Anda di halaman 1dari 5

PHARMACEUTICAL CARE

TUGAS DRP VERSI 8 DAN 9

NAMA MAHASISWA

REFFANY DYAH SEPTATIWI

(2043700157)

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

JAKARTA

2020
Klasifikasi PCNE versi 9 merupakan klasifikasi terbaru dari PCNE. Klasifikasi
PCNE ini sudah ada sejak tahun 1999 yang memang disusun khusus untuk
mensistemasi suatu Drug Related Problem menjadi sebuah skema. Drug Related
Problem atau masalah terkait obat merupakan kejadian yang mengakibatkan terapi obat
yang secara nyata dan potensial akan mempengaruhi outcome dari terapi.

Versi saat ini adalah V9.0, yang telah dikembangkan selama lokakarya ahli pada
bulan Februari 2019. Versi ini kompatibel dengan V8 (dengan beberapa adaptasi), tetapi
tidak dengan versi sebelum V8 karena sejumlah bagian utama telah direvisi.

Klasifikasi ini untuk digunakan dalam penelitian tentang sifat, prevalensi, dan
kejadian DRP dan juga sebagai indikator proses dalam studi eksperimental hasil
Perawatan Farmasi. Ini juga dimaksudkan untuk membantu para profesional perawatan
kesehatan untuk mendokumentasikan informasi DRP dalam proses perawatan farmasi.
Sepanjang klasifikasi kata 'obat' digunakan, di mana orang lain mungkin menggunakan
istilah 'obat'.

Klasifikasi hierarkis didasarkan pada pekerjaan serupa di lapangan, tetapi


berbeda dari sistem yang ada karena memisahkan masalah dari penyebabnya. Pakar
berkualitas akan menyadari bahwa sebagian besar penyebabnya sering disebut
'Kesalahan Pengobatan' oleh orang lain.

Definisi PCNE-DRP resmi berikut adalah dasar untuk klasifikasi:

Masalah Terkait Obat adalah peristiwa atau keadaan yang melibatkan terapi obat yang benar-
benar atau berpotensi mengganggu hasil kesehatan yang diinginkan.

Secara umum klasifikasi PCNE ini ada 3 domain utama yaitu problem atau
masalah, penyebab dan intervensi. Pada PCNE versi 9 domain problem terdapat 3 kode
yaitu P1, P2 dan P3 kemudian domain penyebab atau cause terdapat 9 kode. Sedangkan
pada PCNE 8 hanya terdapat 8 kode.

Namun, pada tingkat yang lebih rinci ada 7 sub domain yang
dikelompokkan untuk masalah, 43 sub domain yang dikelompokkan untuk sebab dan 17
sub domain yang dikelompokkan untuk intervensi, dan 10 subdomain untuk penerimaan
intervensi. Sub-domain tersebut dapat dilihat sebagai penjelasan untuk domain utama.
Pada tahun 2003 skala telah ditambahkan untuk menunjukkan jika atau sejauh mana
masalah telah diselesaikan, berisi 4 domain primer dan 7 sub domain. (JF.Foppe van
Mil / Nejc Horvat / Tommy Westerlund Zuidlaren, Juni 2019)
C8 merupakan tambahan terbaru dari PCNE 9.1 Patient Transfer Related yaitu
penyebab dari DRP yang dihubungkan dengan transfer dari pasien baik itu transfer
pertama, kedua sampai ketiga dalam satu institusi. Untuk melihat apa yang menajdi
masalah dalam perpindahan pasien dapat dilihat di domain C8 di PCNE 9.
v.8 v.9

Pada table diatas perbedaan V.8 dan V.9 jelas terlihat dari domain penyebab atau
cause terdapat 8 kode pada V.8 yaitu C1, C2, C3. C4, C5, C6, C7, C8. Sedangkan pada
PCNE V.9 ada bertambah 1 kode menjadi sampai C9.
Pada C8.1 di PCNE 9 disebutkan tentang masalah rekonsiliasi obat. Rekonsiliasi
obat merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Rekonsiliasi obat adalah kegiatan membandingkan instruksi penggunaan
obat dengan obat yang diperoleh pasien. Proses ini dapat menjadi salah satu tahap untuk
mencegah adanya medication error seperti adanya obat yang tidak diberikan, dosis obat
yang tidak sesuai, duplikasi obat, interaksi antar obat ataupun kontraindikasi obat.

Rekonsiliasi dapat dilakukan setiap adanya perpindahan pelayanan kesehatan,


seperti :
1. Saat pasien masuk rumah sakit
2. Pasien mengalami perpindahan bangsal atau unit layanan lain dalam suatu
instansi rumah sakit yang sama (contoh: dari bangsal rawat inap menuju
ke Intensive Care Unit; dari UGD menuju bangsal rawat inap)
3. Perpindahan dari rumah sakit menuju rumah atau rumah sakit lain

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi, yaitu :


1. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
2. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter
3. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter

Dalam melakukan rekonsiliasi terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu :

1. Pengumpulan data
Pada tahap ini, tenaga kesehatan yang melakukan rekonsiliasi mencatat
data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan oleh pasien. Hal –
hal yang perlu dicatat yaitu : nama obat, dosis, frekuensi pemberian, rute, obat
mulai diberikan, obat mulai dihentikan, penggantian obat, riwayat alergi obat
ataupun efek samping obat yang pernah dialami oleh pasien.
Data yang akan dicatat dan dikumpulkan dapat diperoleh dari pasien
langsung ataupun keluarga pasien, rekam medis, obat yang dibawa pasien ketika
masuk rumah sakit dan daftar obat pasien. Pencatatan data obat yang digunakan
tidak lebih dari kurun waktu 3 (tiga) bulan.

2. Komparasi
Setelah dilakukan pengumpulan data, maka langkah selanjutnya yaitu
komparasi atau membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Ketidakcocokan (discrepancy) terjadi jika ditemukan perbedaan di
antara data-data yang diperoleh. Ketidakcocokan dapat terjadi dikarenakan
beberapa sebab, seperti obat yang hilang, adanya penambahan atau penggantian
obat tanpa penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
Ketidakcocokan yang ditemukan dapat bersifat disengaja (intentional) oleh
dokter pada saat penulisan resep maupun tidak disengaja (unintentional) di mana
dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

3. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian


dokumentasi

Apabila dalam proses komparasi ditemukan adanya ketidakcocokan


maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu konfirmasi kepada dokter
yang bersangkutan. Konfirmasi yang dilakukan meliputi :
 Menentukan perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
 Mendokumentasikan alasan dari perbedaan tersebut
 Memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukan rekonsiliasi obat
 Komunikasi

Jika sudah dilakukan konfirmasi kepada dokter dan memperoleh jawaban dari
ketidakcocokan tersebut maka langkah selanjutnya yaitu melakukan komunikasi kepada
tenaga kesehatan lain seperti perawat atau bidan, pasien, dan keluarga pasien.
Melihat pentingnya dari kegiatan rekonsiliasi obat, oleh karena itu rekonsiliasi
obat harus dilakukan di rumah sakit ketika terdapat perpindahan pelayanan kesehatan.
Hal tersebut dapat menjadi salah satu langkah untuk meminimalkan medication
error sehingga indikator patient safety juga dapat ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai