanudin. Makassar : tidak dipublikasikan.

Citra. 2010. Pengaruh Skala Usaha terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras
Petelur di Kecamatan Maritengae Kabupaten Sidrap. Fakultas
Peternakan,Universitas Hasanuddin. Makassar: tidak dipublikasikan.

Darmawi. D. 2011. Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Bali di Kabupaten Muoro


Jambi. Jurnal Ilmiah Peternakan. 14 (1). 14 – 22.

Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pembibitan


Ayam Lokal yang Baik. Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian.2008. Prosedur Operasional


Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Dwiyanto. K., D. Zainuddin., T. Sartika., S. Rahayu., Djufri. C., Arifin dan Cholil.
2011. Model Pengembangan Peternakan Rakyat Terpadu Berorientasi
Agribisnis: Komoditas Ayam Lokal. Laporan Kerjasama Direktorat
Jenderal. Bogor.

Eko. F., N N. Hidayat., dan Roesdiyanto. 2013. Kinerja Ekonomi Usaha Ayam
Sentul di Kabupaten Ciamis. Jurnal Imliah Peternakan.Vol 1(3) : 865-873.

Fitriza. Y. T., Haryadi. F. T., dan Syahlani. P. 2012. Analisis Pendapatan dan
Persepsi Peternak Plasma Terhadap Kontrak Perjanjian Pola Kemitraan
Ayam Pedaging di Provinsi Lampung. Buletin Peternakan. 36(1) : 57 – 65.

Hamidjoyo. S. 1991. Keterlibatan Wanita dalam Sistem Usaha Tani Berkonservasi


Selani Das Brantas Kabupaten Malang. Yayasan Pengembangan Desa.
Malang.

Herliana. 2012. Socio Economic analysis of full inkind Bali Cattle breeders on high
progress of Gumba livestock after two year mantaints. Jurnal Ilmu Hewani
Tropika.1(2). Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.Bali.
35

Husodo. S. 2006. Partisipasi Petani dalam Kegiatan DAFEP di Kab Bantul. Jurnal
Ilmu Ilmu Pertanian. 2(1).

Iskandar. S., A.R. Setioko., S. Sopiana., Y. Saepudin., Suharto dan W.


Dirdjopratono, 2004. Keberadaan dan Karakter Ayam Pelung, Kedu dan
Sentul di Lokasi Asal. Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian Sebagai
Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan Mandiri. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Hal. : 121-133.

Iskandar. S., J. Elizabeth., D. Zaenudin., H. Resnawati., W. Bronto dan Sumanto.


1991. Teknologi Tepat Guna Ayam Buras. Balai Penelitian Peternakan
Ciawi. Bogor.

Jabarprov. 2009. Profil Kabupaten Ciamis dan Profil Daerah.


www.jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1047. Diakses 27 Februari 2017.

Khomsan. 2003. Aspek Gizi Dan Konsumsi Pangan Hewani. Makalah


Dipresentasikan Pada Seminar Nasional Biosekuriti pada Industri Peternakan
dan Peranannya Dalam Menjaga Keamanan Pangan. Kerjasama ISPI, Poultry
Indonesia dan Fakultas Peternakan IPB.

Krisna, H, R. 2014. Hubungan Tingkat Kepemilikan dan Biaya Usaha dengan


Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa
Barat (Studi Korelasi). Jurnal Aplikasi Manajemen. 12 (2). 295 – 305.

Melani. 2010. Karakteristik Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung dan Ayam


Leher Gundul di Kabupaten Subang Jawa Barat. Skripsi. Insitut Pertanian
Bogor. Bogor.

N. N Hidayat dan Suprapto. 2000. Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Kecamatan Banyumas. Journal Animal
Production. 2(1) : 13 – 17.

Pramudyati. S. Y. 2009. Petunjuk Teknis Beternak Ayam Buras. Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian (BTTP). Sumatra Selatan.

Rasyaf. M. 2001. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rasyid. T.G. 2002. Analisis Perbandingan Keuntungan Peternak Ayam Buras


dengan Sistem Pemeliharaan yang Berbeda. Bull. Nutrisi dan Makanan
Ternak. 3(1): 15 – 22.

Rivani. A . 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Peternak untuk


Memelihara Kambing di Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo. Tidak
dipublikasikan.
36

Roosganda. E., dan Rusdiana. S. 2012. Perbaikan Manajemen Usaha Ayam


Kampung Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Keluarga Petani di
Pedesaan. Workshop Nasional Unggas Lokal. 93 – 101.

Sandyatma. Y. H. 2012. Partisipasi Anggota Kelompok Tani Dalam Menunjang


Efektifitas Kelompok tani pada Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat di Kabupaten Bogor. Jurnal Kawistara. 2(3). 225 – 328.

Santa. N. M., Anie, M., dan Poulla. O. V. 2014. Hubungan Biaya Produksi Dengan
Pendapatan Usaha Ternak Ayam Kampung (Studi Kasus di Desa Pungkol
Kecamatan Tatapan, Kabupaten Minahasa Selatan). Jurnal Zootek. Vol 3 (4).
Hal : 67-75.

Sari. 2014. Analisis Keuntungan Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan


Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Fakultas Peternakan.Universitas
Hasanuddin.Makassar.

Setiana. L., Isbandi., Atmomarsono., dan Waridin. U. 2012. Identifikasi Perilaku


Petani Ayam Lokal dalam Mengadopsi Inovasi Teknologi Intensifikasi
(Identification of Local Chicken Farmers’ Behavior in Adopting Innovation
of Technology Intensification). Jurnal Animal Production. 14(2). Hal : 118 –
122.

Setioko. R. A., dan Iskandar. S. 2014. Review Hasil-Hasil Penelitian Dan


Dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner. Hal : 10-16.

Sinurat. A. P., Santoso., E. Juarni., Sumanto. T., Murtisari dan B. Wibowo. 1992.
Peningkatan Produktivitas Ayam Buras Melalui Pendekatan Sistem Usaha
Tani pada Peternak Kecil. Majalah Ilmu dan peternakan. Balai Penelitian
Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Vol. 5, No. 2.
Maret.

Sipayung. 2011. Peran Kelompok Peternakan Rakyat Ayam Kampung Sukabumi


Pada Usaha Ayam Kampung. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan. Akademika Pressindo. Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sudaryani. T., dan Hari. S. 2002. Pembibitan Ayam Ras Cetakan ke-VI. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Sugiyono dan Wibowo. E. 2001. Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan


SPSS 10.0. Alfabeta. Bandung.
37

Sugiono. 2009. Statistik Non Parametrik untuk penelitian. Penerbit Alfabeta.


Bandung.

Suparman. 2007. Beternak Kambing. Alfabenta. Bandung.

Supartini. N dan Darmawan. H. 2014. Profil Genetik dan Peternak Sapi Peranakan
Ongole Sebagai Strategi Dasar Pengembangan Desa Pusat Bibit Ternak.
Jurnal Buana Sains. 14(1). 71 – 84.

Suprijatna. E., Umiyati. A dan Ruhayat. K. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Cet.2. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suryana dan E.S Rohaeni. 2006. Upaya Perbaikan Sistem Usaha Tani Ayam Buras
dengan Teknologi Inseminasi Buatan di Lahan Kering (Desa Rumintin,
Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan). Seminar Nasional Lahan Kering.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. 65 –
70.

Usman. 2007. Potensi Ampas Tahu Sebagai Pakan Ternak pada Usaha Pembesaran
Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Pros. Percepatan Inovasi Teknologi
Pertanian. 253 – 261

Utami. S. 2015. Hubungan Krakteristik Peternak Dengan Skala Usaha Ternak


Kerbau di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar: tidak
dipublikasikan.

Utomo. H. R., H. Setiyawan., dan Santoso. S. I. 2015. Analisis Profitabilitas Usaha


Peternakan Ayam Broiler Dengan Pola Kemitraan di Kecamatan Limbangan
Kabupaten Kendal. Journal Animal Agriculture. 4(1) : 7 – 14.

Wati. R., A. Suresti., dan Karmila. 2010. Analisis faktor-faktor yang


mempengaruhi Penpatan Peternak Ayam Petelur di Kecamatan Lreh Sago
Halaban Kabupaten 50 kota. Journal Peternakan Indonesia. 13(3). 205 –
214.

Williamson. G dan W. J. A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Yuwono. D. M., dan Rudi. F.P. 2013. Analisis Teknis dan Ekonomi Agribisnis
Ayam Buras Sistem Semi Intensif – Intensif (Studi Kasus di KUB “Ayam
Kampung Unggul” Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, Kabupaten
Batang). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BITP). Hal : 18-24.
38

Zakaria. S. 2004. Pengaruh Luas Kandang Terhadap Produksi dan Kualitas Telur
Ayam Buras yang Dipelihara dengan Sistem Litter. Jurnal Nutrisi dan
Makanan Ternak. 5(1): 1 − 11.
39

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENDAPATAN PETERNAK DENGAN SISTEM
PEMELIHARAAN (STUDI KASUS USAHA TERNAK AYAM SENTUL DI
KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT)
Oleh : Rinari Agrian Firdaus

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ......................................
Alamat : ......................................
Jenis Kelamin : ......................................
Usia : ......................................
Pekerjaan Utama : ......................................
Jumlah Ternak : Jantan........Betina.........
Jumlah Anggota Keluarga : Istri/Suami.....Anak......
Lama Beternak (tahun) : ......................................
Pendidikan Terakhir : ......................................
Keanggotaan Kelompok : ......................................
Tujuan Beternak : ......................................
B. PENDAPATAN
1. Kontribusi Pendapatan
1. Apakah bapak/ibu melakukan usaha peternakan Ayam Sentul ini adalah
pekerjaan utama atau sampingan ? ............................
2. Apakah bapak/ibu mempunyai pekerjaan lain selain beternak Ayam Sentul ?
Jika iya berapa penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut ?
Rp ...............................
3. Apakah anak bapak/ibu sudah sekolah ?..........jika ya, apakah biaya sekolah
yang dikeluarkan dari hasil usaha peternakan Ayam Sentul ? .........................,
berapa besar kontribusinya ? ...............................
40

4. Apakah kebutuhan keluarga bapak/ibu dibiayai dari hasil pendapatan usaha


Ayam Sentul ? ....... jika ya, berapa besar kontribusinya.................................
2. Biaya
1. Investasi
A. Tanah
1. Apakah bapak/ibu memiliki tanah sendiri atau sewa dari orang lain ?
2. Jika memliki tanah sendiri, berapa luas tanah yang dipakai untuk memelihara
Ayam Sentul ?
3. Kapan bapak/ibu membeli tanah tersebut ?
4. Berapa harga tanah yang dibeli pada saat itu ? Rp ........................
5. Jika menyewa tanah, berapa harga sewa tanah yang dipakai pada saat
pemeliharaan Ayam Sentul ? Rp .....................
B. Kandang
1. Berapa luas kandang Ayam Sentul yang bapak/ibu punyai ?
2. Terbuat dari bahan apa saja kandang yang bapak/ibu punyai?
3. Apakah kandang yang bapak/ibu bangun permanen/semi-permanen?
4. Kapan bapak/ibu membangun kandang Ayam Sentul ?
5. Berapa lama kandang yang bapak/ibu bangun bisa bertahan (tahun) ?
6. Berapa biaya yang dikeluarkan pada saat membangun kandang ?
C. Peralatan
a. Alat apa saja yang diperlukan untuk keperluan pemeliharaan Ayam Sentul ?
berapa jumlahnya dan berapa harganya ?
1. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
2. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
3. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
4. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
5. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
6. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
7. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
8. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
9. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
10. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
41

2. Biaya Tetap
1. Apakah dalam mengusahakan Ayam Sentul, bapak/ibu menggunakan
karyawan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika tidak, apakah anggota keluarga ikut terlibat dalam pemeliharaan Ayam
Sentul ?
a. Istri / Suami
b. Anak
Lainya : .............................................................................................................
3. Jika anggota keluarga membantu usha Ayam Sentul apakah diupah ?
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, berapa upah untuk tenaga kerja
keluarga ? ...........................................
4. Jika menggunakan karyawan, berapa jumlah karyawan bapak/ibu ?...........
orang.
5. Berapa upah yang diberikan kepada klaryawan dalam pemeliharaan Ayam
Sentul ini ? Rp ................../orang
6. Bagaimana sistem pengupahanya ?
a. Harian
b. Mingguan
c. Bulanan
d. Lainya (sebutkan) : .......................
3. Biaya Variabel
A. Bibit
1. Darimana bapak/ibu mendapatkan DOC yang dipelihara ?
2. Berapa jumlah DOC yang bapa pelihara dalam satu periode? ............ ekor
3. Apakah bapak/ibu membeli DOC dengan harga satuan / box ?
4. Apabila satuan, berapa harga satuan DOC yang bapak/ibu beli pada saat
pemeliharaan Ayam Sentul ? Rp .................../ekor
42

5. Apabila dalam bentuk box, berapa banyak DOC yang ada didalam box tersebut
? ........... ekor, berapa harga 1 box nya ? Rp.....................
B. Pakan
1. Jenis pakan apa yang bapak/ibu pakai untuk pemeliharaan Ayam Sentul ?
a. Crumble/butiran kecil
b. Pellet
c. Mash/Tepung
d. Lainya : ...................................
2. Darimana bapak/ibu mendapatkan pakan tersebut ?
3. Berapa kg pakan yang diberikan pada ayam setiap hari ?
4. Apakah bapak/ibu membeli pakan bentuk satu kg (satuan)/satu karung ?
5. Jika membeli dalam bentuk 1kg, berapa biaya pakan yang bapak/ibu keluarkan
untuk satu kg karung pakan? Rp .......................
6. Jika membeli dalam bentuk satu karung, berapa kg dalam satu
karung ? ............. kg dan berapa harga untuk satu karung pakan ?
Rp...............................
C. Listrik
1. Berapa biaya listrik yang harus dibayar dalam waktu satu bulan ? Rp..............
2. Berapa bulan dalam satu periode pemeliharaan ? ............... bulan
D. Transportasi
1. Transportasi apa saja yang dibutuhkan dalam satu periode pemeliharaan ?
a. Pengiriman DOC : Rp ................................
b. Pemasaran : Rp ................................
c. Pengiriman pakan : Rp ................................
E. Vaksin
1. Apakah ayam yang bapak/ibu pelihara divaksin ?
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, vaksin apa saja : ...............................
2. Berapa kali divaksin Ayam Sentul yang bapak/ibu pelihara dalam satu
periode ?
43

3. Berapa harga satu kali vaksin Ayam Sentul ?


4. Penerimaan
1. Berapa ternak yang terjual dalam satu periode pemeliharaan ? ..............ekor
2. Apakah ternak dijual dalam bentuk satuan atau per satu kg?
3. Apablila satuan, berapa harga satuan Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis ?
Rp..............
4. Apabila per satu kg, berapa harga satu kg Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis ?
Rp..............
5. Apakah ada produk sampingan selain menjual ayam siap potong ? Jika ada apa
yang dijual dan berapa harganya ? ..............................................Rp...................
C. Sistem Pemeliharaan
1. Bibit
1. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan performa ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan silsilah ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan produksi ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Pakan
1. Apakakah bapak/ibu sudah memilih bahan pakan yang baik ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakakah bapak/ibu sudah menyimpan pakan dengan baik ?
a. Ya
44

b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase starter ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase grower ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase finisher ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Kandang
1. Apakah bapak/ibu mempertimbangkan pemilihan lokasi dan persyaratan
kandang?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu melakukan perlakuan kandang sesuai fase ayam?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan pembuatan kandang sesuai tujuan
pemeliharaan?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Tata Laksana Pemeliharaan
45

1. Apakah bapak/ibu melakukan teknik pemeliharaan umum (DOC, grower,


finisher) ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu memperhatikan kepadatan kandang (8 ekor/m2)
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Pencegahan Penyakit dan Pengobatan Penyakit
1. Apakah bapak/ibu melakukan sanitasi kandang?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu menerapkan biosekuriti ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan vaksinasi ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Apakah bapak/ibu melakukan pengobatan apabila ternak sakit?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Apakah bapak/ibu melakukan pemisahan ternak yang sakit /kandang
karantina ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
46

Lampiran 2. Data Analisis Pendapatan Ayam Sentul per periode

Tabel 11. Analisis Pendapatan Ayam Sentul


Biaya
Nama variable Biaya tetap Total Biaya Penerimaan Pendapatan
Rp60.550.00 Rp61.150.00
H Dadang 0 Rp600.000 0 Rp81.000.000 Rp19.850.000
Mamat Rp1.858.000 Rp90.000 Rp1.948.000 Rp2.700.000 Rp752.000
H Bagja Rp5.314.000 Rp80.000 Rp5.394.000 Rp8.100.000 Rp2.706.000
Dedi Suhendar Rp3.686.000 Rp80.000 Rp3.766.000 Rp5.400.000 Rp1.634.000
Asep Gunawan Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Ato Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Idat Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Idris Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Agus S Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Yayan, S.pd Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Edi Rp1.838.000 Rp80.000 Rp1.918.000 Rp2.700.000 Rp782.000
Wahyu Rp1.838.000 Rp80.000 Rp1.918.000 Rp2.700.000 Rp782.000
Hadis Ismanto Rp3.532.000 Rp100.000 Rp3.632.000 Rp5.400.000 Rp1.768.000
Rp18.876.00 Rp19.476.00
Teti Rohayati 0 Rp600.000 0 Rp27.000.000 Rp7.524.000
Wahyudin Rp3.537.000 Rp200.000 Rp3.737.000 Rp5.400.000 Rp1.663.000
Rp15.668.00 Rp15.968.00
Felix A S 0 Rp300.000 0 Rp24.300.000 Rp8.332.000
Rp17.450.00 Rp18.050.00
Beni 0 Rp600.000 0 Rp27.000.000 Rp8.950.000
Teti Hartati Rp7.008.000 Rp300.000 Rp7.308.000 Rp10.800.000 Rp3.612.000
Karnadi Rp3.552.000 Rp300.000 Rp3.852.000 Rp5.400.000 Rp1.548.000
Agus A Rp3.547.000 Rp150.000 Rp3.697.000 Rp5.400.000 Rp1.703.000
Ajo Warjo Rp3.542.000 Rp200.000 Rp3.742.000 Rp5.400.000 Rp1.658.000
Rp10.484.00 Rp10.784.00
Ibrahim 0 Rp300.000 0 Rp16.200.000 Rp5.416.000
Rp14.601.20 Rp15.101.20
Jojo 0 Rp500.000 0 Rp22.680.000 Rp7.578.800
Aco Karsono Rp3.557.000 Rp140.000 Rp3.697.000 Rp5.400.000 Rp1.703.000
Yadi Rp3.537.000 Rp200.000 Rp3.737.000 Rp5.400.000 Rp1.663.000
Heri Rp3.542.000 Rp300.000 Rp3.842.000 Rp5.400.000 Rp1.558.000
Rp18.880.00 Rp19.280.00
H yunus 0 Rp400.000 0 Rp27.000.000 Rp7.720.000
Ida Yuniasi Rp3.552.000 Rp300.000 Rp3.852.000 Rp5.400.000 Rp1.548.000
Darli Rp3.532.000 Rp175.000 Rp3.707.000 Rp5.400.000 Rp1.693.000
Calam Rp3.547.000 Rp200.000 Rp3.747.000 Rp5.400.000 Rp1.653.000
Darsin Rp3.532.000 Rp150.000 Rp3.682.000 Rp5.400.000 Rp1.718.000
H ujang Rp8.746.000 Rp400.000 Rp9.146.000 Rp13.500.000 Rp4.354.000
Rp86.300.00 Rp1.800.00 Rp88.100.00 Rp108.000.00
Yusuf 0 0 0 0 Rp19.900.000
47

Esih Rp4.328.000 Rp360.000 Rp4.688.000 Rp6.750.000 Rp2.662.000


Rp59.384.00 Rp59.984.00
Asep Yayat 0 Rp600.000 0 Rp75.600.000 Rp15.616.000
Agus kurniawan Rp8.736.000 Rp700.000 Rp9.436.000 Rp13.500.000 Rp4.064.000
Tati Haryati Rp4.411.000 Rp300.000 Rp4.711.000 Rp6.750.000 Rp2.039.000
Usep Rp5.214.000 Rp200.000 Rp5.414.000 Rp8.100.000 Rp2.686.000
Indra setia
mulya Rp5.274.000 Rp200.000 Rp5.474.000 Rp8.100.000 Rp2.626.000
Sofyan sori Rp5.214.000 Rp240.000 Rp5.454.000 Rp8.100.000 Rp2.646.000
Maesaroh Rp3.486.000 Rp300.000 Rp3.786.000 Rp5.400.000 Rp1.614.000
Sumber : Data Primer Diolah (2018)
Lampiran 2. Data Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis
Tabel 12. Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul
No Nama Jumlah Sistem Pemeliharaan
Ternak Semi Intensif Intensif
1. H Dadang 3000 v
2. Mamat 100 v
3. H Bagja 300 v
4. Dedi Suhendar 200 v
5. Asep Gunawan 300 v
6. Ato 300 v
7. Idat 300 v
8. Idris 100 v
9. Agus S 100 v
10. Yayan, S.pd 100 v
11. Edi 100 v
12. Wahyu 100 v
13. Hadis Ismanto 200 v
14. Teti Rohayati 1000 v
15. Wahyudin 200 v
16. Felix A S 200 v
17. Beni 1000 v
18. Teti Hartati 200 v
19. Karnadi 900 v
20. Agus A 200 v
21. Ajo Warjo 200 v
22. Ibrahim 400 v
23. Jojo 200 v
24. Aco Karsono 200 v
25. Yadi 200 v
26. heri 600 v
27. H yunus 840 v
28. Ida Yuniasi 200 v
29. Darli 200 v
30. Calam 200 v
31. Darsin 1000 v
32. H ujang 500 v
34. Yusuf 4000 v
35. Esih 250 v
48

36. Asep Yayat 2800 v


37. Agus kurniawan 500 v
38. Tati Haryati 250 v
39. Usep 300 v
40. Indra setia mulya 300 v
41. Sofyan sori 300 v
42. Maesaroh 200 v
Jumlah 30 11
Sumber: Data Primer diolah, 2018.
Lampiran 4. Analisis Korelasi Rank Spearman

Tabel 13. Korelasi Rank Spearman


Correlations

Pendapatan Sistem
pemeliharaan

Correlation Coefficient 1.000 .687**

Pendapatan Sig. (2-tailed) . .000

N 41 41
Spearman's rho
Correlation Coefficient .687** 1.000

Sistem pemeliharaan Sig. (2-tailed) .000 .

N 41 41

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Sumber : Data Primer Diolah (2018)

Keterangan :

(**) Korelasi sangat nyata pada taraf (P≥0,01)

(*) Korelasi nyata pada taraf (P≤0,05)

( ) Korlasi tidak nyata pada taraf (P≥0,05)

Anda mungkin juga menyukai