Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN UMUM

Disusun oleh :
1. Adi Pratama (226120110126)
2. Gusti Aryadi Sofiansayah (226120110121)
3. M. Irwan Al Anshori (226120110118)
4. Nasywa
5. Shinta
6. Elli
7. Dwi Shepia Nabila Putri

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA
2024
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang
kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul ” Pajak penghasilan umum”.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak ilmu-ilmu baru menyangkut
perpajakan anjutan dari berbagai sumber, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pengampu yang telah memberikan tugas,dukungan,dan
kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, dan semoga kami
dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut dengan sebaik-baiknya dan mapuh memberikan
sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah
ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Pangkalan Bun, 12 Maret 2024

Hormat kami,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
PENDAHULUAN..................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang.........................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................iii
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................iii
BAB II......................................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................1
2.1 Subjek Pajak ...............................................................................................
2.2 Objek Pajak ................................................................................................
2.3 Tarif Pajak Penghasilan...............................................................................
2.4 Cara Menghitung Pajak ..............................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
3.1 Kesimpulan..................................................................................................
3.2 Kritik dan Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam tiap-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan manusia, dan
selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum. Hukum mengatur tentang hak
dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh gaji / upah dari pekerjaan
membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk bekerja.
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh
penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian
kepada negara dalam bentuk untuk membantu negara dalam meninggikan
kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan memiliki gedung,
mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk menyumbang kepada negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian subjek pajak?
2. Apa pengertian objek pajak?
3. Apa pengertian tarif pajak penghasilan?
4. Bagaimana cara menghitung pajak?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mendefinisikan subjek pajak.

2. Untuk mendefinisikan objek pajak.

3. Untuk mengetahui tarif pajak penghasilan.

4. Untuk mengetahui cara menghitung pajak.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Subjek Pajak


Subjek pajak adalah istilah dari dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu
badan merupakan subjek pajak, tetapi bukan berarti orang atau badan itu punya
kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan
tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau
memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak
dan disebut wajib pajak.

Subjek Pajak juga dapat didefinisikan segala sesuatu yang dituju oleh
Undang-Undang Perpajakan untuk dikenakan pajak, sehingga subjek pajak
penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai penghasilan untuk dijadikan
sasaran pengenaan pajak. Penghasilan yang akan dikenakan pajak adalah
penghasilan dalam bentuk dan nama apapun yang memenuhi syarat objektif
maupun syarat subjektif untuk dipotong pajak. Pasal 2 ayat (1) dan ayat (1a)
Dalam UU Pajak Penghasilan, ditentukan bahwa yang menjadi Subjek Pajak
adalah:

1. Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat tinggal atau berada di
Indonesia atau berada di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek
pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti
dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD)
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
BUMN dan BUMD merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama
dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah.
Misalnya, lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam
pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan,
atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
4. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap (permanent establishment) merupakan subjek pajak
yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuk usaha tetap dapat berupa:
1) Tempat kedudukan manajemen;
2) Cabang perusahaan;
3) Kantor perwakilan;
4) Gedung kantor;
5) Pabrik;
6) Bengkel;
7) Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
11) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas:
12) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau
menanggung resiko di Indonesia.

2.1 Jenis Subjek Pajak


Pasal 2 ayat 2 Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri.

1. Subjek Pajak Dalam Negeri


Pasal 2 ayat (3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Orang pribadi yang berada
di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
Pada prinsipnya, orang pribadi yang menjadi subjek pajak
dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau
berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian. orang pribadi yang
bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia ditimbang menurut keadaan? Keberadaan orang pribadi di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah
harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut
berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
kedatangannya di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah. yang memenuhi
kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Penda patan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Peme- rintah Pusat
atau Pemerintah Daerah, dan
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.

Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak


saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan


menggantikan yang berhak
Warisan belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang. Pribadi
subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam
negeri dalam pengertian Undang-Undang ini mengikuti status
pewaris. warisan tersebut menggantikan, kewajiban ahli waris yang
berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban
perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang
pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena
pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 ayat (4) Subjek pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau


melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan
pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri.
Jadi, jika penghasilan tersebut diperoleh melalui bentuk usaha tetap,
terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenai pajak melalui
bentuk usaha tetap. Orang pribadi atau badan tersebut, statusnya
tetap sebagai subjek pajak luar negeri.
Bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau
badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima
atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, pengenaan pajaknya
dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.

Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan


sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap.

3. Bukan Subjek Pajak


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah:
a. Badan perwakilan negara asing
b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,
dengan syarat:
1) Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di
Indonesia.
2) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember
2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003, dengan
syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
2) Tidak Menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
d. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
574/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
243/KMK.03/2003, dengan syarat:
1) Bukan warga negara Indonesia
2) Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.2 Objek Pajak


Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima wajib pajak. Secara sederhana objek pajak adalah Penghasilan
yang dikenakan pajak.Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun.

1. Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah:


a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi,bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang- undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha atau penghasilan yang diperoleh perusahaan.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2) Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha.
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas pengguna hak.
i. Sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala atau yang memberi
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan Netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter,
notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
b. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
c. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga,
dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak
digunakan, dan sebagainya.
Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan
di atas, seperti :
1. Keuntungan karena pembebasan utang.
2. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
3. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
4. Hadiah undian.
Bagi wajib pajak dalam negeri, yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, yang menjadi objek pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
2. Tidak Termasuk Objek Pajak
a. Yang Tidak termasuk sebagai objek pajak adalah:
1) bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dari para penerima zakat yang berhak.
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
wajib pajak atau pemerintah.
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau
BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
2) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut.
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah.
disahkah oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang dinamakan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1) Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan, dan
2) Sahamnya tidak diperdagangkan dibursa efek di Indonesia.
2.3 Tarif Pajak Penghasilan
A. Kebijakan Tarif Pajak
Pengenaan besarnya pajak yang harus dibayarkan subjek pajak atas objek pajak
yang menjadi tanggungannya, tarif pajak umum-nya dinyatakan dengan
persentase. Semua jenis pajak mempunyai tarif yang berbeda-beda. Perbedaan
tarif pajak disesuaikan dengan sistem pajak Indonesia yang menggunakan sistem
tarif pajak pro-gresif yang disusun sesuai kebijakan pemerintah sesuai keadaan
ekonomi negara dan program pembangunan.
B. Macam-Macam Tarif Pajak
1. Tarif proporsional (a proportional tax rate structure) yaitu tarif pajak
yang presentasenya tetap meskipun terjadi perubahan dasar pengenaan
pajak. Dengan begitu, seberapa besarnya jumlah objek pajak,
persentasenya akan tetap.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Tarif regresif / tetap (a regresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan
selalu tetap sesuai peraturan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya (tidak berubah-ubah).
Contoh : Bea Meterai dengan nilai Rp10000
3. Tarif progresif (a progresive tax rate structure) yaitu tarif pajak akan
semakin naik sebanding dengan naiknya dasar pengenaan pajak. Contoh
Pajak Pengahsilan
Dasar pengenaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
(Pasal
17) yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai
berikut :
a) Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi atau Perorangan
Contoh :
1) Jumlah penghasilan kena pajak Tuan Abdul adalah Rp
42.000.000
Pajak penghasilan terutang :
5% x Rp 42.000.000 = Rp 2.100.000
2) Jumlah penghasilan kena pajak Tuan Burhan adalah Rp
90.000.000
Pajak penghasilan terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 45.000.000 = Rp 6.000.000 (+)
Rp 8.500.000
3) Jumlah penghasilan kena pajak Nyonya Sarah adalah Rp
300.000.000
Pajak penghasilsan terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 50.000.000 = Rp 12.500.000 (+)
Rp 45.000.0000
4) Jumlah penghasilan kena pajak Nyonya Sasfir adalah Rp
600.000.000
Pajak penghasilan terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000 (+)
= Rp 125.000.000
b) Untuk Wajib Pajak Badan atau Badan Usaha Tetap
Besarnya tarif pajak untuk Badan dan Bentuk Usaha Tetap sesuai
Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-undang PPh
adalah sebesar 25%, kecuali BUT tertentu yang penghasilannya
dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus,
maka tarifnya adalah tarif khusus yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
4. Tarif degresif (a degresive tax rate structure) yaitu kenaikan persentase
tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya
semakin meningkat. Dengan begitu apabila persentasenya semakin kecil,
jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Akan tetapi, bisa jadi lebih
besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin
besar.
C. Pengurangan Tarif Pajak
Khusus Wajib Pajak Badan diberikan fasilitas pajak berupa pengurangan
tarif pajak sebagaimana diamanatkan pada Pasal 31 E Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Pengaturan ditujukan kepada Wajib Pajak Badan dalam negeri
dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar
rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Sebagai contoh:
1. PT Amal karya tahun pajak 2011 memperoleh penghasilan dengan
peredaran bruto sebesar Rp 4.700.000.000,00 dan Penghasilan Kena
Pajaknya Rp 600.000.000,00. Karena peredaran bruto masih di bawah atau
kurang dari Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan Terutang = 50% x 25% (Rp 600.000.000,00) = Rp
75.000.000,00.
2. Peredaran usaha PT. jaya tahun pajak 2011 sebesar Rp 40.000.000.000,00
dan diperoleh Penghasilan Kena Pajak Rp 4.500.000.000,00.
Tata cara penghitungan PPh Terutang sebagai berikut:
a. Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas: 4.800.000.000,- x Rp 4.500.000.000,00 : Rp 40.000.000.000,-
= Rp 540.000.000,00
b. Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
mendapat fasilitas:
(Rp 40.000.000.000,00 - Rp 540.000.000,00) = Rp 39.460.000.000,00
PPh Terutang:
a. 50 % x 25 % (Rp 540.000.000,00) = Rp 67.500.000,00
b. 25% x (Rp 39.460.000.000,00) = Rp 9.865.000.000,00
Total PPh Terutang Rp 9.932.500.000,00
2.4 Cara Menghitung Pajak

CARA MENGHITUNG PAJAK


2.4.1 PENGHITUNGAN PAJAK TERUTANG
1. Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan
besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang-Undang PPh
dikenal dua golongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan
Wajib Pajak luar negeri.
2. Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan
cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.
3. Di samping itu terdapat cara penghitungan dengan mempergunakan Norma
Penghitungan Khusus, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak tertentu yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.Bagi Wajib
Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dibedakan
antara:
a. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. Wajib Pajak luar negeri lainnya. Contoh:
1. Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib
Pajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara
mengurangkan dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (1) UU PPh dengan pengurangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g UU PPh.
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan,
Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara
penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut.
- Peredaran bruto Rp6.000.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagih,dan memelihara penghasilan


Rp5.400.000.000,00 -

- Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 600.000.000,00

- Penghasilan lainnya Rp50.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan lainnya tersebut Rp30.000.000,00 (-)

Rp 20.000.000,00
+

- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00

- Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak badan) Rp 610.000.000,00 -


Pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak

Untuk Wajib Pajak orang pribadi (isteri + 2 anak) Rp


19.800.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak (bagi Wajib Pajak orang pribadi)

Rp 590.200.000,00

2. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU PPh dihitung dengan
menggunakan norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 UU PPh dan untuk Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) UU PPh.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak
menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan
contoh sebagai berikut.
- Peredaran bruto Rp4.000.000.000,00
- Penghasilan neto (menurut Norma Penghitungan)

misalnya 20% Rp 800.000.000,00

- Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)

- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 805.000.000,00

- Penghasilan Tidak Kena Pajak (isteri + 3 anak) Rp 21.120.000,00 (-)

- Penghasilan Kena Pajak Rp 783.880.000,00

3. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan
dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)UU PPh
dengan memerhatikan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh dengan
pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf g UU PPh.
Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, cara
penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya pada dasarnya sama dengan
cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri. Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk
menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung
dengan cara penghitungan biasa.
Contoh :

- Peredaran bruto
Rp10.000.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan Rp 8.000.000.000,00


(-)

Rp 2.000.000.000,00

- Penghasilan bunga Rp 50.000.000,00

- Penjualan langsung barang yang sejenis

dengan barang yang dijual bentuk usaha

tetap oleh kantor pusat Rp2.000.000.000,00

- Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan Rp1.500.000.000,00 (-)

Rp 500.000.000,00

- Dividen yang diterima atau diperoleh kantor

pusat yang mempunyai hubungan efektif

dengan bentuk usaha tetap Rp1.000.000.000,00


(+)

Rp3.550.000.000,00

- Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp 450.000.000,00


(-)

- Penghasilan Kena Pajak Rp3.100.000.000,00


4. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6) UU PPh dihitung berdasarkan
penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak
yang disetahunkan. Contoh:
Orang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai
subjek pajak dalam negeri adalah 3 (tiga) bulan dan dalam jangka waktu
tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) maka penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya
adalah sebagai berikut:

-Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00

-Penghasilan setahun sebesar:

(360 : (3x30)) x Rp150.000.000,00 Rp


600.000.000,00

-Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp


15.840.000,00 (-)

-Penghasilan Kena Pajak Rp


584.160.000,00

2.4.2 CARA MENGHITUNG PPh


Terdapat 3 kriteria dalam menghitung Pajak Penghasilan (PPh) WP
Badan, baik pada Perseroan, CV, maupun Yayasan:

Level Peredaran Tarif PPh Badan Sifat Pajak


Bruto
0 sampai 4.800.000.000 1% x peredaran bruto Bersifat final, tidak
(PP 46/2013) bisa
dikreditkan
4.800.00.000.000 Dapat fasilitas Tidak final
sampai keringanan 50%:
50.000.000.000,. 50% x (25%(4,8M/PB
x PKP)) +
(25% x PKP)
Diatas 50.000.000.000 Sesuai pasal 17 dan Tidak final, dapat
31E dikreditkan pph 25
= 25% x PKP
Contoh perhitungan:

1. Untuk peredaran bruto sampai Rp. 4,8M dalam satu tahun pajak

Tarifnya 1% x peredaran bruto tiap bulannya, dan bersifat final (tidak


bisa dikreditkan). Contoh: PT. Adi Warna berdasarkan SPT Tahunan
tahun 2014 melaporkan Peredaran brutonya Rp. 4.000.000. 000,-. Maka
PPh yang terutang: 1% x 4.000.000.000 = Rp. 40.000.000,.

Karena Peredaran bruto tahun 2014 di bawah Rp. 4,8M maka tahun
pajak 2015 perusahaan ini harus melaksanakan kewajiban pajaknya
sesuai PP NO.46/2013. Misalkan pada januari 2015 peredaran brutonya
Rp.420.000.000,. maka pajak yang terutang pada bulan Januari
=Rp.4.200.000,. Pajak terutang sebesar Rp. 4.200.000,- disetorkan ke
Bank persepsi pajak.

2. Untuk peredaran bruto Rp. 4.8M s/d Rp. 50M dalam satu tahun
pajak

Perhitungan pajak terutangnya sesuai pasal 17 dan pasal 31E UU No


36 Tahun 2008.

Cara menghitungnya sebagai berikut:

Mendapat Fasilitas >> 4.8M / Peredaran Bruto x PKP = Aa


PPh yg mendapat Fasilitas >> 50% X (25%) X Aa) = Bb
Tidak Mendapat Fasilitas >> PKP - Aa = Cc
PPh yg tidak dapat Fasilitas >> 25% X Cc = Dd
Total PPh Terutang >> Bb + Dd = abcd
Contoh:

Peredaran Bruto PT. Adi Warna tahun 2014 sebesar Rp. 5.500.000.000,-
peredaran

bruto pada tahun 2014 ini melebihi Rp. 4.8M maka pada tahun pajak
2015 Perusahaan tersebut dapat menggunakan fasilitas keringanan
pajak. Misalkan PT.Adi Warna pada tahun 2015 memiliki peredaran
bruto Rp. 6.500.000.000,- dan mendapat laba sebelum pajak (PKP)
sebesar Rp.1.500.000.000,-

Pajak terutang tahun 2015 dihitung sbb:

PKP Mendapat Fasilitas

(4.800.000.000: 6.500.000.000) X 1.500.000.000 = Rp. 1.107.692.300,-

PKP Tidakdapat Fasilitas

1.500.000.000 – 1.107.692.300 = Rp. 392.307.700,-

PPh Terutang:

Mendapat Fasilitas = 50% X 25% X 1.107.692.300 =

Rp. 138.461.537,50

Tidak Mendapat Fasilitas = 25% X 392.307.700 =

Rp. 98.076.925 (+)

Jadi Total PPh Terutang Rp. 236.538.462,50.

Keterangan:

PPh Terutang Mendapat Fasilitas:


50% = Fasilitas pengurangan Tarif

25% = Tarif PPh WP Badan Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf b

3. Untuk peredaran bruto dalam satu tahun pajak diatas Rp. 50M,

Perhitungan PPh terutangnya sesuai pasal 17 dan 31E UUNo 36 Tahun


2008 tentang PPh adalah:

Rumus Cara menghitungnya: 25% x PKP

Contoh:

Diketahui selama tahun 2015 peredaran bruto Adi Warna sebesar Rp.
65.000.000.000,- besarnya laba sebelum pajak (Penghasilan Kena Pajak)
adalah Rp.15.000.000.000,-. Berapa Pajak Penghasilan (PPh) terutang
pada periode tahun 2015?

PPh Terutang = 25% x PKP = 25% X 15.000.000.000,- = 3.750.000.000,-


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak adalah kewajiban penduduk negara untuk dapat menetap serta berusaha
dalam negara itu dan memperoleh perlindungan. Jadi penduduk negara berhak untuk
memperoleh perlindungan (hukum dan sosial ekonomi). Untuk itu penduduk negara
berkewajiban membayar pajak kepada negara.
Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak,
sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib
pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga
kepadanya diwajibkan pajak.

3.2 Saran
Penghasilan negara terbesar adalah dari pajak. Pajak memiliki perana penting dalam
pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak
harus dikelola dengan baik dan benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat.
Selain itu juga para wajib pajak harus rutin dalam membayar pajak demi tercapainya
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

 Barata, A. A. (2011). Panduan Lengkap Pajak Penghasilan. Jakarta Selatan:


Transmedia Pustaka. https://repository.ut.ac.id

 Sotarduga Sihombing, Susy Alestriani Sibagariang. (2020).Perpajakan


Teori dan Aplikasi, Widina Bhakti Persada : Bandung
https://www.gramedia.com/literasi/objek-pajak/#
 Akhmad Syarifudin, S. M. (2018). BUKU AJAR PERPAJAKAN. KEBUMEN:
STIE PUTRA BANGSA.
 Magdalena Judika Siringoringo SE., M. (2017). PERPAJAKAN PAJAK
PENGHASILAN. MEDAN: Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen.

Anda mungkin juga menyukai