Jl. Raya Lawu No. 11, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
(17 November 2020)
Disusun oleh:
Yasmin Hamidah Amatullah 192211101151
Rany Oktaviana Adsari 192211101152
Nirma Talida Zuhro 192211101153
Mas’uliatin Nasucha 192211101154
Siti Nur Azizah Hasyim 192211101155
Mohammad Thahir 192211101156
Nur Hidayatul Ilmiyah 192211101157
Febby Andriyani 192211101158
Devi Arini Sugiharto 192211101159
Henny Indah Anggorowati 192211101160
Jl. Raya Lawu No. 11, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
(17 November 2020)
Disusun oleh:
Yasmin Hamidah Amatullah 192211101151
Rany Oktaviana Adsari 192211101152
Nirma Talida Zuhro 192211101153
Mas’uliatin Nasucha 192211101154
Siti Nur Azizah Hasyim 192211101155
Mohammad Thahir 192211101156
Nur Hidayatul Ilmiyah 192211101157
Febby Andriyani 192211101158
Devi Arini Sugiharto 192211101159
Henny Indah Anggorowati 192211101160
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN
Laporan ini diselesaikan untuk memenuhi tugas PKPA Saintifikasi Jamu Daring di B2P2TOOT
Tawangmangu pada Hari Selasa Tanggal 17 November 2020
apt. Lidya Ameliana, S.Si., M.Farm. Dr. apt. Evi Umayah Ulfa,S.Si.,M.Si.
(NIP. 198004052005012005) (NIP. 197807282005012001)
iii
PRAKATA
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... ii
PRAKATA ................................................................................................................ iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................. v
RINGKASAN ............................................................................................................ ix
2.2 Peserta.......................................................................................................... 3
v
3.2 Pengenalan Tanaman Obat ............................................................................ 38
3.3.4 Contoh Ramuan Jamu Tersaintifikasi beserta Parameter Kontrol Kualitas ..... 44
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jenis Tanaman Obat sebagai Sumber Bahan Baku ................................... 6
Gambar 3.3 Bagan Alur Pengembangan Formula Baru Jamu Saintifik ......................... 19
vii
DAFTAR TABEL
viii
RINGKASAN
ix
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) secara daring dengan preseptor dari Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT).
3
4
c. Materi III
Pemateri : Mery Budiarti S., M.Si.
Materi : Quality Control Jamu
Kontrol kualitas merupakan serangkaian kegiatan atau upaya yang ditujukan untuk
mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kualitas suatu produk agar sesuai
dengan standar atau rencana yang ditetapkan. apabila dikaitkan dengan bahan baku jamu
maka kontrol kualitas mengarah pada penetapan identitas, kemurnian, kandungan dan sifat
fisik maupun biologis dari suatu bahan baku sehingga diperoleh validitas dan kualitas yang
diharapkan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen sehingga dapat menghasilkan
produk yang berkhasiat dan aman.
Menurut Farmakope Herbal Indonesia (FHI) edisi I, untuk mengetahui Standar
kualitas bahan baku jamu maka perlu dilakukan pemastian yang ditinjau dari sifat
makroskopis, mikroskopis, pola kromatografi, susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu
tidak larut asam, sari larut air, sari larut alkohol, dan kandungan senyawa penanda. Untuk
menentukan keamanan dapat dilihat dari susut pengeringan, cemaran mikroba, dan kadar
abu. Susut pengeringan dapat dilakukan melalui metode destilasi toluene (FHI) atau metode
moisture analyzer (B2P2TOOT) dimana syarat yang diperbolehkan kadar air tidak kurang dari
10%. Cemaran mikroba dapat diketahui melalui parameter angka lempeng total dimana
batasannya tidak kurang dari 5 x 105 pada sediaan rajangan dan tidak kurang dari 1 x 103
pada sediaan serbuk serta angka jamur atau angka khamir yang batasan nilainya tidak kurang
8
dari 5 x 107 pada sediaan rajangan dan tidak kurang dari 1 x 105 pada sediaan serbuk. Pada
kadar abu parameter yang dilakukan adalah penentuan kadar abu total dan abu tidak larut
asam. Masing-masing simplisia memiliki standar kadar abu yang dapat dilihat pada FHI. Untuk
mengukur kualitas khasiat dari jamu dapat ditentukan melalui kadar sari dan kadar zat aktif
atau senyawa penanda. Kadar sari ditentukan pengukuran parameter kadar sari larut air dan
larut alkohol. Kegiatan ini biasanya digunakan untuk mengetahui kadar ekstrak total
simplisia. Masing-masing simplisia memiliki kadar sari yang dapat dilihat di FHI. Senyawa
penanda biasanya menjadi identitas dari suatu simplisia dan biasanya merupakan senyawa
aktif yang memiliki aktifitas farmakologi namun perlu dilakukan pengujian secara klinis.
Masing-masing simplisia memiliki standar jenis senyawa aktif dengan kuantitas tertentu yang
dapat dilihat di FHI.
d. Materi IV
Pemateri : Compounding & Dispensing
Materi : Saryanto, S.Farm
Compounding merupakan suatu kegiatan pelayanan kefarmasian yang meliputi
pembuatan (preparasi), pencampuran (mixing), pembungkusan (packaging) dan pemberian
label (labelling) dari suatu obat sesuai resep dokter yang diperoleh yang didasari atas
hubungan dokter/pasien/apoteker dalam praktek profesional (USP, 2004). Dispensing adalah
proses menyiapkan dan menyarahkan obat kepada pasien sesuai nama yang tertulis di resep
dokter. Dispensing merupakan tindakan atau proses yang memastikan ketepatan resep obat,
ketepatan seleksi zat aktif yang memadai dan memastikan bahwa pasien atau perawat
mengerti penggunaan dan pemberian yang tepat (Siregar, 2006.). kaitanya dengan jamu
adalah dilatar belakangi oleh adanya hasil riset yang membuktikan bahwa sediaan obat
bahan alam memiliki efek terapi yang efektif, antusiasme masyarakat terhadap terapi jamu,
dan evidence based jamu diperlukan untuk diterima di kalangan medis. Oleh karena itu,
apoteker memiliki tanggung jawab terhadap bahan, penyediaan, dan pelayanan jamu dalam
rangka memenuhi tuntutan pelayanan ke arah formal jamu. Untuk itu dibutuhkan
pengerahuan yang luas tentang dunia perjamuan, terutama bahan tanaman obat dan segala
aspek yang menyertainya. Tujuan dari kegiatan compounding dan dispensing adalah agar
mampu menyediakan permintaan peresepan dokter terhadap pelayanan jamu.
Dalam rangka memenuhi kegiatan tersebut hal dasar yang perlu dipersiapkan adalah
mempelajari dan mengenal dan mengetahui tanaman obat yang diresepkan, mengetahui zat
aktif dan khasiatnya, mengetahui cara penggunaan, mengetahui ketepatan pemilihan
9
bahan/ramuan, menelaah informasi yang sesuai dengan indikasi penyakit, serta mampu
menginterpretasikan resep dari dokter. Adapun kegiatan compounding dan dispensing
langkah-langkah yang perlu dilakukan meliputi; dapat membaca resep dari dokter saintifikasi
jamu; kedua, mampu menterjemahkan resep dari dokter; ketiga, mampu melakukan
peracikan, keempat, melakukan monitoring dan evaluasi hasil peracikan; kelima, penyerahan
hasil racikan pada pasien, dan melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) jamu.
e. Materi V
Pemateri : Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
Materi : Tofan Aries Mana, S.Farm., Apt
Komunikasi merupakan interaksi antara dua pihak yaitu komunikator dan penerima
pesan melalui suatu proses hingga terjadi pemindahan pesan secara sempurna. Informasi
setiap data atau pengetahuan objektif yang diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi yang
mencakup farmakologi, toksikologi dan penggunaan terapi dari jamu. Edukasi merupakan
memberikan intruksi dan mengembangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman terhadap jamu, sehingga mendorong perubahan perilaku, terutama
meningkatkan kepatuhan dalam penggunaan jamu.
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dalam saintifikasi jamu merupakan suatu
kegiatan pelayanan jamu untuk mendukung khasiat dan manfaat jamu yang lebih maksimal
penggunaannya dalam hal ini menjaga atau memelihara kepatuhan pasien untuk minum
jamu. Untuk mendukung kegiatan KIE, kompetensi yang harus dimiliki oleh apoteker adalah
keterampilan klinis untuk menyelesaikan masalah terapi jamu untuk pasien; pengetahuan
tentang pasien yang berkaitan dengan informasi pribadi, sosial, dan fisiologis; pengetahuan
tentang penyakit yang berkaitan dengan karakteristik penyakit, niat pengobatan, dan tujuan
terapi, serta pengetahuan tentang terapi jamu; pengetahuan ilmu dasar seperti kaitannya
dengan sifat jamu yang berkaitan dengan biologi manusia; farmakologi dan farmakoterapi;
serta asuhan kefarmasian yang berkaitan dengan bagaimana kita menerapkan pengetahuan
untuk membantu pasien.
Kegiatan KIE sederhananya meliputi kegiatan konseling dan monitoring, yaitu suatu
proses yang memberikan kesempatan pada penderita untuk mengeksplorasi diri yang dapat
mengarah pada meningkatnya kesadaran dan pengertian. kegiatan monitoring merupakan
kegiatan anamnesis atau pemeriksaan saat melakukan kontroling dimana dalam kegiatan
tersebut harus pro aktif dalam ranka riset lebih mendalam, jika perlu lakukan upaya follow
up melalui rekam medical check up. Selain itu, jika perlu menganjurkan pasien untuk
10
11
12
Kedokteran. Sehingga jamu perlu dikembangkan agar dapat dimanfaatkan secara maksimal
dan bertanggung jawab oleh para professional medis.
Jamu sangat potensial dan dikembangkan menjadi ramuan asli Indonesia
berlandaskan:
1. Aspek nasionalisme, ekonomi, sosio-budaya, kenegarawanan professional.
2. Profesi yang menjadi pelopor pengembangan obat tradisional asli Indonesia
3. Amanah UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 48 yang berbunyi “Pelayanan kesehatan tradisional
merupakan bagian dari penyelenggaraan upaya kesehatan” dan Pasal 101 “Sumber dari
obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dana man digunakan dalam pencegahan,
pengobatan, perawatan, dana tau pemeliharaan kesehatan, tetap dijaga kelestariannya
Jamu memiliki multi benefit yaitu di bidang kesehatan antara lain: preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan aliatif. Sedangkan di bidang ekonomi kerakyatan, jamu memiliki manfaat:
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat karena bahan baku jamu dapat dibudidayakan
oleh petani Indonesia sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani Indonesia;
2. Meningkatkan devisa negara, dimana seperti yang kita ketahui bahwa obat-obatan kimia
di Indonesia kebanyakan adalah produk impor yang dapat menyedot anggaran devisa
negara, dengan pengembangan jamu, Indonesia dapat mengembangkan sendiri obat-
obatan yang berkhasiat sehingga mengurangi anggaran negara untuk membeli obat-
obatan dari luar negeri
3. Wisata ilmiah jamu, sebagai media pembelajaran tentang jamu bagi masyarakat sekaligus
sebagai wahana rekreasi
4. Kemandirian bahan baku obat. Dengan jamu, diharapkan Indonesia memiliki kemandirian
dalam pengadaan bahan baku obat karena diproduksi di negeri sendiri tanpa harus impor,
tidak seperti obat kimia.
Adapun upaya pemerintah dalam grand strategy” pengembangan jamu yaitu:
1. Penguatan kebijakan/regulasi nasional
Harus ada regulasi/peraturan yang mendorong kegiatan saintifikasi jamu. Apa yang akan
dilakukan setelah jamu dipastikan secara ilmiah khasiat dan keamanannya, bagaimana
regulasi selanjutnya agar dapat bermanfaat untuk digunakan dalam pengobatan
pelayanan kesehatan formal maupun dimanfaatkan masyarakat sebagai pengobatan
mandiri
13
2 •Keputusan Pengembangan
3 •Uji Pre-Klinik
8 •Penyerahan dokumen
9 •Review BPOM
10 •Persetujuan edar
Obat modern dikembangkan melalui pencarian dan identifikasi senyawa kimia baru
yang belum pernah digunakan pada manusia. Oleh karena itu, tahapan pengembangan obat
baru selalu dimulai dengan pencarian senyawa baru yang berpotensi obat, kemudian
dilakukan uji pre-klinik (uji in-vitro dan uji in-vivo untuk mencari profil farmakokinetik,
farmakodinamik, dan toksisitas), kemudian diujikan pada manusia melalui berbagai tahapan
uji klinik, yakni uji klinik fase 1, fase 2, dan fase 3.
Uji klinik fase 1 bertujuan untuk melihat profil farmakologis (farmakokinetik dan
farmakodinamik) dan toksisitas pada manusia (human pharmacology and toxicity). Uji klinik
fase 2 bertujuan untuk melihat efek terapeutik awal dan keamanan (therapeutic exploratory).
Uji klinik fase 3 bertujuan untuk melihat efektivitas dan keamanan (therapeutic confirmatory)
18
(Lee et al, 2006). Setelah uji klinik fase 3 menunjukkan efektivitas yang baik untuk indikasi
tertentu dan aman, barulah obat diajukan ke BPOM untuk dapat diproduksi dan diedarkan.
Melihat dari panjangnya proses pengembangan obat, maka diperlukan adanya
modifikasi / terobosan agar jamu dapat tetapdilakukan penelitian untuk mendapatkan hasil
yang dapat dipercaya tetapi tidak terlalu panjang dan berat prosesnya. Karena apabila jamu
mengikuti alur pengembangan obat modern, maka tidak akan berjalan baik.
Jamu adalah obat tradisional yang sudah digunakan secara turun temurun dari
generasi ke generasi, sehingga bila ada efek samping pasti sudah dikenali oleh masyarakat.
Dengan kata lain, untuk jamu turun temurun boleh dikatakan aman untuk digunakan. Oleh
karena itu, tahapan uji klinik jamu turun temurun dibedakan dengan formula jamu baru.
Saintifikasi Jamu mengusulkan tahapan pembuktian manfaat dan keamanan jamu baik untuk
formula turun temurun maupun formula baru sebagaimana digambarkan pada gambar 3.2
dan 3.3.
Formula
Tradisional
Studi
Jamu Saintifik
Etnomedisin
Data dasar tentang jenis tanaman, ramuan tradisional, dan kegunaan ramuan
diperoleh dengan beberapa tahapan. Tahap pertama penelitian dalam program Saintifikasi
Jamu adalah dengan melakukan studi etnomedisin dan etnofarmakologi pada kelompok etnis
masyarakat tertentu. Dari studi etnomedisin dan etnofarmakologi ini diharapkan dapat
19
diidentifikasi jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, ramuan tradisional yang
dipakai, serta indikasi dari tiap tanaman maupun ramuan, baik untuk tujuan pemeliharaan
kesehatan maupun pengobatan penyakit. Data dasar ini menjadi sangat penting sebagai
bahan pembuktian ilmiah lebih lanjut. Data dasar hasil studi etnomedisin dan
etnofarmakologi ini tentunya perlu dikaji oleh para ahli farmakologi herbal untuk dilakukan
skrining guna ditetapkan jenis tanaman dan jenis ramuan yang potensial untuk dilakukan uji
manfaat dan keamanan. Formula yang sudah turun temurun dan terbukti aman, maka dapat
langsung pada tahap uji klinik fase 2. Apabila pada uji klinik fase 2 membuktikan efikasi awal
yang baik, maka dapat dilanjutkan uji klinik fase 3 (WHO-TDR, 2005).
Uji Preklinik
Formula Baru Toksisitas sub-kronik Uji Klinik Fase 1
Uji Farmakodinamik Uji Keamanan
- Memberikan pertimbangan atas proses dan hasil penelitian yang aspek etik, hukum
dan metodologinya perlu ditinjau secara khusus kepada pihak yang memerlukannya
- Melakukan pendidikan berkelanjutan meliputi pembentukan dewan dosen,
penentuan dan pelaksanaan silabus dan kurikulum serta sertifi kasi kompetensi
- Mengevaluasi secara terpisah ataupun bersamaan hasil penelitian pelayanan
termasuk perpindahan metode/upaya antara kuratif dan non kuratif hasil penelitian
pelayanan praktik/ klinik jamu
- Mengusulkan kelayakan hasil penelitian menjadi program sinergi, integrasi dan
rujukan pelayanan jamu kepada Menteri melalui Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
- Membina Komisi Daerah Saintifi kasi Jamu di Provinsi atau Kabupaten/Kota
- Memberikan rekomendasi perbaikan dan keberlanjutan program Saintifikasi Jamu
kepada Menteri
Klinik saintifikasi jamu di RRJ merupakan klinik tipe A yang terdiri dari 8 dokter
dengan kompetensi saintifikasi jamu, 3 apoteker dengan kompetensi saintifikasi
jamu, 6 D3 farmasi, 4 perawat, 2 analis kesehatan, 3 petugas pendaftaran, 2 petugas
medical record, dan 1 orang sarjana gizi. Klinik saintifikasi jamu (RRJ) ini adalah
tempat praktik bagi dokter dan perawat untuk memberikan pelayanan kesehatan
tradisional menggunakan jamu yang telah terstandarisasi, terjamin mutu,
keamaanan, dan khasiatnya. Klinik Saintifikasi Jamu dirintis tahun 2007, dan sejak
tanggal 30 April 2012 menempati gedung baru sebagai rintisan Rumah Riset Jamu
“Hortus Medicus” sebagai tempat uji klinik dilengkapi dengan rawat inap. Setiap
harinya melayani kunjungan pasien rata-rata sekitar 100 -150. Rumah Riset Jamu
Hortus Medicus telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
(B2P2TOOT, 2016).
2. Griya Jamu
Griya jamu merupakan tempat akhir pelayanan klinik sesudah pasien
didiagnosa dan diberi resep oleh dokter. Pasien menyerahkan resep ke griya jamu
selanjutnya resep diterima oleh apoteker, kemudian apoteker menginterpretasikan
resep. Resep yang telah diinterpretasikan oleh apoteker lalu diracik oleh tenaga
teknis kefarmasian, setelah itu penyerahan jamu oleh apoteker yang disertai dengan
KIE kepada pasien. Jamu yang diberikan kepada pasien dapat berupa racikan
simplisia, serbuk dan ekstrak tanaman obat yang telah diteliti keamanan, mutu dan
khasiat melalui uji klinik fase 1 dan pre post, uji klinik multisenter. Telah menerapkan
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
3. Laboratorium Klinik
Kegiatan pemeriksaan Laboratorium Klinik Saintifikasi Jamu sudah menerima
sertifikat ISO 9001:2008 sebagai jaminan sistem manajemen mutu sehingga data
yang dihasilkan terjamin kebenarannya. Setiap harinya melayani 12 – 19 pasien.
f. Kegiatan di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus
1. Penelitian
Penelitian di RRJ dengan mengkategorikan pasien sebagai subyek penelitian
menjadi 2 yaitu pasien umum dan pasien penelitian. Pasien umum merupakan pasien
yang datang ke klinik saintifikasi jamu untuk berobat dengan biaya mandiri kemudian
pasien akan dimintai persetujuan dan keterangan terlebih dahulu apakah pasien
bersedia data pasien digunakan sebagai data penelitian. Pasien penelitian
24
merupakan pasien yang telah memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian dan
bersedia menjadi subyek penelitian dengan biaya pengobatan gratis. Desain
penelitian yang digunakan meliputi Pre-post Design (Before-After) dan Uji Klinik
Multi Center (menggunakan obat standar sebagai kontrol). Penelitian di RRJ
menggunakan subyek penelitian sekitar 30-50, bahan ujinya ramuan jamu untuk uji
klinik fase I dan pre post, sedangkan untuk uji klinik multisenter tempatnya di RRJ,
puskesmas/Rumah Sakit/ tempat prakter dokter saintifikasi jamu dengan jumlah
sumbyek penelitian sekitar 200 pasien, bahan ujinya ramuan jamu dan obat
tradisional. Penelitian saintifikasi jamu, selain parameter laboratorium seperti
keamanan, efikasi , juga dilakukan evaluasi kualitas hidup pasien berdasarkan Patient
Report Outcome .
2. Pelatihan
Pelatihan di RRJ Hortus Medicus diikuti oleh dokter dan apoteker secara rutin
2 kali dalam setahun. Sejauh ini pelatihan telah diikuti oleh 519 dokter, dan 101
apoteker. mengadakan pelatihan untuk dokter dan apoteker kurang lebih 2 kali
dalam satu tahun. Dokter dan apoteker yang telah terlatih diharapkan agar setiap
kegiatannya dalam melakukan praktik dapat dilaporkan melalui (SIJAE-LILA) atau
dapat melakukan penelitian mandiri berdasarkan pedoman yang telah dikeluarkan
oleh Komnas Jamu. Hasil penelitian dokter dan apoteker jejaring RRJ selanjutnya
dapat dipublikasikan dalam buku atau jurnal yang dapat diakses baik melalui media
cetak maupun elektronik seperti aplikasi Repositori Tanaman Obat Indonesia.
3. Pelayanan
Alur pelayanan RRJ sama dengan pelayanan di klinik atau rumah sakit pada
umumnya yaitu dimulai dari pendaftaran pasien, pemeriksaan oleh dokter dan
perawat, pelayanan resep, dan penyerahan jau disertai KIE. Hal yang membedakan
adalah waktu pendaftaran dimana pasien wajib menandatangani informed consent
dan request consent yang artinya pasien tersebut menyetujui untuk menjadi bagian
dari penelitian RRJ.Untuk mempermudah pada saat monitoring efek samping obat
tradisional (MESOT), maka pada data pasien lengkap yang meliputi identitas, alamat,
dan nomor telepon yang sudah terdata oleh sistem.Pengobatan yang diberikan di RRJ
merupakan ramuan jamu asli yang sudah teruji dan tidak menggunakan obat
konvensional.
25
(PED). Jumlah kapsul untuk setiap diagnosis selama satu minggu yaitu 8 kapsul,
apabila 2 minggu mendapat 15 kapsul, dan seterusnya. Setelah tahap peracikan
resep sudah selesai, apoteker akan memberikan KIE kepada pasien atau keluarga
pasien (B2P2TOOT, 2016).
4. Wisata ilmiah
Wisata ilmiah bertujuan untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap
pemanfaatan jamu yang berkhasiat, aman serta dapat melestarikan tanaman obat
yang dikemas secara edukatif dan rekreatif. Wisata ilmiah di rrj hormus medikus
terdiri dari etalase tanaman obat indonesia, kebun produksi, lawu garden meliputi
terdiri dari subtropic garden dan aromatic garden, koleksi herbarium, koleksi benih
to, pembibitan tanaman obat, laboratorium terpadu dan wisata jamu di klinik
saintifikasi jamu "hortus medicus". Program wisata ilmiah juga didukung oleh fasilitas
sinema fitomedika, museum jamu, perpustakaan, giftshop dan ruang pertemuan.
Layanan wiisata ilmiah hanya pada hari senin-jumat jam 09.00 – 15.00 dengan
maksimal pengunjung 100 orang sekali kunjungan. Tariff kunjungan untuk
SD/SMP/SMA/SMK (Pelajar) sebesar Rp. 2000,- , mhasiswa sebesar Rp. 3000,-, dan
umum Rp. 5000,-
g. Quality Control / Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu dari bahan baku hingga sediaan jamu siap konsumsi dilakukan di
laboratorium terpadu B2P2TOOT. Laboratorium terpadu B2P2TOOT terdiri dari delapan
laboratorium antara lain:
1. Laboratorium Galenika
Laboratorium galenika memiliki fungsi utama dalam melakukan kegiatan
terkait dengan pembuatan sediaan galenika, terutama bahan baku dari tumbuhan
obat. Di laboratorium galenika melakukan pembuatan sediaan galenika dengan
menggunakan metode ekstraksi (penyaringan), dan destilasi (penyulingan). Metode
ekstraksi yang dilakukan antara lain yaitu perkolasi, maserasi, sokhletasi dan infusasi.
Metode destilasi yang digunakan adalah destilasi sederhana dengan menggunakan
air. Di kebun Tlogodringo destilasi yang dilakukan menggunakan panci berskala
besar, karena sampel yang digunakan banyak, sedangkan di laboratorium
menggunakan destilator. Kegiatan lain yang dilakukan oleh laboratorium galenika
adalah melakukan uji Quality Control (QC). Dalam laboratorium galenika juga
terdapat shaker yang digunakan untuk mendapatkan kadar sari, sedangkan
27
2. Laboratorium Fitokimia
Laboratorium fitokimia memiliki kegiatan utama yaitu uji QC bahan jamu, uji
kadar abu, skrining fitokimia tanaman obat, kromatografi lapis tipis (KLT) minyak
atsiri dan ekstrak ramuan jamu. Laboratorium fitokimia di B2P2TOOT ada 2 ruangan
yaitu di lantai 1 dan lantai 2.
3. Laboratorium Formulasi
Laboratorium formulasi memiliki kegiatan penelitian dan pengembangan
bentuk dari sediaan obat tradisional. Sediaan obat yang diformulasikan di
laboratorium ini antara lain sediaan oral dan topikal. Contohnya sediaan oral yaitu
minuman instan kesehatan, sedangkan sediaan topikal antara lain yaitu minyak
28
aromaterapi, balsem, produk perawatan tubuh (sabun, hand body lotion, lulur,
masker), dan cream analgetik. Penelitian penting yang dilakukan yaitu
pengembangan ramuan dalam bentuk kapsul dan tablet (B2P2TOOT, 2016).
5. Laboratorium Instrumen
Laboratorium instrumen memiliki kegiatan antara lain yaitu QC bahan jamu,
kontrol kualitas dan kandungan kimia simplisia (memeriksa kandungan senyawa
penanda/aktif) dan pemeriksaan sampel. Alat-alat yang terapat dalam laboratorium
instrumen diantaranya adalah TLC scanner, HPLC, spektrofotometer, dan lain-lain
(B2P2TOOT, 2016).
29
7. Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium mikrobiologi memiliki kegiatan diantaranya adalah uji aktivitas
antibakteri, uji aktivitas antimikroba bahan jamu, angka lempeng total, angka jamur
dan peremajaan isolat. Laboratorium mikrobiologi berada di lantai 3 (tiga) yaitu
khusus untuk laboratorium steril.
30
invitro antara lain uji sitotoksik formula jamu maupun tumbuhan obat. Selain itu,
laboratorium biologi molekuler juga melakukan pengujian aktivitas antimetastasis
bahan dengan menggunakan metode antimigrasi wound healing scratch assay,
gelatin zymograph dan western blot (B2P2TOOT, 2016).
±2 mm, rimpang dan kayu± 3 mm. Hasil yang diperoleh dari perajangan ini juga dapat
berpengaruh terhadap lamanya pengeringan, semakin tebal hasil perajangan maka
proses pengeringan semakin lama sehingga kadar air lama untuk diturunkan dan bahan
mudah membusuk. Namun, apabila hasil yang diperoleh terlalu tipis dapat
menyebabkan kandungan bahan baku tanaman berkurang atau hilangnya zat yang
berkhasiat yang mudah menguap sehingga dapat mempengaruhi komposisi, rasa, dan
bau yang diinginkan. Proses perajangan ini ada yang menggunakan mesin dan
perajangan manual. Perajangan yang dilakukan secara manual dilkerjakan dengan
menggunakan pisau stainless steal untuk menghasilkan perajangan yang seragam.
Sedangkan untuk simplisia serutan menggunakan alat penyerut kayu.
F. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar air agar
bahan simplisia tidak mudah rusak dan mencegah pertumbuhan mikroba, jamur, dan
kapang. Proses pengeringan di B2P2TOOT dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara
alamiah (sinar matahari langsung (seperti kayu dan biji) dan diangin-anginkan tidak
dipanaskan dengan sinar matahari langsung (seperti bunga dan daun)) dan buatan
(menggunakan oven, uap panas, atau pengering lain) . Pengeringan secara alamiah yaitu
berada dilantai 4, yang mana bahan simplisia ditata dengan rapi namun tidak secara
langsung terkena sinar matahari dan tertutup fiber dan bagian simplisia yang
dikeringkan dilapisi dan ditutup oleh kain hitam yang berpori besar\Proses pengeringan
alamiah ini dilakukan 1-2 hari. Pengeringan buatan dengan menggunakan oven
dilakukan dengan suhu sesuai dengan bahan simplisia yang akan dikeringkan. Pada
umumnya simplisia dikeringkan dengan suhu < 60ᵒ C. Sedangkan, simplisia yang
mengandung bahan aktif yang mudah menguap termolabil dikeringkan pada suhu 30-
40 ᵒC.
G. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan bahan asing dan simplisia yang
belum kering seutuhnya. Kegiatan sortasi ini bertujuan untuk menjamin simplisia benar-
benar bebas dari bahan asing. Kegiatan sortasi ini masih dilakukan secara manual.
H. Pengemasan dan pelabelan
Pengemasan ini bertujuan untuk melindungi simplisia saat pengangkutan,
distribusi, dan penyimpanan dari gangguan seperti kelembapan, suhu, cahaya, cemaran
mikroba, dan gangguan serangga. Syarat dari bahan pengemas ini harus kedap air,
36
udara, bersifat inert, mencegah terjadinya kerusakan mekanis dan fisiologis, mudan
digunakan, dan harga relatif murah. Dalam setiap kemasan ditambahkan silica gel untuk
menyerap air dan menjaga kondisi kemasan agar tidak lembap.
Setelah proses pengemasan simplisia, selanjutnya pemberian label. Label yang
akan ditempel harus terdapat nama ilmiah tanaman obat, asal baha, tanggal panen dan
tanggal simpan, berat simplisia dan kualitas bahan.
I. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk simplisia tetap tersedia setiap saat dibutuhkan
dan sebagai stok apabila hasil panen melebihi kebutuhan. Proses penyimpanan
merupakan sebuah upaya untuk mempertahankan kualitas fisik dan kestabilan
kandungan senyawa aktif, sehingga tetap memenuhi persyaratan mutu yang telah
ditetapkan. Ruang penyimpanan di laboratorium paskapanen dibagi menjadi 2 yaitu
gudang penyimpanan 1 (penyimpanan simplisia dengan kebutuhan lebih dari 250 kg
setiap tahun) dan gudang penyimpanan 2 (penyimpanan simplisia dengan kebutuhan
kurang dari 250 kg setiap tahun). Gudang transit digunakan untuk simplisia yang akan
didistribusikan untuk pesanan ke klinik saintifikasi jamu. Cara penyimpanan simplisia
menggunakan metode FIFO (First In First Out) yaitu simplisia yang disimpan lebih awal
harus digunakan/dikeluarkan terlebih dahulu.
Penjaminan mutu pada pasca panen dilakukan dengan beberapa pengujian
yaitu kadar abu, kadar zat aktif, uji mikrobilogi, kadar air dan kadar sari pada tanaman
obat yang telah dikeringkan
Contoh ramuan obat jamu saintifik
sebagai chamomile yang dibuktikan pada plak gigi manusia Neanderthal tersebut telah
memanfaatkan tanaman obat. Untuk catatan terlama mengenai penggunaan tanaman obat
sudah berusia sekitar 4.000 tahun yang dapat diliat dari koin bangsa Sumerian yang berisi
beberapa tanaman obat. Peradaban Mesir kuno meninggalkan beberapa catatan mengenai
manfaat tanaman obat dan praktik pengobatannya. Terdapat catatan dari Hippocrates
sekitar 460 – 377 BC yang mencatat sekitar 300 – 400 tanaman obat.
Terdapat istilah Doctrine of Signature yaitu dasar pemanfaatan suatu tanaman
sebagai bahan obat yang berdasarkan tanda – tanda yang membedakan seperti warna,
bentuk maupun tekstur dan berhubungan dengan anatomi tubuh manusia, antara lain:
1) jus buah bit merah yang digunakan untuk mengatasi gangguan peredaran darah.
2) bentuk hati dari lumut hati yang digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi hati.
3) Alpukat yang bentuknya mirip dengan bentuk rahim digunakan untuk kesuburan rahim.
4) Irisan melintang wortel yang mirip dengan retina mata berarti dapat digunakan untuk
kesehatan mata.
Berdasarkan Farnsworth (1991), tanaman obat adalah semua tanaman tinggi yang
telah diduga memiliki khasiat obat, yaitu memiliki efek yang berhubungan dengan kesehatan,
atau yang telah terbukti berguna sebagai obat berdasarkan standarisasi Barat, atau yang
mengandung unsur yang digunakan sebagai obat. Di Indonesia kaya akan sumber daya
genetik dan indigenous knowledge. Kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30.000
jenis tumbuhan dari total 300.000 jenis tumbuhan di dunia. 940 jenis diantaranya merupakan
tumbuhan berkhasiat obat yang merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia. Jamu
sebagai obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuhan sudah digunakan secara turun
menurun di Indonesia. Bukti penggunaan jamu ini sudah pernah diteliti melalui penelitian
RISTOJA (Riset Tumbuhan Obat dan Jamu). Sudah dilaksanakan 3 tahap yaitu pada tahun
2012, 2015, dan 2017.
Jamu sebagai obat asli Indonesia juga telah didokumentasi kan dalam naskah jamu
oleh orang Eropa pada era colonial, antara lain:
1) Historia Naturalist et Medica Indiae (Yacobus Bontius, 1627)
2) Herbarium Amboinense (Gregorius Rhumpius)
3) Het Javaansche Receptenboek (Buku Resep Pengobatan Jawa) (Van Hien, 1872)
4) Indische Planten en Haar Geneeskracht (Tumbuhan Asli dan Kekuatan Penyembuhannya)
(Kloppenburg-Versteegh, 1907)
5) De Nuttige Planten van Indonesie (K.Keyne, 1913)
40
Tabel 3.2 Distribusi Penggunaan Tanaman Obat dalam Obat Tradisional secara Umum
Berdasarkan Famili
Tanaman yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat antara lain famili
Zingiberaceae, Apiaceae, Lamiaceace, Myristicaceae dan Piperaceae. Bagian tanaman obat
yang dimanfaatkan sebagai pengobatan diantaranya adalah akar, rimpang, umbi, kayu,
batang, kulit batang, daun, bunga, buah hingga eksudat. Jenis tanaman obat yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku seperti temu lawak, kunyit, pegagan, tempuyung,
secang, alang – alang dan masih banyak lagi yang lain kurang lebih 55 jenis tanaman. Suatu
tanaman dapat dimanfaatkan satu sampai seluruh bagian tanaman tersebut. Meskipun
hanya satu bagian tanaman yang berpotensi sebagai obat, bagian tanaman lain tetap perlu
diketahui untuk identifikasi tanaman.
Identifikasi tanaman obat merupakan hal yang sangat penting dalam pengenalan
tanaman obat bertujuan untuk mencegah terjadinya pemalsuan tanaman obat. Pemastian
identitas tanaman obat dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:
1) Makroskopis, yaitu dengan morfologi
2) mikroskopis, yaitu dengan melihat karakter anatomi
3) fitokimia,
4) dan molekular.
41
Tabel 3.3 Persyaratan cemaran mikroba pada sediaan rajangan dan serbuk
c. Kadar abu
Kadar abu adalah salah satu indikator kebersihan penanganan simplisia yang bisa
mendeteksi kandungan mineral dan ceamaran logam berat. Kadar abu masing-masing
simplisia dapat dilihat pada literatur Farmakope Herbal Indonesia ataupun dari jurnal lainnya.
d. Kadar Sari
Kadar sari umumnya digunakan untuk mengetahui kadar ekstrak total simplisia.
Parameter yang diukur adalah kadar sari larut alkohol dan kadar sari larut air. Kadar sari
masing-masing simplisia dapat dilihat pada literatur Farmakope Herbal Indonesia.
e. Kadar zat aktif/ senyawa penanda
Senyawa penanda adalah senyawa yang menjadi identitas dari suatu simplisia
tertentu. Masing-masing simplisia memiliki standar jenis senyawa penanda dengan kuantitas
tertentu yang dapat dilihat pada literatur Farmakope Herbal Indonesia (2008).
Metode untuk membedakan identitas yang mirip dapat menggunakan IR, KLT, dan
lain-lain.
b. Menentukan kemurnian
Fungsi kontrol kualitas yaitu untuk memastikan bahwa bahan baku terbebas dari
kontaminan. Kontaminan dalam produk bahan baku tidak hanya mikroba, namun juga jenis
kontamina lain seperti aflatoksin, logam berat, pestisida, dll.
c. Mengetahui kandungan suatu sampel
Kandungan suatu sampel dapat digunakan sebagai penentuan dalam pembuatan
SOP. Contohnya pada sampel Curcuma xanthoriza yang memiliki standar senyawa penanda
kurkuminoid minimal 4% menurut Farmakope Herbal Indonesia. Sedangkan sampel Curcuma
xanthoriza yang diterima oleh B2P2TOOT hanya memiliki kadar kurkuminoid berkisar 1-2%.
Sehingga B2P2TOOT menetapkan suatu standar pengerjaan sendiri bahwa untuk sampel
Curcuma xanthoriza kadar senyawa penanda yang digunakan adalah harus 1-2%.
b. Pada penetapan kadar senyawa penanda dari Orthosipon aristatus berdasarkan FHI
(2008), pengamatan dilakukan pada sinar UV 254 nm. Sedangkan B2P2TOOT melakukan
inovasi pengamatan pada sampel Orthosipon aristatus dilakukan pada sinar UV 366 nm.
Gambar 3.17 Hasil Pengamatan Orthosipon Aristatus Pada Sinar UV 254 nm dan 366 nm
Mikroskopis:
Fragmen pengenal adalah epidermis dengan parenkim
korteks, berkas pengangkut dengan penebalan tipe tangga,
parenkim dengan tetes minyak dan sklerenkim.
Pola kromatografi:
Fase gerak: Toluen P-etil asetat P (70:30)
Fase diam: silika gel F254
Larutan uji: 5% dalam etanol P
Larutan Pembanding: Alilsistein 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan: masing-masing 3 µL larutan uji dan larutan
pembanding
Deteksi: UV 254
46
S: Simplisia
P: pembanding alilsistein
Rf pembanding alilsistein 0,59
Rf 1. 0,19
Rf 2. 0,41
Rf 3. 0,59
Rf 4. 0,85
Susut pengeringan:
Tidak lebih dari 10%
Abu total:
Tidak lebih dari 3,0%
Abu tidak larut asam:
Tidak lebih dari 1,0%
Sari larut air:
Tidak kurang dari 5.0%
Sari larut etanol:
Tidak kurang dari 4,0%
Hibisci Sabdariffae Calyx Makroskopis:
(Kelopak Bunga Rosela) Kelopak terdiri atas dua lingkaran. Setiap lingkaran terdiri atas
5 helai daun kelopak saling berlepasan. Berbentuk segitiga,
berlekatan dengan mahkota di bagian dasar bunga.
47
Mikroskopis:
Fragmen pengenal adalah kristal kalsium oksalat bentuk roset,
sklerenkim, epidermis kelopak bunga dengan stomata,
serabut, berkas pengangkut dengan penebalan tipe spiral, dan
serbuk sari.
Pola kromatografi:
48
S: Simplisia
P: pembanding sianidin-3-O-glukosida
Rf pembanding sianidin-3-O-glukosida 0,59
Rf 1. 0,15
Rf 2. 0,32
Rf 3. 0,78
Rf 4. 0,95
Rf 5. 1,17
Susut pengeringan:
Tidak lebih dari 10%
Abu total:
Tidak lebih dari 5,6%
49
Gambar 3.18 merupakan resep dari klinik saintifikasi jamu untuk pasien yang mengalami
penyakit dengan komponen resep analgesik antiinflamasi imunomodulator (AAI),
decompensation cordis (DC), gastritis, muscle relaxant (MR) dan hipertensi (HT) dalam
bentuk penulisan penyakit hasil anamnesa. Selanjutnya, apoteker menelaah resep untuk
menentukan tanaman obat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai yang
tertulis pada resep dan besaran dosis yang diperlukan pasien sehingga tercapai terapi yang
diinginkan. Penulisan hasil interprestasi resep dokter oleh dokter dalam resep tersebut:
a) AAI (Analgesik Antiinflamasi Imunomodulator) yang terdiri dari campuran temulawak
sebanyak 5 gram, kunyit sebanyak 4 gram, dan meniran sebanyak 3 gram.
b) DC (Decompensation cordis) yang terdiri dari digitalis sebanyak maksimal 125 mg.
c) Gastritis terdiri dari campuran sembung sebanyak 5 gram dan kapulaga.
d) MR terdiri dari pegagan.
e) HT terdiri dari campuran seledri sebanyak 5 gram dan kumis kucing sebanyak 3 gram.
Untuk menentukan dosis dapat berdasarkan formularium yang dibuat oleh tim yang
terdiri dari dokter, apoteker, peneliti serta ahli. Formularium berisi pedoman ramuan sebagai
acuan peresepan jamu yang bersifat rahasia serta dapat terus mengalami perkembangan.
Tabel 3.5 Penggunaan 10 Obat Herbal terbanyak dalam peresepan jamu saintifik
Penggunaan obat herbal 10 terbanyak
1. C. xanthorrhiza
2. C. domestica
3. A. paniculate
52
4. C. asiatica
5. A. graveolens
6. P. niruri
7. T. vulgaris
8. O. stamineus
9. S. arvensis
10. B. balsamifera
Ramuan–ramuan dari hasil interpretasi resep dokter dilakukan penimbangan sesuai dosis
dalam penggunaan sehari, kemudian dimasukkan ke dalam plastik atau kertas, dilakukan
pengepresan atau kertas dengan solatip dan tidak menggunakan strapples agar lebih aman
bagi pasien karena pasien didominasi dengan pasien yang berusia tua, dan kemudian
dikemas dalam pengemas jamu.
rajangan simplisia yang sudah tidak renyah sebaiknya tidak digunakan. Jamu umumnya dapat
diminum sebelum ataupun sesudah makan, contoh jamu yang diminum sebelum makan
yaitu jamu pelangsing (Tofan, 2019). KIE lainnya yang dilakukan oleh apoteker yaitu
menanyakan kepada pasien tentang ada atau tidak efek samping penggunaan jamu
sebelumnya, mengkonfimasi kepada pasien sedang mengonsumsi atau tidak mengonsumsi
obat konvensional dari dokter yang sedang digunakan pasien, dan riwayat alergi pasien.
Untuk pasien yang bersamaan mengonsumsi obat konvensional dan jamu sebaiknya diberi
jeda 2 jam. Untuk pasien baru perlu dilakukan edukasi tentang efek samping yang mungkin
terjadi saat konsumsi jamu, seperti jati belanda dapat menimbulkan alergi, pegagan dapat
menimbulkan dermatitis kontak, sambiloto dapat menimbulkan mual-muntah, dan rumput
mutiara dapat menimbulkan iritasi lambung. Pemantauan terapi obat belum dilakukan di
griya jamu, pemantauan terapi obat dilakukan rutin apabila ada penelitian jamu terbaru.
Ruang konseling pada griya jamu di B2P2TOOT belum tersedia sehingga semua pasien
dikonseling pada ruang terbuka terutama untuk pasien baru (Tofan, 2019).
Berikut ini tahapan konseling, informasi, dan edukasi penggunaan jamu di klinik
saintifikasi jamu. Berikut merupakan contoh resep jamu (B2P2TOOT, 2019) dimana
komposisi ramuan jamu gangguan fungsi hati untuk penggunaan satu hari yang terdiri dari
bahan kering sebagai berikut :
- Rebus 1 liter (5 gelas belimbing) air dalam panci stainless atau kendil
bertutup hingga mendidih
- Setelah mendidih, satu kemasan ramuan Jamu dimasukan ke dalam panci
atau kendil, kemudian perebusan dilanjutkan selama 15 menit
menggunakan api kecil.
- Panci atau kendil diangkat dan didiamkan hingga dingin (suhu ruang)
dilanjutkan dengan penyaringan mengunakan saringan teh.
Berikut merupakan aturan dalam meminum ramuan jamu yaitu :
- Air rebusan diperoleh dibagi menjadi 3 bagian, untuk diminum 3 kali pada
hari yang sama yaitu pagi, siang dan malam.
- Pasien dijelaskan efek samping yang mungkin terjadi ketika mengkonsumsi
jamu serta solusi mengatasinya.
Adapun peringatan penggunaan dari ramuan jamu adalah sebagai berikut
yaitu :
- Ramuan jamu ini bisa menyebabkan sering buang air kecil. Hati-hati bila
mengkonsumsi jamu bersamaan dengan obat yang bersifat diuretik.
Sehingga apabila pasien sedang mengkonsumsi obat diuretik maka harus
dijelaskan bahwa frekuensi buang air kecil akan semakin meningkat. Solusi
dari permasalahan ini adalah mengganti obat diuretik (apabila mengalami
hipertensi) atau menghentikan sementara obat diuretik yang digunakan.
Sebaiknya hal ini sudah disampaikan ke dokter SJ saat pemeriksaan.
- Daun jombang menurunkan efektifitas antibiotik jenis kuinolon, hati-hati
penggunan ramuan bersamaan dengan antibiotik jenis kuinolon. Sehingga
apabila sedang mengkonsumsi antibiotik golongan kuinolon, misal
ciprofloxacin, maka sebaiknya diminum dengan penjedaan yang lama atau
menunggu antibiotik habis terlebih dahulu baru mengkonsumsi jamu.
- Penggunaan pada ibu hamil tidak dianjurkan dan menyusui tidak
dianjurkan. Hati-hati mengkonsumsi jamu bila memiliki gangguan fungsi
ginjal yang berat. Hal ini harus dipastikan telah disampaikan saat informed
consent dan medical record dan kepada dokter SJ sehingga tidak terjadi
56
Berdasarkan hasil kegiatan PKPA daring dengan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu, pada
tanggal 17 November 2020 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Saintifikasi Jamu yang dilakukan dapat
meningkatkan pemahaman bagi calon apoteker terkait saintifikasi jamu baik secara teori
maupun praktiknya. Calon apoteker juga dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam pelaksanaan saintifikasi jamu di
B2P2TOOT.
b. PKPA Saintifikasi Jamu dapat meningkatkan wawasan mengenai proses pembuatan jamu
tersaintifikasi mulai dari penanaman obat, pascapanen, standarisasi bahan baku jamu,
manajemen bahan baku jamu, serta peracikan dan KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) di Rumah Riset Jamu “Hortus Medicus” B2P2TOOT Tawangamangu.
c. PKPA Saintifikasi Jamu dapat memberikan pandangan terhadap calon apoteker sehingga
dapat lebih mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja sebagai apoteker yang
profesional dalam melakukan pelayanan kesehatan saintifikasi jamu.
58
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Kesehatan. 2011. Body of Knowledge Sistem Pengobatan Tradisional Indonesia
(PTI). Jakarta: Badan Litbang Kesehatan.
Badan Litbang Kesehatan. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010. Jakarta:
Badan Litbang Kesehatan.
Badan Litbang Kesehatan.2010. Metodologi Saintifi kasi Jamu untuk Evaluasi Keamanan dan
Kemanfaatan Jamu. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Acuan Sediaan Herbal
Volume 6 Edisi 1. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/?page=postcont&postid=18&content=Etalase+
Tanaman+Obat+Indonesia. [Diakses pada 10 Desember 2020].
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/index.php?page=postcont&postid=48&content
=Rumah+Riset+Jamu+Hortus+Medicus. (Diakses pada 10 Desember 2020).
http://www.b2p2toot.litbang.kemkes.go.id/?page=postcont&postid=8&content=Kebun+Ta
naman+Obat. (Diakses pada 10 Desember 2020)
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Lee, C. et al. 2006. Clinical Trials of Drugs and Biopharmaceuticals. London : CRC Press.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2010.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan. 4 Januari 2010. Jakarta.
Siswanto. 2012. Saintifikasi Jamu Sebagai Upaya Terobosan Untuk Mendapatkan Bukti Ilmiah
Tentang Manfaat Dan Keamanan Jamu. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 15
No. 2 April 2012: 203–211
Tofan, 2019. KIE Jamu di B2P2TOOT Tawangmangu. Materi Praktik Kerja Profesi Apoteker.
Karanganyar: Kunjungan Praktik Kerja Profesi Apoteker Universitas Jember.
59
60