Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PBL 1 ASUHAN KEBIDANAN KOMPLEKS

Dosen : Ratna Dwi Jayanti, S.Keb.,Bd.,M.Keb

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Rahma Furi Sagita 011911223014 Monika Mongang Manuk 011911223020


Nindi Indrianingrattu 011911223015 Zulfa Lailatul Nadifa 011911223020
Vebianti Permadi 011911223016 Fadlila Thamrin 011911223020
Zakiyah Aslamiyah 011911223017 Ernita Sari 011911223020
Dwi Wulan Suci 011911223018 Mei Indarti 011911223020
Nunuk Yuliastri 011911223019 Wahyuni Mahmud Date 011911223020
Deviati Juwita Sari 011911223020

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
Kasus 1
Seorang perempuan G1P0000 kehamilan 8 minggu datang ke PMB dengan keluhan mual. Hasil
anamnesis: ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami bekerja sebagai supir bus. Ibu sering
keputihan dan terasa gatal pada kemaluan, ibu sudah melakukan PPtest di rumah dan hasilnya
positive. Hasil pemeriksaan : KU baik, TD 110/70 mmHg, N:80 x/mnt, P: 24x/mnt, s: 36,5 C,
terdapat cloasma gravidarum pada wajah, konjungtiva merah muda, terdapat hiperpigmentasi
pada areola, TFU belum teraba, vulva livide, terdapat flour albus, dan terdapat kutil menyerupai
kembang kol pada vagina.
A. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa yang sesuai pada kasus.
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebabnya penyakit pada kasus.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dampak dari penyakit pada kasus.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tatalaksana kasus yang sesuai.

B. Kata Kunci
1. Primigravida.
2. Usia kehamilan 8 minggu.
3. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai supir.
4. Flour albus dan gatal pada kemaluan.
5. TFU belum teraba.
6. Terdapat kutil menyerupai kembang kol pada vagina pada saat pemeriksaan.

C. Pertanyaan
1. Apa diagnosa yang sesuai pada kasus?
2. Apa penyebab penyakit pada kasus?
3. Bagaimana dampak dari penyakit pada kasus?
4. Bagaimana tatalaksana kasus yang sesuai?

D. Analisis Jawaban
1. Apa diagnosa yang sesuai pada kasus?
Diagnosa pada kasus tersebut yaitu G1P0000 8 minggu dengan kondiloma
akuminata.
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif seperti mengeluh adanya
pertumbuhan maupun benjolan yang tumbuh pada daerah genitalia dan menimbulkan
ketidaknyamanan, terkadang disertai rasa gatal, rasa seperti terbakar, nyeri ataupun
terjadi perdarahan pada lesi (Adjie, 2016). Menurut (Yenny and Hidayah, 2013)
terdapat juga kutil yang tidak gatal, tidak nyeri, dan tidak pernah berdarah. Pada
kasus diatas diketahui ibu hamil anak pertama dengan keluhan sering keputihan dan
merasa gatal pada kemaluannya.
Selain itu, menurut (Ratnasari, 2018) diagnosis dapat ditegakkan cukup dengan
melihat gambaran klinis. Jika gambaran lesi meragukan atau curiga adanya
keganasan maka pemeriksaan penunjang perlu dilakukan. Pada pemeriksaan fisik
pasien dengan kandiloma akuminata didapatkan papul multipel, soliter dan beberapa
papul konfluens dengan permukaan verukosa pada labia mayora, labia minora, dan
dinding vagina luar. Pemeriksaan acetowhite pada lesi dan perilesi menunjukkan
hasil positif (Yenny and Hidayah, 2013). Gejala lain yaitu adanya benjolan warna
keabuan atau sewarna dengan kulit, kecil di area genital, beberapa kutil tumbuh
berdekatan sehingga berbentuk menyerupai kembang kol (Muhlisin, 2019).
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus tersebut ditemukan kutil
yang menyerupai kembang kol pada vagina.

2. Apa penyebab penyakit pada kasus?


Kutil anogenital juga sering disebut kutil kelamin atau kondilomata akuminata
(KA) merupakan lesi proliferasi jinak yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus
(HPV) terutama tipe 6 dan 11 yang ditransmisikan paling sering melalui kontak
seksual tetapi dapat juga terjadi melalui transmisi perinatal (Wydya Yenny and
Hidayah, 2013). Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi banyaknya kejadian
kondilomata akuminata (KA) adalah aktivitas seksual, mempunyai pasangan lebih
dari 1 orang (multiple), berhubungan aktif sejak usia muda (Kemenkes RI, 2013),
merokok, kehamilan, riwayat IMS, penurunan daya tahan tubuh juga akan
mempermudah terjadinya infeksi kondiloma akuminata (Effendi, Silvia and Hernisa,
2017).
Kondiloma akuminata hampir selalu ditularkan melalui kontak seksual. Masa
inkubasi HPV bervariasi dari 3 minggu sampai 8 bulan, dengan rata-rata 2-3 bulan
setelah awal kontak. Prevalensi infeksi HPV dalam bentuk kondiloma akuminata
sekitar 1% pada orang dewasa aktif secara seksual. Sekitar 15% dari kelompok yang
terinfeksi mengalami infeksi subklinis atau laten dan setidaknya 80% sudah
terinfeksi dengan satu atau lebih jenis HPV genital. Tingkat tertinggi frekuensi
infeksi terjadi pada kelompok dewasa usia 18 – 28 tahun. Selama 20 tahun terakhir
prevalensi penyakit ini menunjukkan angka pertumbuhan yang konstan termasuk
pada wanita hamil (Yenny and Hidayah, 2013).

3. Bagaimana dampak dari penyakit pada kasus?


Kondilomata akuminata dapat mengakibatkan gangguan psikologis pada pasien,
antara lain gangguan pada kehidupan seks, rasa takut akan kanker, dan hubungan
emosional yang buruk dengan pasangannya (Wydya Yenny and Hidayah, 2013).
Pada wanita dapat menimbulkan komplikasi kanker mulut rahim apabila kutil
membesar dan tumbuh menjadi satu (Kemenkes RI, 2018). KA dapat membesar dan
menyebar dengan cepat dan dapat mengenai serviks yang mengakibatkan komplikasi
persalinan pervaginam berupa perdarahan atau dapat menutup jalan lahir dan terdapat
kemungkinan risiko kontaminasi HPV pada bayi (Nyoman et al., 2013; Hastuti,
Chandra and Yustin, 2014).
Kondiloma akuminata dapat berkembang selama kehamilan karena perubahan
imunitas dan peningkatan suplai darah. Transmisi HPV dari ibu ke bayi jarang
terjadi, namun dapat menyebabkan terjadinya respiratory papillomatosis yang dapat
mengakibatkan kematian atau morbiditas seumur hidup pada anak. Selain itu, infeksi
HPV pada trofoblas ekstravili dapat menginduksi kematian sel dan mengurangi
invasi plasenta ke dinding rahim sehingga menyebabkan disfungsi plasenta dan
secara spontan dapat menyebabkan kelahiran prematur (Yenny and Hidayah, 2013).
4. Bagaimana tatalaksana kasus yang sesuai?
Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus diatas yaitu :
a) Melakukan terapi dengan pilihan :
1) TCA 80-90 % dioleskan pada lesi seminggu sekali
2) bedah listrik
3) Krioterapi dengan nitrogen cair
4) Krioterapi dengan CO2 padat
5) Pembedahan (bedah skalpel) (Kemenkes RI, 2013).
b) Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan HIV.
c) Melakukan KIE terdiri dari :
1) Menyarankan ibu dan pasangan untuk tidak melakukan hubungan seksual
selama masa pengobatan dilakukan atau menggunakan kondom jika ingin
melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan sembuh (Hastuti, Chandra
and Yustin, 2014).
2) Ibu dianjurkan untuk sering mencuci dan membersihkan daerah vulva
ditambah membersihkan vagina dengan irigasi dan menjaga tetap kering. Hal
ini dapat menghambat proliferasi kutil dan mengurangi ketidaknyamanan
yang ada (Nyoman et al., 2013)
3) Menjelaskan efek dari hubungan seksual multiple, dengan bahasa dan
penyampaian yang bisa di terima dan tidak menyinggung pasangan karena
suami juga yang bekerja sebagai supir dan kondiloma akuminata dapat
menular melalui hubungan seksual.
4) Memberitahu ibu untuk segera konsultasi dengan dokter apabila kutil kelamin
semakin besar, bertambah banyak, dan menjadi mudah berdarah agar segera
mendapatkan penanganan.
d) Melakukan perencanaan persalinan
Pasien dengan Kondiloma Akuminata yang belum dinyatakan sembuh
perlu melahirkan secara sectio caesaria dan jika melahirkan secara spontan akan
terdapat kemungkinan risiko kontaminasi HPV pada bayi (Wydya Yenny and
Hidayah, 2013). Paparan HPV pada neonatus saat perinatal terjadi paling sering
saat persalinan melalui vagina akibat kontak janin dengan sekret vagina yang
terdapat lesi KA sehingga memungkinkan terjadinya penularan dari ibu ke janin
dapat terjadi secara vertikal saat perinatal. Transmisi KA pada persalinan seksio
sesaria (SC) juga dapat terjadi saat membran amnion dipecahkan karena adanya
aspirasi nasofaringeal cairan amnion. HPV juga ditemukan pada umbilikus
sehingga penularan juga dapat terjadi secara intrauterin melalui jalur tranplasenta
serta intrauterin pada saat fertilisasi dari sperma yang membawa HPV laten.
Indikasi untuk melakukan sectio cesarea pada ibu hamil dengan KA genital
adalah jika lesi KA cukup besar untuk mengobstruksi jalan lahir dan mengurangi
kemampuan elastisitas vagina. Selain itu, persalinan yang berlangsung lebih dari
10 jam berisiko terjadi penularan penyakit hingga dua kali lipat (Adjie, 2016).

E. Rangkuman
Berdasarkan kasus diatas diagnosa yang sesuai adalah G1P0000 8 minggu dengan
kondiloma akuminata. Diagnosa ditegakkan dari data subjektif yaitu ibu hamil anak
pertama dengan keluhan sering keputihan dan merasa gatal pada kemaluannya serta data
objektif yaitu ditemukan kutil yang menyerupai kembang kol pada vagina saat
pemeriksaan. Kondilomata akuminata (KA) disebabkan oleh Human Papilloma Virus
(HPV) terutama tipe 6 dan 11 yang ditransmisikan paling sering melalui kontak seksual
serta faktor lainnya yang mempengaruhi seperti mempunyai pasangan lebih dari 1 orang
(multiple), aktif berhubungan sejak usia dini, merokok, kehamilan, riwayat IMS,
penurunan daya tahan tubuh. Kondilomata akuminata memiliki dampak antara lain
gangguan psikologis, komplikasi kanker mulut rahim, komplikasi persalinan,
kemungkinan risiko kontaminasi HPV pada bayi.
Dengan demikian diperlukan tatalaksana kasus yang sesuai yaitu melakukan
terapi pilihan (TCA 80-90 % dioleskan pada lesi seminggu sekali, bedah listrik, krioterapi
dengan nitrogen cair, krioterapi dengan CO2 padat, atau pembedahan), menganjurkan ibu
untuk melakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan HIV, serta
memberikan KIE kepada ibu dan pasangan untuk tidak melakukan hubungan seksual
selama masa pengobatan dilakukan atau menggunakan kondom jika ingin melakukan
hubungan seksual hingga dinyatakan sembuh, sering mencuci dan membersihkan daerah
vulva ditambah membersihkan vagina dengan irigasi dan menjaga tetap kering,
penjelasan mengenai efek dari hubungan seksual multiple dengan bahasa dan
penyampaian yang bisa di terima dan tidak menyinggung pasangan, membantu ibu
melakukan perencanaan persalinan dan memberitahu ibu untuk segera konsultasi dengan
dokter apabila kutil kelamin semakin besar, bertambah banyak, dan menjadi mudah
berdarah agar segera mendapatkan penanganan.
Kasus 2
Seorang perempuan G1P0000 kehamilan 10 minggu datang ke PMB dengan keluhan mual. Hasil
anamnesis: ibu sudah melakukan Pptest di rumah dan hasilnya positive. Ibu memiliki banyak
kucing peliharaan dirumah. Hasil pemeriksaan : KU baik, TD 110/70 mmHg, N: 84 x/mnt, P: 22
x/mnt, S: 36,5C, wajah tidak pucat, konjungtiva merah muda, terdapat hiperpigmentasi pada
areola, TFU belum teraba, vulva livide, tidak ada pengeluaran pervaginam. Hasil pemeriksaan
lab : Hb :10,5gr%, HIV: negative, HbsAg negative, IgG toxo positive, IgM toxo negative.
A. Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa yang sesuai pada kasus.
2. Mahasiswa mampu mengetahui penyebabnya penyakit pada kasus.
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi dampak dari penyakit pada kasus.
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tatalaksana kasus yang sesuai.

B. Kata Kunci
1. G1P0000 Uk 10 mg
2. Memiliki banyak peliharaan kucing di rumah
3. Ig G toxo positif
4. Ig M toxo negative
5. Hb : 10,5gr%

C. Pertanyaan
1. Apa diagnosa yang tepat pada kasus tersebut?
2. Apakah penyebabnya penyakit pada kasus tersebut?
3. Apa saja dampak dari penyakit pada kasus tersebut ?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?

D. Analisa Jawaban
1. Apa diagnosa yang tepat pada kasus tersebut?
Diagnosa pada kasus tersebut yaitu G1P0000 usia kehamilan 10 minggu dengan
anemia ringan dan riwayat toxoplasmosis.
Diagnosis anemia ringan berdasarkan pada Hb ibu yaitu 10,5gr%. Pada ibu hamil
trimester I dan III, batas kadar hemoglobin untuk anemia adalah 11 g/dl sedangkan
pada trimester II batas kadar hemoglobin adalah 10,5 g/dl (Lisfi, Serudji and Kadri,
2017). Menurut (WHO, 2011) kadar haemoglobin pada ibu hamil diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu : ringan (10 g/dl - 10,9 g/dl), sedang ( 7 g/dl – 9,9 g/dl), dan berat
(<7 g/dl).
Selanjutnya, riwayat toksoplasmosis ditegakkan dari IgG toxo positif dan IgM
toxo negative ibu. Menurut klasifikasi ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis, jika
saat pemeriksaan IgG positif dan IgM negative selama trimester pertama atau kedua
merefleksikan infeksi terjadi sebelum kehamilan sekarang (Wahyuni, 2013) yang
artinya ibu memiliki riwayat toksoplasmosis. Selain itu, diagnosis dapat diketahui
dari tanda dan gejala yang sering timbul pada ibu hamil ialah demam, sakit kepala,
dan kelelahan. Beberapa pasien menunjukkan tanda mononucleosis like syndrome
seperti demam, ruam makulopapular (Blueberry muffin) yang mirip dengan kelainan
kulit pada demam tifoid (Hökelek, 2018).

2. Apakah penyebabnya penyakit pada kasus tersebut?


Penyebab anemia selama kehamilan di negara berkembang dapat disebabkan oleh
berbagai macam faktor termasuk kekurangan mikronutrien zat besi, folat, dan
vitamin A dan B12 dan anemia karena infeksi parasit seperti malaria dan cacing
tambang atau infeksi kronis seperti TB dan HIV (Stephen et al., 2018)
Menurut (Suparman, 2013), toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu
penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia yang disebabkan sporozoa
dengan nama Toxoplasma gondii, yang dapat menginfeksi hewan peliharaan dan
manusia. Toksoplasmosis adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii, yang dapat diperoleh dari makanan yang tidak dimasak, daging yang
terinfeksi atau tanah faces kucing yang dapat menginfeksi ibu hamil. Perkembangan
parasit dalam usus kucing menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja.
Ookista menjadi matang dan infektif dalam waktu 3-5 hari di tanah. Ookista yang
matang dapat hidup setahun di dalam tanah yang lembab dan panas, yang tidak
terkena sinar matahari secara langsung. Ookista yang matang bila tertelan tikus,
burung, babi, kambing, atau manusia yang merupakan hospes perantara, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi. Proses menginfeksi pada manusia dapat terkena
infeksi parasit ini dengan melalui dua cara yaitu didapat (Aquiredtoxoplasmosis)
maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital toxoplasmosis) (Hökelek,
2018)

3. Apa saja dampak dari penyakit pada kasus tersebut ?


Anemia selama kehamilan dilaporkan memiliki efek negatif pada kesehatan ibu
dan anak dan meningkatkan risiko kematian ibu dan perinatal. Dampak negatif
kesehatan bagi ibu antara lain kelelahan, kapasitas kerja yang buruk, gangguan
fungsi kekebalan tubuh, peningkatan risiko penyakit jantung, dan kematian. Anemia
pada kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur dan bayi
berat lahir rendah (Stephen et al., 2018).
Menurut Suparman (2013) dampak toxoplasmosis kongenital sangat beragam
diantaranya adalah chorioretinitis, hydrocephalus, Intracranial calcificatio. Infeksi
kongenital dengan toksoplasmosis dapat menyebabkan gejala yang serius, seperti
kebutaan, keterbelakangan mental, defisit neurologik, dan tuli (Hökelek, 2018).
Resiko / masalah potensial jika kembali menderita toksoplasma yaitu keguguran
dan kematian pada bayi yang dilahirkan karena terjadi infeksi pada saat bayi didalam
kandungan. Selanjutnya bila bayi yang dilahirkan terkena toksoplasma tetapi tidak
meninggal pada saat dilahirkan, kemungkinan gejala klinis muncul setelah beberapa
minggu, bulan atau beberapa tahun setelah dilahirkan. Menurut (Andriyani and
Megasari, 2015), pada umumnya 90% bayi yang terinfeksi dapat lahir dengan normal
namun 80% - 90% bayi tersebut dapat menderita gangguan penglihatan sampai buta
setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah lahir dan 10% diantaranya dapat
mengalami gangguan pendengaran.

4. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?


a. Memberikan ibu tablet Fe dan menjelaskan cara konsumsinya
b. Memberikan KIE ibu tentang konsumsi makanan yang kaya akan zat besi seperti hati
ayam, bayam merah, daging.
c. Menjelaskan mengenai toxoplasmosis, penyebab dan dampaknya pada
kehamilannya.
d. Memberikan KIE kepada ibu mengenai pencegahan toksoplasmosis seperti selalu
mencuci tangan terutama sesudah memegang dan membersihkan kotoran kucing,
menggunakan sarung tangan saat membuang kotoran, hindari mengkonsumsi daging
mentah atau setengah matang, mencuci buah dan sayur serta peralatan makan dengan
bersih.
e. Melakukan rujukan dan kolaborasi pemeriksaan kadar IgG dengan dokter untuk
menyingkirkan dugaan infeksi akut atau kronis

E. Rangkuman
Berdasarkan kasus di atas maka diagnose yangs sesuai yaitu G1P 0000 usia
kehamilan 10 minggu dengan anemia ringan dan riwayat toxoplasmosis. Diagnosis
ditegakkan dari kehamilan pertama, hasil pemeriksaan Hb ibu yaitu 10,5gr%, serta
pemeriksaan IgG toxo positif dan IgM toxo negative ibu. Anemia selama kehamilan
dapat disebabkan oleh multifactorial, sedangkan toksoplasmosis disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. Dampak yang ditimbulkan oleh anemia selama kehamilan yaitu
risiko kematian ibu dan perinatal. Sedangkan dampak apabila ibu terinfeksi oleh
toksoplasmosis yaitu chorioretinitis, hydrocephalus, Intracranial calcificatio. Infeksi
kongenital dengan toksoplasmosis dapat menyebabkan gejala yang serius, seperti
kebutaan, keterbelakangan mental, defisit neurologik, dan tuli.
Dengan demikian, tatalaksana yang sesuai untuk kasus tersebut yaitu memberikan
ibu tablet Fe dan menjelaskan cara konsumsinya, memberikan KIE ibu tentang konsumsi
makanan yang kaya akan zat besi seperti hati ayam, bayam merah, daging, menjelaskan
mengenai toxoplasmosis, penyebab dan dampaknya pada kehamilannya, memberikan
KIE kepada ibu mengenai pencegahan toksoplasmosis seperti selalu mencuci tangan
terutama sesudah memegang dan membersihkan kotoran kucing, menggunakan sarung
tangan saat membuang kotoran, hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah
matang, mencuci buah dan sayur serta peralatan makan dengan bersih, serta melakukan
rujukan dan kolaborasi pemeriksaan kadar IgG dengan dokter untuk menyingkirkan
dugaan infeksi akut atau kronis.
Daftar Pustaka
Adjie, N. P. K. (2016) Kondiloma Akuminata Pada Kehamilan yang disertai Infeksi Human
Immunodeficiency Virus. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/6e877f7ba0f7e15fc9e51966fbfed9fa.pdf.
Andriyani, R. and Megasari, K. (2015) ‘Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Infeksi Toksoplasma pada Ibu Hamil di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2010-2013’,
Jurnal Kesehatan Andalas, 4(2), pp. 485–489. doi: 10.25077/jka.v4i2.278.
Effendi, A., Silvia, E. and Hernisa, M. (2017) ‘Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondiluma akuminata di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandarlampung tahun 2016’, Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 4(1), pp. 8–11.
Hastuti, S., Chandra, D. P. and Yustin, E. (2014) ‘Penatalaksanaan Kondilomata Akuminata
Pada Wanita Hamil’, Media Dermato-Venereologica Indonesiana, 41(2), pp. 66–69.
Hökelek, M. (2018) ‘Toxoplasmosis Differential Diagnoses’, Medscape, pp. 13–19. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/229969-differential.
Kemenkes RI (2013) ‘Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan
Rujukan’. Jakarta: Kementrian RI.
Kemenkes RI (2018) ‘Kesehatan Reproduksi dan Seksual Bagi Calon Pengantin’. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Lisfi, I., Serudji, J. and Kadri, H. (2017) ‘Hubungan Asupan Fe dan Vitamin A dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang’, Jurnal Kesehatan
Andalas, 6(1), p. 191. doi: 10.25077/jka.v6i1.669.
Muhlisin, A. (2019) Kondiloma akuminata : Gejala, penyebab, pengobatan | HonestDocs.
Available at: https://www.honestdocs.id/kondiloma-akuminata (Accessed: 14 October 2020).
Nyoman, N. et al. (2013) INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN KEHAMILAN, Seminar
Nasional FMIPA UNDIKSHA III Tahun. Available at:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/view/2722 (Accessed: 15 October
2020).
Ratnasari, D. T. (2018) ‘Kondiloma Akuminata Condyloma Accuminatum’, Ilmiah Kedokteran
Wijaya Kusuma, 5(2), pp. 18–21.
Stephen, G. et al. (2018) ‘Anaemia in Pregnancy: Prevalence, Risk Factors, and Adverse
Perinatal Outcomes in Northern Tanzania’, Anemia. Hindawi Limited, 2018. doi:
10.1155/2018/1846280.
Wahyuni, S. (2013) ‘Toxoplasma dalam kehamilan’, Kementrian Kesehatan Politeknik
Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan, 2(1), pp. 1–6.
WHO (2011) ‘Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and assessment of
severity’. Geneva, Switzerland: World Health Organization, pp. 1–6. doi: 2011.
Wydya Yenny, S. and Hidayah, R. (2013) Kondiloma Akuminata Pada Wanita Hamil: Salah
Satu Modalitas Terapi, Jurnal Kesehatan Andalas. Available at: http://jurnal.fk.unand.ac.id
(Accessed: 14 October 2020).
Yenny, S. W. and Hidayah, R. (2013) ‘Kondiloma Akuminata Pada Wanita Hamil: Salah Satu
Modalitas Terapi’, Jurnal Kesehatan Andalas, 2(1), p. 47. doi: 10.25077/jka.v2i1.68.
Suparman, E. (2013) ‘Toksoplasmosis Dalam Kehamilan’, Jurnal Biomedik (Jbm), 4(1), pp. 27–
32. doi: 10.35790/jbm.4.1.2012.744.

Anda mungkin juga menyukai