Makalah Kelompok 1
Makalah Kelompok 1
FIQIH KONTEMPORER
Oleh :
MUHAMMAD IQBAL : 1830202038
TAUFIK HIDAYAT : 1930201072
Dosen Pembimbing
FAKULTAS SYARIAH
BATUSANGKAR
2021
A. Pengertian Monogami dan Poligami
a. Monogami
Monogami adalah perkawinan dengan istri tunggal,artinya seorang laki-
laki menikah dengan seorang perempuan. Asas poligami telah diletakkan oleh
islam sejak abad 155 abad yang lalu sebagai salah satu asas perkawinan
dalam islam yang bertujuan untuk landasan dan modal utama guna membina
kehidupan rumah tangga yang harmonis,sejahtera,dan bahagia.
b. Poligami
Secara etimologis, istilah poligami berasal dari bahasa yunani terdiri dari
dua pokok kata, yaitu Polu dan Gamein. Polu berarti banyak, Gamein berarti
kawin. Jadi Poligami berarti perkawinan yang banyak.
Pengertian etimologis tersebut dapat dijabarkan dan dipahami bahwa
poligami merupakan perkawinan dengan salah satu pihak (suami) mengawini
lebih dari seorang isteri dalam waktu yang bersamaan. Artinya isteri- isteri
tersebut masih dalam tanggungan suami dan tidak diceraikan serta masih sah
sebagai isterinya. selain poligami ada juga istilah poliandri. Poliandri adalah
suatu bentuk perkawinan dengan ciri salah satu pihak (isteri) memiliki lebih
dari seorang suami dalam waktu bersamaan.
Adapun dalam istilah kitab-kitab fiqih poligami disebut dengan ta’addud
al-zaujat yang berarti banyak isteri, sedangkan secara istilah diartikan sebagai
kebolehan mengawini perempuan dua, tiga, atau empat, kalau bisa berlaku
adil. Jumhur ulama membatasi poligami hanya empat wanita saja.
B. Monogami dan Poligami dalam per-UU-an dan Hukum Islam
a. Monogami
Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 3 ayat (1) secara tegas disebutkan,
dasar/prinsip perkawinan adalah monogami. Pasal tersebut menyatakan: “Pada
dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
isteri. Seorang wanita hanya boleh mem-punyai seorang wanita”. Namun demikian,
tetap ada ke mungkinan untuk poligami, maksimal empat orang. Hal tersebut bisa
dilakukan apabila dilakukan lewat pengadilan. Sehingga jelas apabila poligami tidak
atau tanpa izin dari Pengadilan maka perkawinannya tidak mempunyai kekuatan
hukum. Dalam hal ini pengadilan memberikan pertimbangan kondisi si istri
2
secaramoralitas dan kondisi kesehatan atau apabila tidak ada kabar dari isteri selama
minimal dua tahun, atau sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari Hakim
Pengadilan, maka persetujuan dari isteri atau isteri-isteri tidak diperlukan.
Formalitas untuk beristri lebih dari satu orang ini diatur dalam pasal 4 dan 5 UU
Perkawinan. Yaitu dengan harus mengajukan permohonan kepada pengadilan
didaerah tempat tinggalnya. Ijin untuk berpoligami akan diberikan oleh Pengadilan
apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
3
dapat berlaku adil terhadap (hak -hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
C. Pandangan / Tinjauan hukum islam tentang perceraian di Pengadilan Agama
Secara bahasa talak atau perceraian dalam hukum Islam menurut Zainuddin al-
Malibari berasal dari kata hallul qaid yakni “melepaskan ikatan”, sedangkan menurut
syara’ adalah melepaskan ikatan nikah dengan lafadz yang akan disebut kemudian.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam sebagaimana dikutip oleh Ahmad Rofik
dalam bukunya Hukum Perkawinan Islam adalah Ikrar suami dihadapan sidang
Pengadilan Agama yang menjadi salah satu putusnya perkawinan.
Perceraian dalam hukum Islam dipandang sebagai sesuatu yang jelek dan sebisa
mungkin untuk dihindari. Adapun untuk hukum perceraian dilihat dari sisi kemaslahatan
dan kemudharatannya Sulaiman Rasyid dalam bukunya Fiqh Islam membagi hukum
percerian menjadi empat bagian yaitu: Wajib, makruh, sunat dan haram.
1. Wajib
Hukum melaksanakan perceraian menjadi wajib apabila atas putusan hakim
dalam hal terjadinya perselisihan yang berkepanjangan antara suami isteri dan sudah
diadakan upaya perdamaian oleh dua orang hakim, selanjutnya kedua hakim sudah
memandang perlu umtuk mengadakan perceraian yang bersifat ba’in sughra’.
2. Haram
Adapun hukum talak menjadi haram apabila ikrar talak dilakukan tanpa adanya
alasan yang jelas. Karena tidak ada kemaslahatan yang akan dicapai dari perbuatan
tersebut.
3. Makruh
Yaitu hukum asal dari talak itu sendiri.
4. Sunnah
Adapun hukum talak bisa menjadi sunnat apabila suami tidak sanggup lagi
membayar dan mencukupi kewajibanya (nafkahnya) atau perempuan tidak mampu
kehormatan dirinya.
4
DAFTAR PUSTAKA
5
Ustadz Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi.2014. Infotainment dalam tinjauan Islam.