62
BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4
[4]
3. Propagasi SCC hingga terjadi kegagalan .
Tergantung pada kombinasi logam lingkungan dan kondisi tekanan, waktu
kerusakan dapat bervariasi dari menit hingga beberapa tahun. Untuk alasan ini,
pemeriksaan logam bertekanan yang terpapar ke lingkungan korosif selama servis
sangat penting untuk menentukan apakah retakan telah dimulai dan untuk
terjadinya SCC [4]. Kondisi berikut ini diperlukan agar SCC terjadi:
1. Logam yang rentan.
2. Lingkungan tertentu.
3. Tegangan tarik atau sisa.
[5] .
Berbagai jenis SCC dibedakan sebagai berikut:
1. Perengkahan korosi tegangan klorida. Itu terjadi pada baja austenitik di bawah
tegangan tarik dengan adanya oksigen, ion klorida dan tinggi suhu.
2. Retak korosi tegangan kaustik. Retak baja di lingkungan kaustik di mana
konsentrasi hidrogen tinggi, misalnya, retak tabung Inconel dalam larutan alkali.
3. Retak korosi tegangan sulfida. Retak baja di lingkungan hidrogen sulfida seperti
yang ditemui di industri pengeboran minyak.
4. Retak musiman. Istilah ini sekarang sudah usang. Itu hanya memiliki
signifikansi historis. Ini hanya mengacu pada SCC kuningan diamoniak lingkungan, tetapi
[1]
kadang-kadang masih terjadi di pabrik pendingin yang menggunakan amonia refrigerant .
Retak korosi tegangan korosi pada baja pertama kali ditemui dengan cara
praktis di ketel uap paku keling. Tekanan pada paku keling selalu melebihi batas
elastis, dan ketel air biasanya diolah dengan alkali untuk meminimalkan korosi. Celah
antara paku keling dan plat boiler memungkinkan air boiler untuk terkonsentrasi,
hingga konsentrasi alkali mencukupi untuk menginduksi SCC, terkadang disertai
dengan ledakan boiler. Karena alkali dikenali sebagai salah satu penyebabnya,
kegagalan semacam ini pertama kali disebut perapuhan kaustik. Dengan munculnya
boiler yang dilas dan dengan boiler yang lebih baik pengolahan air, SCC boiler
menjadi kurang umum. Namun, kejadiannya belum dihilangkan sepenuhnya, karena
tekanan yang signifikan, misalnya, dapat terjadi pada bagian boiler yang dilas atau di
[4]
tangki yang digunakan untuk menyimpan alkali pekat .
5. Kondisi retakan khusus untuk paduan dan lingkungan. Suatu paduan dapat terkorosi
dalam satu media korosif sementara itu mungkin tidak berada di bawah SCC. Semua lingkungan
spesifik untuk paduan tertentu tidak diketahui.
6. Modus retakan mungkin intergranular atau transgranular. Transisi dari
intergranular ke transgranular bergantung pada beberapa faktor, seperti perlakuan panas,
korosif media, tingkat tegangan dan suhu.
7. Laju serangan sangat cepat diretak ujung dan sangat rendah di sisi retakan.
8. Ada reaksi korosi tertentu yang kritis untuk terjadinya SCC.
9. Retakan SCC terlihat rapuh secara mikroskopis.
10. Mode fraktur paduan di SCC selalu berbeda dari mode frakturnya pada fraktur
regangan biasa.
11. Untuk beberapa sistem, tampaknya ada nilai ambang tegangan yang di
bawahnya SCC tidak terjadi.
12. Mungkin ada potensi kritis di bawahnya SCC tidak terjadi [1].
Pengaruh kimia bahan dan mikrostruktur bahan di SCC dan hubungan antara
keduanya sangat kompleks. Komposisi paduan memiliki bantalan yang signifikan
pada sifat-sifat film pasif dan fase. distribusi Sebagai contoh, jumlah karbon yang
tinggi pada baja cenderung membentuk karbida kromium yang menyebabkan
sensitisasi baja dan menyebabkan korosi antar butir. Demikian pula, elemen pengotor
[5]
dalam baja memisahkan dan mempengaruhi korosi proses pelarutan .
Pengaruh kimia material dan mikrostruktur pada korosi antar butir dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori :
1. Presipitasi Batas Butir : Hal ini paling baik diilustrasikan dengan pembentukan
kromium karbida (Cr23C6) pada batas butirdan penipisan kromium yang berdekatan dengan batas
butir dalam baja tahan karat, seperti AISI 304. Daerah batas butir mengalami serangan korosi
yang disebut serangan intergranular. Presipitasi karbida juga terjadi padanikel paduan, seperti
paduan 600.
2. Pemisahan Batas Butir : Pengotor, seperti fosfor, belerang, karbon dan silikon,
terpisah pada batas butir dan retakan berkontribusi pada baja SCC dan paduan dasar nikel.
Contoh presipitasi batas butir :
1. Pengendapan kromium karbida dalam baja tahan karat pada kisaran suhu
500–800°C.
600 [5].
Berikan beban
Kesimpulan
Berikan beban
4.4.2. Bahan
1. Baja JIS SS 400 1 buah
2. Amplas 1 buah
3. Larutan NaCl 3,5% Secukupnya
4. Pasir Silika Secukupnya
5. Alkohol Secukupnya
6. Aqua Dm Secukupnya
7. Agregat Secukupnya
1. Baja JIS SS
400
c : 52,2 mm h : 3 mm
d : 59,7 mm i : 3,7 mm
e : 15,7 mm j : 186 mm
Dit : A1 ?
Jawab :
A1 = 2 [2 (a x f) + (c x e) + 2(1/2 (e + f) x b) – (1/2 x g x h)]
= 2 [ 2(63,15 x 34,3) + (52,2 x 15,7) + 2(1/2(15,7 x 34,3) 7,5)
– (1/2 x 2,48 x 3)]
= 2 [4332,09 + 816,54 + 375 – 3,72]
2
= 2 [5522,91] mm
2 2
= 11.045,87 mm = 17,121 inch
3. Perhitungan beban
Dik : σy= 245 N/mm2 = 245 Mpa = 24,5 kg/mm2 g =
10 m/s2
2
σUTS = 500 N/mm
2
A0 = 10.761,14 mm
Dit : FDIN dan F?
Jawab :
FDIN = σy
gravitasi
2
245 N/mm
= 10 m/s
2
2
= 24,5 kg/mm
F = σUTS × A0
= 500 N/mm2 × 10.761,14 mm2
= 5.380.570 N
4. Safety factor
2
Dik : FDIN = 24,5 kg/mm
F = 5.380.570 N
Dit : SFDIN dan SF?
Jawab :
SFDIN = FDIN × 0,75
= 24,5 × 0,75
2
= 18,375 kg/mm
SF = F × 0,75
= 5.380.570 × 0,75
= 4.035.427,5 N
5. Regangan
Dik : l1 = 186 mm l0
= 180,35 mm
Dit : e?
e = l₁ -l₀
l₀
= 186-180,35
180,35
= 0,031 mm
6. Modulus elastisitas
2
Dik : σ = 24,5 kg/mm
e = 0,031
Dit : E?
Jawab :
E = σe
24,5
= 0,031
= 790,32 kg/mm2
7. Laju korosi
Dik : W= 145,81 – 145,16
= 0,65 gr = 650 mg
CR = 534 × W
ρ×A×T
Diketahui:
VH Referensi = 0.197 V
Tabel 4.6 Potensial larutan dalam SCC
VH(1) -0.545
VH(2) 0.58
VH(3) 0.599
VH(4) 0.62
VH(5) 0.618
VH(6) 0.623
VH(7) 0.617
VH(8) 0.614
VH(9) 0.619
VH(10) 0.613
1. Diagram Pourbaix
JIS SS 400 tidak tahan terhadap korosi. Arti dari Baja JIS SS 400 yaitu untuk JIS
itu sendiri merupakan kode internasional untuk baja yang dikeluarkan oleh
industri yang ada di jepang. Kepanjangan JIS itu sendiri adalah Japanese
Industrial Standard. Untuk SS itu sendiri artinya bukan stainless steel, tetapi
structural steel atau dapat disebut baja kontruksi. Baja ini termasuk baja dengan
kadar karbon rendah (max 0,17% C). Baja JIS SS 400 ini merupakan baja umum
(mild steel) yang hanya memiliki komposisi kimia karbon (C), Mangan (Mn),
Silikon (Si), Sulfur (S) dan Posfor (P).
Pada praktikum ini, beban yang diberikan pada spesimen sebesar 18,85 kg.
Pengaruh pemberian beban pada pengujian stress corrosion cracking adalah untuk
mengetahui seberapa kuat spesimen uji menahan regangan dari beban tersebut.
Karena pemberian beban tersebut, spesimen mengalami penambahan panjang,
panjang awal sebesar 180,35 mm, setelah dilakukan pengujian panjang spesimen
menjadi 186 mm.
Pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal – kristal silika (SiO 2)
dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir
silika juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan yang
mengandung mineral utama yaitu silika. Pengaruh penggunaan pasir silika pada
pengujian ini yaitu pasir silika dapat meningkatkan kekuatan tarik, kekuatan tekan
dan kekuatan lentur pada spesimen pada saat proses pengujian dilakukan.
Faktor yang mempengaruhi korosi pada spesimen adalah jenis larutan uji,
waktu pengujian atau lamanya pengujian dilakukan, lingkungan atau udara yang
ikut bereaksi pada saat pengujian dilakukan. Fenomena yang terjadi pada saat
pengujian stress corrosion cracking yaitu semakin lama pengujian dilakukan,
spesimen uji mengalami penambahan panjang, potensial yang berubah – ubah dan
pH yang berubah – ubah juga atau bisa dikatakan tidak stabil. Faktor tersebut
dikarenakan adanya tegangan pada spesimen uji oleh beban yang diberikan. Dan
hasil dari pengujian tersebut, seluruh permukaan spesimen uji terkorosi.
Regangan atau kompresi berpengaruh sangat kecil pada proses korosi, tetapi
jika tarikan dan lingkungan yang korosif dikondisi yang bersamaan maka kondisi
ini merupakan salah satu pembuktian apakah material tersebut gagal atau tidak.
Zona korosi yang terjadi pada spesimen uji yaitu pada daerah yang mengalami
regangan dan korosi yang terbentuk pada zona korosi tersebut yaitu korosi
tegangan, karena adanya suatu beban yang menyebabkan spesimen mengalami
tegangan dan lingkungan yang korosif dari larutan NaCl 3,5%. Kondisi korosi
yang paling parah ada di permukaan bagian bawah spesimen, dikarenakan
sebagian besar permukaan spesimen kontak langsung dengan larutan NaCl 3,5%
dan regangan dari pembebanan yang diberikan.
Hasil akhir spesimen uji pada pengujian stress corrosion cracking ini yaitu
spesimen uji berat spesimen mengalami penurunan yang dikarenakan spesimen uji
telah terkorosi, selisih berat awal dan akhir spesimen yaitu sebesar 640 mg. Laju
korosi yang terjadi pada pengujian ini yaitu sebesar 443,7 mpy, sedangkan tingkat
ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki nilai laju korosi
sebesar 1-200 mpy. Dapat disimpulkan pengujian ini mengakibatkan laju korosi
pada spesimen uji menjadi sangat tinggi.
4.7.2. Saran
1. Pada saat pengukuran potensial, penambahan panjang dan pH lebih
teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan.
2. Pada saat pengukuran berat dan dimensi spesimen uji lebih teliti
dalam membaca ukuran pada alat ukurnya.
3. Pada saat pengamatan spesimen uji setiap selama 21 hari lebih teliti
agar hasil pengamatannya lebih maksimal.