Makalah dibuat guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Perilaku Konsumen”
Disusun oleh:
Evita 194010009
Novaria 194010051
UNIVERSITAS PASUNDAN
2021
A. Latar Belakang
Produk adalah elemen kunci dalam penawaran pemasaran, karena produk sebagai
segala sesuatu yang dapat ditawarkan pasar untuk memuaskan keinginan dan
kebutuhan pelanggan serta merupakan unsur utama pertama dan terpenting dalam
bauran pemasaran (Kotler, 2003:69). Perencanaan bauran pemasaran dimulai
dengan memformulasikan suatu penawaran produk untuk memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan sasaran. Assael (2001) mengemukakan produk terbagi
kedalam dua kategori yaitu high-involvement product dan low-involvement product.
1. Fungsi
Fungsi dari Low and High Involvement yaitu untuk mengetahui ketertarikan
konsumen terhadap produk yang dijual belikan oleh perusahaan. Perusahaan
berusaha agar konsumennya mempunyai keterlibatan terhadap pembelian produk
yang ditawarkan.
2. Tujuan
Tujuan dari Low and High Involvement adalah untuk memberikan informasi serta
untuk mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik sehingga produk atau
jasa itu sesuai dengan pelanggan dan selanjutnya mampu menjual dirinya sendiri.
Dengan kata lain, pekerjaan pemasaran bukan untuk menemukan pelanggan yang
tepat bagi produk yang dihasilkan, melainkan menemukan produk yang tepat bagi
pelanggan.
High Involvement
Low Involvement
Berikut ini adalah perbandingan Hierarki Low Involvement dengan High Involvement
Dari tabel di atas dapat dilihat perbedaan hierarki LI dan HI. Pada Low involvement,
konsumen membentuk kepercayaan terhadap merek bukan karena mencari merek
produk itu, tetapi merek produk mendatangi konsumen melalui iklan. Sementara itu
pada high involvement, konsumen terlebih dahulu mencari berbagai informasi
mengenai merek-merek produk yang diinginkan. Perbedaan yang paling mendasar
adalah pada low involvement, konsumen tidak melakukan evaluasi terhadap merek
produk yang akan dibeli, sedangkan pada high involvement merek-merek yang
tersedia di evaluasi terlebih dahulu, baru keputusan pembelian dibuat.
Kedua, implikasi pada sifat iklan yang harus ditampilkan. Karena konsumen dalam
keadaan pasif dan tidak mempunyai kepentingan terhadap merek produk yang
diiklankan, evaluasi merek tidak mungkin dilakukan, maka iklan sebaiknya tidak
bersifat informasional. Iklan bisa berupa symbol, atau penimbulan kesan untuk
menyampaikan pesan kepada konsumen.
Model perilaku konsumen dapat pula diartikan sebagai kerangka kerja atau sesuatu
yang mewakili apa yang diyakinkan konsumen dalam mengambil keputusan
membeli.
Ada dua tujuan utama dari suatu model, yaitu pertama sangat bermanfaat untuk
mengembangkan teori dalam penelitian perilaku konsumen. Kedua untuk
mempermudah dalam mempelajari apa yang telah diketahui mengenai perilaku
konsumen. Sedangkan fungsi model perilaku konsumen adalah sebagai berikut:
1) Input (ransangan/stimuli)
a) Pentingnya pembelian.
b) Sifat kepribadian status keuangan batas waktu (mendesak tidaknya).
c) Faktor sosial dan organisasi.
d) Kelas sosial.
e) Kebudayaan.
Gaya hidup merupakan kombinasi dan totalitas cara, tata, kebiasaan, pilihan serta
objek-objek yang mendukungnya, dalam pelaksanaannya dilandasi oleh sistem nilai
atau sistem kepercayaan tertentu (Piliang dalam Yuliana, 2009). Menurut Yohanes
(2006) gaya hidup memengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya
menentukan pola konsumsi seseorang. Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku
seseorang, yaitu bagaimana hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan
waktu yang dimilikinya (Sumarwan, 2002:56)
Merek
Menurut Peter (2007:85) dalam Yudhiarina (2009) menyatakan “The brands name
perhaps the single most important element on the package, serving as a unique
identifier. Specially, a brand is a name, term, design, symbol or any other feature
that identifies one seller’s goods or service as distinct from those of other seller’s”.
Merek adalah suatu tanda atau symbol yang memberikan identitas suatu
barang/jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya
(Alma, 2005:147).
Tujuan Merek
Merek sendiri digunakan untuk beberapa tujuan (Tjiptono, 1997 dalam Yuga, 2011),
yaitu:
(1) sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk
suatu perusahaan dengan produk pesaingnya. Ini akan memudahkan konsumen
untuk mengenalinya saat berbelanja dan saat melakukan pembelian ulang.
(3) untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas,
serta prestise tertentu kepada konsumen
(4) Untuk mengendalikan pasar, pengaruh Gaya Hidup, dan Merek terhadap
Perilaku Pembelian Konsumen. Hawkins et al. (1995) dalam Fatmanovita (2006)
menyebutkan bahwa gaya hidup seseorang berpengaruh pada kebutuhan,
perilakunya dan perilaku pembeliannya. Selanjutnya Assael (1992) dalam
Fatmanovita (2006) menyatakan gaya hidup berpengaruh pada pembelian,
perubahan kebiasaan, citarasa, perilaku pembelian konsumen.
Disamping itu penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2009) menyatakan bahwa
variabel gaya hidup memiliki hubungan yang positif dan memiliki pengaruh yang
cukup kuat terhadap variabel keputusan pembelian. Faktor lain yang dapat memberi
pengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen adalah merek produk. Menurut
pendapat Simamora (2002:51) mengemukakan bahwa “merek yang kuat menarik
konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan
pembelian”. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh ahli ekonomi lainnya yaitu
Kotler (2000:165) yang mengatakan “keputusan pembelian pada dasarnya
merupakan keputusan untuk membeli merek yang paling disukai oleh konsumen
berdasarkan pertimbangan diantara merek-merek pilihan”. Karena saat ini
konsumen tidak lagi membeli produk atau jasa, melainkan membeli merek.
Penelitian ini diperkuat oleh Krishnan (2011), yang meneliti tentang “Lifestyle A Tool
for Understanding Buyer Behavior”. Penelitian ini menekankan pentingnya gaya
hidup dan pengaruhnya pada perilaku pembelian konsumen serta menegaskan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup dari konsumen dan merek
produk yang digunakan.
Penerapan
K. Contoh Kasus
high involvement dan low involvement. Pada high involvement konsumen akan
memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan, memahami dan
mengelaborasi informasi tentang pembelian. Sedangkan pada low involvement,
konsumen mempunyai motivasi yang lebih rendah. Adapun contoh produk high
involvement adalah pembelian rumah dan pembelian telepon cerdas, sedangkan
contoh produk low involvement adalah pembelian garam meja dan pembelian air
minum dalam kemasan.
Kesimpulan
Jika kita telah lebih lanjut mengenai produk yang ditawarkan dalam sebuah iklan,
kita akan temukan dua macam produk, yaitu produk yang tergolong high
involvement dan yang tergolong low involvement.
Untuk mendapatkan suatu produk yang tergolong high involvement, kita perlu
melakukan perencanaan yang matang. Biasanya produk yang tergolong high
involvement memiliki resiko yang tinggi. Sebelum kita membeli produk seperti ini kita
pasti akan berpikir lebih matang dengan meneliti dan melihat lebih detail fitur
masing-masing produk dengan membandingkan antara satu merk dengan merk
yang lain karena jika salah memilih dapat menimbulkan resiko tinggi. Untuk produk
yang tergolong high involvement, konsumen akan menjatuhkan pilihan pada sebuah
merk yang lebih didasarkan pada kelebihan dan kekurangan merk tersebut.
Konsumen tidak akan mudah terpengaruh oleh bintang iklan yang ditampilkan meski
mengingat iklannya sekalipun karena konsumen pasti akan terlebih dulu mencari
informasi yang detail mengenai produk yang bersangkutan. Contoh: computer,
handphone, mobil, televisi dan sebagainya.
https://www.ilmu-ekonomi-id.com/2017/03/proses-keputusan-pembelian-konsumen-
low-involvement.html?m=1
http://wantojunior.blogspot.com/2010/12/keterlibatan-involvement.html?m=1