Anda di halaman 1dari 17

PERPAJAKAN

PPH UMUM

KELOMPOK : 01

1. NI KADEK NAOMI DIAN PERMATASARI 03/2002622010279


2. NI PUTU EKA MARHENI 05/2002622010281
3. NI KOMANG AYU TRIWAHYUNI 11/2002622010287
4. KOMANG TRI EKA SATYA 14/2002622010290
5. I PUTU GEDE HENDRA ARDIANA 31/2002622010307

DOSEN PENGAMPU : MADE DONI PERMANA PUTRA, SE.,M.Si

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas Berkat Rahmatnya
kami dapat menyelesaikan Makalah Pph Umum Ini tepat pada waktunya. Sehingga kami selaku
para penyusun telah berusaha dengan sangat maksimal demi kesempurnaan penyusunan makalah
ini. Saran dan kritik yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penyusun demi
kesempurnaan dalam penulisan Makalah Pph Umum. Pihak pihak yang berkenan meluangkan
waktu , tenaga serta pikiran untuk menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami sampaikan
ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Made Doni Permana Putra, SE.,M,Si selaku dosen mata kuliah Perpajakan 1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mahasaraswati Denpasar.
2. Serta pihak- pihak yang telah membantu dalam lancarnya pembuatan Makalah Pph Umum
ini.

Dalam penyajian makalah ini mungkin masih banyak kekurangan maka dari itu kami
memohon maaf . Kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan
untuk pembacanya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II ............................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Subjek Pajak .................................................................................................... 3
2.2 Kewajiban Pajak Subyektif ................................................................................................ 4
2.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak .......................................................................................... 6
2.4 Objek Pajak ......................................................................................................................... 7
2.5 Tidak Termasuk Objek Pajak ........................................................................................... 8
2.6 Pembukuan dan Pencatatan ............................................................................................. 11
2.7 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak .................. 11

BAB III......................................................................................................................................... 13
PENUTUP .................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Penghasilan adalah salah satu objek pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak
penghasilan tergolong pajak subjektif, yaitu pajak yang mempertimbangkan keadaan
pribadi wajib pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak. Keadaan wajib pajak
yang tercermin pada kemampuannya membayar pajak, yaitu daya bebannya ikut
dipertimbangkan sebagai dasar utama dalam menentukan berapa besar jumlah pajak yang
dibebankan kepadanya.
Sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No.28 tahun 2007 pasal 2 ( 1 ), Wajib
Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktor Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan wajib pajak. Bagi Indonesia, Pajak Merupakan salah satu sumber pendapatan
yang penting bagi Negara.

1.2 Rumusan Masalah

1. Subyek Pajak dan Wajib Pajak.


2. Kewajiban Pajak Subyektif.
3. Tidak Termasuk Subyek Pajak.
4. Obyek Pajak.
5. Tidak Termasuk Obyek Pajak.
6. Pembukuan dan Pencatatan.
7. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak.

1
1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Subyek Pajak dan Wajib Pajak.


2. Untuk Mengetahui Kewajiban Pajak Subyektif.
3. Untuk Mengetahui Apa saja Yang Tidak Termasuk Subyek Pajak.
4. Untuk Mengetahui Obyek Pajak.
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak.
6. Untuk Mengetahui Pembukuan dan Pencatatan.
7. Untuk Mengetahui Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Subjek Pajak

Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk


perorangan (pribadi) atau badan (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tetapi
bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai
atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan
disebut wajib pajak.
➢ Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri
Di Indonesia, kita mengenal pembagian subjek pajak menjadi dua yakni subjek pajak
dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Apa itu subjek pajak dalam negeri dan luar negeri,
ulasan di bawah ini akan menjawab pertanyan Anda.
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri ditentukan berdasarkan domisili pendiriannya atau
lamanya suatu aktivitas bisnis dilakukan di Indonesia.
Subjek pajak dalam negeri bisa berupa orang perorangan, badan dan warisan yang belum
dibagi. Jika orang perorangan lahir di Indonesia atau telah tinggal selama lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat
disebut sebagai subjek pajak pribadi dalam negeri.
Begitu juga dengan badan. Suatu badan dapat disebut sebagai subjek pajak dalam negeri
ketika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia selama lebih dari 183
hari. Namun, unit tertentu dari badan pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau pembiayaannya bersumber dari APBN/APBDdikecualikan
dari ketentuan ini. Badan yang dikecualikan tersebut diatur oleh ketentuan subjek pajak
khusus di bawah kebijakan pemerintah pusat atau daerah. Contoh dari badan yang
dikecualikan tersebut adalah BUMN/BUMD.

3
Sementara itu, warisan yang belum terbagi dinyatakan sebagai subjek pajak
dalam negeri karena menggantikan satu kesatuan dari pewaris, mendapat perlindungan
hukum Indonesia dan melakukan aktivitas ekonomi di Indonesia.
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan dan badan usaha tetap yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bisnis di
Indonesia.
➢ Perbedaan subjek pajak dalam negeri dan luar negeri
Setelah mengetahui pengertian dari sibjek pajak dalam negeri dan luar negeri,
sekarang saatnya kita membahas perbedaan mendasar di antara keduanya.
Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:
a. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar
negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia.
b. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak
berapa pun nilainya.
c. Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
(SPT) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang
dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan
SPT Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
2.2 Kewajiban Pajak Subyektif

Pajak subjektif merupakan pajak yang pengenaan beban pajaknya memperhatikan pribadi
wajib pajak atau dapat disebut dengan subjek pajak. Dimana kemudian baru menetapkan objek
pajaknya. Dalam hal ini keadaan pribadi seorang wajib pajak sangat mempengaruhi besarnya

4
jumlah pajak yang terutang. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pajak subjektif dilihat
dari individu atau orang pribadi yang menjadi wajib pajak. Pada dasarnya setiap orang yang
bertempat tinggal di wilayah Indonesia memiliki kewajiban dalam melakukan pembayaran pajak.
Namun, khusus bagi warga negara asing, apabila mereka memiliki keterkaitan secara ekonomis
seperti menjadi pengusaha di Indonesia, maka memiliki kewajiban pajak. Yang termasuk ke dalam
kategori pajak subjektif adalah pajak penghasilan atau PPh.
Pajak penghasilan yang biasa disebut dengan PPh adalah pajak yang dikenakan atas
penghasilan yang didapat atau diperoleh dalam tahun pajak. PPh akan dikenakan atau dibebankan
pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak. PPh sendiri memiliki
beberapa jenis pajak meliputi:
a. PPh pasal 21
Yang merupakan pajak atas penghasilan seperti gaji, honorarium, upah dan dan
lainnya. Tarif PPh pasal 21 pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tarif PPh 21 untuk
penerima penghasilan atau wajib pajak yang memiliki NPWP. Kemudian penerima
penghasilan atau wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Selain itu, tarif pajak
penghasilan atau PPh 21 juga ditentukan berdasarkan penghasilan yang diterima oleh
wajib pajak setiap tahunnya. Hal ini berarti semakin tinggi penghasilan yang diterima
maka semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan.
b. PPh pasal 15
Yang merupakan laporan pajak yang memiliki hubungan dengan norma
perhitungan khusus bagi setiap golongan wajib pajak tertentu.
c. PPh pasal 22
Yang merupakan pemungutan pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan
impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah.
d. PPh pasal 23
Pajak yang dipotong dari wajib pajak ketika terjadi sebuah transaksi yang
meliputi transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa dan lainnya.
Serta penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan,
ataupun jasa.
Sedangkan pajak objektif hanya memperhatikan sifat obyek pajak tanpa
memperhatikan keadaan maupun kondisi wajib pajak yang bersangkutan. Pajak

5
objektif dikenakan pada setiap orang dengan ketentuan jika penghasilan yang dimiliki
telah memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pajak objektif bisa
meliputi beberapa golongan seperti:
a. Pihak yang menggunakan benda kena pajak.
b. Pajak yang berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki, kepemilikan barang-
barang mewah, dan pemindahan harta dari Indonesia ke negara lain.

2.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak

Label bukan subjek pajak penting dalam Pajak Penghasilan. Dengan status bukan subjek
pajak, walaupun berkantor di Indonesia dan melakukan kegiatan di Indonesia, tetapi tetap
dianggap “tidak berada” di Indonesia.
Menurut undang-undang, ada 3 golongan bukan subjek pajak:
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan
warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :
1. Bukan warga negara Indonesia dan
2. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
▪ Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang
diangkat atau ditunjuk langsung oleh induk organisasi
internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau

6
jabatan pada kantor perwakilan organisasi internasional tersebut
di Indonesia. (Pasal 1 PMK-215/PMK.03/2008 stdd PMK-
156/PMK.010/2015)
2.4 Objek Pajak

Objek pajak adalah penghasilan atau disebut juga setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dikonsumsi atau meningkatkan harta kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

1) Penghasilan karena pekerjaan / jasa, gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,


bonus, gratifikasi, uang pensiun dan imbalan lainnya terkecuali ditentukan lain
dalam Undang-undang.
2) Hadiah undian, hadiah dari pekerjaan atau kegiatan dan hadiah penghargaan
3) Laba usaha
4) Keuntungan penjualan atau keuntungan dari pengalihan harta
5) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
6) Keuntungan yang diperoleh karena adanya pengalihan harta kepada para
pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya seperti :
a. Keuntungan likuidasi, keuntungan penggabungan, keuntungan peleburan,
keuntungan pemekaran, keuntungan pemecahan, keuntungan
pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa
pun.
b. Keuntungan dari pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

7
c. Keuntungan dari penjualan / pengalihan sebagian atau semuanya dari hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang sudah dibebankan menjadi
biaya dan pembayaran tambahan dari pengembalian pajak.
7) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang
8) Dividen, termasuk yang diberikan perusahaan asuransi kepada pemegang polis,
dan pembagian SHU ( Sisa Hasil Usaha ) koperasi.
9) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
10) Sewa dan penghasilan lain yang berhubungan dengan penggunaan harta
11) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
12) Keuntungan yang diperoleh karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
13) Keuntungan selisih kurs mata uang asing
14) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
15) Premi asuransi
16) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
17) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
18) Penghasilan dari usaha berbasis syariah
19) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
20) Surplus Bank Indonesia.
2.5 Tidak Termasuk Objek Pajak

Mengacu pada Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam pasal
4 ayat 1 jika yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diperoleh atau diterima wajib pajak (baik wajib pajak berasal dari Indonesia
maupun luar Indonesia) yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan si wajib

8
pajak. Namun, dalam ayat 3 disebutkan ada beberapa pengecualian yang dinyatakan sebagai bukan
objek pajak penghasilan, di antaranya:

1) Bantuan atau sumbangan, termasuk di dalamnya zakat. Selain itu, ada juga harta
hibahan dari keluarga sedarah, lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, lembaga
sosial, dan orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil. Beberapa
yang disebutkan di atas termasuk bukan objek pajak sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2) Harta warisan juga tidak termasuk objek pajak penghasilan, namun Anda perlu
melaporkannya di dalam SPT Tahunan sebelum harta warisan tersebut dibagikan.
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh subjek pajak badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang
dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU
Pajak Penghasilan. Imbalan dalam bentuk natura di atas bukan dalam bentuk uang
dan bisa berbentuk barang. Sedangkan untuk kenikmatan, penjelasannya lebih
mengacu kepada hal-hal yang digunakan seperti fasilitas mobil, pengobatan,
rumah, dan lain sebagainya.
5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Dividen
harus memiliki persyaratan, di antaranya berasal dari cadangan laba yang ditahan
dan bagi perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan sahamnya paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

9
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun. Ini bisa dianggap sebagai bukan
objek pajak penghasilan jika pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8) Jika pensiunan memiliki penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya, maka juga bisa dianggap
sebagai bukan objek pajak. Namun masih dianggap jika dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia. Badan pasangan usaha harus memenuhi syarat-syarat berikut
yang mana merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan. Sisa lebih
tersebut telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau
penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut. Ketentuannya juga harus diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada wajib pajak tertentu,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. Itulah beberapa pengecualian yang tidak dijadikan objek pajak
penghasilan. Sebagai warga negara yang baik, ada kalanya kita mengetahui hal-hal
di atas.

10
2.6 Pembukuan dan Pencatatan

Pada awalnya, Undang-Undang nomor 6 tahun 1993 yang memuat tentang pengertian
pembukuan dan pencatatan sebagai bagian dari KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan). Namun terdapat beberapa kali perubahan atas Undang-Undang tersebut. Hasilnya,
diberlakukannya UU no.28 tahun 2007 sejak 1 Januari tahun 2008. Dalam UU nomor 28 tahun
2007 pasal 1 ayat 29 dijelaskan pengertian pembukuan. Pembukuan merupakan suatu proses
pencatatan yang teratur dalam mengumpulkan data juga informasi terkait keuangan. Data serta
informasi keuangan yang dimaksud yaitu:
a. Harta
b. Modal
c. Kewajiban
d. Penghasilan
Biaya dan jumlah pendapatan juga penyerahan atas barang maupun jasa pada periode pajak
tersebut. Sementara untuk pengertian pencatatan, dimuat dalam pasal 28 ayat 9 UU no.28 tahun
2007. Pencatatan diartikan sebagai langkah mengumpulkan data dengan cara teratur. Dimana data
yang dimaksud yaitu yang berkaitan dengan penerimaan, peredaran dan atau penghasilan bruto
yang dijadikan dasar perhitungan pajak terutang. Di situ termasuk juga penghasilan bukan objek
pajak dan atau yang dikenakan pajak bersifat final.

2.7 Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

A. Dasar Pengenaan Pajak (DPP)


merupakan harga jual, nilai ekspor atau impor, penggantian atau nilai yang digunakan
sebagai dasar dari penghitungan besarnya pajak yang terutang. Jadi, nilai dasar yang digunakan
untuk menghitung pajak terutang seperti PPN, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 4 ayat
(2), disebut dengan DPP, setelah mengetahui berapa besaran DPP, nilai pajak yang terutang dapat
diketahui dengan metode perhitungan, sesuai dengan regulasi yang berlaku.
B. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, secara umum Anda harus menghitung
penghasilan neto dalam setahun dengan cara mengurangi PKP (Penghasilan Kena Pajak) atau

11
penghasilan bruto dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Kemudian, Anda dapat memilih
salah satu dari ketiga cara di bawah ini sesuai dengan kebutuhan dan situasi saat ini, yaitu:
1) PKP untuk Wajib Pajak Badan
Bagi Wajib Pajak Badan, perhitungan PKP didapat dari penghasilan neto. Untuk
mendapatkan angka penghasilan neto yang tepat, maka rumus perhitungannya adalah
sebagai berikut:
Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU
PPh
2) PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Pembukuan
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan pembukuan, sesuai yang tertulis dalam Pasal 2A
ayat (6)UU PPh, ada tiga cara perhitungan untuk mendapatkan hasil PKP, yaitu:
• PKP = penghasilan neto – PTKP
• PKP = penghasilan neto – zakat – PTKP
• PKP = penghasilan neto – zakat – kompensasi rugi – PTKP
Untuk dapat menemukan penghasilan neto bagi PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
dengan pembukuan, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut:
Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU
PPh
3. PKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Norma Perhitungan
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Norma Perhitungan, untuk mendapatkan nominal
PKP dapat mengikuti rumus perhitungan sebagai berikut:
• PKP = penghasilan neto – PTKP
Dan untuk mendapatkan penghasilan netonya, maka Anda dapat menggunakan rumus
perhitungan sebagai berikut:
• Penghasilan neto = peredaran usaha x persentase NPPN

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak Pengahasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal naik dari Indonesia
maupun dari Luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah dan lain sebagainya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Firman, Z. (2020, Mei 05). Ketahui dan Pahami tentang Pajak dan Pajak Penghasilan. Retrieved
from flazztax: https://flazztax.com/2020/05/05/ketahui-dan-pahami-tentang-pajak-dan-
pajak-penghasilan-pph-pasal-21/

Firman, Z. (2020, Juni 08). Pahami Lebih Jauh tentang Jenis Umum Pajak Penghasilan. Retrieved
from flazztax: https://flazztax.com/2020/06/08/pahami-lebih-jauh-tentang-jenis-umum-
pajak-penghasilan/

Hafidh. ( 2020, Jun 24). Pencatatan dan Pembukuan Pajak. Retrieved from klikpajak.id:
https://klikpajak.id/blog/pencatatan-dan-pembukuan-pajak/

Irwanto, B. (2019, July 29). Subjek Pajak Dalam Negeri Atau Luar Negeri. Retrieved from
thinktax: https://www.thinktax.id/tax-flash/subjek-pajak-dalam-negeri-atau-luar-negeri

OnlinePajak. (2018, August 18). Subjek Pajak: Pengertian, Jenis dan Perbedaan yang Perlu Anda
Tahu. Retrieved from online-pajak: https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/subjek-
pajak

14

Anda mungkin juga menyukai