Anda di halaman 1dari 8

Laporan Kasus

ENSEFALITIS ANTIRESEPTOR NMDA: ENSEFALITIS


DENGAN GEJALA AWAL PSIKOSIS
ANTI-NMDA RECEPTOR ENCEPHALITIS: ENCEPHALITIS PRESENTING WITH
EARLY PSYCHOSIS SYMPTOMS
Riwanti Estiasari,* Darma Imran,* Kartika Maharani,* David Pangeran,* Fitri Octaviana,* Dewi Wulandari**

ABSTRACT
Anti N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor encephalitis is seldom found in Indonesia. The atypical initial
presentation of psychosis and cognitive disturbance results in underdiagnosed, or even undiagnosed case. This report
described a 12-year-old girl presenting with initial psychiatric symptom followed by seizure and oropharyngeal dystonia.
Anti-NMDA receptor antibody test carried out on both serum and cerebrospinal fluid (CSF) were positive and no
other pathogen was detected in the CSF. Clinical improvement was seen following the third day of methylprednisolone
administration. This case demonstrates the importance of considering anti-NMDA receptor encephalitis or the other
autoimmune encephalitis as the differential of infective encephalitis. Anti-NMDA receptor antibody test, which can already
be performed in Indonesia, will greatly guide to the definitive diagnosis.
Keywords: Encephalitis, NMDA, oropharyngeal dystonia, psychiatric
ABSTRAK
Ensefalitis antireseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) masih jarang ditemukan di Indonesia. Gejala awal yang
tidak khas berupa psikosis dan gangguan kognitif menyebabkan keterlambatan diagnosis, atau bahkan tidak terdiagnosis,
ensefalitis jenis ini. Berikut dilaporkan kasus seorang perempuan 12 tahun dengan gejala awal berupa gejala psikiatrik
yang diikuti dengan kejang dan munculnya distonia orofaring. Pemeriksaan antibodi antireseptor NMDA pada serum
dan cairan serebrospinal (CSS) positif dan tidak ditemukan patogen lain pada pemerikaan CSS. Perbaikan klinis terlihat
setelah pemberian metilprednisolon selama 3 hari. Kasus ini memperlihatkan pentingnya mempertimbangkan diagnosis
ensefalitis antireseptor NMDA atau ensefalitis autoimun lainnya sebagai diagnosis banding pada kasus ensefalitis infeksi.
Oleh karena itu, pemeriksaan antibodi antireseptor NMDA yang telah dapat dilakukan di Indonesia akan sangat membantu
proses penegakan diagnosis.
Kata kunci: Distonia orofaring, ensefalitis, NMDA, psikiatrik

*Departemen Neurologi FK Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta; **Departemen Patologi Klinik FK
Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Korespondensi: riwanti.estiasari04@ui.ac.id.

PENDAHULUAN sindrom defisit memori, gejala psikiatrik, penurunan


Ensefalitis adalah inflamasi pada parenkim otak kesadaran, dan hipoventilasi yang kemudian ter-
yang bersifat gawat darurat. Ketidaktepatan dalam deteksi antibodi antireseptor NMDA pada cairan
mendiagnosis etiologi secara cepat dan tepat dapat serebrospinal (CSS). Pada ke-12 kasus ensefalitis
berujung pada peningkatan morbiditas dan mortalitas. antireseptor NMDA tersebut, juga ditemukan bukti
Etiologi yang sering dijumpai pada penyakit ini adanya teratoma ovarium.2,4
adalah infeksi, terutama infeksi virus.1-2 Sayangnya, Meski prevalensi ensefalitis antireseptor NMDA
masih terdapat dua pertiga kasus ensefalitis dengan belum diketahui, observasi lanjutan yang dilakukan
etiologi yang tidak diketahui.1 Etiologi noninfeksi, oleh Dalmau dkk selama 3 tahun mendapatkan
khususnya akibat autoimun, belakangan ini semakin 419 pasien dengan penyakit ini. Selain itu, laporan
banyak dijumpai sebagai penyebab ensefalitis dengan kasus serupa juga semakin banyak bermunculan.
klinis yang serupa dengan ensefalitis infeksi.1-2 Hal ini mencerminkan ensefalitis autoimun jenis
Ensefalitis antireseptor N-metil-D-aspartat ini merupakan penyebab ensefalitis autoimun
(NMDA) adalah ensefalitis autoimun yang pertama tersering setelah ensefalitis diseminata akut (acute
kali dilaporkan pada tahun 2005 oleh Vitalini dkk disseminated encephalomyelitis, ADEM).5 Penyakit
dan pada tahun 2007 oleh Dalmau dkk.1,3 Dalmau ini juga berkontribusi sebagai 4% penyebab
melaporkan 12 kasus perempuan muda dengan ensefalitis secara umum.1,6 Belum banyak dikenalnya

1 Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017


Laporan Kasus
penyakit ini menyebabkan diagnosis ensefalitis dalam batas normal (35mg/dL).
autoimun, khususnya ensefalitis antireseptor NMDA Dilakukan pemeriksaan pulasan Gram dan
yang mencakup 20% di antaranya, menjadi tantangan basil tahan asam (BTA) serta polymerase chain
tersendiri.6 reaction (PCR) untuk HSV dan EBV pada CSS
Gejala psikosis dan kejang pada penyakit ini dengan hasil negatif. Pemeriksaan serologi pada
seringkali terdiagnosis di awal sebagai gangguan darah memberikan hasil negatif pada IgM dan
psikiatrik atau epilepsi simtomatik sehingga terjadi IgG antirubella, anti-HSV I, anti-HSV II, dan IgM
kesalahan diagnosis.3,6 Keterlambatan dalam men- anti-CMV, tetapi memberikan hasil positif pada
diagnosis penyakit ini akan berdampak pada potensi IgM dan IgG antitoksoplasma (titer 5,520 dan
gejala sisa pascaterapi serta peningkatan morbiditas 1743,6IU/mL berturut-turut) serta pada IgG anti-
dan mortalitas (25% kasus).4-5 Selain itu, pemeriksaan CMV (titer 160,6AU/mL). Dilakukan pemeriksaan
antibodi antireseptor NMDA sebagai pemeriksaan antibodi antireseptor NMDA pada serum dan CSS
baku emas masih belum tersedia di Indonesia. di laboratorium Patologi Klinik RSUPN Dr. Cipto
Berikut kami laporkan kasus ensefalitis anti- Mangunkusumo, Jakarta dengan metode mosaic
reseptor NMDA pada perempuan usia muda dengan indirect immunofluorescence test (IIFT) dari
gejala awal perubahan perilaku, beserta manifestasi Euroimmun® dan didapatkan hasil positif baik pada
klinis lain, penegakan diagnosis, dan tata laksananya. serum maupun pada CSS.
KASUS Berdasarkan hasil tersebut, ditegakkan
diagnosis ensefalitis antireseptor NMDA. Pasien
Seorang perempuan berusia 12 tahun dirujuk ke
mendapatkan terapi metilprednisolon 1x125mg
RS rujukan tersier karena perubahan perilaku sejak 2
IV selama 2 hari yang dilanjutkan dengan 3x64mg
minggu. Pasien cenderung diam, mudah tersinggung,
peroral. Untuk mengatasi gejala kejang dan gejala
menangis, dan berbicara atau meracau tentang alam
psikotik, pasien mendapatkan natrium valproat
lain. Ia juga mendengar suara-suara yang berbicara
3x250mg dan aripiprazol 1x2mL. Setelah 3 hari
padanya. Keluhan ini disertai dengan tremor pada
pengobatan, distonia orafaring tidak muncul kembali.
tangan kanan dan gerakan seperti mengunyah.
Perubahan perilaku juga mengalami perbaikan
Satu minggu setelah perubahan perilaku,
dengan gejala sisa berupa perubahan mood yang
terdapat nyeri kepala yang tidak disertai demam,
fluktuatif. Pemerikaan antibodi antireseptor NMDA
diikuti dengan kejang kelojotan seluruh tubuh.
diulang kembali setelah 2 minggu terapi dengan hasil
Saat itu ditegakkan diagnosis ensefalitis viral dan
masih positif. Hasil EEG ulang tidak menunjukkan
gangguan psikotik. Kejang terkontrol dengan asam
gambaran epileptiform, namun masih terdapat
valproat 3x250mg, tetapi perubahan perilaku tidak
kelainan berupa perlambatan fokal di temporoparietal
mengalami perbaikan.
kiri dan temporooksipital kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan skala koma
DISKUSI
Glasgow (SKG) E4M6V4 dan distonia orofaring
Ensefalitis antireseptor NMDA adalah salah
berupa mulut mencucu dan lidah terjulur selama
satu jenis ensefalitis autoimun yang menyerang
kurang lebih 5 menit. Tidak didapatkan defisit
subunit NR1 reseptor NMDA pada membran sel
neurologis lainnya.
neuron.1 Sekitar 70-80% pasien ensefalitis ini
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
adalah perempuan, terutama anak (40%) atau remaja
menunjukkan aktivitas epileptiform di frontal
muda.1 Etiologi tumor lebih sering ditemukan pada
bilateral dan temporo-oksipitoparietal kanan, disertai
perempuan berusia lebih dari 18 tahun (50%).4 Pada
perlambatan fokal di frontotemporal bilateral.
kasus ini pasien adalah seorang perempuan berusia
Gambaran MRI kepala tidak memperlihatkan
12 tahun yang awalnya menunjukkan gejala psikosis
adanya lesi patologis intrakranial. Analisis CSS
akut berupa bicara meracau yang disertai halusinasi.
menunjukkan peningkatan hitung sel (13sel/µL)
Ditemukan juga gangguan neurologis berupa distonia
dengan dominasi limfosit (80%), sedangkan protein
orofaring.

Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017 2


Laporan Kasus
Gejala psikotik yang diikuti dengan gejala abnormal/diskinesia (koreoatetosis ekstremitas dan
neurologik merupakan salah satu ciri khas ensefalitis trunkus, peningkatan gerakan ekstremitas, krisis
antireseptor NMDA. Secara umum gejala ini okologirus, distonia, rigiditas, dan opistotonus).4
muncul dalam beberapa fase, yakni fase prodromal Salah satu ciri khas penyakit ini adalah diskinesia
(awal), fase munculnya komplikasi neurologi, fase oro-lingual-fasial (fish mouthing) seperti pada kasus
penyembuhan dan relaps, serta fase gejala sisa, ini, yang bisa disalahartikan sebagai kejang.5 Gejala
baik kognitif maupun perilaku. Pada fase awal tersebut lebih sering menjadi gejala awal yang terlihat
(1-3 minggu), gejala yang menonjol adalah gejala pada anak.1,4
prodromal, gejala psikiatrik, dan gangguan kognisi. Gejala lain yang dapat muncul adalah instabilitas
Pada fase lanjut, gejala yang menonjol adalah gejala otonom seperti hipertermia, takikardia, hipersalivasi,
neurologik cepat progresif berupa gangguan motorik hipertensi, bradikardia, hipotensi, inkontinensia urin,
dan instabilitas otonom.4 dan disfungsi ereksi, baik secara simultan maupun
Gejala prodromal ditemukan pada 70% episodik.4 Ancaman kematian timbul dari instabilitas
pasien, dapat berupa sefalgia, demam ringan, mual- hemodinamik dan respirasi.1 Dapat terjadi pula respons
muntah, diare, letargi, mialgia, dan/atau gejala disosiatif terhadap stimulus, seperti melawan bukaan
infeksi saluran napas atas.1,4-5 Gejala psikiatrik mata tetapi tidak berespons atau berespons minimal
berupa psikosis (agitasi dan ketakutan, paranoia, pada rangsang nyeri.5
gangguan tidur, waham kebesaran, sifat terlalu Aspek lain yang dapat menunjang diagnosis
religius, labilitas mood), serta gangguan bicara ensefalitis antireseptor NMDA adalah ditemukannya
dan berbahasa berupa penurunan frekuensi bicara, teratoma ovarium dan testicular germ-cell tumor,
ekolalia, dan/atau ekopraksia, hingga mutisme yang yaitu pada 45% dewasa dan 9% anak perempuan.3,5-6
tidak berkaitan dengan afasia kortikal.1,4 Terdapat Penemuan asosiasi tumor dan ensefalitis antireseptor
pula gejala penarikan diri dari kehidupan sosial NMDAR menyebabkan munculnya dua kategori
dan perilaku stereotipik yang muncul dalam waktu pada penyakit ini, yakni classic tumor-associated
beberapa hari (rerata 5 hari, umumnya kurang dari paraneoplastic disorder (PND) dan kelainan tanpa
2 minggu).4-5 Pada anak, gejala psikosis kurang tumor yang berhubungan dengan antibodi terhadap
dominan, sedangkan gejala gangguan bicara cukup permukaan sel neuron atau reseptor sinaptik. Tumor
sering ditemukan.2 menjadi sumber antigen tak dikenal pada kategori
Disfungsi lobus temporal dengan gejala amnesia pertama, sedangkan infeksi seperti Mycoplasma
dan kejang adalah gejala yang selanjutnya muncul. pneumonia dan virus Epstein-Barr serta retrovirus
Gangguan kognitif berupa gangguan memori jangka endogen (1-8% genom manusia) menjadi kostimulator
pendek sering terjadi, tetapi sulit terdeteksi akibat autoimunitas pada kategori kedua.6 Hingga saat
gejala psikiatrik dan gangguan berbahasa. Penurunan ini, terdapat dugaan bahwa teratoma pada penyakit
fungsi kognitif yang cepat dan progresif tanpa disertai ini mungkin memiliki komponen saraf.8 Dengan
delirium dapat menjadi pertanda dugaan ensefalitis demikian, deteksi tumor perlu dilakukan karena
autoimun karena ensefalitis infeksi umumnya penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda.
didahului oleh delirium. Kejang, baik kompleks Terdapat laporan kasus ensefalitis ini dipicu
maupun motorik, dapat menyerupai diskinesia, oleh ensefalitis M. tuberkulosis yang ditemukan
sehingga dapat terjadi tata laksana yang kurang pada kultur CSS, sehingga dapat terjadi kedua jenis
ataupun berlebihan. Gejala kejang terjadi pada 80% ensefalitis tersebut secara bersamaan.1 Demikian
kasus, berkurang seiring dengan perjalanan penyakit, pula adanya laporan kejadian ensefalitis antireseptor
tetapi dapat muncul secara episodik.4 Gejala kejang NMDA beberapa minggu pascainfeksi HSV yang
lebih sering ditemukan pada anak.2 diduga akibat pajanan sistem saraf pusat terhadap
Pada fase lanjut, dapat terjadi disfungsi motorik stimulis infeksi yang kuat. Oleh karena itu, diagnosis
berupa penurunan respons dengan alterasi antara ini dapat dipertimbangkan pada kasus perburukan
periode agitasi dan katatonia, gejala pergerakan pascaensefalitis infeksi.2

3 Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017


Laporan Kasus
Seperti patogenesis autoimunitas lainnya, gelombang lambat) yang mungkin khas pada penyakit
keberadaan antigen, baik tumor maupun nontumor, ini, berhubungan dengan derajat penyakit yang lebih
akan dideteksi antigen presenting cell (APC) berat, dan memiliki prognosis yang lebih buruk.10 Hal
yang kemudian merubah ekspresi CD80 dan ini tidak ditemukan pada penyakit psikiatrik primer.5
CD86 serta meningkatkan regulasi reseptor major Pada kasus ini, tidak terdapat extreme delta
histocompatibility complex (MHC) kelas I dan II. brush, namun terdapat gambaran epileptiform frontal
Selanjutnya, interaksi APC tersebut dan sel T akan bilateral temporooksipitoparietal kanan yang kurang
berujung pada rusaknya mekanisme toleransi sel T spesifik pada proses perjalanan penyakit. Namun
dan pembentukan autoimunitas. Sel T autoreaktif pada evaluasi pascaterapi, gambaran EEG mengalami
menginduksi hipermutasi sel B melalui reaksi CD40 perbaikan. Gelombang epileptiform tidak dijumpai
dan CD40L untuk merubah produksi rantai μ pada lagi akan tetapi masih terlihat fokal perlambatan di
IgM menjadi rantai γ pada IgG1 dan IgG3 pada temporoparietal kiri dan temporooksipital kanan.
ensefalitis antireseptor NMDA.
MRI otak pada penyakit ini umumnya
Dengan bantuan sitokin yang diproduksi sistem normal (50-70%) atau menunjukkan abnormalitas
imunitas alamiah dan ligan Toll-like receptor (TLR) ringan seperti penyangatan pada FLAIR atau
serta produksi IL-17 dari sel Th17 autoreaktif, terjadi pascapemberian kontras (44%) di hipokampus,
kerusakan sawar darah-otak sehingga sel B autoreaktif korteks serebrum atau serebelum, regio frontobasal
melakukan transmigrasi ke sistem saraf pusat. Reaksi dan insula, ganglia basalis, dan batang otak, serta lebih
silang autoantibodi IgG1 dan IgG3 pada subunit jarang pada medula spinalis.1,4-5,11 Pada penyakit ini,
NR1 reseptor NMDA memicu internalisasi reseptor dapat ditemukan abnormalitas berupa penyangatan
tersebut secara autofagi.6 Hal ini mengakibatkan pada meningen atau gambaran lesi demielinisasi
penurunan inhibisi transmiter glutamat pascasinaps tanpa penyangatan yang bersifat transien.
serta peningkatan kadar glutamat pada korteks dan
Pemeriksaan antibodi antireseptor NMDA
subkorteks yang berkontribusi pada munculnya gejala
merupakan pemeriksaan baku emas untuk menegak-
skizofrenia dan gangguan gerak.8 Kadar autoantibodi
kan diagnosis ensefalitis antireseptor NMDA.
berbanding lurus dengan gejala neuropsikiatrik yang
Bukti klinis dan laboratorium hingga saat ini
muncul.6
menunjukkan bahwa antibodi antireseptor NMDA
Hasil analisis CSS pada kasus ini memperlihat- bersifat antigenik, yaitu tingginya kadar antibodi ini
kan pleositosis dengan dominansi limfosit. Laporan berkorelasi langsung dengan perburukan gejala klinis
kasus terdahulu juga mendapatkan gambaran CSS ensefalitis.5 Dapat terjadi destruksi neuron permanen
abnormal berupa pleositosis limfosit, kadar protein akibat eksitotoksisitas glutamat dan inflamasi
yang normal atau meningkat (mencapai 50%), dan berkepanjangan jika tidak segera diberikan terapi.
dapat terdeteksi oligoclonal bands (60% pasien).1,4-5 Finke dkk melakukan kohort skala kecil pada pasien
Kelainan CSS semakin nyata ditemukan sejalan dewasa dengan ensefalitis antireseptor NMDA dan
dengan durasi perjalanan penyakitnya.1 mendapatkan bahwa pasien yang mendapat terapi
Gambaran EEG pada ensefalitis antireseptor imunomodulator dalam 3 bulan menunjukkan luaran
NMDA seringkali abnormal tetapi nonspesifik kognitif yang lebih baik dibandingkan mereka yang
(75%), yakni perlambatan atau disorganisasi aktivitas terlambat atau tidak mendapat terapi sama sekali.5
gelombang delta-teta secara umum atau hanya pada Diagnosis banding pada kasus ensefalitis
lobus frontotemporal pada fase katatonik, tanpa antireseptor NMDA dapat beragam sesuai dengan
adanya cetusan epileptik dan tidak berhubungan fase penyakit. Sifat khas gejala berupa perubahan
dengan sebagian besar gerakan abnormal.1,4-5 neurologis akut, pleositosis pada CSS, serta
Gambaran tersebut sering dijumpai, tetapi tidak hipertermia yang muncul secara sporadik umumnya
spesifik pada penyakit ini.9 Schmitt dkk melaporkan mengarahkan klinisi pada ensefalitis viral. Selain
gambaran extreme delta brush (letupan aktivitas diagnosis banding infeksi akibat virus, gejala psikosis
cepat 30Hz yang bersamaan dengan abnormalitas pada fase awal sering terdiagnosis sebagai psikosis

Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017 4


Laporan Kasus
onset baru dan mendapat terapi antipsikotik seperti jalur antiinflamasi terkait reseptor Fc. Keseluruhan
haloperidol. Setelah memasuki fase berikut dengan efek tersebut mencegah produksi autoantibodi dan
gejala pergerakan motorik abnormal seperti rigiditas, menghambat ikatan autoantibodi pada reseptor.12
instabilitas otonom, peningkatan konsentrasi enzim Dengan demikian, terapi lini pertama memiliki efek
otot, atau rhabdomiolisis, ensefalitis ini sering antiinflamasi untuk mencegah kerusakan sawar
terdiagnosis sebagai sindrom neuroleptik maligna.5 darah-otak lanjutan, menurunkan kadar autoantibodi
Pada kasus ini, gejala psikiatrik (perubahan reseptor NMDA, dan menghambat interaksi
perilaku), demam, dan gangguan neurologis berupa autoantibodi tersebut dengan reseptor di otak.
kejang dan distonia orofaring mengarahkan pada Kelebihan IVIg adalah lebih tidak memper-
ensefalitis antireseptor NMDA. Diagnosis ini buruk kondisi ensefalitis infeksi pada kasus yang
ditunjang dengan pemeriksaan CSS berupa pleositosis belum definitif.2 Respons terapi lini pertama dianggap
ringan, pemeriksaan EEG yang menunjukkan gagal apabila tidak dijumpai respons atau respons
aktivitas epileptiform dan perlambatan fokal, dan minimal setelah 10-14 hari.2 Pada kondisi ini, dapat
pemeriksaan antibodi antireseptor NMDA CSS dimulai terapi lini kedua, yaitu rituksimab 375mg/
dan serum yang positif. Diagnosis banding berupa m2/minggu selama 4 minggu dan/atau siklofosfamid
ensefalitis viral telah disingkirkan dari hasil PCR 750mg/m2/minggu selama 4 minggu.4 Terapi ini
HSV dan EBV serta hasil serologi IGM anti-CMV dapat dimulai lebih cepat pada kondisi klinis yang
yang negatif. Diagnosis epilepsi dan psikosis juga sangat buruk.2
dapat disingkirkan setelah ditemukannya gangguan Rituximab adalah antibodi monoklonal dengan
organik berupa hasil antibodi antireseptor yang positif. target CD20. Terapi tersebut akan menurunkan
Hingga saat ini, belum ada panduan tata jumlah sel B CD19+/CD20+ dengan memicu
laksana ensefalitis antireseptor NMDA yang baku. sitotoksisitas terkait komplemen, penghentian produksi,
Fokus utama dari tata laksana penyakit ini adalah (1) dan apoptosis sampai tak terdeteksi hingga 6-9
deteksi dan tata laksana tumor sebagai etiologi serta bulan pascaterapi. Dengan menurunnya jumlah
(2) imunoterapi (Bagan 1).5 Dari beberapa tinjauan sel B, produksi autoantibodi terhenti pula. Di lain
pustaka dan laporan kasus, tata laksana lini pertama pihak, siklofosfamid adalah agen alkilasi yang
yang dianjurkan adalah metilprednisolon dengan toksik terhadap seluruh sel manusia dengan sel
dosis 1gram per hari selama 5 hari dan intravenous hematopoetik menjadi salah satu sel yang paling
immunoglobulin (IVIg) 0,4gram/kg/hari selama 5 sensitif.12 Meski terdapat usulan perihal tata laksana
hari atau plasmaferesis (Bagan 1).2,5,7-8 penyakit ini seperti yang dijelaskan sebelumnya,
Kortikosteroid akan berikatan dengan reseptor penelitian lanjutan diperlukan untuk menilai efek
glukokortikoid untuk menginhibisi transkripsi farmakologi terapi tersebut secara spesifik pada
seluruh sitokin proinflamasi sehingga menurunkan ensefalitis antireseptor NMDA.
efek inflamasi pada kerusakan sawar darah-otak, Pada ensefalitis antireseptor NMDA dengan
menurunkan jumlah sel T, menginhibisi diferensiasi etiologi tumor, efektivitas terapi dilaporkan lebih
Th1, dan menginduksi apoptosis. Namun pengaruh baik dibandingkan pada kasus tanpa tumor. Sebanyak
terapi ini pada sel B tidak terlalu signifikan, 80% mengalami perbaikan bermakna dengan reseksi
sehingga produksi autoantibodi tak banyak menurun. tumor dan imunoterapi lini pertama, sedangkan
Adapun plasmaferesis bertujuan untuk mengekskresi pada ensefalitis antireseptor NMDA tanpa tumor,
autoantibodi dari sirkulasi pembuluh darah. perbaikan hanya 48% dengan imunoterapi lini pertama
IVIg berperan antara lain (1) berikatan secara (p=0,001). Sebesar 70% tumor yang ditemukan pada
langsung pada antibodi (dalam hal ini autoantibodi wanita dengan penyakit ini bersifat jinak.1,5 Pada
antireseptor NMDA), protein imunomodulasi mereka yang tidak memiliki tumor atau mereka yang
seperti sitokin, atau superantigen dan patogen, (2) terlambat mendapatkan tata laksana, tata laksana
menginhibisi fiksasi komplemen pada target jaringan, imunoterapi lini kedua seringkali dibutuhkan.5
(3) berikatan dengan reseptor Fc untuk menginhibisi Belum ada studi yang menjelaskan alasan lebih
jalur daur ulang autoantibodi, serta (4) menstimulasi baiknya respons terapi pada mereka yang memiliki

5 Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017


Laporan Kasus

Bagan 1. Usulan Algoritma Tata Laksana Ensefalitis Antireseptor NMDA5


*USG yang disarankan pada wanita adalah USG abdomen dan pelvis atau USG transvaginal, sedangkan USG yang
disarankan para pria adalah USG testis; ** Imunosupresan dapat berupa mikofenolat mofetil atau azatioprin selama 1 tahun;
***Pertimbangkan metotreksat oral atau intravena sebagai imunosupresan alternatif.4 NMDAR: N-methyl-D-aspartat
receptor; CSS: cairan serebrospinal; MRI: magnetic resonance imaging; CT: computed tomography; USG: ultrasonografi;
IVIg: intravenous immunoglobulin.
tumor. Salah satu hipotesis yang mungkin adalah neuroleptik maligna. Demikian pula tidak dianjurkan
telah dieksisinya tumor sebagai pemicu terbentuknya penggunaan antagonis dopamin karena dapat
autoantibodi. Meski memiliki tumor, mereka yang menyebabkan eksaserbasi diskinesia dan distonia.4
terlambat mendapatkan tata laksana memiliki respons Penggunaan benzodiazepin berupa lorazepam hingga
terapi yang lebih buruk akibat telah terbentuknya sel 20-30mg atau electroconvulsive therapy (ECT)
B memori yang mampu memproduksi autoantibodi untuk mengatasi gejala katatonia, belum diketahui
tersebut secara rutin. efikasinya.4 Untuk mengatasi gejala gangguan
Terapi dapat berlangsung hingga hitungan tidur, sering digunakan klonidin, trazadon, dan
bulan untuk mencapai efek terapi maksimal dan dapat benzodiazepin.4-5
dihentikan setelah terdapat perbaikan klinis yang Sekitar 75% pasien ensefalitis antireseptor
bermakna yang biasanya diikuti dengan penurunan NMDA mencapai kesembuhan sempurna atau
konsentrasi antibodi antireseptor NMDA pada CSS kesembuhan dengan gejala sisa minimal, sedangkan
dan serum.2 Pada kondisi ini terapi antiepilepsi juga 25% sisanya mengalami kecacatan yang berat atau
dapat dihentikan.5 meninggal (4%).4-5 Perbaikan gejala terlihat dari
Terapi antipsikotik yang dianjurkan untuk gejala yang terakhir kali muncul terlebih dahulu.4
gejala psikosis pada penyakit ini antara lain quetiapin Pada penelitian dengan jumlah subjek 360 orang dan
(untuk agitasi dan gejala psikosis), thorazine pemantauan pascaterapi selama minimal 6 bulan,
(untuk kondisi akut yang membutuhkan terapi angka mortalitas pada ensefalitis antireseptor NMDA
intravena), dan asam valproat (untuk gejala yang adalah 4% (15 orang) dengan median durasi dari
berkaitan dengan mood).4 Penggunaan haloperidol onset hingga kematian adalah 3,5 bulan (rentang
tidak disarankan karena dapat mengaburkan gejala 1-8 bulan). Sebagian besar (14 orang) meninggal
ensefalitis antireseptor NMDA dengan sindrom di ruang perawatan intensif dengan sepsis, henti

Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017 6


Laporan Kasus
jantung mendadak, distres pernapasan akut akibat pada pasien berusia kurang dari 50 tahun, terutama
gagal ginjal, fibrilasi atrium, dan hiponatremia, pada anak atau remaja, dengan gejala klinis berupa
status epileptikus refraktori, progresi tumor, psikosis atau perubahan perilaku yang cepat,
penghentian dukungan medis, dan penyebab lain pergerakan atau postur abnormal, terutama distonia
yang tidak diketahui. Satu orang meninggal di luar orofaring dan ekstremitas, kejang, dan instabilitas
ruang intensif tanpa diketahui penyebabnya.4 Angka otonom. Tata laksana yang sedini mungkin akan
mortalitas sebesar 7% dilaporkan pada pemantauan memperbesar kemungkinan luaran yang lebih baik.
24 bulan.4 Morbiditas yang pernah dilaporkan adalah DAFTAR PUSTAKA
gangguan fungsi kognitif, terutama pada domain
1. Wingfield T, McHugh C, Vas A, Richardson
atensi, working memory, memori episodik, dan fungsi
A, Wilkins E, Bonington A, dkk. Autoimmune
eksekutif, serta perubahan kepribadian.2,13 encephalitis: a case series and comprehensive review
Angka relaps pada ensefalitis antireseptor of the literature. Q J Med. 2011;104(11):921-31.
NMDA mencapai 20-25%, dengan angka yang lebih 2. Lancaster E. The diagnosis and treatment of
tinggi dijumpai pada pasien tanpa teratoma. Risiko autoimmune encephalitis. J Clin Neurol. 2016;12(1):
1-13.
relaps berkisar 12% dalam waktu 2 tahun dan lebih
tinggi pada pasien tanpa terapi.2,4-5 Oleh karena itu, 3. Rypulak E, Borys M, Piwowarczyk P, Fijalkowska
M, Potrec B, Sysiak J, dkk. Successful treatment
imunosupresan berupa mikofenolat mofetil atau of anti-NMDA receptor encephalitis with a prompt
azatioprin dianjurkan untuk diberikan selama minimal ovarian tumor removal and prolonged course of
1 tahun setelah imunoterapi inisial dihentikan.4 plasmapheresis: a case report. Mol Clin Oncol.
Selain imunosupresan, deteksi teratoma ovarium 2016;5(6):845-9.
atau testicular germ-cell tumor dianjurkan dilakukan 4. Kayser MS, Dalmau J. Anti-NMDA receptor
secara berkala setiap 2 tahun meskipun ensefalitis encephalitis in psychiatry. Curr Psychiatry Rev.
2011;7(3):189-93.
ini telah terobati.4,11 Deteksi terhadap kemungkinan
tumor lain belum dianjurkan karena sangat kecilnya 5. Dalmau J, Lancaster E, Martinez-Hernandez E,
Rosenfeld MR, Balice-Gordon R. Clinical experience
prevalensi penemuan tumor jenis lain pada ensefalitis and laboratory investigations in patiens with anti-
ini. Gejala relaps cenderung lebih ringan, antara lain NMDAR encephalitis. Lancet Neurol. 2011;10(1):63-
delirium, perburukan memori, perubahan perilaku, 74.
halusinasi, atau kejang baru.2 Terapi relaps umumnya 6. Ding H, Jian Z, Stary CM, Yi W, Xiong X. Molecular
lebih panjang, tetapi belum ditemukan durasi terapi pathogenesis of anti-NMDAR encephalitis. BioMed
optimal. 14-15 Res Int. 2015;2015:643409.
Pada kasus ini, pasien berespons dengan steroid 7. Barry H, Byrne S, Barreet E, Murphy KC, Cotter DR.
Anti-N-methyl-D-aspartate receptor encephalitis:
saja selama 3 hari dengan hilangnya disfungsi review of clinical presentation, diagnosis and
motorik dan psikosis. Hanya saja pada kasus ini treatment. BJPsych Bull. 2015;39(1):19-23.
belum dilakukan eksplorasi untuk mencari adanya 8. Lian Z, Yang S, Sun X, Li B, Li W, Liu Z, dkk.
teratoma. Gambaran EEG juga mengalami perbaikan Teratoma-associated anti-NMDAR encephalitis:
pascaterapi. Pasien belum mendapat terapi rumatan two cases report and literature review. Medicine.
dan akan dipantau perihal kekambuhannya. 2017;96(49):e9177.
9. Osei-Lah A, Durrant E, Hussain M, Kirkham F. Focal
KESIMPULAN
EEG slowing and chorea: electroclinical clues to the
Ensefalitis infeksi dan ensefalitis autoimun diagnosis of anti-NMDAR encephalitis. Epileptic
memiliki klinis yang serupa. Meski ensefalitis Disord. 2014;16(4):482-5.
umumnya disebabkan oleh infeksi, ensefalitis 10. Di Capua D, Garcia-Ptacek S, Garcia-Garcia ME,
autoimun dapat menjadi pertimbangan diagnosis Abarratequi B, Porta-Etessam J, Gracia-Morales I.
Extreme delta brush in a patient with anti-NMDAR
alternatif terutama apabila pemeriksaan awal infeksi encephalitis. Epileptic Disord. 2013;15(4):461-4.
menunjukkan hasil negatif dan ditunjang dengan 11. Kelley BP, Patel SC, Marin HL, Corrigan JJ,
kesesuaian klinis pasien. Diagnosis ensefalitis Mitsias PD, Griffith B. Autoimmune encephalitis:
antireseptor NMDA sebaiknya dipertimbangkan pathophysiology and imaging review of an overlooked

7 Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017


Laporan Kasus
diagnosis. Am J Neuroradiol. 2017;38(6):1970-8. 14. Machado S, Pinto AN, Irani SR. What you
12. Wiseman AC. Immunosupressive medications. Clin J should know about autoimmune encephalitis? Arq
Am Soc Nephrol. 2015;2015:08570814. Neuropsiquiatr. 2012;70(10):879-85.
13. Dalmau J. NMDA receptor encephalitis and other 15. Ahmad J, Sohail MS, Khan A, Qavi AH, Gaudel P,
antibody-mediated disorders of the synapse: The 2016 Zahid M, dkk. Anti-n-methyl-d-aspartate-receptor
Cotzias Lecture. Neurology. 2016;87(23):2471-82. (NMDAR) encephalitis in association with ovarian
teratoma. Cureus. 2017;9(7):e1425.

Neurona Vol. 35 No. 1 Desember 2017 8

Anda mungkin juga menyukai