Disusun oleh :
M. Fadel Noho
20144010066
Semester 1
Kelas 1B
Alhamdulillahirabbilalamin………….
Puji syukur kmi ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang mana telah Melimpahkan rahnmat serta
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ”Aplikasi Terapeutik
Pada Lansia” tepat pada waktunya. Dan salawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada nabi
besar Muhammab Saw yang Telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh
dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua pihak yang telah ikut
berpartisifasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan makalah ini kami menyadari
masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-
rekan semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa STIKES TMS.Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih,, wassalam…………
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….
ii
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………………….
iii
1.2 Tujuan………………………………………………………………………..
……………. 1
2.5. Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien lanjut usia……… 7
4.2. Saran……………………………………………………………………………………….
18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap
keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan
secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan
komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan
kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan
kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia
(William et al., 2007).
I.II Tujuan
perawat dapat memahami dan dapat menarapkan tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada
lansia.
I.III Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok
dalam penerapan komunikasi terapeutik pada lansia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang komunikasi
terapeutik pada lansia.
BAB II
TEORI
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto
dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi
metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri
hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut
Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : Kelompok lansia dini (55 – 64
tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia, kelompok lansia (65 tahun ke atas),
Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia dan
penurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien lanjut
usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada perawatan
pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir dengan masalah
yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk menyelesaikannya.
Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan mengalami satu
penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan memiliki paling tidak 4
penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien lanjut usia umumnya lebih
sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter (Haug & Ory,
1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan istilah ageism juga merupakan hal
yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara tidak sengaja berperan terhadap
buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al., 2003).
1. Kegunaan Komunikasi
Komunikasi berguna untuk pertukaran informasi dan untuk membina hubungan dengan orang
lain, atau dengan kata lain komunikasi merupakan aspek dasar pada hubungan antar manusia dan
merupakan sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Pada pasien lanjut usia berbagai bentuk
dari penyakit dan ketidakmampuan dapat berpengaruh terhadap proses komunikasi dan
perawatan kesehatannya, sehingga diperlukan cukup perhatian dan sikap yang baik untuk proses
komunikasi tersebut Sering kali terjadi bahwa baik pihak keluarga maupun medis melupakan
atau tidak memperhatikan berbagai hambatan yang ada untuk tercapainya komunikasi yang
efektif pada pasien lanjut usia yang akhirnya dapat mengakibatkan interpretasi yang keliru
terhadap pesan yang disampaikan maupun yang diterima oleh mereka (Smith & Buckwalter,
1993).
ekspresi wajah, tekanan suara, postur dan sikap tubuh dan pilihan kosa kata yang
digunakan.
5. Umpan Balik : Respon berupa tanggapan baik verbal maupun non verbal.
6. Konteks : Fisik dan lingkungan sosial atau pengaturan dalam pesan yang dikirim.
7. Persepsi : Kemampuan untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan informasi indrawi
9. Transmisi : Ekspresi yang sebenarnya dari informasi dari pengirim kepada penerima
“Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan
nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”,
“sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan
langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan
aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih
baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut
prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003).
Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa
interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur
cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang
Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien
lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi.
Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan kepuasan
pasien (Greene et al., 1989).
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit
bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk
sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).
Strategi Umum Tambahan untuk Memperbaiki Komunikasi dengan Pasien Lanjut Usia
pasien lanjut usia khas memiliki berbagai masalah kesehatan yang kompleks.
Meminta pasien menceritakan keluhannya hanya sekali (yaitu tidak bercerita dulu kepada
perawat atau asisten kemudian baru kepada anda) untuk meminimalkan frustasi dan kelelahan
pasien.
Menghindarkan jargon medis.
Menyederhanakan dan menuliskan instruksi.
Menggunakan diagram, model, dan gambar.
Menjadwalkan pasien lanjut usia terlebih dahulu, karena mereka umumnya lebih siap dari
1. Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia
adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert
Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan
diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti
meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya
memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan
untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina,
menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al.,
2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan
riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk menemui setiap
pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga
bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak
mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa
muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan
setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya dalam
komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi
pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter (Ong et al.,
1995).
1. Strategi Umum
2. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan
kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran)
3. Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan
menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
4. Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan
ekspresi yang menyenangkan.
4. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan, atau bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit
untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
pendamping pasien.
3. Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang
penting.
Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah
pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan
kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat
komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-
kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat
membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk
medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakah dia mengerti.
Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa
mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi. Pendekatan yang
lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasien untuk mengulang
instruksi (Adelman et al., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian
hari, appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007). Jika tersedia,
pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke
headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien
yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).
Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat
diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk
membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan
menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan
tulisan harus dicetak paling tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna.
Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang
dan lampu tertutup (Roter, 2000).
Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan
penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam
satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapat menjadi masalah
keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda, yang akan terlihat
berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik
dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasien yang mengalami
kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah
diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial. Kertas kontak berwarna
merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk
membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al., 2000).
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia,
keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% –
24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%
(Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal
sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara
berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan
akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi
hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek
seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes).
Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,
dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,
2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang
terganggu (Chia et al., 2006).
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia
lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan
meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien
tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal
lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila
melibatkan caregiver (Roter, 2000).
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada
stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien
banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami
atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000).
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat
singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran,
termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar
kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka
tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter, 2008).
Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut
pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2004).
BAB III
Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada pasien
lansia yang bernama Ny. Ratih. Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di ruang
melati Rumah Sakit dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Fase Orientasi
P1 dan P2 : Pagi nek…!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??
P1 : Nenek… perkenalkan saya perawat Yayan dan ini perawat Dadang
Perawat 1 dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga
keluarganya.
P2 : Kami berdua yang bertugas untuk merawat nenek pada hari ini.
Ny. Ratih : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak.
Ibu : Iya pak obat nya tadi sudah diminum semua…
Setelah bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang akan
diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.
P1 : Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan
bapak : iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang tua kami..!!
P2 : iya pak terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang tua
bapak dan ibu. Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.
P1 : kalau begitu kami mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang lebih
5 menit kami akan kembali lagi.
P1 dan P2 : Mari pak, buk… (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).
Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan
dalam tindakan yang akan diberikan.
3. Fase Kerja
darah).
P1 : cucu nenek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada
nenek)
Ny. Ratih : yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah.
Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.
sambil menunggu perawat 1 mengukur tekanan darah, perawat 2 menyiapkan termometer untuk
mengukur suhu nenek.
P2 : Nek… maaf ya… tolong nenek angkat sedikit tangan kanannya…!!
termometer).
P2 : Nek… Langsung dijepit tangannya ya nek… dan jangan dulu dilepas
4. Fase terminasi
setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan semua
peralatan dirapikan
P1 : keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus banyak
minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.
Orang tua bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar nenek
cepat sembuh..!!
Dokter : Assalamu’alaikum…
Dokter : oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke
meja saya ya…
Dokter : alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet
sembuh.
mari nek….!!
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan kamar
Ny.N.
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
– Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan memungkinkan
dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat.
– Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping,
merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir.
– Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien
diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki.
– Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara
dokter dan pasien lanjut usia.
1. SARAN
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan pasien
lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini sangat banyak sekali kesahalan. besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi IV, hal. 1425 – 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
Geriatr Soc;42:413–9
Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician
communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the