Anda di halaman 1dari 8

KERAGAAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN PADI SAWAH-TERNAK SAPI DI

MALUKU UTARA

INDRA HERU, HARIS SYAHBUDDIN, MUSA WARAIYA dan HERU PONCO W.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Kompleks Pertanian Kusu No 1, Kota Tidore
Kepulauan, Maluku Utara

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis keragaan integrasi tanaman padi sawah-ternak sapi di
Maluku Utara. Usaha pengembangan ternak sapi di Maluku Utara mempunyai prospek yang cerah
untuk dikembangkan. Sapi telah dipelihara secara terpadu dengan tanaman namun belum menjadi
model yang definitif. Pengembangan ternak sapi dapat dilakukan dengan Sistem Integrasi Tanaman-
Ternak. Sinergisme pola ini adalah pemanfaatan limbah pertanian tanaman pangan sebagai pakan
ternak dan limbah ternak (kotoran) sebagai pupuk organik. Integrasi padi sawah-ternak sapi
memberikan keuntungan kepada petani-peternak karena meningkatkan kesuburan tanah dan
memberikan nilai tambah pendapatan. Pengkajian Integrasi padi sawah-ternak sapi di Desa Bumi
Restu, Kecamatan Wasile Kabupaten Halmahera Timur menghasilkan gabah sebesar 3,187
ton/gkp/ha dengan B/C ratio 1,74 pada tahun pertama dan hasil padi tahun kedua sebesar 3.333
ton/gkp/ha dengan B/C ratio 2,07 yang dihasilkan sebanyak 60 ton dan 12 ekor sapi. Dengan
demikian, teknologi ini memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan di kelompok tani lain di
Maluku Utara dan daerah lain yang memiliki agroekosistem sama.

Kata kunci: Integrasi Padi Sawah-Sapi, Maluku Utara

PENDAHULUAN

Maluku Utara memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha ternak karena
didukung oleh sumberdaya alam yang melimpah, dan peluang pasar. Walaupun secara umum sektor
peternakan hanya memberikan kontribusi sebesar 1,87% terhadap PDRB (BPS MALUKU UTARA,
2008), ternak sapi merupakan salah satu komoditas prospektif, mengingat konsumsi ternak lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan populasi (DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN
DAERAH MALUKU UTARA, 2008).

Peningkatan populasi ternak sapi menjadi program utama pembangunan peternakan secara
nasional pada umumnya dan di Maluku Utara khususnya, yaitu dengan dicanangkannya program
swasembada daging sejak tahun 2010. Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi ternak adalah
melalui pengembangan sinergisme antara tanaman pangan dengan ternak (DINAS PERTANIAN DAN
KETAHANAN PANGAN DAERAH MALUKU UTARA, 2005).

Pada umumnya, di Maluku Utara sapi masih dipelihara sebagai usaha sambilan, sebagai
tabungan dan tenaga kerja, sehingga manajemen pemeliharaannya masih konvensional.
Pemeliharaan ternak sapi secara terpadu dengan tanaman pangan dan perkebunan sudah
berlangsung sejak lama, tetapi belum dikelola secara intensif. Interaksi saling menguntungkan antara
keduanya sudah terjadi sejak ternak sapi dipelihara sebagai tenaga pengolah tanah dan penarik
pedati untuk mengangkut hasil-hasil pertanian.

Luas sawah di Maluku Utara tercatat 14.590 ha dengan jumlah sapi sebanyak 49.828 ekor
(BPS MALUKU UTARA, 2008). Hal ini menunjukkan peluang besar untuk pengembangan teknologi
integrasi usahatani ternak sapi dengan tanaman padi sawah. Hasil penelitian DIWYANTO dan
HARYANTO (2000) menunjukkan bahwa pendapatan dari integrasi usaha sapi dan padi mampu
meningkatkan pendapatan petani hingga 100% apabila dibandingkan dengan pola tanam padi tanpa
ternak, sekitar 40% dari pendapatan berasal dari pupuk organik yang diperoleh dari ternak sapi
(DIWYANTO dan HARIYANTO, 2002). Penelitian-penelitian lainnya di berbagai agroekologi
menunjukkan bahwa pada umumnya integrasi ternak dengan tanaman pangan, tanaman
perkebunan maupun tanaman industri memberikan nilai tambah yang cukup tinggi (DIWYANTO dan
HARIYANTO, 2002). Pola ini dikenal sebagai crop-livestock system (CLS) dan dewasa ini sudah banyak
dikembangkan di berbagai negara Asia (DIWYANTO dan HARYANTO, 2003). Sistem integrasi adalah
merupakan contoh dari pendekatan low external input antara ternak sapi dan tanaman (PRIYANTI,
2007).

Tulisan ini bertujuan menganalisis dinamika dan keragaan integrasi padi sawah-sapi di
Maluku Utara pada Usahatani Padi Sawah Lahan Irigasi di Desa Bumi Restu, Kecamatan Wasile
Kabupaten Halmahera Timur. Sinergisme usahatani terpadu antara lain yaitu memanfaatkan limbah
jerami tanaman padi dan kotoran ternak untuk pembuatan pupuk organik (kompos) yang digunakan
pada tanaman padi tersebut pada unit usahatani. Sedangkan untuk integrasi tanaman perkebunan
seperti kakao dan kelapa dengan ternak sapi belum pernah dilaksanakan kajian secara khusus dan
sistematis.

INTRODUKSI INOVASI TEKNOLOGI SL PTT PADI SAWAH

Salah satu pendekatan sistem usahatani untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah
adalah melalui pengelolaan usahatani terpadu dengan menggabungkan semua komponen usahatani
sehingga pertumbuhan tanaman optimal, kepastian panen terjamin, perolehan mutu produk tinggi
dan terjalin kelestarian lingkungan hidup (SUMARNO et al., 2000). Pada kajian usahatani padi sawah
di Kabupaten Halmahera Timur, komponen teknologi yang diterapkan pada tanaman padi adalah
merupakan rekomendasi umum yaitu dengan penggunaan benih bermutu, penanaman 2 – 3 bibit
per rumpun, cara tanam yang tepat, pengairan berselang, pemupukan berdasarkan BWD,
penggunaan bahan organik, penerapan PHT, penyiangan dan pascapanen yang tepat (ZAINI et al.,
2004).

Varietas padi yang ditanam oleh petani sebelum pengkajian adalah padi lokal ”Super Wing”.
Padi tersebut disukai petani karena tidak mudah rontok, nasi pulen, agak tahan terhadap walang
sangit dan wereng walaupun produksinya hanya 1-3 ton/ha (PTP MALUKU UTARA, 2005).
Berdasarkan fakta tersebut BPTP MALUKU Utara (2005) pada MT I mengintroduksikan varietas
Cisantana, yang ditanam pada areal seluas 20 ha, dengan menggunakan teknologi usahatani padi
sawah yang direkomendasikan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa hasil padi (GKG) naik 372%
dan peningkatan B/C ratio naik sebesar 118% (Tabel 1). Kemudian pada MT I 2006 diintroduksikan
varietas Cibogo.
Tabel 1. Hasil gabah kering panen petani sasaran pada MT I sebelum dan selama pengkajian di
Kabupaten Halmahera Timur
Rata-rata produksi
Musim tanam (MT) Varietas B/C
(ton/ha)
Sebelum pengkajian MT I 2004 Super wing (lokal) 0,68 0,80
Selama pengkajian MT I 2005 Cisantana 3,19 1,74
MT I 2006 Cibogo 3,33 2,07
Sumber: Data primer diolah

INOVASI TEKNOLOGI SAPI YANG DIINTRODUKSIKAN

Teknologi dan inovasi dalam pemeliharaan ternak sapi adalah pengandangan ternak dengan
pola kelompok dengan teknik pemeliharaan yang baik, termasuk pola pemberian pakan (HARYANTO,
2002). Pada kajian usahatani ternak sapi di Kabupaten Halmahera Timur, komponen teknologi yang
diterapkan meliputi manajemen perkandangan, manajemen pemberian pakan dan manajemen
pemeliharaan. Sapi yang digunakan adalah sapi Bali milik anggota kelompok tani sebanyak 12 ekor.

Manajemen Perkandangan

Kandang merupakan sarana penting untuk pemeliharaan ternak. Kandang berfungsi sebagai
tempat istirahat dan menghindari dari cekaman lingkungan. Di Kecamatan Wasile semua petani
tidak memiliki kandang (PTP MALUKU UTARA, 2005). Sapi dibiarkan merumput di padang-padang
yang luas pada siang hari. Pada malam hari, petani lebih menempatkan ternaknya di pekarangan
atau halaman belakang rumah. Teknologi lokal seperti ini meski praktis tetapi sangat tidak sesuai
dengan kesehatan lingkungan, juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak (HUITEMA,
1986).

Pada kegiatan kajian di Kabupaten Halmahera Timur, diintroduksikan penggunaan kandang


komunal. Pada malam hari masing-masing pemilik ternak memasukan ternaknya ke kandang
komunal, sedangkan pada siang hari mengeluarkan dan membawa ternaknya untuk mencari pakan.

Manajemen Pemberian Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak sapi. Tinggi rendahnya
produksi ternak sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan (ELLA, 2002).
Namun faktor pakan belum mendapat perhatian serius oleh peternak tradisional, sehingga produksi
ternaknya masih rendah.

Untuk menjamin ketersediaan hijauan berkualitas perlu penanaman tanaman pakan yang
jenisnya dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan setempat dan berproduksi tinggi (ELLA,
2002). Di lokasi kajian, diintroduksikan rumput raja yang ditanam di sekitar sawah. Sebagai makanan
penguat (konsentrat) diberikan dedak secukupnya. Pada umumnya Integrasi Tanaman-Ternak 2011
226 sapi dipelihara petani tanpa disertai pemberian konsentrat sehingga pertumbuhannya lambat
dan produktivitas rendah.

Manajemen Pemeliharaan

Penggemukan sapi merupakan fase akhir dari pemeliharaan sapi sebelum dijual. Tujuannya
adalah untuk mempercepat dan meningkatkan produksi daging karena melalui penggemukan dapat
dihasilkan kenaikan bobot badan yang tinggi dan karkas berkualitas baik. Untuk penggemukan sapi
potong diperlukan suatu standar kebutuhan pakan agar tercapai bobot badan tertentu dan
perkiraan bobot badan yang diharapkan oleh peternak (PUTU et al., 1997).

Pemeliharaan sapi pada tingkat petani di lokasi kajian, masih bersifat tradisional, dan belum
memasukan biaya produksi dan teknologi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Selain itu, belum
ada petani yang khusus memelihara ternak sapi hanya untuk produksi pedet bakalan, sebab
pemeliharaan sapi hanya sebagai usaha sambilan.

Berdasarkan fakta tersebut, BPTP Maluku Utara mengintroduksikan sistem penggemukan


sapi dengan pola pemeliharaan semi intensif. Sapi digemukkan masing-masing selama 6 bulan pada
tahun 2005 dan 2006. Untuk memperkirakan bobot badan ternak sapi, lingkar dada diukur. Dari hasil
pengukuran, pertambahan bobot badan harian ternak sapi berkisar antara 200 – 300
gram/ekor/hari. Rendahnya pertambahan bobot badan ini dilaporkan juga oleh ABDUH dan PAAT
(1993) bahwa pemberian dedak padi pada sapi Bali yang dilepas bebas merumput belum mampu
memberikan pertambahan bobot badan yang optimal.

INOVASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH SAPI DAN TANAMAN

Salah satu dasar yang digunakan untuk pengembangan Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-
Ternak adalah interaksi antara tanaman, ternak dan tanah termasuk mikroorganisme dan hewan
dalam tanah (PRASETYO et al., 2002). Limbah jerami dijadikan sebagai sumber pakan, sedangkan
kotoran yang dihasilkan digunakan sebagai sumber bahan campuran pembuatan pupuk organik,
yang selanjutnya digunakan untuk tanaman pertanian.

Pemanfaatan Limbah Tanaman

Tanaman padi menghasilkan limbah berupa jerami. Jerami tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti pakan ternak walaupun nilai gizi dan kecernaannya rendah. Melalui teknologi
fermentasi jerami, sebagian keterbatasan jerami dapat teratasi terutama palatabilitas dan nilai
kecernaannya (KRISMAWATI dan BAMBANG, 2006).

Sebelum dilakukan kajian, petani tidak menggunakan jerami padi sebagai pakan ternak.
Petani lebih terbiasa membakar dan mengembalikannya ke dalam tanah sebagai pupuk. Jerami padi
lebih banyak dijadikan sebagai campuran dalam pembuatan kompos.

Pemanfaatan Kotoran Ternak

Untuk meningkatkan efisiensi usahatani dan pendapatan petani, diperlukan konsolidasi


pengelolaan usahatani sehingga dapat memenuhi skala usaha untuk dikelola secara efisien dengan
teknologi tinggi dan ramah lingkungan (SARIUBANG et al., 2002). Salah satu modelnya adalah
memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanaman padi. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian kompos pada tanaman padi dapat meningkatkan hasil sebesar 83%
dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan kompos (ENDRIZAL dan BOBIHOE, 2004).

Sebelum teknologi pembuatan kompos diperkenalkan oleh BPTP Maluku Utara, penggunaan
kotoran ternak pada padi sawah belum digunakan sehingga terkesan kompos belum dianggap
penting untuk padi sawah. Dalam kajian, pengomposan diproses secara sederhana dengan
mencampurkan kotoran sapi, jerami padi dan limbah tanaman di sekitar sawah. Kotoran ternak
dikeringkan kemudian dicampur dengan limbah tanaman kering, dedak dan serbuk gergaji kemudian
dibuat lapisan setebal ± 30 cm. Campuran ditaburi dengan Probion dan urea, kemudian ditimbun lagi
dengan campuran kotoran. Untuk 1 ton campuran kotoran digunakan 2,5 kg Probion dan 2,5 kg Urea
serta diperciki air secukupnya. Campuran ditutup dengan kain terpal untuk menjaga proses
fermentasi selama 3 minggu dan setiap 1 minggu dilakukan pembalikan. Setelah proses fermentasi,
bahan campuran kemudian dikeringanginkan. Produksi kompos selama 2 tahun kegiatan
diperkirakan mencapai 60 ton yang digunakan pada tanaman padi sawah dan tanaman lain (BPTP
MALUKU UTARA, 2007).

INOVASI PENYEDIAAN ALAT MESIN PERTANIAN

Alsintan mempunyai peran dan potensi sangat strategis karena kontribusinya dalam
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sumberdaya. Selain itu, alsintan juga dapat membantu
peningkatan kualitas melalui prosesing dan diversifikasi produk yang menghasilkan nilai tambah
tinggi dalam mendukung program pengembangan agribisnis. Jika diterapkan dengan benar dan tepat
alsintan akan memberikan kontribusi positif untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (HANDAKA, 2001). Dengan
mempertimbangkan peran dan potensi yang sangat strategis tersebut, maka wajar jika penggunaan
mesin menggeser penggunaan tenaga manusia dan ternak. Sebagai contoh, penggunaan hand
tractor dan power threser sebagai pengganti tenaga manusia dan ternak.

Dalam kajian di Kabupaten Halmahera Timur, integrasi ternak hanya merupakan pendukung
dalam kajian sistem usahatani padi sawah. Penggunaan alat mesin pertanian lebih mengutamakan
kegiatan budidaya dan pascapanen padi yaitu hand tractor dan power threser. Sebenarnya alsintan
tersebut bukan hal baru bagi masyarakat di lokasi kajian karena sudah dimiliki oleh sebagian
masyarakat yaitu 17 mesin pengolah tanah (2 hand tractor dan 15 bajak) dan 15 perontok padi
(SATKER MALUKU UTARA, 2005). Jumlah tersebut dirasakan masih kurang oleh petani setempat
karena luas sawah yang terdapat di Desa Bumi Restu mencapai 2.250 ha (PTP MALUKU UTARA,
2005). Selain itu, tidak ada data bantuan alsintan dari Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten yang masuk ke Desa Bumi Restu.

BPTP Maluku Utara tidak mengintroduksikan alsintan baru (hand tractor dan power threser),
tetapi lebih mengutamakan pada teknologi pengolahan tanah dalam (15 – 20 cm) dan pembiasaan
penggunaan threser. Sebelum pengkajian, petani biasa mengolah tanah landai (10 cm) dan setelah
pengkajian, petani menyadari bahwa teknologi yang mereka gunakan kurang tepat dan akan
merubahnya dengan teknologi pengolahan tanah dalam.

INOVASI KELEMBAGAAN

Keberlanjutan usaha termasuk usaha peternakan sangat terkait dengan keadaan


kelembagaan yang melingkupinya (ELLA, 2002). Kelompok tani merupakan salah satu lembaga sosial
masyarakat di perdesaan, meski masih ada, namun umumnya cenderung aktif hanya saat adanya
pelaksanaan suatu program pembangunan. Berbagai informasi pengembangan usahatani diperoleh
dari sesama petani, pedagang saprodi, dan perangkat desa. Padahal bila diberdayakan, kelompok
tani sangat bermanfaat bagi kemajuan petani. Tercapainya keberhasilan pelaksanaan pembangunan
pertanian di perdesaan, salah satunya bila dilakukan sosialisasi melalui kelompok tani (ELIZABETH,
2007).

Dalam kajian di Usahatani Padi Sawah Kabupaten Halmahera Timur, partisipasi aktif dari
petani dipersiapkan dalam bentuk kelompok untuk menguji-adaptasikan paket teknologi spesifik
lokasi dan introduksi. Paket teknologi yang diterapkan pada petani sasaran difokuskan ke
pemanfaatan sumberdaya setempat, terutama kombinasi antara sistem usahatani padi sawah dan
ternak sapi potong. Kajian melibatkan satu kelompok tani ternak yang terdiri dari 14 orang dengan
luasan sawah 20 ha. Anggota kelompok tersebut selain sebagai petani padi sawah juga sebagai
peternak sapi dengan jumlah sapi sebanyak 12 ekor.

Keberadaan kelompok tani tersebut adalah untuk memudahkan pelaksanaan kajian,


sedangkan akses terhadap pasar, sarana produksi dan permodalan belum terlihat. Peranan kaum
perempuan terlihat dengan dibentuknya kelompok wanita tani yang ikut membantu dalam
penyemaian, penanaman, penyiangan, pengendalian hama, pemupukan, pemindahan ternak (dari
dan keluar kandang) serta pemberian pakan dan air minum pada ternak sapi.

Meskipun kajian ini dirasa cukup rumit dan baru, namun sekitar 78,57% petani di lokasi
kajian bertekat untuk melanjutkan kembali sistem usaha tani padi-ternak sapi. Kesulitan karena
perubahan cara pemeliharaan ternak dengan adanya pengandangan dan pemberian pakan
tambahan dapat diatasi dengan pemberdayaan kelompok wanita tani. Keterlibatan kelompok wanita
tani pada kajian ini mengurangi biaya operasional sekitar 10 – 15% (SATKER PTP MALUKU UTARA,
2005).

PENUTUP

Keberhasilan pengembangan agribisnis sapi memerlukan keterlibatan pemerintah, swasta,


dan masyarakat peternak. Dari pemerintah diharapkan dukungan kebijakan strategis pengembangan
yang mencakup tiga dimensi utama agribisnis, yaitu kebijakan pasar input, budidaya, serta
pemasaran dan perdagangan.

Dalam rangka peningkatan produksi untuk mencapai kecukupan daging sapi Badan Litbang
Pertanian menginisiasi beberapa program antara lain Integrasi Tanaman-Ternak 2011 230 Program
Percepatan Swasembada Daging Sapi (P2SDS) dan Twinning sapi.

Pemerintah daerah pada saat ini selain memiliki dana terbatas tetapi juga perhatian pada
sektor peternakan belum maksimal dibandingkan dengan perhatian terhadap tanaman pangan.
Maka masalah peternakan harus diangkat ke ranah politik agar mendapat perhatian lebih besar
dalam rencana pembangunan ekonomi daerah juga perlu dicari upaya-upaya kerjasama khususnya
investasi dan pembiayaan dalam peningkatan manfaat dan nilai tambah ternak lokal.

Pendekatan strategis yang mungkin dapat dirintis adalah kerjasama dengan peternak rakyat
mengingat usaha ternak sapi di Maluku Utara masih bersifat tradisional dan merupakan usaha
sambilan. Upaya untuk meningkatkan manfaat ternak sapi adalah mengusahakan CLS.

Usaha ternak sapi dapat dikembangkan dengan memberdayakan sumber daya lokal dengan
mengintegrasikan setiap subsektor pertanian yang ada. Pengembangan pola integrasi ternak sapi-
tanaman memerlukan kerja sama antara petani-peternak dan pemerintah. Pemerintah perlu
memberikan bantuan modal, penyuluhan, pelatihan, dan introduksi tanaman hijauan pakan unggul
yang dapat ditanam di sekitar sawah maupun lahan terbuka, seperti yang sudah dilakukan oleh BPTP
Maluku Utara, Puslitbangnak dan lain-lain.

Integrasi ternak tanaman dapat dikembangkan melalui pendekatan kelompok. Cara ini dapat
memudahkan pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pelatihan selain mengintensifkan
komunikasi di antara anggota kelompok maupun antara anggota kelompok dan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

ABDUH, U. dan P.C. PAAT. 1993. Pemanfaatan Dedak Padi untuk Peningkatan Produktivitas Sapi Bali
Jantan yang Digembalakan Pada Pastura Alam. Proc. Pertemuan Pengolahan Komunikasi
Hasil Penelitian Peternakan di Sulawesi Selatan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. hlm. 94 –
98.

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN. 2000. Integrasi Sapi di Lahan Pertanian
(Crop Livestock Production Systems), Jakarta. BPS MALUKU UTARA, 2008. Maluku Utara
Dalam Angka 2008. BPS Maluku Utara, Ternate.

BPTP MALUKU UTARA, 2007. Laporan Tahunan 2006. BPTP Maluku Utara, Ternate.

DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN DAERAH MALUKU UTARA, 2008. Laporan Tahunan

Dinas Pertanian dan Ketahanan Daerah Maluku Utara 2007. Dinas Pertanian dan Ketahanan Daerah
Maluku Utara, Ternate.

DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN DAERAH MALUKU UTARA, 2005. Rencana Pengembangan
Agribisnis Peternakan Menuju Maluku Utara Sebagai Lumbung Ternak diKawasan Maluku
Utara, Maluku, Papua Pada Tahun 2020. Sub Dinas Peternakan. Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Maluku Utara.

DIWYANTO, K. dan B. HARIYANTO. 2002. Crop Livestock System dalam Mengakselerasi Produksi Padi
dan Ternak. Makalah disampaikan pada Seminar IPTEK Padi, Pekan Padi Nasional, di
Sukamandi 4 – 5 Maret 2002. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

DIWYANTO, K. dan B. HARYANTO. 2003. Integrasi Ternak Dengan Usaha Tanaman Pangan. Makalah
disampaikan pada Temu Aplikasi Paket Teknologi di BPTP Kalimantan Selatan. 8 – 9
Desember 2003 di Banjarbaru.

ELIZABETH, R. 2007. Restruturisasi Pemberdayaan Kelembagaan Pangan Mendukung Perekonomian


Rakyat di Perdesaan dan Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Makalah Simposium Tanaman
Pangan V. 29 – 29 Agustus 2007. Puslitbangtan Pertanian, Bogor.

ELLA, A. 2002. Crop Livestock System di Sulawesi Selatan: Suatu Tinjauan Pelaksanaan Kegiatan.
Wartazoa 12(1): 18 – 23.

ENDIRIZAL dan JULISTIA BOBIHOE. 2004. Efisiensi Penggunaan Pupuk Nitrogen Dengan Penggunaan
Pupuk Organik Pada Tanaman Padi Sawah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian 7(2) Juli 2004: 118 – 124. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi
Pertanian, Bogor.
HANDAKA. 2001. Mendorong Bisnis Alsintan: Kontribusinya, Tingkatkan Nilai Tambah Pada
Agribisnis. Sinar Tani No. 2903 Tahun XXXI Tanggal 25 – 31 Juli 2001.

HARYANTO, B., I. INOUNU, I.G.M. BUDI ARSANA, dan K. DIWYANTO. 2002. Panduan Teknis Sistem
Integrasi Padi-Ternak. Departemen Pertanian, Jakarta.

HUITEMA, H. 1986. Peternakan di Daerah Tropis, Arti Ekonomi dan Kemampuannya. Yayasan Obor
Indonesia, Gramedia.

PRIYANTI, A. 2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman Ternak terhadap Alokasi Waktu
Kerja, Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SUMARNO, I.G. ISMAIL dan S. PARTOHARDONO. 2000. Konsep Usahatani Ramah Lingkungan.
Prosiding Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Pusat penelitian
Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

KRISMAWATI, A. dan BAMBANG N.U. 2006. Kajian Pola Integrasi Ternak dengan Tanaman Pangan di
Lahan Kering Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
9(3), November 2006: 264 – 277.

PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN MALUKU UTARA, 2005. Baseline Study untuk Menentukan
Inovasi Teknologi di Lahan Kering Dan Lahan Sawah. Laporan. Pengkajian Teknologi
Pertanian Maluku Utara, Ternate.

PRASETYO, T., C. SETIYANI, dan S. KARTAATMAJA. Integrasi Tanaman-Ternak pada Sistem Usahatani
di Lahan Irigasi: Studi Kasus di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Wartazoa 12(1): 29 – 35.

SARIUBANG, M., ANDI ELLA, A. NURHAYU dan D. PASAMBE. Kajian Integrasi Ternak Sapi Potong
dalam Sistem Usaha Pertanian di Sulawesi Selatan. Wartazoa 12(1): 24 – 28.

SATKER PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN MALUKU UTARA, 2005. Pengkajian Usahatani Padi
sawah Lahan Irigasi di Kecamatan Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku
Utara. Laporan Hasil Pengkajian. Satker Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara,
Ternate.

Anda mungkin juga menyukai