Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KOSMETIKA HERBAL

“FORMULASI DAN EVALUASI SABUN CAIR ANTISEPTIK DAGING


BUAH PEPAYA”

DISUSUN OLEH:

Nama Kelompok

1. Afrah Baitunnisyah (K1A016005)


2. Kurnia Solehah (K1A016028)
3. Maulidia Umami (K1A016033)
4. Septia Budi Utami (K1A016048)
5. Solahuddin (K1A016051)
6. Baiq Saomi Alfilaili (K1A015008)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan anugerah serta rahmat dan
karunia-Nya sehingga proses dalam pembuatan makalah yang berjudul “Formulasi dan Evaluasi
Sabun Cair Antiseptik Daging Buah Pepaya (Carica papaya L)” berjalan dengan lancar dan selesai
tepat pada waktunya. Makalah ini ditulis berkaitan dengan tugas mata kuliah Kosmetika Herbal.
Makalah ini merupakan hasil kerja sama teman-teman dari kelompok enam yang telah
meluangkan waktu dan kesediannya untuk menyelesaikan makalah ini. Atas saran dari masing-
masing anggota kelompok enam, makalah yang merupakan tugas dari mata kuliah Kosmetika
Herbal ini dapat terselesaikan.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
tangan terbuka penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik yang konstruktif agar penulis dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun
mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan juga memberikan inpirasi
terhadap pembaca.

Mataram , 8 Mei 2019

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i

DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang…………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah…..…………………………………………………… 2
1.3 Tujuan …………………………………………………………… 3
1.4 Manfaat …………………………………………………………… 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Pepaya…………………………………………………… 4


2.2. Kandungan Pepaya…………………………………………………… 5
2.3. Manfaat Pepaya sebagai sabun cair...………………………………… 5

BAB III : ISI

3.1. Formula Sabun Cair…………………………………………………… 6


3.2. Alasan Pemilihan Bahan ……………………………………………… 6
3.3. Cara Pembuatan Sabun Cai…………………………………………… 7
3.4. Evaluasi Sediaan Sabun Cair..………………………………………… 7

BAB IV : PENUTUP

4.1. kesimpulan …….…………………………………………………… 10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 11

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Penyakit bawaan pangan (foodborne disease) merupakan salah satu penyebab masalah
kesehatan bagi masyarakat, baik di negara maju maupun di negara berkembang (WHO, 2007).
Penyakit bawaan pangan adalah penyakit yang ditimbulkan akibat konsumsi pangan yang telah
terkontaminasi mikroba patogen, mikroba pembusuk, virus, parasit atau bahan kimia (WHO
2003). The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa kasus-kasus
penyakit bawaan pangan yang terjadi di Amerika pada tahun 2015 menyebabkan sebanyak
15.202 orang sakit dan 15 orang meninggal dunia (CDC, 2015). Menurut data Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI, 2016), jumlah kasus penyakit bawaan
pangan yang terjadi di Indonesia pada tahun 2015 dilaporkan sebanyak 2.251 kasus orang sakit
dan 3 kasus orang meninggal dunia.
Pekerja pangan merupakan salah satu sumber yang berpotensi menyebabkan patogen
masuk ke dalam pangan. Kontak tangan pekerja dengan pangan merupakan kontak yang paling
sering terjadi. Menurut Guezwich dan Ross (1999), dari 75 kasus penyakit bawaan pangan
akibat kontaminasi silang dari pekerja pangan yang terjadi di Amerika, sebanyak 34 kasus
terjadi akibat cemaran patogen dari tangan pekerja.
Salah satu metode untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mencuci
tangan,mencegah dan meminimalisir kontak tangan kosong pekerja. Mencuci tangan dengan
benar secara signifikan dapat mengurangi transmisi patogen dari tangan ke pangan (Michaels
et al. 2004). Penggunaan klorin untuk proses mencuci tangan pekerja
sudah cukup sering digunakan di industri pangan (Suryawati, 2004). Menurut
Marriott (1999), kelebihan dari klorin sehingga sering digunakan di industry pangan adalah
karena senyawa klorin mampu bereaksi dengan cepat terhadap bakteri Gram-positif dan Gram
negatif, serta harganya relatif lebih murah. Akan tetapi, kekurangan dari penggunaan klorin
jika digunakan secara terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada kulit (Snyder, 2004).
Oleh sebab itu, perlu dieksplorasi alternatif lain sebagai pengganti klorin untuk proses mencuci
tangan pekerja di industri pangan. Penyediaan sabun cuci tangan dengan memanfaatkan bahan
alam sebagai bahan aktif yang memiliki aktivitas baik sebagai bakteriostatik (menghambat
pertumbuhan bakteri) maupun bakterisid (membunuh bakteri) masih belum banyak
dikembangkan.
Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk membuat sediaan sabun pencuci
tangan adalah pepaya. Pepaya merupakan tanaman yang banyak dan mudah ditemukan di
Indonesia. Bagian dari tanaman papaya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama
pembuatan sabun cair yaitu daging buahnya. Buah papaya matang mengandung protein,
karbohidrat, beta karoten, vitamin A, vitamin E, niacin dan air. Pepaya kaya akan zat besi dan
kalsium; sumber vitamin A, B dan C (asam askorbat) yang sangat baik. Ekstrak dan jus buah
pepaya mengandung alkaloid, glikosida, flavonoid, karbohidrat, saponin, terpenoid, steroid,
dan tanin (Vij dan Prashar, 2015).
Beberapa manfaat buah papaya sebagai kosmetik seperti mengatasi jerawat dan kerutan,
zat pemutih yang baik, bahan penting dalam pembuatan sabun mandi, sabun cuci tangan,
deterjen, membantu menghilangkan sel-sel kulit mati , dan mencerahkan warna kulit (Vij dan
Prashar, 2015). Buah papaya juga memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri S. aureus,
Bacillus cereus, E. coli, P. aeruginosa, dan Shigella flexneri (Emeruwa, 1982). Pada penelitian
lain disebutkan bahwa ekstrak etanol buah papaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis (c = 2,5 mg/ml), Bacillus cereus (c = 0,5 mg/ml), Proteus vulgaricus (c= 1
mg/ml), Pseudomonas aeruginosa (c= 0,5 mg/ml), dan pada jamur C. lypolitica (c= 0,5 mg/ml)
(Mohamed dkk., 1994).
Berdasarkan uraian di atas, maka buah papaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pembuatan sabun cuci tangan antiseptik. Sabun cuci tangan dapat berupa sediaan losio atau
gel, losio dapat berupa emulsi maupun larutan. Sabun cuci tangan yang berupa larutan lebih
disukai karena penampilannya yang lebih menarik serta lebih mudah dalam proses
pembuatannya. Selain itu, jika dibandingkan dengan sabun yang berbentuk padatan maka
sabun cair lebih higienis jika digunakan untuk mencuci tangan karena sabun batangan lebih
banyak berkontak langsung dengan udara luar dan tangan pengguna. Dengan demikian, tujuan
dari penelitian ini yaitu memformulasi dan mengevaluasi sediaan sabun cair antiseptik daging
buah papaya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana formulasi dan evaluasi sabun cair antiseptik daging buah pepaya?
1.3 Tujuan

Untuk menentukan formula dan evaluasi sabun cair antiseptik daging buah pepaya.

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian adalah menghasilkan produk sabun cair antiseptik dari daging buah
pepaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Pepaya
Tanaman pepaya merupakan semak berbentuk pohon dengan batang yang lurus, bulat
silindris, diatas bercabang atau tidak, sebelah dalam serupa spons dan berongga, di luar
terdapat tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5-10 m. Daun berjejal pada ujung batang dan
ujung cabang; tangkai daun bulat silindris, berongga, panjang 25-100 cm; halaian daun bulat
telur bulat, bertulang daun menjari, bercangap menjari berbagi menjari, ujung runcing dan
pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25-75 cm, taju selalu berlekuk menyirip tidak
beraturan. Bunga hampir selalu berkelamin 1 dan berumah 2, tetapi kebanyakan dengan
beberapa bunga berkelamin 2 pada karangan bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan
yang serupa malai dan bertangkai panjang, kelopak sangat kecil; mahkota berbentuk terompet,
putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5 dan tabung yang panjang, langsing, taju berputar
dalam kuncup; kepala sari bertangkai pendek dan duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri
sendiri; daun mahkota lepas atau hampir lepas, putih kekuningan; bakal buah beruang 1;
kepala putik 5, duduk. Buah buni bulat telur memanjang atau bentuk “peer” (seperti bohlam
lampu), berdaging dan berisi cairan; biji banyak, dibungkus dengan selaput yang berisi cairan,
didalamnya berduri tempel dan berjerawat (Steenis, 2005).

Gambar 1. Tumbuhan pepaya (a)


Pohon pepaya dan (b) Buah Pepaya

Tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut (Yogiraj, dkk., 2014):


Kingdom: Plantae
Kelas : Magnoliopsida
Filum : Steptophyta
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus: Carica
Spesies : Carica papaya Linn

2.2. Kandungan Pepaya


Senyawa aktif utama buah pepaya meliputi : protein, lemak, serat, karbohidrat, mineral
(kalsium, zat bes)i, vitamin C, tiamin, rivoflavin, niasin, karoten, asam anino, asam sitrat,
asam malat, serta senyawa yang mudah menguap (benzylisothiocynate, cis dan trans 2, 6-
dimethyl-3,6 epoxy-7 octen-2-ol), alkaloid, dan karpain (Krisnha, dkk., 2013).

2.3. Manfaat Pepaya sebagai sabun cair


Seluruh bagian pepaya dapat digunakan sebagai obat, mulai dari akar sampai daun, termasuk
buahnya. Secara tradisional buah pepaya dijadikan sebagai antibakteri, diuretik, anti diare,
karminatif (Krisnha, dkk., 2013). Selain itu, buah pepaya juga dapat dijadikan sebagai bahan
utama pembuatan kosmetik, karena berfungsi sebagai anti jerawat, sabun mandi, sabun cuci
tangan, dan membantu menghilangkan kulit yang kusam serta menghilangkan sel-sel kulit
mati di kulit (Vijh dan Yash, 2015).
Buah pepaya dapat memiliki khasiat sebagai antibakteri, anti jamur, anti inflamasi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Krishna, dkk., (2008), telah dilakukan uji aktivitas
antibakteri dari buah pepaya dan diperoleh hasil bahwa buah pepaya memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Enterobacter cloacae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan
Shigella flexneri.
Buah pepaya (Carica papayaL.) memiliki aktivitas antibakteri karena kandungan senyawa
yang ada di dalamnya. Salah satu kandungan yang berfungsi sebagai antibakteri yaitu karpain.
Karpain merupakan alkaloid bercincin laktonat dengan 7 kelompok rantai metilen
sehingga ampuh untuk menghambat kinerja beberapa mikroorganisme. Karpain dapat
mencerna protein mikroorganisme dan mengubahnya menjadi senyawa turunan bernama
pepton (Mulyono, 2013).

BAB III
ISI

3.1. Formula Sabun Cair


Formula sabun cair yang akan dibuat sebagai berikut :
Daging buah Pepaya 25 %
KOH 10% 5,15 g
Gliserin 5%
Minyak Kelapa qs (10 g)
BHT 0,02 g
HPMC 3g
Asam stearat 2g
Microcare® 1%
Aquadest ad 100

3.2. Alasan Pemilihan Bahan


a. Pepaya
Menurut Khrisna et. al. (2008) menyebutkan bahwa ekstrak dari buah pepaya matang dan
tidak matang memiliki aktivitas antibacterial yang signifikan terhadap bakteri S. aureus,
Bacillus cereus, E. coli, P. aeruginosa and Shigella flexner.
b. KOH
Menupakan alkali untuk dapat membuat sabun menjadi cair. Sabun merupakan garam
alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan
COONa bersifat hidrofilik (polar). Proses yang terjadi dalam pembuatan sabun disebut
sebagai saponifikasi. Alkali yang dapat digunakan yaitu NaOH atau KOH. Menurut Sari
dkk (2019), kandungan alkali bebas dalam proses pembuatan sabun, sesuai kriteria SNI 06-
3532-1994 yang telah ditentukan, alkali bebas yang terkandung maksimal 0,1%. Jika kadar
alkali bebas yang diperoleh terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
sehingga kulit menjadi kering dan iritasi.
c. Gliserin
Digunakan sebagai pengawet dengan rentang <20%, sebagai pelembut (humektan) sediaan
sabun sehingga dapat memberikan kelembaban pada kulit.
d. Minyak kelapa
Bahan lain yang digunakan pada pembuatan sabun mandi yaitu tigliserida berupa minyak
atau lemak, asam lemak, terutama mengandung garam C-16 (asam palmitat) dan C-18
(asam stearat), namun juga dapat mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom
lebih rendah. Minyak-minyak ini merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat
pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun.
e. BHT
Berfungsi sebagai antioksidan untuk menjaga stabilitas dari sediaan sabun, dan
f. HPMC
Berfungsi sebagai pengental sediaan sabun
g. Pengawet
Pengawet yang digunakan untuk sediaan sabun mandi cair ini yaitu Microcare®.
h. Asam stearate
zat penetral disini bertujuan agar basa yang tidak berikatan dengan minyak atau basa yang
bersifat bebas dapat ditarik dan berikatan dengan zat penetral
i. Aquadest
Digunakan sebagai pelarut dan untuk menjaga agar sabun tetap homogen

3.3. Cara Pembuatan Sabun Cair


Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan sabun cair adalah sebagai berikut :
Semua bahan ditimbang dengan seksama, kemudian VCO dimasukan kedalam gelas kimia,
ditambahkan dengan KOH sedikit demi sedikit sambil terus dipanaskan pada suhu 50°C
sampai terbentuk basis sabun. Basis sabun ditambahkan dengan 25 ml aquades, kemudian
ditambahkan asam stearat yang telah dilelehkan diatas penangas air, aduk hingga tercampur
homogen, lalu tambahkan BHT. Tambahkan HPMC yang sebelumnya telah dikembangkan
dengan aquadest panas, aduk sampai homogen, tambahkan Mircrocare®yang telah di larutkan
dalam gliserin, lalu terakhir masukan jus daging pepaya aduk hingga tercampur homogen,
tambahkan aquadest hingga 100 ml, masukan ke dalam wadah.

3.4. Evaluasi Sediaan Sabun Cair


Evaluasi sediaan sabun cair menurut Sari dan Ade (2019) :
a. Uji Organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji fisik dari sabun cair
meliputi warna, bau, dan bentuk.
b. Uji pH. Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter dikalibrasi
dengan larutan buffer setiap akan dilakukan pengukuran. Elektroda, yang telah
dibersihkan, dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa. Nilai pH pada skala pH
meter dibaca dan dicatat.
c. Tinggi busa. Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan akuades sampai 10 ml, dikocok dengan membolak-balikkan tabung
reaksi, lalu segera diukur tinggi busa yang dihasilkan. Lalu, tabung didiamkan selama 5
menit, kemudian diukur lagi tinggi busa yang dihasilkan setelah 5 menit. Uji busa = (tinggi
busa akhir : tinggi busa awal) x 100%
d. Bobot jenis. Penetapan bobot jenis menggunakan alat piknometer. Piknometer kosong
ditimbang dan dicatat bobotnya. Kemudian piknometer diisi air dan ditimbang, lalu ke
dalam piknometer yang sama dimasukkan sampel sabun dan ditimbang.
Rumus yang digunakan adalah: Bobot jenis = bobos sampel / bobot air
e. Uji Hedonik. Uji hedonik pada produk sabun cair cuci tangan dilakukan untuk mengetahui
tingkat kesukaan konsumen terhadap penampilan, bau, banyak busa, kelembutan dan kesan
kesat. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 20 orang dengan skala penilaian tidak suka,
agak suka, suka dan sangat suka (Yulianti dkk, 2015)
f. Uji aktivitas antibakteri sabun cair
 Pembuatan Medium Mueller Hinton (MH). Pembuatan medium MH sebanyak 100 ml,
timbang sebanyak 2,3 gram MH dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dilarutkan
dengan aquadest 100 mL kemudian panaskan agar larut sempurna. Selanjutnya larutan
MH yang masih hangat dituang ke dalam tabung reaksi masing-masing 10 mL, lalu
sterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.
 Pengujian Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Daun Kumis Kucing (Ortoshipon
aristatus (Bl) Miq.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Pada proses ini dilakukan
dengan menggunakan metode difusi agar yaitu dengan cara memasukan larutan
Mueller Hinton yang steril, kemudian maksukan 0,2 ml bakteri Staphylococcus aureus
kedalam cawan petri berbeda yang sudah disterilkan, lalu cawan petri digoyang-
goyangakan memutar supaya bakteri dan media agar dapat bercampur merata.
Kemudian di biarkan beberapa saat supaya mengeras, setelah mengeras maka dibuat
lubang pada cawan petri. Kemudian masukan sediaan yang akan diuji kedalam lubang
tersebut, tutup cawan petri, bungkus dengan menggunakan kertas payung, selanjutnya
di inkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam. Setelah 24 jam aktivitas antibakteri dapat
dilihat dengan terbentuknya daerah hambat yang berupa zona bening di sekeliling
lubang sumuran tersebut, kemudian diukur diameter zona bening yang terbentuk,
lakukan juga pengujian terhadap sediaan tanpa ekstrak (kontrol negatif) dan sediaan
pembanding yang ada di pasaran sebagai kontrol positif (Nuvo®).
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Sabun cair adalah bahan reaksi saponifikasi yang menggunakan minyak dan lemak yang
mempunyai kandungan asam oleat tinggi dan perbandingan yang tajam dari kalium, digunakan
dalam kombinasi dengan soda kausatik untuk memproduksi cairan yang secara normal warnanya
agak gelap dan memunyai bau yang kuat. Pada penelitian ini bahan-bahan yang digunakan dalam
membuat sabun cair ini diantaranya daging buah, Pepaya, KOH, Gliserin, Minyak Kelapa, BHT,
HPMC, Asam stearate, Microcare®, dan Aquadest. Evaluasi yang dilakukan pada formulasi
tersebut Uji Organoleptik, Uji pH, Tinggi busa, Bobot jenis, Uji Hedonik dan Uji aktivitas
antibakteri sabun cair.

DAFTAR PUSTAKA
[WHO] World Health Organization. 2003. The present state of foodborne disease
in OECD Countries. Geneva: WHO.

[WHO] World Health Organization. 2007. Food safety and foodborne illness.
Geneva: WHO.

[BPOMRI]. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2016.


Laporan Tahunan BPOMRI 2015. [terhubung berkala].
http://www.pom.go.id/ppid/2016/kelengkapan/laptah2015.pdf

[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2015.


Surveillance for foodborne disease outbreaks, United States 2015. [terhubung
berkala].https://www.cdc.gov/foodsafety/pdfs/2015FoodBorneOutbreaks_508.pdf

Krisnha, K.I., Paridhavi, M., dan Patel., J.A. 2008. Review on nutritional, medicinal and
pharmacological properties of Papaya (Carica papaya Linn.). Natural Product
Radiance., 7(4).

Mulyono, Lienny Meriyuki. 2013. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Buah Pepaya
(Carica papaya L) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya., 2(2).

Guzewich J dan Ross. 1999. Evaluation of risks related to microbiological


contamination of ready-to-eat food by food preparation workers and the
effectiveness of interventions to minimize those risks. FDA/CFSAN.

Mohamed, S., Z Hassan, N. A. Hamid. 1994. Antimicrobial Activity of some Tropical Fruit
Wastes (Guava, Starfruit, Banana, Papaya, Passionfruit, Langsat, Duku, Rambutan and
Rambai). PertanikaJ. Trap. Agric. Sci. 17(3): 219-227.

Marriott NG. 1999. Principle of Food Sanitation. 4th ed. Maryland (USA): Aspen
Publisher Inc.

Michaels B, Keller C, Blevins M, Paoli G, Ruthman T, Todd E, Griffith CJ. 2004.


Prevention of food worker transmission of foodborne pathogens: risk
assessment and evaluation of effective hygiene intervention strategies. Food
Service Technology. 4: 31–49.

Snyder OP. 2004. A “Safe Hands” hand wash program for retail food operation.
Hospitality Institute of Technology and Management, Minnesota. [terhubung
berkala]. http://www.hi-tm.com/Documents/Safehands.pdf
Suryawati RW. 2004. Penggunaan Klorin 20 ppm dan Alkohol 70% sebagai
Sanitaiser dalam Proses Cuci Tangan Untuk Pengendalian Jumlah
Staphylococcus aureus dan Koliform pada Tangan. [Tesis]. Bogor (ID): IPB.

Sari, S.A. Muhammad, F. Nurul, A.F. dan Riska,I. 2019. Studi Pembuatan Sabun Cair dari
Daging Buah Pepaya (Analisis Pengaruh Kadar Kalium Hidroksida terhadap Kualitas
Sabun. Talenta Publisher:2(1).61-65.

Steenis. 2005. Buah Pepaya (Carica papaya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Rowe,R.C. Paul, J.S dan Marian, E.Q. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.
The Parmaceutical Press. London

Vij, T dan Prashar, Y. 2015. A review on medicinal properties of Carica papaya Linn. Asian
Pac J Trop Dis; 5(1): 1-6.

Yulianti, R., Damas, A.N. dan Lusi, N. 2015. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak
Daun Kumis Kucing (orthophon aristatus (BI) Miq.). Kartika-Jurnal Imiah Farmasi
:3(2).1-11.

Yogiraj, V., Pradeep K.G., Chetan S.C., Anju G., dan Bhupendra V. 2014. Carica papaya
Linn: An Overview. International Journal of Herbal Medicine., 2(5).

Anda mungkin juga menyukai