Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“BUT, PENYUSUTAN, AMORTISASI DAN REVALUASI”


Untuk Memenuhi Tugas Perpajakan
Dosen Pengampu :
Dianita Meirini,S.A., M.Si

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 3 :
1. Nurul Khoyum Ma’rifah ( 12405193047 )
2. Wilda Yati Khusna ( 12405193051 )
3. Ayyun Nurul Mahmudah ( 12405193071 )
4. Ulfi Apriliani ( 12405193081 )

SEMESTER III
JURUSAN MANAJEMEN BISNIS SYARIAH 3B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
OKTOBER 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala
karunianya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa
abadi tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurrohman, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
3. Bapak Nur Aziz Muslim, M.H.I, selaku Ketua Jurusan Manajemen Bisnis Syariah.
4. Ibu Dianita Meirini, S.A., M.Si , sebagai pembimbing yang telah memberikan
pengarahan dan koreksi sehingga makalah dapat terselesaikan
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT. dan tercatat
sebagai amal shalih. Akhirnya, makalah ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan
harapan adanya saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga karya ini
bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT.

Tulungagung, 2 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
A.Latar Belakang............................................................................................................4
B.Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C.tujuan penulisan..........................................................................................................4
BAB II :PEMBAHASAN
A. BUT...........................................................................................................................5
B. Penyusutan.................................................................................................................7
C. Amortisasi ...............................................................................................................12
D. Revaluasi ................................................................................................................15
BAB III : PENUTUP
A.kesimpulan................................................................................................................20
B.Saran.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang Undang nomor 7 tahun 1983 dst Undang
Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) pembebanan biaya atas
perolehan harta berwujud dan tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
tahun harus dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Penyusutan aktiva tetap dan
amortisasi harta tak berwujud tersebut dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan
(biaya fiskal). Pada dasarnya, tujuan penyusutan dan amortisasi aktiva tetap menurut UU PPh
(fiskal) sama dengan menurut akuntansi /komersial. Tujuan penyusutan dan amortisasi
komersial dimaksudkan untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat aktiva tetap
dan harta tak berwujud tersebut untuk dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung
laba neto.
Metode penyusutan dan amortisasi dalam akuntansi banyak jenisnya. Namun metode
penyusutan dan amortisasi untuk kepentingan penghitungan pajak telah diatur tersendiri dalam
UU PPh dengan tujuan adanya keseragaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud BUT?
2. Apa yang di maksud penyusutan?
3. Apa yang di maksud amortisasi?
4. Apa yang di maksud revaluasi?

C.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui BUT.
2. Untuk mengetahui penyusutan.
3. Untuk mengetahui amortisiasi.
4. Untuk mengetahui revaluasi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. BUT (Badan Usaha Tetap)


Pasal 2 ayat 5, Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.1
Sekalipun tidak berdomisili di Indonesia, namun cakupan aktivitasnya meliputi aktivitas
ekonomi yang menyangkut dengan perseorangan yang ada di Indonesia, termasuk
penerimaan premi dari pribadi orang Indonesia. Dalam hal ini aktivitas perusahaan
Asuransi. Beberapa perusahaan asuransi asing, sekalipun tidak berdomisili di Indonesia,
namun menerima premi dan menanggung perseorangan pribadi orang Indonesia, maka bisa
dikatakan sebagai bentuk usaha tetap, karena mengambil keuntungan di Indonesia.
Bentuk usaha tetap dapat digunakan oleh orang pribadi atau badan, diantara contoh
bentuk usaha tetap adalah cabang perusahaan luar negeri,kantor perwakilan perusahaan luar
negaeri, pabrik, bengkel, gedung kantor,proyek kontruksi,instalasi atau proyek perakitan,
pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, orang atau badan yang bertindak selaku
agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai perusahaan asuransi(luar negeri)
yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesian, pertambangan dan
penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran untuk eksplorasi pertambangan,
perikanan, pertenakan,pertanian,perkebunan, atau kehutanan.

Objek pajak yang dikenakan terhadap bentuk usaha tetap adalah (pasal 5 UU PPh)
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap itu sendiri
2. Penghasilan dari harta yang dimiliki oleh bentuk usaha tetap
3. Penghasilan kantor pusat dari usaha, kegiatan, penjualan barang atau pemberianjasa
di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap di Indonesia

1
Siti Kurnia dan Ely Suhayati, Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010

5
4. Penghasilan yang diterima oleh kantor pusat sehubungan dengan dividen, bunga
(termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalam sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang), royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah
dan penghargaan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya. Sepanjang terdapat
hubungan yang efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta/kegiatan yang
memberikan penghasilan yang dimaksud.2

Pajak yang mengatur badan usaha tetap


Undang-Undang dalam pasal 2 ayat 2 Pajak Penghasilan, yang mengatur tentang
penghasilan bentuk usaha tetap yang diatur perusahaan asing di Indonesia, yaitu penghasilan
yang didapat atau diperoleh di Indonesia. Pasal 5 ayat 2, yang mengatur Cakupan penghasilan
badan usaha tersebut di antara lain, meliputi:
1. Attribution Rule

Penghasilan suatu bentuk usaha tetap, dimana perusahaan tersebut merupakan perusahaan
asing di Indonesia yang memperoleh penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usahanya di
Indonesia. Contohnya, jika usaha tersebut bergerak di perdagangan, maka semua
penghasilan dari aktivitas perdagangan di Indonesia menjadi tanggungan pajak.
2. Force of Attraction

Penghasilan suatu perusahaan asing di Indonesia adalah semua penghasilan yang meliputi
aktivitas usaha sejenis, yang meliputi kegiatan usaha kantor pusat. Semua penghasilan
tersebut dihitung dan menjadi kewajiban pajak.

3. Effectively Connected

Perusahaan menerima penghasilan pasif, bisa berupa royalti atau pendapatan bunga dari
kegiatan bentuk usaha tetapnya di Indonesia yang memiliki hubungan efektif, dan dianggap
sebagai penghasilan yang harus menjadi kewajiban pajak yang harus dibayar atas
kegiatannya di Indonesia.

2
Chairil Anwar, Pedoman Lengkap Pajak Internasional Konsep,Strategi,dan Penerapan, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 2019

6
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak BUT
PKP bagi wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara
mengurangkan penghasilan dikurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan, laba,
serta penghasilan bruto yang dikurangi penghasilan tidak kena pajak.

Tarif Pajak BUT


Pemerintah menerapkan tarif pajak sebesar 25% untuk penghasilan kena pajak BUT yang
baru mulai berlaku pada tahun pajak 2010. Tidak hanya si wajib pajak luar negeri, tarif ini juga
berlaku untuk wajib pajak badan dalam negeri. Hal itu ditegaskan pemerintah dalam perubahan
UU PPh Nomor 36/2008 yang tertuang dalam pasal 17 ayat (2a) UU tersebut.
Sebelumnya tarif pajak bagi BUT dan wajib pajak badan dalam negeri berlaku progresif
sesuai besaran penghasilan kena pajak perusahaan tersebut. Tarif pajak yang berlaku pada UU
PPh Nomor 17/2000 ditetapkan sebesar 10-30%, mulai dari penghasilan kena pajak
Rp50.000.000 hingga Rp100.000.000 ke atas. Perlu diingat, penghasilan kena pajak sesudah
dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%. Kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

B. Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa yang
diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aktiva
tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aktiva dibebankan secara bertahap.
Pengakuan akan adanya penurunan nilai akiva/harta berwujud yang didistribusikan
secara sistematis menjadi biaya (expense) dalam setiap periode akuntansi.
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa
manfaat harta berwujud melalui penyusutan.
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus
hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan,
kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh
penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaannya untuk

7
memperoleh penghasilan, misalnya tanah dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan
keramik, atau perusahaan batu bata.
Yang dimaksud dengan “pengeluaran untuk memperoleh tanah hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali” adalah biaya perolehan tanah berstatus hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai dari pihak ketiga dan pengurusan hak-hak tersebut
dari instansi yang berwenang untuk pertama kalinya, sedangkan biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai diamortisasikan selama jangka waktu hak-hak
tersebut.
Sesuai dengan pembukuan Wajib Pajak, alat-alat kecil (small tools) yang sama atau
sejenis dapat disusutkan dalam satu golongan. Ketentuan mengenai penyusutan aktiva/harta
berwujud diatur dalam pasal 11 undang-undang nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
2. Ketentuan tentang Penyusutan menurut pasal 10 UU PPh
a. Harta yang dapat yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang menjadi objek pajak, kecuai tanah.

b. Harta yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara


penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal, misalnya: bangunan untuk tempat tinggal
karyawan bukan di daerah terpencil yang ditetapkan Menteri Keuangan. Keuntung penjualan
harta tersebut merupakan objek PPh, namun apabila terjadi kerugian tidak dapat dibebankan
sebagai biaya fiskal.

c. Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta
yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan
hrta tersebut. Dengan persetujuan Direktorat Jenderal Pajak, penyusutan dapat dimulai pada
bulan harta tersebut dipergunakan.

3. Harga/Nilai Perolehan Aktiva Tetap

Penentuan harga prolehan aktiva tetap sangat penting karena harga perolehan menjadi dasar
untuk menghitung besarnya biaya penyusutan tiap-tiap tahun. Adapun ketentuan sesuai dengan
pasal 10 UU PPh, penentuan harga perolehan aktiva tetap sebagai berikut:

8
a. Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yangtidak
dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima
sedangkan apabila terdapat hubungan istemewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan
atau diterima.

b. Nilai perlehan atau niai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan aau diterima berdasarkan harga pasar.

c. Nilai perolehan atau nilai pengalihan hata yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, pleburan pemekaran, pemecahan, atau pengmbilalihan usaha adalah jumlah
yang seharunya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecualiditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.

d. Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah:

1) Yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang meneima pengalihan,
sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan
Direktur Jenderal Pajak.
2) Yang tidak memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak bagi yang menerim pengalihan,
sama dengan nilai pasar dan harta tersebut.
3) Dasar penilaian harta yang dialihkan dalam rangka penyetoran modal (inbreng) bagi
badan yang menerima pengalihan, sama dengan nilai pasar dari harta tesebut.

4. Waktu Dilakukannya Penyusutan

a. pada bulan dilakukannya pengeluaran; atau


b. pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama
dihitung secara pro-rata; atau
c. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; atau
d. dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pada bulan harta tersebut mulai
menghasilkan yakni saat mulai berproduksi dan bukan saat diterima atau diperolehnya
penghasilan

9
5. Tarif penyusutan dan golongan aktiva berwujud menurut UU PPh

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta
Masa Manfaat Metode Garis Metode Saldo
Berwujud
Lurus Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% –
Tidak Permanen 10 tahun 10% –

6. Metode Penyusutan
Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah
diatur dalam pasal 11 UU PPh :
1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance
method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan
2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.
a. Metode garis lurus (straight line method)

Dasar penyusutan adalah harga perolehan. Penyusutan dengan metode garis lurus
adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan
bagi harta tersebut.

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode garis lurus :

PT. Citruk membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 11 Juli 2012, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

10
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2012 Rp. 100.000.000 25% Rp. 12.500.000 Rp. 87.500.000
2013 25% Rp. 25.000.000 Rp. 62.500.000
2014 25% Rp. 25.000.000 Rp. 37.500.000
2015 25% Rp. 25.000.000 Rp. 12.500.000
2016 25% Rp. 12.500.000 Rp. 0

Keterangan :

Untuk tahun 2012 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya
perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2012 sehingga biaya yang diperkenankan
hanya dari bulan Juli 2012 sampai Desember 2012 yaitu selama 6 bulan.
Untuk tahun 2016 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 25% x biaya
perolehan, karena sisa masa manfaat hanya untuk bulan Januari 2014 sampai Juni 2014 yaitu
selama 6 bulan.

b. Metode saldo menurun (declining balance method)

Dasar penyusutan adalah nilai sisa buku fiskal. Penyusutan dengan metode saldo
menurun adalah penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku. Cara perlakuan nilai sisa buku suatu aktiva tetap pada akhir
masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun adalah nilai sisa buku suatu
aktiva pada akhir masa manfaat yang disusutkan dengan metode saldo menurun harus
disusutkan sekaligus

Contoh Penghitungan penyusutan dengan metode saldo menurun:

PT. ZekRed membeli sebuah aktiva yang termasuk dalam kelompok I harta berwujud seharga
Rp.100.000.000 pada tanggal 9 Juli 2010, maka pembebanan atas biaya penyusutan aktiva
tersebut berdasarkan metode saldo menurun adalah sebagai berikut :

11
Tahun Harga Perolehan %Penyusutan Biaya Penyusutan Nilai Sisa Buku
2010 Rp. 100.000.000 50% Rp. 25.000.000 Rp. 75.000.000
2011 50% Rp. 32.500.000 Rp. 32.500.000
2012 50% Rp. 16.250.000 Rp. 16.250.000
2013 50% Rp. 8.125.000 Rp. 8.125.000
2014 Disusutkan sekaligus 50% Rp. 8.125.000 Rp. 0

Keterangan : 3

Untuk tahun 2010 biaya penyusutan dihitung berdasarkan 6/12 x 50% x biaya
perolehan, karena pembelian dimulai pada bulan Juli 2010 sehingga biaya yang diperkenankan
hanya dari bulan Juli 2010 sampai Desember 2010 yaitu selama 6 bulan. 4

C. Amortisasi

1. Pengertian Amortisasi
Amortisasi adalah pengalokasian biaya untuk memperoleh harta tidak
berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.5 Adapun berbagai jenis
pengeluaran yang dapat digolongkan menjadi harta tak berwujud antara lain: hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, biaya pendirian dan biaya perluasan modal.6

2. Metode Amortisasi
Adapun metode-metode yang digunakan dalam penghitungan amortisasi adalah
sebagai berikut :
a. Dalam bagian-bagian yang sama setiap tahun selama masa manfaat (garis
lurus)
b. Dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan menerapkan tarif
(saldo menurun). Amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode

3
Mardiasmo,perpajakan,(yogyakarta:andi yogyakarta,2009)h 119
4
Suandy erly,perencanaan,(jakarta:salemba empat,2001)
5
Siti Kurnia Rahayu, PERPAJAKAN INDONESIA Konsep dan Aspek Formal,(Yogyakarta: GRAHA
ILMU,2010) hlm.37
6
Djoko Muljono dan Baruni Wicaksono, Akuntansi Pajak Lanjutan, (Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET, 2009)
hlm.147

12
saldo menurun pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud
atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus

3. Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi


Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan
sebagai berikut:

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Tak
Masa Manfaat
Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun

Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%


Kelompok 2 8 Tahun 12.5% 25%
Kelompok 3 16 Tahun 6.25% 12.5%
Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak
berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam
melakukan amortisasi. Wajib pajak dapat melakukan amortisasi sesuai dengan metode
yang dipilihnya berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya dari tiap harta tak
berwujud. Tarif amortisasi yang diterapkan didasarkan pada kelompok masa manfaat
sesuai dengan tabel diatas. Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak
tercantum pada kelompok masa manfaat yang ada, maka wajib pajak menggunakan
masa manfaat yang terdekat.
Misalnya harta tak berwujud dengan masa manfaat yang sebenarnya 6 tahun
dapat menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Dalam hal masa
manfaat yang sebenarnya 5 tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi
dengan menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.7

4. Amortisasi Berdasar Metode Satuan Produksi

7
Thomas Sumarsan, PERPAJAKAN INDONESIA: Pedoman Perpajakan Lengkap berdasarkan Undang-undang
Terbaru,Edisi Kelima, (Jakarta: Penerbit Indeks,2017) hlm.179-180

13
a. Hak atau Pengeluaran di bidang Penambangan minyak dan gas bumi

Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada amortisasi atas


pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi. Dalam
hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase tariff
amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara
realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan
taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang
dapat diproduksi.

Contoh: Pada tahun 2001 PT Dira Oil mengeluarkan uangnya sebesar Rp.
1.000.000.000,00 unutk memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan
minyak bumi ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi bumi tahun 2002 mencapai
1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2002 adalah:

Perhitungan Amortisasi :

Tarif amortisasi = (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%

= (1.500.000 : 5.000.000) x 100%

= 30%

Amortisasi 2002 = 30% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 300.000.000,00

Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang


diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum diamortisasi,
maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.

b. Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan,
hak pengusahaan sumber, dan hasil alam lainnya

Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20%


setahun, diterapakan pada amortisasi atas:

14
 Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas
bumi

 Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan

 Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan hasil alam


lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Contoh: PT DiraWood pada tahun 2002 mengeluarkan uang


sebesar Rp. 1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan hutan.
Potensi hak pengusahaan hutan adalah 20.000.000 ton. Jumlah produksi
pada tahun 2002 adalah sebesar 8.000.000 ton. Jumlah yang diamortisasi
dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun 2002
adalah sebesar:

(8.000.000 : 20.000.000) ton x Rp. 1.000.000.000,00 =

40% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 400.000.000,00

Jumlah yang telah diamortisasi maksimum adalah 20% dari


pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah sebesar 20%
x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 200.000.000,00

D. Revaluasi
1. Pengertian Revaluasi

Revaluasi adalah suatu penyesuaian yang bertujuan untuk mencerminkan kemampuan


dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Fungsi revaluasi adalah penilaian kembali nilai aktiva
tetap pada saat akhir masa pemakaian. Jika suatu aktiva tetap sudah habis masa umur
ekonominya, tetapi ternyata aktiva tetap tersebut masih dapat digunakan lagi untuk beberapa
tahun kemudian tersebut akan dinilai kembali.Revaluasi hanya boleh dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan dan penetapan Menteri Keuangan.8

8
Rimsky K. Judisseno,Pajak & Strategi Bisnis,(Jakarta:PT.Gramedia Utama Pustaka,2005) hlm.197

15
Wajib pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah WP badan dalam negri BUT (tidak
termasuk yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang $US) dengan
syarat:
a) Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
b) Aktiva yang dilakukan penilaian kembali adalah aktiva tetap berwujud yang terletak
atau berada di Indonesia, yang dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
c) Penilaian kembali dapat meliputi seluruh atau sebagian aktiva tetap perusahaan
termasuk aktiva tetap yang sudah pernah dilakukan penilaian kembali, dan
dilakukan paling banyak 1kali dalam tahun buku yang sama.
d) Penilaian kembali dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai yang wajar dari
aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali yang ditetapkan oleh
perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang diakui/memperoleh izin dari
pemerintah.9

2. PPh Revaluasi
Selisih lebih hasil revaluasi setelah dikompensasikan terlebih dahulu dengan
sisa-sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya dikenakan PPh bersifat final sebesar
10% dari kerugian sebelumnya. Kompensasi kerugian fiskal harus dilakukan terlebih
dahulu meskipun dalam tahun pajak dilakukannya penilaian kembali terdapat
penghasilan kena pajak dari keuntungan usaha ataupun sumber lainnya.
Contoh: PT Mandala Bakti awal tahun 2009 melakukan revaluasi aktiva tetap dengan
nilai buku Rp250.000.000 menjadi sebesar Rp1.200.000.000, dan PT Mandala Bakti
mempunyai kumulatif rugi fiskal tahun sebelumnya sebesar Rp700.000.0000. Maka PT
Mandala Bakti harus membayar PPh final hasil revaluasi sebesar 10% x
(Rp1.200.000.000 – Rp250.000.000 – Rp700.000.000) = Rp25.000.000

3. Pembayaran PPh Atas Revaluasi


WP yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan melunasi sekaligus
PPh yang terutang dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran paling
lama 12 bulan. Apabila PPh yang terutang lebih dari Rp 2 triliun dapat lebih dari 1
tahun, paling lama 5 tahun, dan besarnya angsuran ditetapkan secara prorate
setiaptahunnya. Batas lamanya angsuran adalah :
No PPh yang terutang Lama angsuran
1 Di atas Rp 2 triliun sampai dengan Rp 4 triliun 2 tahun
2 Di atar Rp 4 triliun sampai dengan Rp 6 triliun 3 tahun
3 Di atas Rp 6 triliun sampai dengan Rp 8 triliun 4 tahun
4 Di atas Rp 8 triliun 5 tahun

9
Djoko Muljono,Panduan Brevet Pajak: Pajak Penghasilan,(Yogyakarta:CV. ANDI OFFSET,2010) hlm.218

16
Keterlambatan pembayaran dan pembayaran PPh terutan secara angsuran
dikenakan sanksi administrasi sebulan 2% dari PPh yang kurang dibayar.
Contoh: PPh yang terutang atas revaluasi PT MB sebesar Rp25.000.000 diajukan
permohonan angsuran selama 10 tahun, sehingga PPh tersebut adalah:
No Bulan Pokok Bunga Jumlah Anggaran
1 Pertama 2.500.000 2% X 1 X 25.000.000 = 500.000 3.000.000
2 Kedua 2.500.000 2% X 2 X 22.500.000 = 900.000 3.400.000
3 Ketiga 2.500.000 2% X 3 X 20.000.000 = 1.200.000 3.700.000
4 Keempat 2.500.000 2% X 4 X 17.500.000 = 1.400.000 3.900.000
5 Kelima 2.500.000 2% X 5 X 15.000.000 = 1.500.000 4.000.000
6 Keenam 2.500.000 2% X 6 X 12.500.000 = 1.500.000 4.000.000
7 Ketujuh 2.500.000 2% X 7 X 10.000.000 = 1.400.000 3.900.000
8 Kedelapan 2.500.000 2% X 8 X 7.500.000 = 1.200.000 3.700.000
9 Kesembilan 2.500.000 2% X 9 X 5.000.000 = 900.000 3.400.000
10 Kesepuluh 2.500.000 2% X 10 X 2.500.000 = 500.000 3.000.000
25.000.000 11.000.000 36.000.000

4. PERHITUNGAN PENYUSUTAN SETELAH REVALUASI


Dasar penyusunan fiscal aktiva tetap perusahaan yang telah memperoleh
persetujuan penilaian kembali mulai bulan dilakukannya penilaian kembali adalah nilai
sisa buku fiscal baru.
Nilai fiskal baru kelompok bangunan dan bukan kelompok bangunan yang
penyusutannya menggunakan metode garis lurus merupakan nilai perolehan fiskal baru
aktiva tetap perusahaan pada tanggal penilaian.
Sisa manfaat fiskal aktiva tetap perusahaan yang telah dilakukan penilaian
kembali, mulai bulan dilakukannya penilaian kembali disesuaikan menjadi masa
manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap perusahaan tersebut.
Dasar penyusutan fiskal dari sisa manfaat fiskal aktiva tetap perusahaan untuk
menghitung penyusutan dalam bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan
dilakukannya penilaian kembali adalah dasar penyusutan fiskal dari sisa masa manfaat
fiskal pada awal tahun pajak bersangkutan, dan penyusutan fiskal dihitung secara garis
lurus sesuai banyaknya bulan bagian tahun pajak tersebut.
Penyusutan fiskal aktiva tetap perushaan yang tidak memperoleh persetujuan
penilaian kembali tetap mempergunakan dasar penyusutan fiskla dari sisa manfaat
fiskal semula sebelum penilaian kembali.
Contoh: Nilai buku aktiva kelompok I saat disetujuinya revaluasi PT. MB adalah
sebesar Rp 250.000.000, dari nilai perolehan September 2005 sebesar Rp
1.000.000.000 yang disusut menggunakan metode garis lurus. Persetujuan revaluasi

17
dari Dirjen Pajak menjadi nilai aktiva setelah revaluasi sebesar Rp 1.000.000.000
terjadi pada 25 Agutus 2008. Besarnya penyusutan tahun 2008 dan seterusnya dari
aktiva tersebut dihitung menjadi:
No Tahun Harga Penyusutan dengan Garis Lurus Nilai Buku
perolehan Akhir Tahun
Sebelum Revaluasi
1 2005 1.000.000.000 25% x 4/12 x 1.000.000.000 = 83.333.333 916.666.667
2 2006 25% x 12/12 x 1.000.000.000 = 250.000.000 666.666.667
3 2007 25% x 12/12 x 1.000.000.000 = 250.000.000 466.666.667
4 2008 25% x 8/12 x 1.000.000.000 = 166.666.667 250.000.000
750.000.000
Setelah Revaluasi
1 2008 1.200.000.000 25% x 4/12 x 1.200.000.000 = 100.000.000 1.100.000.000
2 2009 25% x 12/12 x 1.200.000.000 = 300.000.000 800.000.000
3 2010 25% x 12/12 x 1.200.000.000 = 300.000.000 500.000.000
4 2011 25% x 12/12 x 1.200.000.000 = 300.000.000 200.000.000
5 2012 25% x 8/12 x 1.200.000.000 = 200.000.000 0
1.200.000.000
1.200.000.000

5. Pengalihan Aktiva Tetap Setelah Revaluasi


Pengalihan aktiva tetap perusahaan yang memperoleh persetujuan penilaian kembali
sebelum berakhirnya masa manfaat baru, dikenakan PPh yang bersifat Final sebesar 20%
dari selisih lebih penilaiankembali di atas nilai sisa buku fiskal semula tanpa
dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya, kecuali:

 Pengalihan aktiva tetap perushaan yang bersifat force majeur, berdasarkan keputusan
kebijakan pemerintah keputusan pengadilan, atau
 Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka memnuhi persyaratan penggabungan
peleburan atau pemekaran usaha untuk tujuan perpajakan, atau
 Pengalihan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena mengalami kerusakan berat
yang tidak bisa diperbaiki lagi.

Contoh: Pada tanggal 9 April 2008, Aktiva PT. MB Contoh 8.5 yang telah direvaluasi
dialihkan kepada PT. Saudara Muda dengan nilai Rp 750.000.000. Atas pengalihan aktiva

18
yang telah dilakukan revaluasi tersebut, dikenakan PPh Final dihitung: 20% x (Rp
1.200.000.000 – Rp 250.000.000) = Rp 190.000.000.

6. Keuntungan dan Kerugian Penjualan Aktiva Tetap Setelah Revaluasi


Keuntungan atau kerugian dari penjualan aktiva tetap perusahaan yang telah
dilakukan revaluasi sebesar selisih antara nilai pengalihan dengan nilai sisa buku fiskal
pada saat pengalihan atau pengurang penghasilan bruto

Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali sampai dengan
sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal bukan merupakan objek pajak.

Selisih lebih penilaian kembali secara fiskal lebih besar daripada selisih lebih
penilaian kembali secara komersial, pemerian shama bonus atau pencatatan tambahan nilai
nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan objek pajak hanya sampai dengan
selisih penilaian kembali secara komersial.
Contoh: Pengalihan harta tanggal 9 April 2008 Contoh 8.7 terhadap aktiva yang telah
dilakukan revaluasi pada PT. MB, perhitungan laba atau ruginya adalah:

Nilai Buku Penyusutan tahun 2008 Nilai Buku Nilai Laba


Awal sebelum dialihkan Saat Peralihan Pengalihan
Tahun dialihkan harta
800.000.000 25% x 3/12 x 1.200.000.000 = 700.000.000 750.000.000 50.000.000
100.000.000

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang
masa yang diestimasi. Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara
mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta berwujud melalui
penyusutan.
Amortisasi adalah pengalokasian biaya untuk memperoleh harta tidak
berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. Adapun metode-metode yang
digunakan dalam penghitungan amortisasi adalah metode garis lurus dan metode saldo
menurun.
Revaluasi adalah suatu penyesuaian yang bertujuan untuk mencerminkan
kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya. Fungsi revaluasi adalah penilaian
kembali nilai aktiva tetap pada saat akhir masa pemakaian. Jika suatu aktiva tetap sudah
habis masa umur ekonominya, tetapi ternyata aktiva tetap tersebut masih dapat
digunakan lagi untuk beberapa tahun kemudian tersebut akan dinilai kembali.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini semoga bisa menjadi wawasan bagi kita semua.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah dan pembuatan berikutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Chairil, Anwar. 2019. Pedoman Lengkap Pajak Internasional Konsep,Strategi,dan Penerapan.


Jakarta. Gramedia Pustaka Utama

Djoko Muljono, 2010, Panduan Brevet Pajak: Pajak Penghasilan, Yogyakarta:CV. ANDI
OFFSET

Mardiasmo, 2009, Perpajakan, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.

Rimsky K. Judisseno, 2005, Pajak & Strategi Bisnis, Jakarta: PT.Gramedia Utama Pustaka.

Siti Kurnia. Ely Suhayati. 2010. Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta. Graha
Ilmu

Suandy Erly, 2001, Perencanaan Pajak, Jakarta: Salemba Empat.

Siti Kurnia Rahayu. 2010. PERPAJAKAN INDONESIA Konsep dan Aspek Formal.
Yogyakarta: GRAHA ILMU

Djoko Muljono. Baruni Wicaksono. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Yogyakarta: CV.
ANDI OFFSET

Thomas Sumarsan. 2017. PERPAJAKAN INDONESIA: Pedoman Perpajakan Lengkap


berdasarkan Undang-undang Terbaru,Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Indeks

21

Anda mungkin juga menyukai