Anda di halaman 1dari 48

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ayam Sentul merupakan ayam asli Kabupaten Ciamis, dan merupakan

ayam tipe dwiguna (menghasilkan daging dan telur). Menurut Dwiyanto (2011)

bobot badan ayam Sentul jantan 1,3 - 3,5 kg dan ayam betina 0,8 – 2,2 kg,

produksi telur 118 butir/tahun. Peluang untuk meningkatkan pendapatan dari

ayam Sentul cukup tinggi, hal ini diindikasikan dengan beberapa faktor yaitu,

ayam Sentul memiliki rasa daging yang khas, mempunyai daging yang lebih

organik dan adanya pangsa pasar tersendiri. Ayam kampung juga mampu

menumbuhkan ekonomi pedesaan, karena sebagian besar peternakan berada di

desa (Khomsan, 2003). Pengembangan perekonomian yang mantap di pedesaan

dapat tercipta melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Permintaan daging ayam sentul yang meningkat menyebabkan populasi

ayam sentul mengalami penurunan sehingga mengancam kelestarianya. Menurut

Eko dkk (2013) ayam Sentul dengan populasi seluruhnya (± 30.000 ekor) dan

cenderung menurun karena permintaan daging yang tinggi sehingga membuat

ayam Sentul terancam punah karena kelestariannya terbatas. Ayam Sentul

berkembang melalui kelompok tani yang berada di Kabupaten Ciamis. Untuk itu

peternak bergabung kelompok tani untuk melestarikan ayam sentul. Kegiatan

usaha ayam Sentul dilakukan untuk menggerakkan perekonomian daerah, dan

kelestariannya selain itu kegiatan ini juga bermanfaat untuk meningkatkan

pendapatan peternak.
2

Sistem pemeliharaan unggas, terutama ayam terdapat tiga jenis yaitu,

tradisional, semi-intensif, dan intensif. Sistem pemeliharaan yang paling ideal

adalah semi intensif. Menurut (Iskandar dkk 2004) sistem pemeliharaan Ayam

Sentul yang berada di Kabupaten Ciamis cenderung kearah semi intensif dan

dapat dijadikan komoditas untuk meningkatkan pendapatan.

Lama beternak untuk peternak di Kabupaten Ciamis bervariasi mulai dari 1

– 15 tahun (Eko dkk, 2013). Peternak yang sudah lama beternak lebih memilih

pemeliharaan dengan semi intensif, karena mengeluarkan biaya variabel dan biaya

tetap yang lebih rendah tetapi mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan pemeliharaan intensif dan tradisional (Melani, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

Sistem pemeliharaan yang sering dilakukan peternak adalah sistem

tradisional. Pemeliharaan dengan cara tradisional menyebabkan ayam Sentul

mengalami penurunan populasi. Beberapa penelitian tentang pengembangan ayam

Sentul telah dilakukan. Eko dkk (2013) meneliti tentang Kinerja Ekonomi Usaha

Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, Santa dkk (2014) meneliti tentang Hubungan

Biaya Produksi dengan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Kampung, dan

Roosganda dan Rusdiana (2012) meneliti tentang Perbaikan Manajemen Usaha

Ayam Kampung Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Keluarga Petani di

Pedesaan. Akan tetapi belum ada yang mengkaji mengenai hubungan antara

pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam Sentul. Sehingga dalam penelitian

ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis?


3

2. Bagaimana sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis ?

3. Bagaimana hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam sentul di

Kabupaten Ciamis?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

2. Mengetahui sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

3. Mengetahui hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan ayam Sentul

di Kabupaten Ciamis

1.4 Manfaat Penelitian

1. Berguna untuk pemerintah daerah dalam pembuatan regulasi atau kebijakan

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya peternak ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis.

2. Berguna sebagai informasi kepada masyarakat/peternak untuk memajukan

usaha peternakan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

1.5 Hipotesis

H0 = Tidak ada hubungan antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan

H1 = Ada hubungan antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendapatan

Soekartawi (1995) menyatakan, analisis pendapatan berguna untuk

mengetahui dan mengukur apakah kegiatan yang dilakukan berhasil atau tidak.

Analisis pendapatan juga dapat menggambarkan keadaan sekarang dari suatu

kegiatan dan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Pendapatan terbagi ke dalam dua bagian, yaitu pendapatan kotor dan pendapatan

bersih. Menurut Soekardono (2009) pendapatan kotor adalah nilai produksi total

usaha dalam waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual meliputi

penjualan, dikonsumsi rumah tangga, digunakan kembali untuk bibit, digunakan

untuk pembayaran dan disimpan. Pendapatan bersih adalah selisih antara

pendapatan kotor dan pengeluaran total. Menurut Hidayat dan Suprapto (2000)

Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan dapat tercipta

melalui pengembangan peternakan ayam kampung. Ayam kampung merupakan

jenis ayam yang sangat potensial dikembangkan di Indonesia, karena nilai jual

dan permintaan ayam ampung yang tinggi.

Pendapatan usaha ayam kampung diperoleh dari selisih antara penerimaan

dan biaya yang dikeluarkan (Setioko dan Iskandar, 2014). Pendapatan usaha ayam

kampung yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal kerja

yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan. Keberhasilan usaha ayam kampung

dapat dilihat dari sisi pendapatan dengan cara membandingkan tingkat pendapatan

dengan biaya yang dikeluarkan (Sipayung, 2011). Pendapatan yang diterima

peternak ditentukan oleh besar kecilnya biaya yang digunakan dalam proses
5

produksi, karena biaya produksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting

(Santa, dkk 2014).

Biaya dalam usaha peternakan rakyat dikelompokkan dalam biaya tetap dan

biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang dalam keadaan terbatas tidak

berubah mengikuti tingkat perubahan aktivitas produksinya (Soekardono, 2009).

Biaya variabel disebut juga biaya langsung, biaya ini jumlahnya sebanding dengan

besarnya produksi. Biaya variabel dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu biaya

variabel yang langsung mempengaruhi produksi dan biaya yang tidak langsung

mempengaruhi produksi. Contoh biaya variabel langsung mempengaruhi produksi

adalah tenaga kerja, pakan ternak dan obat-obatan ternak. Contoh biaya variabel

yang tidak langsung mempengaruhi produksi adalah biaya transportasi, biaya

pemasaran dan biaya panen (Soekardono, 2009).

Dalam beternak sangat dianjurkan untuk memilih sistem pemeliharaan

secara intensif dan semi intensif. Suryana dan Rohaeni (2006) dalam penelitianya

melaporkan bahwa pemeliharaan ayam kampung secara intensif memberikan

keuntungan atau pendapatan besar bagi peternak. Pemeliharaan secara intensif

lebih menguntungkan dibandingkan dengan secara ekstensif, yang mencerminkan

pemeliharaan ayam kampung dapat dikembangkan sebagai usaha ekonomi

(Rasyid, 2002). Pengembangan ayam kampung secara semi intensif dan intensif

dengan pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian

penyakit, terutama tetelo (ND), cacingan dan kutu cukup menguntungkan

peternak (Usman, 2007).


6

2.2 Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan ayam digolongkan menjadi tiga jenis yaitu sistem

pemeliharaan secara tradisional (diumbar), sistem pemeliharaan semi intensif dan

intensif. Sistem pemeliharaan tradisional yaitu ayam dipelihara di suatu lahan

umbaran yang luas, tempat ayam melakukan segala aktifitasnya dan tidak ada

campur tangan manusia sebagai pemiliknya. Kebutuhan pakan hampir seluruhnya

diperoleh dari lahan umbaran, berupa tanaman hijauan dan serangga. Ternak

hanya dilepas begitu saja dan akan pulang sendiri dimalam hari (Suprijatna dkk,

2008).

Menurut Setiana, dkk (2012) dalam sistem pemeliharaan tradisional, ayam

dibiarkan makan sendiri dengan sedikit intervensi manusia. Ayam tidak dikurung

dengan benar sesuai kebutuhan tapi hanya sangkar sederhana untuk beristirahat di

malam hari, umumnya menempel di dekat dapur. Pakan yang diberikan berupa

sisa makanan atau dedak padi dan sayuran. Pakan diberikan saat pagi hari sebelum

ayam dilepaskan untuk mencari makan sendiri.

Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan pemeliharaan ayam di lahan

umbaran yang terbatas. Kandang disediakan untuk memenuhi sebagian besar

kebutuhan ternak, seperti makan, minum, bertelur, berteduh dan tidur. Lahan

umbaran hanya untuk melakukan exercise, berjemur dan mencari pakan

tambahan. Pada sistem ini sudah mulai campur tangan manusia atau peternak.

Peternak sudah menerapkan pengetahuannya untuk meningkatkan produksi

ternak. (Rasyaf, 2001). Menurut Iskandar, dkk (1991), bahan makanan yang

digunakan utuk ayam kampung pada pemeliharaan semi intensif adalah jagung
7

kuning, dedak, sorghum, bungkil kedelai dan tepung ikan. Hal ini berarti bahan

pakan ayam kampung dapat pula menggunakan bahan makanan yang diberikan

pada ayam ras, terutama pada sistem pemeliharaan semi intesif dan intensif.

Sistem pemeliharaan intensif merupakan pemeliharaan ayam secara terbatas

dalam kandang. Seluruh Aktifitas ternak sangat dilakukan di dalam kandang.

Semua kebutuhan hidup tergantung pada yang disediakan oleh peternak (Rasyaf,

2001). Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha

ayam buras, sistem pemeliharaan harus ditingkatkan dari tradisional kearah yang

lebih intensif dengan menerapkan beberapa teknologi (Yuwono dan Rudi, 2013).

Menurut Sinurat dkk. (1992), bahwa cara pemeliharaan intensif mendukung

produktivitas yang terbaik dan diikuti cara semi intensif serta yang paling rendah

dengan cara tradisional (ekstensif).

Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh buruk

iklim, seperti hujan, panas matahari, atau gangguan-gangguan lain. Kandang yang

nyaman dan memenuhi syarat-syarat perkandangan akan memberikan dampak

positif karena ternak menjadi senang dan tidak stres. Selanjutnya, ternak akan

memberikan imbalan produksi yang lebih baik bagi peternak pemelihara

(Sudaryani dan Hari, 2002). Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), daya

tampung kandang sistem litter untuk ayam lokal kurang dari tiga minggu adalah

40 ekor/m2, tiga sampai enam minggu adalah 20 ekor/m2, 6 sampai 18 minggu

adalah 10 ekor/m2 sedangkan untuk ayam umur lebih dari 18 minggu adalah 6

ekor/m2. Menurut Suprijatna dkk (2008) terdapat keunggulan dan keburukan dari

masing-masing sistem pemeliharaan.


8
9

Tabel 1. Keunggulan dan Kekurangan Sistem Pemeliharaan Ayam

No. Sistem Keunggulan Kekurangan


Pemeliharaan
1. Semi Instensif dan 1. Biaya lahan rendah 1. Kurang baik untuk
ekstensif 2. Menghemat biaya pemeliharaan ayam
pakan. Ayam mencari petelur maupun
pakan tambahan berupa pedaging.
hijauan, serangga, dan 2. Berisiko tinggi
exercise. terserang wabah
3. Baik untuk penyakit.
pemeliharaan ayam
dara.
2. Intensif 1. Efisiensi penggunaan 1. Kebutuhan tenaga
pakan sangat tinggi kerja sangat tinggi
sehingga sangat baik 2. Biaya pakan tinggi
untuk pemeliharaan 3. Apabila pakan tidak
ayam pedaging maupun memenuhi
petelur. persyaratan produksi,
2. Kontrol terhadap ayam mudah
penyakit lebih efektif terserang penyakit.
3. Penggunaan lahan tidak 4. Biaya kandang dan
luas/hemat perlengkapan tinggi.
5. Tingkat stres sangat
tinggi. Manajemen
intensif ayam mudah
stres karena
perubahan lingkungan

Sumber : (Suprijatna dkk, 2008)


10

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani ternak

ayam Sentul.

3.1.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

3.1.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey terhadap kegiatan

pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, melakukan wawancara

berdasarkan kuisioner yang telah dipersiapkan kepada peternak. Selanjutnya

dilakukan observasi ke kandang peternak ayam Sentul.

3.1.4 Variabel yang diteliti

Variabel dalam penelitian ini meliputi :

1. Sistem pemeliharaan (X)

2. Pendapatan (Y)

3.1.5 Metode Penetapan Sampel

Pengambilan sampel wilayah dilakukan secara purposive sampling

(pengambilan secara sengaja) yaitu di Kecamatan Banjarsari, Kecamatan

Sadananya, Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Cijeungjing dan Kecamatan

Rancah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Di Kecamatan tersebut terdapat

kelompok tani yang masih aktif dalam pemeliharaan dan pengembangan ayam

Sentul. Sebanyak 41 orang di sensus untuk menjadi responden.


11

3.2 Kerangka Berfikir

Penentu pendapatan peternak salah satunya adalah sistem pemeliharaan.

Dengan berbagai sistem pemeliharaan diharapkan menentukan perbedaan

pendapatan. Semakin baik sistem pemeliharaan yang dilakukan semakin tinggi

kontribusi terhadap pendapatan.

Sistem Pemeliharaan Pendapatan


Ayam Sentul (X) (Y)

3.3 Metode Analisis


1. Tradisional 1. Penerimaan
2. Semi Intensif 2. Biaya
3. Intensif

3.3.1 Definisi Operasional

1. Sistem pemeliharaan adalah pemeliharaan yang dilakukan peternak kepada

ternaknya dengan melihat dari segi bibit, pakan, kandang, tata laksana

pemeliharaan, dan pencegahan penyakit terdapat tiga kategori yaitu,

Tradisional apabila nilai skor akhir rendah (1-6). Semi-intensif apabila

nilai skor akhir sedang (7-12) dan Intensif apabila nilai skor akhir tinggi

(13-18).

2. Pendapatan adalah nilai uang yang diterima dari penjualan ayam Sentul

siap potong setelah dikurangi biaya produksi (biaya pakan, biaya bibit,

biaya vaksin, dan biaya transportasi), dan dihitung dalam satu periode (70

hari pemeliharaan) dengan analisis cash flow.

3.3.2 Analisis Pendapatan


12

Analisis pendapatan digunakan untuk menganalisis pendapatan usaha

peternakan dalam satu periode (70 hari) ayam Sentul di Kabupaten Ciamis.

Pd = TR – TC

Keterangan :

Pd = Pendapatan dari usaha pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

TR = Total penerimaan dari hasil pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

TC = Total biaya dari hasil pemeliharaan ayam Sentul (Rp).

3.3.3 Analisis Rank Spearman.

Analisis Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara

pendapatan dan pengalaman peternak dengan sistem pemeliharaan di Kabupaten

Ciamis.

ρ  = 1 – ( 6Σdi 2 : N  ( N2 – 1 )

Keterangan :

ρ  = Koefisien korelasi Rank Spearman

di  = Beda antara dua pengamatan berpasangan

N = Total pengamatan 

Taksiran koefisien korelasi yang yang digunakan antara 0-1, terbagi atas

beberapa kategori, yaitu :

0,00 – 0,20 = Korelasi sangat rendah (tidak ada korelasi)

0,21 – 0,40 = Korelasi rendah

0,41 – 0,60 = Korelasi sedang

0,61 – 0,80 = Korelasi tinggi

0,81 – 1,00 = Korelasi sangat tinggi


13

Uji Signifikan dilakukan untuk menentukan pengambilan keputusan dari

analisis Rank Spearman. Menurut Sugiyono dan Wibowo (2001) ketentuan

pengambilan keputusan untuk hipotesis diterima atau ditolak dengan melihat

signifikansi. Apabila signifikansi yang diperoleh dibawah atau sama dengan 0,05

maka H1 diterima dan H0 ditolak.

3.3.4 Analisis Deskriptif


Analisis deskiptif adalah analisis data dengan menggunakan statistik-

statistik unvariate seperti rata-rata, median, modus, standar deviasi dan lain lain.

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran atau penyebaran data

sampel yang diteliti yaitu pendapatan, sistem pemeliharaan, dan pengalaman

peternak. Analisis deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau menganalisis

suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang

lebih luas (Sugiono,2009).

3.4 Tata Urutan Kerja

3.4.1 Tahap Persiapan

Melakukan kegiatan pra-penelitian yaitu, membuat usulan proposal

penelitian, dan makalah proposal penelitian serta membuat pertanyaan atau

kuisioner untuk responden kemudian melaksanakan seminar usulan penelitian.

3.4.2 Tahap Pengumpulan Data

Setelah seminar usulan penelitian dilaksanakan dan disetujui, maka tahap

selanjutnya yaitu tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dalam menyusun

skripsi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dengan cara pembagian kuisioner sekaligus wawancara


14

terstruktur dengan responden atau pelaku usaha ternak ayam Sentul, sedangkan

data sekunder diperoleh dari data-data atau dokumen yang dimiliki oleh instansi

atau kelompok terkait.

3.4.3 Tahap Analisis data

Tahap ini adalah kegiatan tabulasi data yang diperoleh dari tahap persiapan

sampai tahap analisis data. Kemudian peneliti melakukan analisis dengan

pendapatan, deskriptif dan korelasi.

3.4.4 Tahap Penyusunan Laporan

Hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari tahap persiapan penelitian

sampai dengan tahap analisis data, kemudian disimpulkan dan dituangkan dalam

bentuk laporan penelitian (skripsi) di bawah bimbingan dosen pembimbing.

3.4.5 Waktu Penelitian

Penelitian survey dilaksanakan pada 12 Februari 2018 sampai 21 Februari

2018 di Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Sadananya, Kecamatan Tambaksari,

Kecamatan Cijeungjing dan Kecamatan Rancah di Kabupaten Ciamis Jawa Barat.


15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Sejarah Ayam Sentul

Ayam Ciamis atau ayam Sentul adalah ternak ayam peninggalan Satria

Ciung Wanara dari perkawinan Raja Galuh dengan Naganingrum. Berdasarkan

hikayat, Ciung Wanara dihanyutkan ke sungai Citanduy karena bukan Permaisuri

Bramawidjaja (Raja Galuh) yang sah. Selagi dihanyutkan dalam perahunya diberi

2 buah butir telur ayam, selanjutnya Ciung Wanara ditemukan oleh kakek dan

nenek Balangtrang. Sambil mengurus Ciung Wanara, telur ayam dicoba

dieramkan di daerah Naga Wiru (sekarang Ciamis Kota).

Setelah menetas, oleh kakek dan nenek Balangantrang terus dipelihara dan

berkembang dengan baik, diantara keturunannya terdapat ayam Sentul jantan

dengan warna bulu “Jalak Harupat”. Ayam tersebut sangat disayangi oleh ciung

wanara dan kemudian diberi nama “Si Jelung” karena lincah, kuat dan agresif

sehingga dalam setiap kontes ketangkasan “Si Jelung” selalu keluar jadi

pemenang.

Pada saat Ciung Wanara mengikuti kontes ketangkasan dengan ayam para

bangsawan Tatar Galuh selalu menang. Sehingga menarik perhatian Raja Galuh

untuk menandingkan ternak ayam miliknya dengan taruhan sebagian wilayah

kerajaan Galuh. Ciung wanara menang dan mendapatkan sebagian wilayah Galuh.

4.1.2 Letak Geografis Kabupaten Ciamis

Ciamis sebagai salah satu provinsi di Jawa Barat, letaknya di sebelah Utara

berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah


16

Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur

dengan Kota Banjar dan Provinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan

Kabupaten Pangandaran. Kecamatan Ciamis terdiri atas 26 Kecamatan yaitu.

Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Sindangkasih, Cihaurbeuti, Panumbangan,

Sukamantri, Panjalu, Lumbung, Kawali, Panawangan, Raja desa, Jatinagara,

Cipaku, Baregbeg, Sadananya, Cijeungjing, Sukadana, Cisaga, Cimaragas,

Cidolog, Rancah, Tambaksari, Pamarican, Lakbok, Purwadadi, Banjarsari, dan

Pamarican. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Ciamis berada pada posisi

strategis yang dilalui jalan Nasional lintas Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa

Tengah dan jalan Provinsi lintas Ciamis – Cirebon – Jawa Tengah. Letak

astronomisnya berada pada 108°20’ sampai dengan 108°40’ Bujur Timur dan

7°40’20” sampai dengan 7o41’20’’ Lintang Selatan. Luas wilayah Ciamis sebesar

244,479 Ha atau 7,73 persen dari total luas daratan Provinsi Jawa Barat. Dalam

konteks pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat.

Suhu udara rata-rata di Ciamis berkisar antara 20,0°C sampai dengan

30,0°C Tempat–tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu

udara rata-rata relatif tinggi. Kabupaten Ciamis terletak pada lahan dengan

keadaan morfologi datar-bergelombang sampai pegunungan, dengan kemiringan

lereng berkisar antara 0 – 40 % dengan sebaran 0 – 2 % terdapat di bagian tengah

- timur laut ke selatan dan 2-40 % tersebar hampir di seluruh wilayah kecamatan.

Jenis tanah didominasi oleh Latosol, podsolik, alluvial dan grumusol (Jabarprov,

2009).
17

4.2 Tinjauan Khusus

4.2.1 Kelompok Tani Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis

Kelompok tani merupakan salah satu jalan atau cara pemerintah untuk

melestarikan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis. Kelompok tani juga merupakan

wadah bagi para peternak baru yang ingin memulai beternak ayam Sentul

dikarenakan adanya kelompok tani akan membuka wawasan peternak yang baru

untuk berfikir secara lebih luas. Tabel 2 menunjukan Kelompok tani yang berada

di Kabupaten Ciamis.

Tabel 2. Kelompok tani Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis


No Kelompok Ketua Alamat Keterangan
1. Gemah Ripah H Dadang Desa Sukajadi Kec. Aktif
Herawan Sadananya
2. Anugerah Asep Desa Sukajadi Kec. Aktif
Gunawan Sadananya
3. Taruna Guna Beni Desa Sukasari Kec. Aktif
Bakti Yusana Tambaksari
4. Ar Rapah Agus Desa Situmandala Kec. Tidak
Kurniawan Rancah Aktif
5. KWT Kuntum Esih Desa Cisontrol Kec. Aktif
Mekar Kurniasih Rancah
6. Ciung Wanara Oo Desa Karangkamulyan Aktif
Yarohman Kec. Cijeungjing
7. Haniwung Dede Desa Sukadana Kec. Tidak
Sukmara Sukadana Aktif
8. Mekar Mukti Yayat Desa Kertabumi Kec. Tidak
Hendriyana Cijeungjing Aktif
9. Bina Laksana Hernawan Desa Kertabumi Kec. Tidak
Cijeungjing Aktif
10. Sirnajati Sopian Desa Selacai Kec. Cipaku Tidak
Aktif
11. Sangkan Hurip Darma Desa Tanjungsari Kec. Tidak
Raja desa Aktif
12. Karomah Usep Desa Cipacar Kec. Aktif
Kustaman Banjarsari
Sumber : Data Sekunder, 2018.
18

Kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis banyak yang tidak aktif,

hal tersebut sangat tidak diharapkan karena kelompok tani merupakan wadah bagi

peternak untuk menambah wawasan tentang ilmu peternakan. Husodo (2006)

mengemukakan bahwa partisipasi kelompok tani akan efektif apabila

dilaksanakan secara kolektif dalam wadah kelompok. Hal demikian akan

menghasilkan sinergi yang pada gilirannya akan menghasilkan manfaat ekonomi

yang dapat dinikmati oleh semua pihak. Adapun wujud partisipasi yang diberikan

oleh anggota kelompok tani pada suatu kegiatan yaitu ide atau gagasan,

keterampilan, tenaga, harta benda, dan uang (Hamidjoyo 1991).

Tidak aktifnya kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis

dikarenakan berbagai masalah seperti, ternak yang terserang penyakit, pendapatan

yang kurang baik, serta kurang adanya kesadaran dari anggota untuk melakukan

partisipasi. Menurut Sandyatma (2012) menyatakan bahwa pendapatan anggota

kelompok tani yang cukup besar memberikan dampak terhadap keterlibatan dan

peran aktif anggota kelompok tani. Semakin meningkat pendapatan anggota

kelompok tani akan berpengaruh pada partisipasi anggota kelompok tani itu yang

sedang dijalaninya.

4.2.2 Karakteristik Peternak

4.2.2.1 Pendidikan Peternak

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan dan

peningkatan sumber daya manusia, pendidikan yang tinggi diharapkan adanya

peningkatan taraf hidup seorang peternak. Pendidikan penduduk berdampak pada


19

kemampuan berfikir untuk mengembangkan dan meningkatkan taraf hidup

peternak (Sari, 2014). Tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Peternak Ayam Sentul


No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1. SD 3 7.3
2. SMP 10 24,4
3. SMA 17 41,5
4. SMK 1 2,4
5. D3 2 4,9
6. S1 8 19,5
Total 41 100%
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 3 pendidikan peternak ayam Sentul di Kabupaten

Ciamis, khususnya kelompok tani Gemah Ripah dan Anugrah (Kecamatan

Sadananya), Taruna Guna Bakti (Kecamatan Tambaksari), KWT Kuntum Mekar

(Kecamatan Rancah), Ciung Wanara (Kecamatan Cijeungjing) dan Karomah

(Kecamatan Banjarsari) adalah tamat SMA sebanyak 17 jiwa (41,5%), tamat SMP

sebanyuak 10 jiwa (24,4%), tamat S1 sebanyak 8 jiwa (19,5%), tamat SD

sebanyak 3 jiwa (7,3%), tamat D3 sebanyak 2 jiwa (4,9%), dan tamat SMK

sebanyak 1 jiwa (2,4%).

Rata-rata pendidikan peternak berada pada 11,8 tahun yaitu pada taraf

SMA. Tingkat pendidikan peternakan tergolong tinggi, hal tersebut seharusnya

peternak lebih gampang menerima inovasi teknologi yang berkembang pada saat

ini. Menurut Citra (2010) menyatakan dalam usaha peternakan faktor pendidikan

sangat diharapkan dapat membantu masyarakat dalam upaya peningkatan

produksi dan produktivitas ternak yang dipelihara yang nantinya akan

mempengaruhi pendapatan peternak. Peternak yang mempunyai pendidikan yang

tinggi menyebabkan daya fikir yang luas dan lebih maju dibandingkan dengan
20

pendidikan yang rendah. Menurut Utami (2015) tingkat pendidikan dapat

berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam penerapan inovasi dan

teknologi yang terus berkembang seperti sistem pemeliharaan, pakan,

perkandangan serta kesehatan hewan.

4.2.2.2 Usia Peternak

Usia peternak merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh

terhadap produktivitas kerja seseorang. Semakin bertambah usia seseorang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan suatu pekerjaan yang bersifat

fisik. Usia juga berhubungan dengan pola berfikir peternak dalam kegiatan usaha

ternaknya. Usia responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Usia Peternak Ayam Sentul


No Usia (tahun) Peternak Persentase (%)
1. 21 – 30 4 9,8
2. 31 – 40 6 14,6
3. 41 – 50 16 39
4. 51 – 60 11 26,8
5. 61 – 70 4 9,8
Total 41 100
Sumber : Data Primer, 2018

Berdasarkan Tabel 4, responden berada di kisaran 27 – 65 tahun dengan

komposisi usia 21 – 30 tahun sebanyak 4 orang (9,8%), usia 31 – 40 tahun

sebanyak 6 orang (14,6%), usia 41 – 50 sebanyak 16 orang (39%), usia 51 – 60

sebanyak 11 orang (26,8%), dan usia 61 – 70 sebanyak 4 orang (9,8%).

Berdasarkan hal tersebut sebagian peternak ayam Sentul berada dalam usia

produktif yaitu sebanyak 36 orang (73,2%), rata-rata usia peternak berada pada 47

tahun. Menurut Baba (2016) usia produktif merupakan usia dari 20 – 50 tahun.

Usia produktif untuk peternak merupakan modal utama karena pada usia produktif
21

memiliki rasa keingintahuan yang tinggi serta masih memiliki fisik yang kuat dan

pemikiran yang matang untuk mengembangkan usahanya.

Peternak yang berusia lanjut pada Tabel 4 sebanyak 4 orang. Peternak yang

berusia lanjut selalu mencari kegiatan untuk memenuhi kebutuhan di hari tua.

Menurut Herliana (2012) usia lanjut dapat merubah peran dari mulai keluarga

serta ekonomi untuk suatu usaha. Peternak pada usia 60 – 70 tahun memiliki sifat

apatis terhadap inovasi dan teknologi yang baru.

4.2.2.3 Lama Beternak

Lama beternak adalah seberapa lama seorang peternak telah menjalankan

usaha ternaknya. Petenak yang memiliki pengalaman beternak lebih lama

memiliki tingkat kesadaran tinggi untuk kegiatan usaha. Adapun data lama

beternak anggota kelompok tani ayam Sentul di Kabupaten Ciamis dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Lama Beternak


No Lama Beternak (Tahun) Peternak Persentase (%)
1 1–3 7 17,1
2 4–7 31 75,6
3 8 – 11 3 7,3
Total 41
Sumber: Data Primer, 2018

Lama beternak anggota kelompok tani di Kabupaten Ciamis berkisar dari 1

– 11 tahun. Tabel 5 menunjukan lama beternak pada 1 – 3 tahun sebanyak 7 orang

(17,1%), pada 4 – 7 tahun sebanyak 31 orang dan pada 8 – 11 tahun sebanyak 3

orang (7,3%). Lama beternak sebagian besar peternak kelompok tani di

Kabupaten Ciamis pada angka 4 – 7 tahun, rata-rata pengalaman peternak adalah

5,1 tahun. Hal tersebut disebabkan karena para peternak belum memulai usaha
22

peternakan pada saat sebelum masuk keanggotaan kelompok tani, serta masih

banyak peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis yang pemeliharaan dengan

tujuan sampingan. Kelompok tani tersebut merupakan wadah bagi para peternak

untuk memulai beternak ayam Sentul karena mendapat bantuan dari pemerintah

setempat seperti bibit per kelompok mendapatkan 1000 ekor bibit ayam Sentul.

Menurut Roosganda dan Rusdiana (2012) lingkungan dapat mempengaruhi

interaksi membentuk kreativitas, sikap dan motivasi untuk mulai memelihara

ternak ayam kampung.

Pengalaman beternak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.

Semakin tinggi pengalaman beternak maka semakin mudah peternak mengatasi

kesulitan yang dialaminya. Menurut Wati dkk (2010) peternak yang memiliki

pengalaman beternak cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih

banyak dibandingkan peternak yang baru saja mulai menekuni usahanya.

4.2.2.4 Jumlah Kepemlikian Ternak

Jumlah ternak adalah salah satu penentu pendapatan. Menurut Krisna

(2014) semakin besar skala usaha maka populasi ternak akan lebih besar juga,

atau semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara dalam satu kali periode

pemeliharaan akan semakin tinggi pendapatan yang diterima oleh petani peternak

Jumlah kepemilikan ternak yang berada di Kabupaten Ciamis beragam, mulai dari

100 – 4000 ekor, dapat dilihat di lampiran 2 tabel 10.

Jumlah kepemilikan ternak di Kabupaten Ciamis paling banyak berada

pada kisaran 100 – 300 ekor, sedangkan rata-rata jumlah kepemilikan ternak

adalah 550 ekor. Menurut Utomo dkk (2015) jumlah ternak yang tinggi akan
23

memerlukan pemeliharaan yang lebih baik terutama pakan, kandang dan

pengendalian penyakit. Pada keadaan tersebut peternak akan mengeluarkan biaya

produksi yang lebih besar. Menurut Fitrizia dkk (2012) jumlah ternak yang

dipelihara akan mempengaruhi besarnya pendapatan yang diperoleh oleh

peternak. Jumlah ayam yang semakin banyak akan menyebabkan semakin tinggi

pendapatan yang diperoleh peternak, demikian dengan biaya produksi yang

dikeluarkan.

4.2.3 Pendapatan Peternak Ayam Sentul

Analisis tingkat pendapatan usaha ternak dilakukan dengan tujuan untuk

melihat pendapatan pada kegiatan yang diusahakan dan membandingkan masing-

masing usaha. Pendapatan total ayam Sentul khususnya pedaging di Kabupaten

Ciamis rata rata Rp. 4.000.141. Pendapatan peternak ayam Sentul pada Tabel 6.

Tabel 6. Pendapatan Ayam Sentul


No Pendapatan Peternak (orang) Persentase (%)
1 < Rp 3.000.000 29 70,7
2 Rp 3.100.000 – 6.000.000 4 9,8
3 Rp 6.100.000 – 9.000.000 5 12,2
4 > Rp 9.100.000 3 7,3
Total 41 100
Sumber data : Primer diolah, 2018

Pendapatan responden didapat dari pengurangan antara penerimaan terhadap

biaya produksi (biaya bibit, pakan, vaksin, karyawan, transportasi dan listrik).

Penerimaan yang diterima oleh peternak sebagian besar dari ayam hidup siap

potong dengan berat 0,8 – 1,2 kg pada populasi 100 – 4000 ekor ayam Sentul

dengan pemeliharaan selama 70 hari. Pendapatan responden berkisar dari Rp

756.000 – Rp 19.900.000. Tabel 5 menunjukkan pendapatan peternak kurang dari

Rp 3.000.000 sebanyak 29 orang (70,7%), pendapatan Rp 3.100.000 – 6.000.000


24

sebanyak 4 orang (9,8%), pendapatan Rp 6.000.000 – 9.000.000 sebanyak 5 orang

(12,2%) dan pendapatan lebih dari Rp 9.000.000 sebanyak 3 orang (7,3%).

Pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis sebagian besar pada

angka kurang dari Rp 3.000.000. Pendapatan tersebut tergolong rendah

dikarenakan usaha Ayam Sentul hanya digunakan untuk usaha sampingan. Hal

tersebut sesuai pendapat Eko, dkk (2013) bahwa usaha peternakan ayam Sentul

dijadikan usaha sampingan oleh peternak, atau peternak kurang serius dalam

menjalankan usaha ayam Sentul.

Pendapatan yang rendah juga dipengaruhi oleh kepemilikan ternak, apabila

kepemilikan ternak semakin tinggi maka pendapatan akan tinggi. Menurut Krisna

(2014) semakin besar skala usaha semakin baik kesejahteraan petani ternak atau

semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara dalam satu kali periode

pemeliharaan akan semakin tinggi pendapatan yang diterima oleh petani peternak.

Hal tersebut karena peternak dapat melakukan efisiensi pada faktor – faktor

produksi seperti biaya tetap yang dibebankan pada jumlah ternak yang besar

sehingga biaya produksi persatuan unit produksi akan semakin kecil.

Pendapatan rata-rata anggota kelompok tani ayam sentul di Kabupaten

Ciamis Rp 4.000.141 per periode atau Rp 1.904.829 perbulan. Menurut

Sandyatma (2012) pendapatan kelompok tani berkisar antara Rp 400.000 - Rp

3.000.000 perbulan. Pendapatan tersebut sudah melebihi Upah Minimum

Kabupaten (UMK) di Kabupaten Ciamis yang berada di angka Rp 1.604.334,37.

4.2.4 Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul


25

Sistem pemeliharaan merupakan pilihan bagi peternak. Sistem pemeliharaan

meliputi sistem pemeliharaan Tradisional, Semi Intensif, dan Intensif. Tabel 7

menunjukan sistem pemeliharaan di Kabupaten Ciamis.

Tabel 7. Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul


No Sistem Pemeliharaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Tradisional 0 0
2 Semi Intensif 30 73,2
3 Intensif 11 26,8
Total 41 100
Sumber : Data Primer, 2018

Sistem pemeliharaan ditentukan menggunakan kuisioner tentang bibit,

pakan, kandang, tata laksana pemeliharaan, pengendalian penyakit. Perbedaan

yang signifikan pada sistem pemeliharaan semi intensif dan intensif di Kabupaten

Ciamis terdapat pada bibit dan pengendalian penyakit. Seleksi bibit merupakan

penentu produksi yang pertama yang harus dilakukan peternak, peternak ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis jarang melakukan seleksi bibit dengan alasan

keterbatasan DOC yang diterima peternak dan kurangnya pengetahuan peternak.

Manfaat seleksi menurut Supartini dan Darmawan (2014) adalah untuk menaikan

mutu genetik ternak dalam kecepatan pertumbuhan, bobot lahir, dan produksi.

Sifat-sifat ini memberikan manfaat secara ekonomi. Seleksi dapat dilakukan

dengan menilai tingkat keturunannya, sifat fenotipe keturunan pada suatu populasi

dapat digunakan sebagai parameter penilaian mutu genetik.

Pengendalian penyakit yang sebagaian besar tidak dilakukan oleh peternak

yang menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif adalah biosekuriti. Menurut

Direktorat Jendral Peternakan (2008) biosekuriti adalah semua tindakan yang

merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk


26

mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan terluar dan

penyebaran penyakit.

4.2.4.1 Sistem Pemeliharaan Tradisional

Sistem pemeliharaan suatu usaha peternakan sangat ditentukan oleh

populasi dan tujuan beternak. Skala usaha dengan menggunakan sistem

pemeliharaan yang masih tradisional pada umumnya masih kecil yaitu dibawah 20

ekor ayam. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Roosganda dan Rusdiana (2012)

yang menyatakan bahwa permasalahan pengembangan ayam kampung di desa

masih rendah dikarenakan peternak hanya memliki kurang dari 10 induk betina

dengan pemeliharaan secara umbaran. Sistem pemeliharaan tradisional khususnya

ayam Sentul di Kabupaten Ciamis, seperti yang tersaji pada Tabel 7 untuk

orientasi keuntungan sudah tidak ada.

Sistem pemeliharaan secara tradisional biasanya tidak memperhatikan aspek

nutrisi pakan, teknis dan ekonomi, melainkan hanya tabungan dan dipotong

apabila ada acara tertentu. Hal tersebut sependapat dengan Roosganda dan

Rusdiana (2012) bahwa sistem ekstensif (tradisional) yang umum dilakukan

rumah tangga petani di pedesaan, tidak dikandangkan, keseimbangan kebutuhan

nutrisi pakan dicukupi secara alami dengan sumber daya yang tersedia di

lingkungan sekitarnya, belum memperhatikan aspek teknis dan perhitungan

ekonomis. Sistem pemeliharaan tradisional juga dapat mempengaruhi

produktivitas ternak. Menurut Setiana dkk (2012) rendahnya produktivitas usaha

tani ayam lokal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling terkait, diantaranya

adalah rendahnya masukan yang diamati dari skala rumah tangga pada umumnya,
27

genetik atau benih yang unggul relatif dipelihara menggunakan sistem

pemeliharaan yang tradisional

4.2.4.2 Sistem Pemeliharaan Semi Intensif

Sistem pemeliharaan semi intensif sangat digemari di Kabupaten Ciamis.

Fakta tersebut tersaji pada Tabel 7 yang menunjukan angka 73,2% atau 31

peternak dari 41 peternak ayam Sentul yang ada di Kabupaten Ciamis. Menurut

(Rivani 2004) pemeliharaan ternak di pedesaan pada umumnya masih bersifat

usaha tradisional dan semi intensif.

Sistem pemeliharaan yang semi intensif digemari karena berorientasikan

kepada keuntungan serta populasi ayam yang dipelihara tidak terlalu banyak

dibanding dengan pemeliharaan intensif. Sehingga biaya produksi serta modal

yang dikeluarkan peternak semakin sedikit. Menurut Suparman (2007)

menyatakan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi masyarakat beternak

dengan cara semi intensif adalah nilai ekonomis, modal, kepemilikan lahan dan

ketersediaan pakan.

Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan suatu sistem yang cocok bagi

peternak ayam kampung. Menurut Williamson dan Payne (1993) sistem

pemeliharaan semi intensif juga merupakan gabungan antara ektensif (umbaran)

dengan sistem pemeliharaan intensif (tanpa umbaran), tetapi biasanya

membutuhkan pemberian pakan yang berkualitas. Sistem pemeliharaan semi

intensif juga mempermudah bagi para peternak untuk beternak ayam Sentul.

Menurut Ansar (2015) kemudahan peternak yang melatarbelakangi beternak


28

secara semi intensif adalah ketersediaan modal yang terbatas sehingga usaha yang

dilakukan dianggap sebagai usaha sampingan.

4.2.4.3 Sistem Pemeliharaan Intensif

Sistem pemeliharaan secara intensif di Kabupaten Ciamis hanya dilakukan

oleh sebagian peternak. Tabel 7 menunjukan sistem pemeliharaan secara intensif

menunjukan angka 26,8% atau 11 peternak dari 41 peternak. Sistem pemeliharaan

secara intensif merupakan skala usaha besar dengan populasi lebih dari 1000 ekor

ayam Sentul. Skala usaha juga menentukan biaya produksi yang tinggi namun

akan mendapatkan pendapatan yang tinggi pula. Menurut Santa dkk (2014) bahwa

semakin tinggi biaya produksi maka pendapatan yang diterima peternak ayam

kampung cenderung semakin tinggi.

Sistem pemeliharaan kearah intensif kebanyakan peternak yang

menjalankan usahanya bukan untuk usaha sampingan namun usaha utama atau

sebagai penghasilan utama karena adanya keseriusan dalam beternak. Menurut

Darmawi (2011) apabila peternak sudah mulai serius menjalani usahanya, maka

peternak akan mulai beralih dari semi intensif kearah intensif. Pemeliharaan ayam

kampung dengan menggunakan sistem pemeliharaan intensif akan menambah

produktivitas ayam kampung tersebut. Pendapat tersebut diperkuat oleh Zakaria

(2004) yang menyatakan bahwa, untuk meningkatkan populasi, produksi,

produktivitas, dan efisiensi usaha ayam kampung pemeliharaannya perlu

ditingkatkan dari tradisional kearah yang lebih intensif. Pramudyati (2009)

menambahkan bahwa dengan cara intensif ayam betina tidak diberi kesempatan
29

untuk mengerami telurnya, dengan cara seperti ini produktivitas dan pemanfaatan

ayam buras oleh petani meningkat.

Pemeliharaan dengan cara intensif belum sepenuhnya sempurna, melainkan

ada kekurangan seperti membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan

membutuhkan biaya pakan yang tinggi. Menurut Suprijatna dkk (2008) intensif

juga memiliki kekurangan, yaitu membutuhkan banyak tenaga kerja, biaya pakan

tinggi, apabila pakan tidak memenuhi kebutuhan ayam, tidak efisien dan ayam

mudah stres karena perubahan lingkungan yang bersifat nutrisional, klimatis atau

manajerial serta biaya kandang dan perlengkapan tinggi. Pramudyati (2009)

menambahkan kekurangan terbesar pada pemilihan sistem pemeliharaan intensif

adalah dari pakan, karena peternak harus memberi pakan ternak kurang lebih 100

gram/ekor/hari yang menyebabkan peternak harus terus menerus menangani

usahanya, karena aspek komerisal dari usaha ini sangat ditentukan oleh modal

cukup banyak terutama untuk pembelian pakan.

4.2.5 Hubungan Pendapatan dengan Sistem Pemeliharaan Peternakan Ayam

Sentul di Kabupaten Ciamis

Pendapatan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis beragam begitu pula dengan

sistem pemeliharaannya. Pemahaman peternak tentang sistem pemeliharaan ayam

Sentul diharapkan dapat merubah pola fikir dan perilaku peternak untuk beternak

dengan menggunakan sistem pemeliharaan yang lebih intensif. Sistem

pemeliharaan di Kabupaten Ciamis sudah beralih ke semi intensif dan Intensif.

Tabel Pendapatan dan sistem pemeliharaan tersaji pada Tabel 8.


30

Tabel 8. Pendapatan dan sistem pemeliharaan


No Pendapatan per periode Semi Intensif Intensif
(orang) (orang)
1. Rp. 752.000 – Rp. 3.612.200 30 0
2. Rp. 4.064.000 – Rp. 19.900.000 0 11
Total 30 11
Sumber : Data Primer diolah, 2018

Tabel 8 menunjukan pendapatan Rp 752.000 – Rp 3.612.200 menggunakan

sistem pemeliharaan semi intensif, dan pendapatan Rp 4.064.000 – Rp 19.900.000

menggunakan sistem pemeliharaan intensif. pada Tabel 7 menunjukan bahwa

pendapatan yang tinggi sudah melakukan sistem pemeliharaan intensif.

Pendapatan rata-rata dari sistem pemeliharaan semi intensif sebesar Rp 1.823.367

per periode. Menurut Roosganda dan Rusdiana (2012) beternak ayam kampung

pada sistem pemeliharaan semi intensif sebesar Rp 2.582.800 per periode.

Sedangkan pendapatan rata-rata pada pemeliharaan intensif sebesar Rp 9.936.800

per periode, pendapatan tersebut sudah sangat menguntungkan. Menurut Eko dkk

(2013) pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis mencapai Rp

37.976.000 per tahun atau Rp 6.329.333 per periode. Melani (2010)

menambahkan peternakan ayam kampung di pedesaan didominasi oleh

pemeliharaan semi intensif, hal tersebut dikarenakan modal dan biaya produksi

yang rendah dan masih mendapat pendapatan yang cukup tinggi dibanding dengan

pemeliharaan ekstensif atau tradisional.

Hasil analisis data menggunakan uji Rank Spearman menunjukan bahwa

hubungan pendapatan dengan sistem pemeliharaan memiliki korelasi tinggi

(0,687) dengan nilai signifikansi 0,01. Artinya bahwa H0 ditolak dan H1 diterima

atau terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan dengan sistem


31

pemeliharaan. Korelasi tinggi antara pendapatan dengan sistem pemeliharaan

yang artinya apabila semakin intensif sistem pemeliharaan maka pendapatan akan

tinggi dan apabila pendapatan yang tinggi akan mendukung usaha menjadi

semakin intensif.
32

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pendapatan peternak ayam Sentul di Kabupaten Ciamis rata-rata Rp

4.000.141 per periode. Pendapatan dengan sistem pemeliharaan semi

intensif sebesar Rp 1.823.367 per periode sedangkan pada pemeliharaan

intensif sebesar Rp 9.936.800 per periode. Pendapatan peternak berkisar

dari Rp 756.000 – Rp 19.900.000 per periode.

2. Sistem pemeliharaan ayam Sentul di Kabupaten Ciamis sebagian besar

menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif (73,2%) dan Intensif

(26,8%).

3. Hasil penelitian menunjukan bahwa korelasi antara pendapatan dengan

sistem pemeliharaan berkorelasi tinggi yaitu pada angka 0,687. Artinya

semakin intensif sistem pemeliharaan maka pendapatan akan tinggi dan

apabila pendapatan yang tinggi akan mendukung usaha menjadi semakin

intensif.

5.2 Saran

1. Sistem pemeliharaan peternak di Kabupaten Ciamis harus ditingkatkan

kearah intensif agar peternak mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

2. Perlu adanya penyuluhan bagi para peternak tentang sistem pemeliharaan

agar para peternak dapat meningkatkan pendapatan.

3. Perlu adanya intensifikasi pada seleksi bibit dan tata laksana pencegahan

penyakit, terutama biosekuriti.


33

DAFTAR PUSTAKA

Ansar. 2015. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemudahan Pemeliharaan


Ternnak Kambing Kacang dengan Sistem Semi Intensif di Desa Borongtala
Kecamatan Tamalatea Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Universitas
Hasanudin. Makasar

Baba. 2016. Corellation Between Farmers Characteristic and Farm Scale of


Dairy Cattle Farming in Sumbang Village Curio District Encreckang.
Fakultas Peternakan. Universitas Hassanudin. Makassar : tidak
dipublikasikan.

Citra. 2010. Pengaruh Skala Usaha terhadap Pendapatan Peternak Ayam Ras
Petelur di Kecamatan Maritengae Kabupaten Sidrap. Fakultas
Peternakan,Universitas Hasanuddin. Makassar: tidak dipublikasikan.

Darmawi. D. 2011. Pendapatan Usaha Pemeliharaan Sapi Bali di Kabupaten


Muoro Jambi. Jurnal Ilmiah Peternakan. 14 (1). 14 – 22.

Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. 2006. Pedoman


Pembibitan Ayam Lokal yang Baik. Departemen Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian.2008. Prosedur Operasional


Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Dwiyanto. K., D. Zainuddin., T. Sartika., S. Rahayu., Djufri. C., Arifin dan Cholil.
2011. Model Pengembangan Peternakan Rakyat Terpadu Berorientasi
Agribisnis: Komoditas Ayam Lokal. Laporan Kerjasama Direktorat
Jenderal. Bogor.

Eko. F., N N. Hidayat., dan Roesdiyanto. 2013. Kinerja Ekonomi Usaha Ayam
Sentul di Kabupaten Ciamis. Jurnal Imliah Peternakan.Vol 1(3) : 865-873.

Fitriza. Y. T., Haryadi. F. T., dan Syahlani. P. 2012. Analisis Pendapatan dan
Persepsi Peternak Plasma Terhadap Kontrak Perjanjian Pola Kemitraan
Ayam Pedaging di Provinsi Lampung. Buletin Peternakan. 36(1) : 57 – 65.

Hamidjoyo. S. 1991. Keterlibatan Wanita dalam Sistem Usaha Tani


Berkonservasi Selani Das Brantas Kabupaten Malang. Yayasan
Pengembangan Desa. Malang.

Herliana. 2012. Socio Economic analysis of full inkind Bali Cattle breeders on
high progress of Gumba livestock after two year mantaints. Jurnal Ilmu
Hewani Tropika.1(2). Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.Bali.
34

Husodo. S. 2006. Partisipasi Petani dalam Kegiatan DAFEP di Kab Bantul.


Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian. 2(1).

Iskandar. S., A.R. Setioko., S. Sopiana., Y. Saepudin., Suharto dan W.


Dirdjopratono, 2004. Keberadaan dan Karakter Ayam Pelung, Kedu dan
Sentul di Lokasi Asal. Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian
Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani Nelayan
Mandiri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Hal. : 121-133.

Iskandar. S., J. Elizabeth., D. Zaenudin., H. Resnawati., W. Bronto dan Sumanto.


1991. Teknologi Tepat Guna Ayam Buras. Balai Penelitian Peternakan
Ciawi. Bogor.

Jabarprov. 2009. Profil Kabupaten Ciamis dan Profil Daerah.


www.jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1047. Diakses 27 Februari 2017.

Khomsan. 2003. Aspek Gizi Dan Konsumsi Pangan Hewani. Makalah


Dipresentasikan Pada Seminar Nasional Biosekuriti pada Industri
Peternakan dan Peranannya Dalam Menjaga Keamanan Pangan. Kerjasama
ISPI, Poultry Indonesia dan Fakultas Peternakan IPB.

Krisna, H, R. 2014. Hubungan Tingkat Kepemilikan dan Biaya Usaha dengan


Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa
Barat (Studi Korelasi). Jurnal Aplikasi Manajemen. 12 (2). 295 – 305.

Melani. 2010. Karakteristik Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung dan Ayam


Leher Gundul di Kabupaten Subang Jawa Barat. Skripsi. Insitut Pertanian
Bogor. Bogor.

N. N Hidayat dan Suprapto. 2000. Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu Kecamatan Banyumas. Journal
Animal Production. 2(1) : 13 – 17.

Pramudyati. S. Y. 2009. Petunjuk Teknis Beternak Ayam Buras. Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian (BTTP). Sumatra Selatan.

Rasyaf. M. 2001. Manajemen Peternakan Ayam Petelur. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Rasyid. T.G. 2002. Analisis Perbandingan Keuntungan Peternak Ayam Buras


dengan Sistem Pemeliharaan yang Berbeda. Bull. Nutrisi dan Makanan
Ternak. 3(1): 15 – 22.
35

Rivani. A . 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Peternak untuk


Memelihara Kambing di Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo. Tidak
dipublikasikan.

Roosganda. E., dan Rusdiana. S. 2012. Perbaikan Manajemen Usaha Ayam


Kampung Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Keluarga Petani di
Pedesaan. Workshop Nasional Unggas Lokal. 93 – 101.

Sandyatma. Y. H. 2012. Partisipasi Anggota Kelompok Tani Dalam Menunjang


Efektifitas Kelompok tani pada Kegiatan Penguatan Lembaga Distribusi
Pangan Masyarakat di Kabupaten Bogor. Jurnal Kawistara. 2(3). 225 – 328.

Santa. N. M., Anie, M., dan Poulla. O. V. 2014. Hubungan Biaya Produksi
Dengan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Kampung (Studi Kasus di Desa
Pungkol Kecamatan Tatapan, Kabupaten Minahasa Selatan). Jurnal Zootek.
Vol 3 (4). Hal : 67-75.

Sari. 2014. Analisis Keuntungan Peternakan Ayam Ras Petelur di Kecamatan


Mattiro Bulu Kabupaten Pinrang. Fakultas Peternakan.Universitas
Hasanuddin.Makassar.

Setiana. L., Isbandi., Atmomarsono., dan Waridin. U. 2012. Identifikasi Perilaku


Petani Ayam Lokal dalam Mengadopsi Inovasi Teknologi Intensifikasi
(Identification of Local Chicken Farmers’ Behavior in Adopting Innovation
of Technology Intensification). Jurnal Animal Production. 14(2). Hal : 118
– 122.

Setioko. R. A., dan Iskandar. S. 2014. Review Hasil-Hasil Penelitian Dan


Dukungan Teknologi Dalam Pengembangan Ayam Lokal. Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner. Hal : 10-16.

Sinurat. A. P., Santoso., E. Juarni., Sumanto. T., Murtisari dan B. Wibowo. 1992.
Peningkatan Produktivitas Ayam Buras Melalui Pendekatan Sistem Usaha
Tani pada Peternak Kecil. Majalah Ilmu dan peternakan. Balai Penelitian
Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Vol. 5, No. 2.
Maret.

Sipayung. 2011. Peran Kelompok Peternakan Rakyat Ayam Kampung Sukabumi


Pada Usaha Ayam Kampung. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis Peternakan. Akademika Pressindo.


Jakarta.

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.


36

Sudaryani. T., dan Hari. S. 2002. Pembibitan Ayam Ras Cetakan ke-VI. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Sugiyono dan Wibowo. E. 2001. Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan


SPSS 10.0. Alfabeta. Bandung.

Sugiono. 2009. Statistik Non Parametrik untuk penelitian. Penerbit Alfabeta.


Bandung.

Suparman. 2007. Beternak Kambing. Alfabenta. Bandung.

Supartini. N dan Darmawan. H. 2014. Profil Genetik dan Peternak Sapi Peranakan
Ongole Sebagai Strategi Dasar Pengembangan Desa Pusat Bibit Ternak.
Jurnal Buana Sains. 14(1). 71 – 84.

Suprijatna. E., Umiyati. A dan Ruhayat. K. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Cet.2. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suryana dan E.S Rohaeni. 2006. Upaya Perbaikan Sistem Usaha Tani Ayam
Buras dengan Teknologi Inseminasi Buatan di Lahan Kering (Desa
Rumintin, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan). Seminar Nasional Lahan
Kering. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Bogor. 65 – 70.

Usman. 2007. Potensi Ampas Tahu Sebagai Pakan Ternak pada Usaha
Pembesaran Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Pros. Percepatan Inovasi
Teknologi Pertanian. 253 – 261

Utami. S. 2015. Hubungan Krakteristik Peternak Dengan Skala Usaha Ternak


Kerbau di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar: tidak
dipublikasikan.

Utomo. H. R., H. Setiyawan., dan Santoso. S. I. 2015. Analisis Profitabilitas


Usaha Peternakan Ayam Broiler Dengan Pola Kemitraan di Kecamatan
Limbangan Kabupaten Kendal. Journal Animal Agriculture. 4(1) : 7 – 14.

Wati. R., A. Suresti., dan Karmila. 2010. Analisis faktor-faktor yang


mempengaruhi Penpatan Peternak Ayam Petelur di Kecamatan Lreh Sago
Halaban Kabupaten 50 kota. Journal Peternakan Indonesia. 13(3). 205 –
214.

Williamson. G dan W. J. A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah


Tropis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
37

Yuwono. D. M., dan Rudi. F.P. 2013. Analisis Teknis dan Ekonomi Agribisnis
Ayam Buras Sistem Semi Intensif – Intensif (Studi Kasus di KUB “Ayam
Kampung Unggul” Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, Kabupaten
Batang). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BITP). Hal : 18-24.

Zakaria. S. 2004. Pengaruh Luas Kandang Terhadap Produksi dan Kualitas Telur
Ayam Buras yang Dipelihara dengan Sistem Litter. Jurnal Nutrisi dan
Makanan Ternak. 5(1): 1 − 11.
38

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENDAPATAN PETERNAK DENGAN SISTEM
PEMELIHARAAN (STUDI KASUS USAHA TERNAK AYAM SENTUL DI
KABUPATEN CIAMIS JAWA BARAT)
Oleh : Rinari Agrian Firdaus

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama : ......................................
Alamat : ......................................
Jenis Kelamin : ......................................
Usia : ......................................
Pekerjaan Utama : ......................................
Jumlah Ternak : Jantan........Betina.........
Jumlah Anggota Keluarga : Istri/Suami.....Anak......
Lama Beternak (tahun) : ......................................
Pendidikan Terakhir : ......................................
Keanggotaan Kelompok : ......................................
Tujuan Beternak : ......................................
B. PENDAPATAN
1. Kontribusi Pendapatan
1. Apakah bapak/ibu melakukan usaha peternakan Ayam Sentul ini adalah
pekerjaan utama atau sampingan ? ............................
2. Apakah bapak/ibu mempunyai pekerjaan lain selain beternak Ayam Sentul ?
Jika iya berapa penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut ?
Rp ...............................
3. Apakah anak bapak/ibu sudah sekolah ?..........jika ya, apakah biaya sekolah
yang dikeluarkan dari hasil usaha peternakan Ayam
Sentul ? ........................., berapa besar kontribusinya ? ...............................
39

4. Apakah kebutuhan keluarga bapak/ibu dibiayai dari hasil pendapatan


usaha Ayam Sentul ? ....... jika ya, berapa besar
kontribusinya.................................
2. Biaya
1. Investasi
A. Tanah
1. Apakah bapak/ibu memiliki tanah sendiri atau sewa dari orang lain ?
2. Jika memliki tanah sendiri, berapa luas tanah yang dipakai untuk
memelihara Ayam Sentul ?
3. Kapan bapak/ibu membeli tanah tersebut ?
4. Berapa harga tanah yang dibeli pada saat itu ? Rp ........................
5. Jika menyewa tanah, berapa harga sewa tanah yang dipakai pada saat
pemeliharaan Ayam Sentul ? Rp .....................
B. Kandang
1. Berapa luas kandang Ayam Sentul yang bapak/ibu punyai ?
2. Terbuat dari bahan apa saja kandang yang bapak/ibu punyai?
3. Apakah kandang yang bapak/ibu bangun permanen/semi-permanen?
4. Kapan bapak/ibu membangun kandang Ayam Sentul ?
5. Berapa lama kandang yang bapak/ibu bangun bisa bertahan (tahun) ?
6. Berapa biaya yang dikeluarkan pada saat membangun kandang ?
C. Peralatan
a. Alat apa saja yang diperlukan untuk keperluan pemeliharaan Ayam
Sentul ? berapa jumlahnya dan berapa harganya ?
1. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
2. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
3. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
4. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
5. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
6. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
7. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
8. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
9. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
10. ..................... Jumlah :............... Harga :.......................
40

2. Biaya Tetap
1. Apakah dalam mengusahakan Ayam Sentul, bapak/ibu menggunakan
karyawan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika tidak, apakah anggota keluarga ikut terlibat dalam pemeliharaan Ayam
Sentul ?
a. Istri / Suami
b. Anak
Lainya : ............................................................................................................
.
3. Jika anggota keluarga membantu usha Ayam Sentul apakah diupah ?
a. Ya
b. Tidak
Jika ya, berapa upah untuk tenaga kerja
keluarga ? ...........................................
4. Jika menggunakan karyawan, berapa jumlah karyawan bapak/ibu ?...........
orang.
5. Berapa upah yang diberikan kepada klaryawan dalam pemeliharaan Ayam
Sentul ini ? Rp ................../orang
6. Bagaimana sistem pengupahanya ?
a. Harian
b. Mingguan
c. Bulanan
d. Lainya (sebutkan) : .......................
3. Biaya Variabel
A. Bibit
1. Darimana bapak/ibu mendapatkan DOC yang dipelihara ?
2. Berapa jumlah DOC yang bapa pelihara dalam satu periode? ............ ekor
3. Apakah bapak/ibu membeli DOC dengan harga satuan / box ?
41

4. Apabila satuan, berapa harga satuan DOC yang bapak/ibu beli pada saat
pemeliharaan Ayam Sentul ? Rp .................../ekor
5. Apabila dalam bentuk box, berapa banyak DOC yang ada didalam box
tersebut ? ........... ekor, berapa harga 1 box nya ? Rp.....................
B. Pakan
1. Jenis pakan apa yang bapak/ibu pakai untuk pemeliharaan Ayam Sentul ?
a. Crumble/butiran kecil
b. Pellet
c. Mash/Tepung
d. Lainya : ...................................
2. Darimana bapak/ibu mendapatkan pakan tersebut ?
3. Berapa kg pakan yang diberikan pada ayam setiap hari ?
4. Apakah bapak/ibu membeli pakan bentuk satu kg (satuan)/satu karung ?
5. Jika membeli dalam bentuk 1kg, berapa biaya pakan yang bapak/ibu
keluarkan untuk satu kg karung pakan? Rp .......................
6. Jika membeli dalam bentuk satu karung, berapa kg dalam satu
karung ? ............. kg dan berapa harga untuk satu karung pakan ?
Rp...............................
C. Listrik
1. Berapa biaya listrik yang harus dibayar dalam waktu satu bulan ?
Rp..............
2. Berapa bulan dalam satu periode pemeliharaan ? ............... bulan
D. Transportasi
1. Transportasi apa saja yang dibutuhkan dalam satu periode pemeliharaan ?
a. Pengiriman DOC : Rp ................................
b. Pemasaran : Rp ................................
c. Pengiriman pakan : Rp ................................
E. Vaksin
1. Apakah ayam yang bapak/ibu pelihara divaksin ?
a. Ya
b. Tidak
42

Jika ya, vaksin apa saja : ...............................


2. Berapa kali divaksin Ayam Sentul yang bapak/ibu pelihara dalam satu
periode ?
3. Berapa harga satu kali vaksin Ayam Sentul ?
4. Penerimaan
1. Berapa ternak yang terjual dalam satu periode pemeliharaan ? ..............ekor
2. Apakah ternak dijual dalam bentuk satuan atau per satu kg?
3. Apablila satuan, berapa harga satuan Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis ?
Rp..............
4. Apabila per satu kg, berapa harga satu kg Ayam Sentul di Kabupaten
Ciamis ? Rp..............
5. Apakah ada produk sampingan selain menjual ayam siap potong ? Jika ada
apa yang dijual dan berapa harganya ?
..............................................Rp...................
C. Sistem Pemeliharaan
1. Bibit
1. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan performa ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan silsilah ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan seleksi DOC berdasarkan produksi ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Pakan
1. Apakakah bapak/ibu sudah memilih bahan pakan yang baik ?
a. Ya
43

b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakakah bapak/ibu sudah menyimpan pakan dengan baik ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase starter ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase grower ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Apakan bapak/ibu memberikan pakan berdasarkan fase finisher ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Kandang
1. Apakah bapak/ibu mempertimbangkan pemilihan lokasi dan persyaratan
kandang?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu melakukan perlakuan kandang sesuai fase ayam?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan pembuatan kandang sesuai tujuan
pemeliharaan?
a. Ya
44

b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Tata Laksana Pemeliharaan
1. Apakah bapak/ibu melakukan teknik pemeliharaan umum (DOC, grower,
finisher) ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu memperhatikan kepadatan kandang (8 ekor/m2)
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Pencegahan Penyakit dan Pengobatan Penyakit
1. Apakah bapak/ibu melakukan sanitasi kandang?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
2. Apakah bapak/ibu menerapkan biosekuriti ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
3. Apakah bapak/ibu melakukan vaksinasi ?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
4. Apakah bapak/ibu melakukan pengobatan apabila ternak sakit?
a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................
5. Apakah bapak/ibu melakukan pemisahan ternak yang sakit /kandang
karantina ?
45

a. Ya
b. Tidak
Penjelasan : .......................................................................................

Lampiran 2. Data Analisis Pendapatan Ayam Sentul per periode

Tabel 9. Analisis Pendapatan Ayam Sentul


Biaya
Nama variable Biaya tetap Total Biaya Penerimaan Pendapatan
Rp60.550.00 Rp61.150.00
H Dadang 0 Rp600.000 0 Rp81.000.000 Rp19.850.000
Mamat Rp1.858.000 Rp90.000 Rp1.948.000 Rp2.700.000 Rp752.000
H Bagja Rp5.314.000 Rp80.000 Rp5.394.000 Rp8.100.000 Rp2.706.000
Dedi Suhendar Rp3.686.000 Rp80.000 Rp3.766.000 Rp5.400.000 Rp1.634.000
Asep Gunawan Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Ato Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Idat Rp5.314.000 Rp120.000 Rp5.434.000 Rp8.100.000 Rp2.666.000
Idris Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Agus S Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Yayan, S.pd Rp1.858.000 Rp80.000 Rp1.938.000 Rp2.700.000 Rp762.000
Edi Rp1.838.000 Rp80.000 Rp1.918.000 Rp2.700.000 Rp782.000
Wahyu Rp1.838.000 Rp80.000 Rp1.918.000 Rp2.700.000 Rp782.000
Hadis Ismanto Rp3.532.000 Rp100.000 Rp3.632.000 Rp5.400.000 Rp1.768.000
Rp18.876.00 Rp19.476.00
Teti Rohayati 0 Rp600.000 0 Rp27.000.000 Rp7.524.000
Wahyudin Rp3.537.000 Rp200.000 Rp3.737.000 Rp5.400.000 Rp1.663.000
Rp15.668.00 Rp15.968.00
Felix A S 0 Rp300.000 0 Rp24.300.000 Rp8.332.000
Rp17.450.00 Rp18.050.00
Beni 0 Rp600.000 0 Rp27.000.000 Rp8.950.000
Teti Hartati Rp7.008.000 Rp300.000 Rp7.308.000 Rp10.800.000 Rp3.612.000
Karnadi Rp3.552.000 Rp300.000 Rp3.852.000 Rp5.400.000 Rp1.548.000
Agus A Rp3.547.000 Rp150.000 Rp3.697.000 Rp5.400.000 Rp1.703.000
Ajo Warjo Rp3.542.000 Rp200.000 Rp3.742.000 Rp5.400.000 Rp1.658.000
Rp10.484.00 Rp10.784.00
Ibrahim 0 Rp300.000 0 Rp16.200.000 Rp5.416.000
Rp14.601.20 Rp15.101.20
Jojo 0 Rp500.000 0 Rp22.680.000 Rp7.578.800
Aco Karsono Rp3.557.000 Rp140.000 Rp3.697.000 Rp5.400.000 Rp1.703.000
Yadi Rp3.537.000 Rp200.000 Rp3.737.000 Rp5.400.000 Rp1.663.000
heri Rp3.542.000 Rp300.000 Rp3.842.000 Rp5.400.000 Rp1.558.000
Rp18.880.00 Rp19.280.00
H yunus 0 Rp400.000 0 Rp27.000.000 Rp7.720.000
Ida Yuniasi Rp3.552.000 Rp300.000 Rp3.852.000 Rp5.400.000 Rp1.548.000
Darli Rp3.532.000 Rp175.000 Rp3.707.000 Rp5.400.000 Rp1.693.000
46

Calam Rp3.547.000 Rp200.000 Rp3.747.000 Rp5.400.000 Rp1.653.000


Darsin Rp3.532.000 Rp150.000 Rp3.682.000 Rp5.400.000 Rp1.718.000
H ujang Rp8.746.000 Rp400.000 Rp9.146.000 Rp13.500.000 Rp4.354.000
Rp86.300.00 Rp1.800.00 Rp88.100.00 Rp108.000.00
Yusuf 0 0 0 0 Rp19.900.000
Esih Rp4.328.000 Rp360.000 Rp4.688.000 Rp6.750.000 Rp2.662.000
Rp59.384.00 Rp59.984.00
Asep Yayat 0 Rp600.000 0 Rp75.600.000 Rp15.616.000
Agus kurniawan Rp8.736.000 Rp700.000 Rp9.436.000 Rp13.500.000 Rp4.064.000
Tati Haryati Rp4.411.000 Rp300.000 Rp4.711.000 Rp6.750.000 Rp2.039.000
Usep Rp5.214.000 Rp200.000 Rp5.414.000 Rp8.100.000 Rp2.686.000
Indra setia
mulya Rp5.274.000 Rp200.000 Rp5.474.000 Rp8.100.000 Rp2.626.000
Sofyan sori Rp5.214.000 Rp240.000 Rp5.454.000 Rp8.100.000 Rp2.646.000
Maesaroh Rp3.486.000 Rp300.000 Rp3.786.000 Rp5.400.000 Rp1.614.000
Sumber : Data Primer Diolah (2018)
Lampiran 2. Data Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul di Kabupaten Ciamis
Tabel 10. Sistem Pemeliharaan Ayam Sentul
No Nama Jumlah Sistem Pemeliharaan
Ternak Semi Intensif Intensif
1. H Dadang 3000 v
2. Mamat 100 v
3. H Bagja 300 v
4. Dedi Suhendar 200 v
5. Asep Gunawan 300 v
6. Ato 300 v
7. Idat 300 v
8. Idris 100 v
9. Agus S 100 v
10. Yayan, S.pd 100 v
11. Edi 100 v
12. Wahyu 100 v
13. Hadis Ismanto 200 v
14. Teti Rohayati 1000 v
15. Wahyudin 200 v
16. Felix A S 200 v
17. Beni 1000 v
18. Teti Hartati 200 v
19. Karnadi 900 v
20. Agus A 200 v
21. Ajo Warjo 200 v
22. Ibrahim 400 v
23. Jojo 200 v
24. Aco Karsono 200 v
25. Yadi 200 v
26. heri 600 v
27. H yunus 840 v
28. Ida Yuniasi 200 v
47

29. Darli 200 v


30. Calam 200 v
31. Darsin 1000 v
32. H ujang 500 v
34. Yusuf 4000 v
35. Esih 250 v
36. Asep Yayat 2800 v
37. Agus kurniawan 500 v
38. Tati Haryati 250 v
39. Usep 300 v
40. Indra setia mulya 300 v
41. Sofyan sori 300 v
42. Maesaroh 200 v
Jumlah 30 11
Sumber: Data Primer diolah, 2018.
Lampiran 4. Analisis Korelasi Rank Spearman

Tabel 11. Korelasi Rank Spearman


Correlations

Pendapatan Sistem
pemeliharaan

Correlation Coefficient 1.000 .687**

Pendapatan Sig. (2-tailed) . .000

N 41 41
Spearman's rho
**
Correlation Coefficient .687 1.000

Sistem pemeliharaan Sig. (2-tailed) .000 .


N 41 41

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Sumber : Data Primer Diolah (2018)

Keterangan :

(**) Korelasi sangat nyata pada taraf (P≥0,01)

(*) Korelasi nyata pada taraf (P≤0,05)

( ) Korlasi tidak nyata pada taraf (P≥0,05)


48

Anda mungkin juga menyukai