62
BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4
5. Kondisi retakan khusus untuk paduan dan lingkungan. Suatu paduan dapat
terkorosi dalam satu media korosif sementara itu mungkin tidak berada di
bawah SCC. Semua lingkungan spesifik untuk paduan tertentu tidak diketahui.
6. Modus retakan mungkin intergranular atau transgranular. Transisi dari
intergranular ke transgranular bergantung pada beberapa faktor, seperti
perlakuan panas, korosif media, tingkat tegangan dan suhu.
7. Laju serangan sangat cepat diretak ujung dan sangat rendah di sisi retakan.
8. Ada reaksi korosi tertentu yang kritis untuk terjadinya SCC.
9. Retakan SCC terlihat rapuh secara mikroskopis.
10. Mode fraktur paduan di SCC selalu berbeda dari mode frakturnya pada fraktur
regangan biasa.
11. Untuk beberapa sistem, tampaknya ada nilai ambang tegangan yang di
bawahnya SCC tidak terjadi.
12. Mungkin ada potensi kritis di bawahnya SCC tidak terjadi [1].
Pengaruh kimia bahan dan mikrostruktur bahan di SCC dan hubungan antara
keduanya sangat kompleks. Komposisi paduan memiliki bantalan yang signifikan
pada sifat-sifat film pasif dan fase. distribusi Sebagai contoh, jumlah karbon yang
tinggi pada baja cenderung membentuk karbida kromium yang menyebabkan
sensitisasi baja dan menyebabkan korosi antar butir. Demikian pula, elemen
pengotor dalam baja memisahkan dan mempengaruhi korosi proses pelarutan [5].
Pengaruh kimia material dan mikrostruktur pada korosi antar butir dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori :
1. Presipitasi Batas Butir : Hal ini paling baik diilustrasikan dengan pembentukan
kromium karbida (Cr23C6) pada batas butirdan penipisan kromium yang
berdekatan dengan batas butir dalam baja tahan karat, seperti AISI 304. Daerah
batas butir mengalami serangan korosi yang disebut serangan intergranular.
Presipitasi karbida juga terjadi padanikel paduan, seperti paduan 600.
2. Pemisahan Batas Butir : Pengotor, seperti fosfor, belerang, karbon dan silikon,
terpisah pada batas butir dan retakan berkontribusi pada baja SCC dan paduan
dasar nikel. Contoh presipitasi batas butir :
1. Pengendapan kromium karbida dalam baja tahan karat pada kisaran suhu
500–800°C.
Berikan beban
Kesimpulan
Berikan beban
4.4.2. Bahan
1. Baja JIS SS 400 1 buah
2. Amplas 1 buah
3. Larutan NaCl 3,5% Secukupnya
4. Pasir Silika Secukupnya
5. Alkohol Secukupnya
6. Aqua Dm Secukupnya
7. Agregat Secukupnya
1. Baja JIS SS
400
c : 52,2 mm h : 3 mm
d : 59,7 mm i : 3,7 mm
e : 15,7 mm j : 186 mm
Dit : A1 ?
Jawab :
A1 = 2 [2 (a x f) + (c x e) + 2(1/2 (e + f) x b) – (1/2 x g x h)]
= 2 [ 2(63,15 x 34,3) + (52,2 x 15,7) + 2(1/2(15,7 x 34,3) 7,5)
– (1/2 x 2,48 x 3)]
= 2 [4332,09 + 816,54 + 375 – 3,72]
= 2 [5522,91] mm2
= 11.045,87 mm2 = 17,121 inch2
3. Perhitungan beban
Dik : σy = 245 N/mm2 = 245 Mpa = 24,5 kg/mm2
g = 10 m/s2
σUTS = 500 N/mm2
A0 = 10.761,14 mm2
Dit : FDIN dan F?
Jawab :
σy
FDIN = gravitasi
245 N/mm2
= 10 m/s2
= 24,5 kg/mm2
F = σUTS × A0
= 500 N/mm2 × 10.761,14 mm2
= 5.380.570 N
4. Safety factor
Dik : FDIN = 24,5 kg/mm2
F = 5.380.570 N
Dit : SFDIN dan SF?
Jawab :
SFDIN = FDIN × 0,75
= 24,5 × 0,75
= 18,375 kg/mm2
SF = F × 0,75
= 5.380.570 × 0,75
= 4.035.427,5 N
5. Regangan
Dik : l1 = 186 mm
l0 = 180,35 mm
Dit : e?
l₁ -l₀
e= l₀
186-180,35
= 180,35
= 0,031 mm
6. Modulus elastisitas
Dik : σ = 24,5 kg/mm2
e = 0,031
Dit : E?
Jawab :
σ
E=e
24,5
= 0,031
= 790,32 kg/mm2
7. Laju korosi
Dik : W = 145,81 – 145,16
= 0,65 gr = 650 mg
A0 = 11.045,87 mm2 = 17,121 inch2
T = 21 hari = 504 jam
Dit : CR?
Jawab :
534 × W
CR = ρ × A × T
534 ×0,65
= 7,8× 17,121 ×504
Diketahui:
VH Referensi = 0.197 V
Tabel 4.6 Potensial larutan dalam SCC
VH(1) -0.545
VH(2) 0.58
VH(3) 0.599
VH(4) 0.62
VH(5) 0.618
VH(6) 0.623
VH(7) 0.617
VH(8) 0.614
VH(9) 0.619
VH(10) 0.613
1. Diagram Pourbaix
JIS SS 400 tidak tahan terhadap korosi. Arti dari Baja JIS SS 400 yaitu untuk JIS
itu sendiri merupakan kode internasional untuk baja yang dikeluarkan oleh industri
yang ada di jepang. Kepanjangan JIS itu sendiri adalah Japanese Industrial
Standard. Untuk SS itu sendiri artinya bukan stainless steel, tetapi structural steel
atau dapat disebut baja kontruksi. Baja ini termasuk baja dengan kadar karbon
rendah (max 0,17% C). Baja JIS SS 400 ini merupakan baja umum (mild steel) yang
hanya memiliki komposisi kimia karbon (C), Mangan (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S)
dan Posfor (P).
Pada praktikum ini, beban yang diberikan pada spesimen sebesar 18,85 kg.
Pengaruh pemberian beban pada pengujian stress corrosion cracking adalah untuk
mengetahui seberapa kuat spesimen uji menahan regangan dari beban tersebut.
Karena pemberian beban tersebut, spesimen mengalami penambahan panjang,
panjang awal sebesar 180,35 mm, setelah dilakukan pengujian panjang spesimen
menjadi 186 mm.
Pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal – kristal silika (SiO2)
dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.
Pasir silika juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan
yang mengandung mineral utama yaitu silika. Pengaruh penggunaan pasir silika
pada pengujian ini yaitu pasir silika dapat meningkatkan kekuatan tarik, kekuatan
tekan dan kekuatan lentur pada spesimen pada saat proses pengujian dilakukan.
Faktor yang mempengaruhi korosi pada spesimen adalah jenis larutan uji,
waktu pengujian atau lamanya pengujian dilakukan, lingkungan atau udara yang
ikut bereaksi pada saat pengujian dilakukan. Fenomena yang terjadi pada saat
pengujian stress corrosion cracking yaitu semakin lama pengujian dilakukan,
spesimen uji mengalami penambahan panjang, potensial yang berubah – ubah dan
pH yang berubah – ubah juga atau bisa dikatakan tidak stabil. Faktor tersebut
dikarenakan adanya tegangan pada spesimen uji oleh beban yang diberikan. Dan
hasil dari pengujian tersebut, seluruh permukaan spesimen uji terkorosi.
Regangan atau kompresi berpengaruh sangat kecil pada proses korosi, tetapi
jika tarikan dan lingkungan yang korosif dikondisi yang bersamaan maka kondisi
ini merupakan salah satu pembuktian apakah material tersebut gagal atau tidak.
Zona korosi yang terjadi pada spesimen uji yaitu pada daerah yang mengalami
regangan dan korosi yang terbentuk pada zona korosi tersebut yaitu korosi
tegangan, karena adanya suatu beban yang menyebabkan spesimen mengalami
tegangan dan lingkungan yang korosif dari larutan NaCl 3,5%. Kondisi korosi yang
paling parah ada di permukaan bagian bawah spesimen, dikarenakan sebagian besar
permukaan spesimen kontak langsung dengan larutan NaCl 3,5% dan regangan dari
pembebanan yang diberikan.
Hasil akhir spesimen uji pada pengujian stress corrosion cracking ini yaitu
spesimen uji berat spesimen mengalami penurunan yang dikarenakan spesimen uji
telah terkorosi, selisih berat awal dan akhir spesimen yaitu sebesar 640 mg. Laju
korosi yang terjadi pada pengujian ini yaitu sebesar 443,7 mpy, sedangkan tingkat
ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki nilai laju korosi
sebesar 1-200 mpy. Dapat disimpulkan pengujian ini mengakibatkan laju korosi
pada spesimen uji menjadi sangat tinggi.
4.7.2. Saran
1. Pada saat pengukuran potensial, penambahan panjang dan pH
lebih teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan.
2. Pada saat pengukuran berat dan dimensi spesimen uji lebih teliti
dalam membaca ukuran pada alat ukurnya.
3. Pada saat pengamatan spesimen uji setiap selama 21 hari lebih
teliti agar hasil pengamatannya lebih maksimal.