Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING

4.1 Tujuan
1. Mempelajari dan memahami mekanisme terjadinya stress corrosion
cracking
2. Memahami dan menganalisa parameter proses stress corrosion cracking
3. Mempelajari reaksi yang menyebabkan stress corrosion cracking
4. Menganalisa dan mempelajari laju korosi yang terjadi

4.2 Teori Dasar


Besi murni (ferit) tentulah tidak mengandung karbon. Besi ini relatif lunak
dan liat serta mampu tempa, tetapi tidak kuat. Hampir semua besi murni
mempunyai suatu kekuatan tarik batas sekitar 40.000 psi. Penambahan karbon ke
dalam besi murni dalam jumlah yang berkisar dari 0,05 sampai 1,7 persen,
menghasilkan apa yang dikenal sebagai baja[5] .
Bila satu atau lebih logam ditambahkan kedalam baja karbon dalam jumlah
yang cukup maka akan diperoleh sifatsifat baja yang baru, hasil ini dikenal dengan
baja paduan. Logam paduan yang umum digunakan adalah nikel, mangan, khrom,
vanad, dan molibden. Baja karbon biasanya diklasifikasikan seperti ditunjukkan di
bawah ini [5]:
1 Baja karbon rendah, Mengandung karbon antara 0,05 hingga 0,30 wt% C.
2 Baja karbon menengah , Memiliki konsentrasi karbon berkisar antara 0,30
hingga 0,60 wt% C
3 Baja karbon tinggi , Biasanya mengandung karbon sebesar 0,60 hingga 1,4
wt% C[5] .
Logam Ferro (besi dan baja) merupakan bagian yang sangat penting dalam
dunia industri, karena mulai dari bahan baku hingga tahap produksi dalam dunia
industri selalu menggunakanya. Logam merupakan penghantar panas dan listrik
yang sangat baik, logam memiliki sifat ulet, logam memiliki ketahanan aus yang
baik. Namun logam juga mempunyai banyak kelemahan jika di bandingkan
BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

dengan unsur unsur lain, karena logam mudah terkorosi jika berinteraksi dengan
lingkungan, Oleh karena itu korosi saangat merugikan misalnya.[10] :
1 Dari segi biaya, korosi sangat mahal
2 Korosi sangat memboroskan sumber daya alam
3 Korosi sangat tidak nyaman bagi manusia dan terkadang sangat
membahayakan
4 Turunya mutu produk akibat terkontaminasi korosi.
Bentuk korosi pada baja atau besi bermaca – macam jenis contohnya seperti
korosi akibat tegangan yang menyebabkan retakan dan kegagalan pada logam.
Peretakan korosi tegangan (stress corrosion cracking) merupakan kasus yang
diberikan untuk peretakan intergranular atau transgranular pada logam akibat
gabungan antara tegangan tarik dan lingkungan khusus yang bersifat korosif [ 10] .
SCC tidak dapat terjadi jika tidak ada tegangan dan lingkungan korosif,
SCC sering terjadi pada logam stainless steel, hal ini disebabkan ketika terjadi
korosi pada permukaan membentuk lapisan Cr 2 O3 yang berbahan keramik. Ketika
terjadi tegangan, maka lapisan keramik tersebut akan pecah dan bagian
permukaan yang pecah tadi terekspos oleh lingkungan yang korosif dan
membentuk lagi lapisan permukaan berbentuk keramik yang selanjut nya pecah
kembali akibat tengan, hal ini terus berulang hingga kedalam logam dan membuat
retakan.[1 ]
Gaya mekanik seperti tarik tekan berpengaruh kecil pada proses korosi pada
bagian logam tetapi jika logam terjadi pada lingkungan korosif mengalami
tegangan tarik tekan maka kondisi tersebut menjadi faktor penyebab kegagala
logam.[1 ]
SCC sangat berbahaya karena SCC tidak dapat diduga datangnya dan dapat
menyebabkan pengurangan dimensi dan kekuatan, meskipun penelitian intensif
telah di lakukan tetapi kita baru sampai pada pemahaman tentang proses proses
yang terlibat. Sementara usaha usaha pengendalianya sampai sekarang masih
sering gagal.Sehingga sering kali bahan yang di pilih karena ketahananya terhadap
korosi ternyata gagal terhadap tegangan yang jauh di bawah tegangan perpatahan
normal/tegangan maksium [ 10] .

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 2


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Stress corrosion cracking atau Korosi Retak Tegang merupakan merupakan


intergranular pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik statik
dengan lingkungan khusus.Bentuk korosi ini sangat lazim dijumpai lingkungan
industri.SCC terjadi karena adanya tiga kondisi yang saling berkaitan, yaitu
adanya tegangan tarik, lingkungan yang korosif, dan temperatur yang tinggi [10]
.

Gambar 4.1 kondisi yang menyebabkan terjadnya SCC[10] .

Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi SCC :


1. Faktor Lingkungan, seperti : temperatur, tekanan, jenis larutan, konsentrasi
larutan, pH, potensial elektrokimia, dan viskositas.
2. Faktor Mekanis, seperti : Kondisi tegangan (plane stress/strain) dan bentuk
pembebanan.
3. Struktur material, seperti : Komposisi paduan (impurity), kondisi
metalurgi (phasa, grain size, residual stress), geometri retak (panjang dan
lebar retak, crack opening, crack-tip closure).
SCC memiliki ciri-ciri yang khusus, yaitu antara lain :
1. Tegangan tarik harus ada, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa SCC
merupakan hasil kerjasama antara tegangan dan proses korosi. Jika salah
satu dari unsur itu tidak ada, maka SCC tidak akan terjadi.
2. Pada umumnya material paduan (alloy) lebih rentan terhadap SCC
dibandingkan dengan logam murni, kecuali tembaga.
3. Bila tidak terdapat tegangan, maka paduan biasanya lembam terhadap unsur
yang sama pada lingkungan tersebut, dimana semestinya menyebabkan
SCC.
4. Pada bahan yang bersifat ductile, perpatahan SCC yang terjadi ternyata
berubah menjadi perpatahan yang bersifat getas (brittle fracture).
5. Dibawah tegangan ambang batas (threshold stress intensity) kegagalan SCC
tidak akan terjadi.

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 3


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

SCC adalah proses kegagalan yang tertunda, karena retak yang terjadi dapat
menjalar dengan lambat sampai tegangan yang bekera pada komponen logam
akan naik dan mencapai tegangan patahnya. SCC sendiri terdiri dari tiga tahap,
yaitu:

Gambar 4.2 Mekanisme Penjalaran Retak.[ 10 ]

1 Muncul retak dan penjalaran tahap 1.


Muncul retak dan penjalaran tahap 1. Dalam tahap pertama, terjadi serangan
terhadap bagian – bagian sangat lokal pada permukaan logam yang bersifat anoda
yang akibatnya timbul berupa ceruk atau lubang. Kegiatan tegangan tarik terhadap
bahan dapat menimbulkan berbagai efek, kemungkinan yang paling mendasar
yang terjadi adalah bahwa tegangan tarik akan menyerang kisi kristal yang
semestinya dalam kesetimbangan dan berakibat bangkitnya energi termodinamika
ikatan–ikatan atom. Kalau efek ini terlokasi pada permukaan, anoda–anoda akan
terbentuk walaupun bahan bersangkutan menerima tegangan yang masih diawah
batas elastisnya[ 10] .
2. Tahap 2 atau penyebaran peretakan secara merata, Mekanisme panjalaran
retak dalam SCC ada tiga yaitu:
a) Mekanisme melalui lintasan aktif sudah ada sejak semula
Dalam mekanisme ini penjalaran cenderung terjadi disepanjang batas butir
yang aktif. Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi interganular.
Batas–batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi,

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 4


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

seperti segregasi atau denudasi unsur–unsur pembentuk paduan. Besar sekali


penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walaupun
kemungkinan [10].
itu berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah, karena peran
tegangan tarik disitu mungkin sekedar membuat retakan tetap terbuka sehingga
elektrolit dapat masuk kebagian ujungnya mekanisme ini dapat di anggap
dominan bila SCC diatur oleh aspek - aspek elektro kimia atau metalurgi, alih -
alih oleh tegangan [10].
b) Mekanisme melalui lintasan aktif akibat regangan
Berlawanan dengan kasus peretakan yang didominasi oleh pengaruh korosi,
dengan regangan sebagai unsur pengendali jika penjalaran retak akibat penguraian
terjadi, maka laju pertumbuhan diujung retakan tempat penguraian anodik
berlangsung harus paling besar dibanding bagian sisi retakan yang telah
terpasifkan berhubungan dengan lingkungan lebih lama. Mekanisme ini dengan
demikian erat sekali kaitannya dengan perilaku aktif–pasif yang pada giliranya
mempunyai hubungan kuat dengan sifat elekrokimia [10] .

c) Mekanisme yang menyangkut absorpsi


Mekanisme yang menyangkut absorpsi mengandung arti bahwa unsur-unsur
aktif dalam elektrolit menurunkan intregritas mekanik bagian ujung retakan, jadi
memudahkan putusnya ikatanikatan pada tingakat energi jauh lebih rendah dari
semestinya. Dalam salah satu mekanisme jenis ini, ionion agresif yang spesifik
untuk setiap kasus diperkirakan mengurangi kekuatan ikatan antara atomatom
logam diujung retakan akibat proses absopsi dan ini menyebabkan terbentuknya
ikatan-ikatan atara logam dan unsur-unsur agresif [10 ] .
Energi yang digunakan mengikat unsur agresif dengan atom-atom logam
mengurangi energi ikatan logam denagan logam sehingga pemusatan secara
mekanik mudah terjadi. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah bahwa ion
spesifik yang dalam keadaan normal tidak relatif terhadap logam menjadi lebih
reaktif karena menikngkatnya energi termodinamik diantara ikatan logam-logam
akibat tegangan tarik [10] .
Pengujian Stress corrosion cracking pada material baja betujuan untuk
menciptakan perlakuan khusus pada spesimen uji untuk menerima tegangan

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 5


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

tertentu pada lingkungan yang bersifat korosi. Skema pengujian bisa dilihat pada
Gambar berikut :

Gambar 4.3 Skema alat uji Stress corrosion cracking.[ 11 ]

Dalam pemasangan spesimen uji spesimen dipasang pada pegait dan setting
pada maskrup untuk selanjutnya dilakukan pembebanan, memasukkan larutan
atau media korosi pada wadah penampung sampai pada batas atas yang kemudian
spesimen diberikan pembebanan dan dipasangkan dial gauge untuk pembacaan
pertambahan panjang, spesimen yang di uji di cek potensial dan pH nya [11].

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 6


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

4.3 Metodologi Penelitian


4.3.1 Skema Proses
A. prosedur kerja

Alat dan bahan persiapkan

Bersihkan permukaan spesimen secara mekanik

Ukur dimensi spesimen

Timbang berat spesimen

Spesimen dipasangakn pada alat uji SCC

Masukkan pasir kedalam sel uji SCC

Masukkan NaCL 3,5% ke dalam sel uji SCC

Pasangkan beban pada alat uji SCC

Pasangkan dial gauge pada alat untuk pembacaan panjang

Masukkan aerator kedalam sel uji

Ukur pH dan potensial spesimen tahap awal

Cek spesimen 1 jam sekali selama 21 hari

Untuk pelepasan spesimen lepas beban terlebih dahulu

A
A

Keringkan dan bersihkan spesimen dengan amplas

Timbang dan ukur spesimen untuk kehilangan berat

Plotkan pada diagram pourbaix

Hitung laju korosi dengan metode kehilngan berat

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 7


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Lakukan analisa

Berikan kesimpulan
Gambar 4.4 Skema Proses Prosedur Pengujian Stress corrosion cracking

4.3.2 Penjelasan Skema Proses


A. Prosedur kerja
1. Alat dan bahan dipersiapkan, seperti alat uji SCC, spesimen baja dengan
standar JIS SS 400, pH meter dan Multimeter
2. Spesimen baja JIS SS 400 dilakukan pembersihan permukaan dengan
amplas hingga bersih dengan dua amplas
3. Dimensi spesimen diukur dengan mengunakkan jangka sorong dan
penggaris
4. Spesimen ditimbang dengan mengunakkan neraca analitik
5. Spesimen kemudian dipasangakan pada pejepit alat uji SCC dengan
menggunakkan baut pada spesimen yang telah di lubangi, dan tahan sel uji
dengan mengunakkan kayu agar tidak jatuh saat di isi pasir dan larutan
6. Pasir dimasukkan kedalam sel uji SCC dengan ketinggian menutupi bagian
dibawah gaule length dari spesimen
7. Larutan NaCl 3,5% dimasukkan kedalam sel uji hingga menutupi gaule
length
8. Beban seberat dipasangakan pada alat uji SCC
9. Dial gauge dipasangkan pada alat uji untuk mengetahui pertambahan
panjang
10. Aerator dimasukkan kedalam larutan NaOH 3,5%
11. pH dan potensial larutan spesimen dengan menggunakkan pH meter dan
multimeter dibantu electrode referece dan catat untuk tahap awal
12. pH, potensial, dan pertambahan panjang dukur setiap 1 jam sekali selama
21 hari dan tulis data
13. kemudian setelah 21 hari, spesimen dilepaskan dengan melepas beban
terlebih dahulu, dilanjut dial gauge dan dilanjut melepaskan spesimen dari
penjepit
14. spesimen dikeringkan dan diamplas hingga korosi yang terbentuk hilang

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 8


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

15. spesimen diukur dan ditimbang untuk mengetahui kehilangan berat


16. Ditentukan 10 titik hasil data pengujian kemudian di plotkan pada diagram
pourbaix
17. Laju korosi dihitung dengan metode kehilangan berat
18. Percobaan dianalisa sesuai dengan hasil data yang didapat
19. berikan kesimpulan berdasarkan hasil percobaan.

4.3.3 Gambar Proses


A. Prosedur kerja pengujian Stres corrosion cracking

Persiapkan alat dan bahan

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 9


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Bersihkan permukaan spesimen secara mekanik

Ukur spesimen mengunakkan jangka sorong dan pengaris

Timbang berat spesimen menggunakkan neraca analitik

Pasangkan spesimen pada alat uji SCC seperti pada gamabar

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 10


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Masukkan pasir kedalam sel uji SCC hingga menutup dasar spesimen

Masukkan larutan NaCl 3,5% hingga menutup gaule length dari spesimen

Pasangkan beban sesuai ketentuan

Pasangakan dial gauge untuk membaca pertambahan panjang spesimen

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 11


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Pasangkan aerator pada alat agar menyerupai kondisi air laut

Ukur pH larutan dan potensial spesimen dengan mengunakkan ORP tester

Lakukan pengecekan pH dan potensial spesimen setiap 1 jam sekali selama 21


hari

Setelah 21 hari spesimen dilepas dan lepaskan beban terlebih dahulu

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 12


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Kerinkan spesimen dan bersihkan korosi dengan mengunakkan amplas

Ukur spesimen dengan mengunakkan jangka sorong

Timbang spesimen dengan menggunakkan neraca analitik


Gambar 4.5 Gambar proses pengujian SCC
4.4 Alat Dan Bahan
4.4.1 Alat
1. Neraca analitik : 1 buah
2. Multimeter : 1 buah
3. Alat uji SCC : 1 buah
4. pH meter : 1 set
5. Reference electrode Ag/AgCl : 1 buah
6. ORP tester : 1 set
7. Aerator : 1 buah
8. Beban : 18,85 kg

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 13


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

9. Dial gauge : 1 buah


10. Jangka sorong : 1buah
11. Tang : 2 buah
12. Tabung sel uji SCC : 1 buah
4.4.2 Bahan
1. Baja JIS SS 400 : 1 buah
2. Selotip : secukupnya
3. Amplas 320, 1000 dan 1200 mesh : secukupnya
4. Larutan NaCl : 2 liter
5. Pasir dan agregat : secukupnya

4.5 Data Pengamatan


1. Gambar teknik spesimen uji sebelum dilakukan percobaan

Gambar 4.6 Gambar Teknik Spesimen sebelum pengujian

2. Gambar teknik spesimen uji setelah dilakukan percobaan.

Gambar 4.7 Gambar Teknik Spesimen sesudah pengujian

3. Data awal pengamatan

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 14


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Tabel 4.1 data pengamatan sebelum pengujian


1 Spesimen JIS SS 400
2 Panjang awal (mm) 180,35 mm
3 Lebar awal (mm) 34,8 mm
4 Tebal awal (mm) 3,7 mm
5 Beban SCC (Kg) 18,85 Kg
6 Larutan NaCl 3,5%
7 Waktu pengamatan 21 hari
8 Waktu awal pembebanan 16,22 WIB
9 Potensial awal (V) -0,494 V
1 PH awal 7,50
0
1 Panjang takikan awal (mm) 2,9 mm dan kedalaman takikan
1 3,25mm
1 Berat awal spesimen (gram) 145,81 gram
2
1 Panjang gauge (mm) 50,9 mm bagian dalam dan
3 56,1 mm bagian luar

4. Data akhir pengamatan


Tabel 4.2 data pengamatan ssesudah pengujian
1 Spesimen JIS SS 400
2 Panjang akhir (mm) 186
3 Lebar akhir (mm) 34,30
4 Tebal akhir (mm) 3,72
5 Beban SCC (Kg) 18,85
6 Larutan NaCl 3,5%
7 Waktu pengamatan 21 hari
8 Waktu akhir pembebanan 16.25 WIB
9 Potensial akhir (V) 0,618 V
1 PH akhir 8,42
0
1 Panjang takikan akhir (mm) 2,46 mm dan kedalaman
1 takikan 3 mm

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 15


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

1 Berat akhir spesimen (gram) 145,17 gram


2
1 Panjang gauge (mm) 52,20 mm bagian dalam dan
3 59,70 mm bagian luar

4.6 Pengolahan Data


4.6.1 Perhitungan
1. Pembuatan Larutan NaCl 3,5%
1000×ρ×%massa
M NaCl 3,5 % =
Mr
1000 x 2,16gr/ cm 3 x 3,5%
M NaCl 32 % =
58,5
M NaCl 32% % = 1,29%
gr 1000
1,29 = ×
Mr ml
1,29×58,5×2000
gr =
1000
= 150,93 gr
2. Luas Penampang Awal
Dik:
Lebar = 34,8 mm
Tebal = 3,7 mm
Dit : A0?
Jawab :
A0 = lebar x tebal
= 34,8 x 3,7
= 128,76 mm²
3. Luas Penampang Akhir
Dik :
Lebar = 34,30 mm
Tebal = 3,72 mm
Dit : A0?
Jawab :
A0 = lebar x tebal

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 16


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

= 34,30 x 3,72
= 127,596 mm²
4. Perhitungan Beban
Dik :
σy = 245 N/ mm²
safety factor = 75%
σuts = 500 N/ mm²
A0 = 128,76 mm²
Dit : FDIN dan F?
Jawab :
FDIN = σy x safety factor
= 245 N/ mm² x 75%
= 183,75 N/ mm²
F = σuts x A0
= 500 N/ mm² x 128,76 mm²
= 64,380 N
5. Safety factor
Dik :
FDIN = 183,75 N/ mm²
F = 64,380 N
Dit : SFDIN dan SF?
Jawab :
SFDIN = FDIN x 0,75
= 183,75 x 0,75
= 137,81 N/ mm²
SF = F x 0,75
= 64,380 x 0,75
= 48,285 N
6. Regangan
Dik :
lo = 180,35 mm
li = 186 mm

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 17


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Dit :e?
Jawab :
l1 - l0
e =
l0
186 - 180,35
=
180,35
= 0,031
7. Modulus elastisitas
Dik :
σ = 24,5 kg/mm2
e = 0,031
Dit : E ?
Jawab :
σ
E =
e
24,5
=
0,031
= 790,322 Kg/mm2
8. Laju korosi
534 × W
CR =
ρ ×A ×t
534 × 650
=
7,8 × 0,199 × 504
= 443,7 mpy
9. Konversi reference electrode
Vtitik = Vpengamatan – Vstandard
Vtitik 47 = 0,624 V – 0,197 V =0,424 V
Vtitik 48 = 0,622 V – 0,197 V =0,425 V
Vtitik 49 = 0,618 V – 0,197 V =0,421 V
Vtitik 89 = 0,628 V – 0,197 V =0,431 V
Vtitik 90 = 0,628 V – 0,197 V =0,431 V
Vtitik 91 = 0,628 V – 0,197 V =0,431 V
Vtitik 178 = 0,622 V – 0,197 V =0,425 V
Vtitik 179 = 0,621 V – 0,197 V =0,424 V

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 18


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Vtitik 180 = 0,623 V – 0,197 V =0,426 V


Vtitik 181 = 0,621 V – 0,197 V =0,424 V
10. Persamaan reaksi
NaCl(s) + H2O(l) → NaCl(aq) + H2O(aq)
NaCl(s) + H2O(l) + Fe(s) + O2 → FeCl2(s) + H2O(aq) + O2(g) + Na(s)
O2(g) + 2Fe(s) → 2FeO(s)
11. Diagram pourbaix (10 titik)
Tabel 4.3 data pengamatan 10 titik SCC
Potensial
Perpanjangan
No. Tanggal Waktu Ph Potensial (konversi
(mm)
)
47 29/11/2020 14:00 6,73 0,621 0,424 0,12
48 29/11/2020 15:00 6,73 0,622 0,425 0,12
49 29/11/2020 16:00 6,73 0,618 0,421 0,12
89 01/12/2020 09:00 7,25 0,628 0,431 0,16
90 01/12/2020 10:00 7,26 0,628 0,431 0,16
91 01/12/2020 11:00 7,31 0,628 0,431 0,16
17
1:00 7,22 0,622 0,425 0,19
8 05/12/2020
17
2:00 7,24 0,621 0,424 0,19
9 05/12/2020
18
3:00 7,24 0,623 0,426 0,19
0 05/12/2020
18
4:00 7,27 0,621 0,424 0,19
1 05/12/2020

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 19


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Gambar 4.8 Diagram pourbaix plot 10 titik

Titik 47 Titik 91
Titik 48 Titik 178
Titik 49 Titik 179
Titik 89 Titik 180
Titik 90 Titik 181

4.7 Analisa Dan Pembahasan

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 20


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Dalam praktikum stress corrosion cracking praktikan menggunakkan


spesimen dengan material baja JIS SS 400 yang memiliki keterangan baja
struktural dengan kekutan tarik 400 Mpa. diujikan pada alat uji SCC dengan beban
18,85 yang direndam dengan larutan NaCl 3.2% selama 21 hari.
Beban yang digunakan dalam praktikum ini dibawah σ y tetapi dapat
membuat spesimen menjadi retak atau crack hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain spesimen dalam kondisi lingkungan korosif, dimana dalam
pengujian lingkungan korosif disimulasikan seperti kodisi air laut dan juga
ditambahkan aerator agar seperti ada deburan ombak.
Jika dilihat dalam zona laut korosi yang paling tinggi berada pada daerah
tidal zone, splash zone dan zona atmosfer laut dimana tidal zone dan splash zone
selal terbasahi oleh pasang surut air laut atau pun percikan air laut dimana zona
yang paling agresif karena mengandung cloride yang tinggi selain itu juga
deburan ombak membuat struktur terkena beban dan dapat menyebabkan crack
atau erosi. Pada zona atmosfer laut terjadinya korosi biasanya diakibatkan oleh
partikel garam yang terbawa oleh angin.
Selain itu juga faktor yang dapat membuat material menjadi crack adalah
kemampuan material untuk menahan beban tersebut dimana ini dipengaruhi oleh
komposisi karbon dimana karbon tidak tersebar merata pada setiap bagian
material baja sehingga bagian yang tidak tersebar karbon mudah terjadi crack
Stress corrosion cracking dapat terjadi jika terdapat tegangan, lingkungan
yang korosif dan logam paduan, jika salah satu tidak terpenuhi maka SCC belum
dapat terjadi.
Jika dilihat dari data selama 21 pengujian pH larutan dan potensial tidak
berjalan secara stabil terkadang naik dan turun untuk pH yang naik dari 7 menjadi
8 disebabkan oleh larutan menjadi basa akibat kehilangan ion hidrogen, hidrogen
ini berasal dari garam asam, untuk potensial yang terkadang berubah ini
disebabkan oleh praktikan saat proses pengecekan multimeter tidak ditempelkan
dengan benar pada spesimen.
Hasil spesimen yang diuji selama 21 hari menghasilkan pitting dan uniform
corrosion dimana pada daerah sekitar takikan terbentuk pitting, pitting ini jika
dibiarkan lama kelamaan akan menjadi dalam dan terkenan tegangan dan bisa

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 21


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

menyebabkan retakan hingga terjadi kegagalan logam, pada bagian yang tidak
terkena larutan NaCl hanya terbentuk uniform corrosion dikarenakan pada daerah
ini terkena cipratan larutan yang disebabkan oleh aerator.
Dalam pengujian SCC ini spesimen kehilangan berat sebesar 0,64 gram
dimana berat awal sebesar 145,81 gram jika dilihat pada hari pelepasan spesimen
saat ditimbang dan diukur ukur masih terdapat korosi yang menempel sehingga
ini dapat mempengaruhi hasil pengukuran berat. Laju korosi yang didapat dari
perhitungan sebesar 443,7 mpy dan perpanjangan bertambah sebesar 0,26mm.

4.8 Kesimpulan Dan Saran


4.8.1 Kesimpulan
1. Mekanisme terjadinya SCC diawali oleh pitting corrosion yang diakibatkan
oleh lingkungan yang agresif kemudia terkena tegangan dan membuat
pitiing menjadi pusat tengan dan terjadi retakan pada daerah tersebut.
2. Parameter proses yang mempengaruhi SCC ini antara lain, lingkungan yang
korosif, adanya tegangan yang berupa faktor mekanis dan dari kondisi dan
sifat material tersebut.
3. Laju korosi yang didapat dari perhitungan sebesar 443,7 mpy
4. Jenis korosi yang terbentuk dalam spesimen uji adalah pitting corrosion dan
uniform corrosion
5. Kondisi lingkungan yang digunakan disumulasikan seperti kondisi seperti
laut dimana mengunakkan larutan NaCl,aerator sebagai deburan ombak,
pasir dan agregat
6. Kenaikan pH selama proses pengujian SCC diakibatkan oleh hilangnya ion
hidrogen dari garam asam pada larutan
7. Daerah yang paling terkorosi adalah bagian tidal zone, splash zone
8. Pada zona atmosfer spesimen terbentuk korosi merata

4.8.2 Saran
1. Untuk praktikan dan asisten lebih menjaga protokol kesehatan kepada
praktikan mengingat kodisi masih dalam pandemi covid -19

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 22


BAB V PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING Kelompok 14

Laboratorium Kimia Dan Korosi T.A 2020/2021 23

Anda mungkin juga menyukai