Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Disusun oleh :
M. Fadel Noho
20144010066
Semester 1
Kelas 1B

POLTEKKES KEMENKES TERNATE


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin………….

Puji syukur kmi ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang mana telah Melimpahkan rahnmat serta
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ”Aplikasi Terapeutik
Pada Lansia” tepat pada waktunya. Dan salawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada nabi
besar Muhammab Saw yang Telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh
dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat  sekarang ini.Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua pihak yang telah ikut
berpartisifasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan makalah ini kami menyadari
masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-
rekan semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa STIKES TMS.Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih,, wassalam…………

Ternate,  Oktober  2012

Penulis

 
 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… ……             i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….
ii

DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………….            
iii

BAB I          PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang…………………………………………………………… …………….     1

1.2    Tujuan………………………………………………………………………..
…………….     1

1.3    Manfaat ……………………………………………………………………. …………….    


BAB II         TEORI

2.1     Pengertian Lanjut Usia………………………………………………. ……………..    3

2.2    Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia……     3

2.3    Sekilas Komunikasi…………………………………………………… ……………..    4

2.4    Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia………     5

2.5.   Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia………     7

2.6.   Pendekatan untuk Berkomunikasi……………………………………………….     8

2.7.     Hambatan Komunikasi………………………………………………………………      9

BAB III       DRAMA

3.1    Fase Pra Interaksi……………………………………………………… …………….     12

3.2    Fase Orientasi…………………………………………………………… …………….     12

3.3    Fase Kerja………………………………………………………………… ……….     14


3.4    Fase Terminasi………………………………………………………….. …………….     15

BAB IV       PENUTUP

4.1. Kesimpulan………………………………………………………………… …………      18

4.2. Saran……………………………………………………………………………………….      
18

DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I

PENDAHULUAN

I.I        Latar Belakang

                                    Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia


berbagai masalah klinis pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek
klinis. Jumlah penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia
diperkirakan mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414
%, hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah
penduduk lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas
Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total
penduduk, tahun 1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti
terlihat pada tabel 1. (Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang
unik pada populasi pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara
efektif selama kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009).

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap
keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan
secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan
komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan
kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan
kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia
(William et al., 2007).

I.II       Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

perawat dapat memahami dan dapat menarapkan  tentang  aplikasi komunikasi terapeutik pada
lansia.

1.2.2  Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui komunikasi pada Lansia (lanjut usia).


2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan tentang komunikasi terapeutik pada Lansia.

I.III     Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok 
dalam penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi
terapeutik pada lansia.

 
BAB II

TEORI

1. Pengertian Lanjut Usia (Lansia)

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi
metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri
hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut
Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64
tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas),
Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 katagori, yaitu :

1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun


2. Usia tua : 75 -89 tahun
3. Usia sangat lanjut : lebih dari 90 tahun.

1. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi pada Pasien lanjut usia

Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan

penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut
usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan
pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah
yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.
Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu
penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4
penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih
sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory,
1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal
yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap
buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al., 2003).

 
 

III.       Sekilas Komunikasi

1. Kegunaan Komunikasi

Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan dengan orang
lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan antar manusia dan
merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk
dari penyakit dan ketidakmampuan dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan
perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses
komunikasi tersebut Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan
atau tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya komunikasi yang
efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru
terhadap pesan yang disampaikan maupun yang diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter,
1993).

1. Komponen pada proses komunikasi


2. Pembicara : Orang yang menyampaikan pesan.
3. Pendengar : Orang yang menerima pesan.
4. Pesan verbal : Kata kata yang secara aktual diucapkan atau disampaikan.
5. Pesan nonverbal: Kesan yang ditangkap saat kata kata tersebut diucapkan termasuk

ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang

digunakan.

5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi

menjadi dimengerti dan bermakna.

8. Evaluasi : Kemampuan untuk menganalisa informasi yang diterima, berdasarkan

pengalaman dan pengetahuan masa lalu.

9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima

(pesan lisan dan pesan nonverbal) (Smith & Buckwalter, 1993).

1. Teknik Umum untuk Berkomunikasi dengan Pasien lanjut usia


2. Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan
memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk
menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan

“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan

nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,

“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan

langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan

aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih
baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut
prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).

1. Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami

Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003).
Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa
interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur
cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang 
Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien
lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi.
Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan kepuasan
pasien (Greene et al., 1989).

Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk
sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).

Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia

 Menggabungkan data pendahuluan sebelum perjanjian untuk bertemu, karena pasien

pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.

 Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada

perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan
pasien.
 Menghindarkan jargon medis.
 Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
 Menggunakan diagram, model, dan gambar.
 Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari

segi waktu dan secara klinis cenderung kurang sibuk.

Sumber : Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006

1. Menghindari Ageism

Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia
adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert
Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan
diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti
meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya
memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan
untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina,
menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al.,
2003).

Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan
riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk menemui setiap
pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga
bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak
mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa
muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan
setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.

1. Mengenal Kultur dan Budaya

Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya dalam
komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi
pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter (Ong et al.,
1995).

1. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia

1. Strategi Umum
2. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
3. Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
4. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.

4. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.

1. Gangguan Kognitif Pasien


2. Jangan mengabaikan pasien.
3. Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau

“tidak” dan bahasa tubuh sederhana.

3. Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.

1. Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga.


2. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga.
3. Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari

pendamping pasien.

3. Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.

1. Pendekatan untuk Berkomunikasi

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah
pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan
kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat
komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-
kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat
membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk
medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakah dia mengerti.
Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa
mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi. Pendekatan yang
lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk mengulang
instruksi (Adelman et al., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian
hari, appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia,
pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke
headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat
diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk
membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan
menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan
tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.
Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang
dan lampu tertutup (Roter, 2000).

Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan
penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam
satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah
keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat
berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik
dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasien yang mengalami
kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah
diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna
merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk
membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al., 2000).

VII.     Hambatan Komunikasi

1. Pasien dengan Defisit Sensorik

Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia,
keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% –
24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%
(Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal
sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara
berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan
akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi
hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).

Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,
dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,
2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang
terganggu (Chia et al., 2006).
 

1. Pasien dengan Demensia

Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia
lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila
melibatkan caregiver (Roter, 2000).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien
banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami
atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).

Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat
singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

1. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver

Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan

seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran,
termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka
tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).

Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut
pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2004).

 
BAB III

CONTOH DRAMA APLIKASI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN LANSIA

1. Fase Pra Interaksi

Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada pasien
lansia yang bernama Ny. Ratih. Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di ruang
melati Rumah Sakit dr. M. Yunus Bengkulu.

2. Fase Orientasi

Perawat 1 dan Perawat 2 mendatangi pasien Ny. Ratih di ruang perawatan.

P1 dan P2                     : Assalamu’alaikum.

Keluarga                : Wa’alaikum salam.

P1 dan P2                     : Selamat pagi bapak, ibu (sambil tersenyum)

Keluarga                : Pagi juga pak….!!

Nenek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.

P1 dan P2                     : Pagi nek…!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??

Ny. Ratih               : Pagi…!! Alhamdulillah sudah agak lumayan.

Ini siapa ya…??

Nenek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir..

P1                                    : Nenek… perkenalkan saya perawat Yayan dan ini perawat Dadang

Perawat 1 dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga
keluarganya.

P2                                    : Kami berdua yang bertugas untuk merawat nenek pada hari ini.

nenek sudah makan belum pagi ini….??


Ny. Ratih               : Sudah…!!

P2                                    : Makan nya banyak atau sedikit nek…??

Ny. Ratih               : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak.

Saya masih merasa agak mual…!!

P1                                    :  Pagi ini obat nya sudah diminum nek…??

Ny. Ratih               : Iya sudah…!!

Ibu                         : Iya pak obat nya tadi sudah diminum semua…

Setelah bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang akan
diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.

P1                                    : Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan

pemeriksaan kepada nenek.

Apakah bapak, ibu bersedia…??

bapak         : iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang  tua kami..!!

P2                    : iya pak terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang tua
bapak dan ibu. Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.

P1               : kalau begitu kami mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang lebih
5 menit kami akan kembali lagi.

Ibu                                 : iya pak silahkan..!!

P1 dan P2                     : Mari pak, buk… (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).

Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan
dalam tindakan yang akan diberikan.

3. Fase Kerja

(Lima menit kemudian, perawat kembali ke kamar pasien)

P1 dan P2                     : Assalmu’alaikum…


Semua                    : Wa’alaikum salam…

Perawat masuk dan langsung mendekati pasien untuk melakukan tindakan.

P1                                    : Permisi nek..!! maaf ya nek.. nenek tiduran saja ya…

biar nenek lebih santai..

Ny. Ratih               : (langsung tiduran)

Setelah itu perawat langsung memberikan tindakan kepada nenek.

P1                                    : nek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya nek…!!

(perawat 1 memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan

darah).

P1                                       : cucu nenek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada
nenek)

Ny. Ratih               : eeehm,, sudah 3 pak, sudah besar-besar semua.

P1                                    :  ooh sudah berkeluarga semua??

Ny. Ratih               : yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah.
Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.

P1                                    : ya iya dong. Kayak neneknya.. (perawat dan nenek ketawa)

sambil menunggu perawat 1 mengukur tekanan darah, perawat 2 menyiapkan termometer untuk
mengukur suhu nenek.

P2                                    :  Nek… maaf ya… tolong nenek angkat sedikit tangan kanannya…!!

Ny. Ratih               : (mengangkat sedikit tangan kanan nya)

P2                                    : (setelah nenek mengangkat tangannya, perawat langsung memasang

termometer).

P2                                    : Nek… Langsung dijepit tangannya ya nek… dan jangan dulu dilepas

sebelum saya suruh ..

Ny. Ratih               : (hanya mengangguk)


Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur, kemudian
peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat 1 dan perawat 2 melanjutkan untuk memeriksa
nadi dan pernapasannya.

4. Fase terminasi

setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan semua
peralatan dirapikan

Bapak                    : Bagaimana pak…??

P1                                    : keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus banyak
minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.

Orang tua bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar nenek
cepat sembuh..!!

(dokter datang ke ruangan kamar pasien untuk melihat keadaan pasien)

Dokter                    : Assalamu’alaikum…

Semua                    : wa’alaikum salam…

Dokter                    : bagaimana keadaannya pak? (dokter bertanya kepada perawat)

P2                                    : alhamdulillah sudah ada perkembangan dok..

Dokter                    : oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke
meja saya ya…

P2                                    : iya dok…

Dokter                    : (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien)

Gimana nek kabarnya??

Ny. Ratih               : udah agak mendingan dok..

Dokter                    : alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet
sembuh.

Bapak                     : gimana dok keadaan orang tua kami?

Dokter                    : (berbicara pada keluarga pasien)


Alhamdulillah udah melihatkan banyak perkembangan. orang tua bapak dan ibu harus banyak
beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan jangan lupa berdoa..

Kalau begitu saya permisi dulu ya,, (sambil meninggalkan ruangan)

Semua                    : iya dok,,!!

P2                                    : Kalau begitu kami juga permisi dulu ya pak buk…!!

Nenek kami permisi dulu ya nek…

Nenek cepat sembuh ya nek…

Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat…!!

Ibu                          : Ya pak.. terima kasih…!!

P2                                    : mari pak, buk…!!

mari nek….!!

Ibu                          : Ya pak…!!

Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan kamar
Ny.N.

 
BAB IV

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya.


Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tuatidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan
yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara dokter
– pasien lanjut usia :

– Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.

–  Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati.

– Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.

– Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.

– Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.

1. SARAN

Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan pasien
lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.

 
DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and

                their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24

Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC

Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid      
III, edisi IV, hal. 1425 – 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam     Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the

presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am

Geriatr Soc;42:413–9

Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician
communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the

physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older

patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67

Anda mungkin juga menyukai