Anda di halaman 1dari 22

BAB IV

PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING

4.1. Tujuan Praktikum


1. Mempelajari cara pengukuran perpanjangan spesimen uji, potensial korosi
dan pH dalam pengujian stress corrosion cracking.
2. Memahami mekanisme terjadinya stress corrosion cracking pada spesimen
uji.
3. Menganalisa perubahan yang terjadi pada spesimen uji.
4. Mengetahui dan memahami standarisasi yang terkait.
5. Memahami parameter yang mempengaruhi stress corrosion cracking.

4.2. Teori Dasar


Korosi adalah kegagalan logam yang diakibatkan tegangan oleh aksi
tegangan dan kimiawi serangan. Ini adalah fenomena yang terkait dengan
kombinasi tegangan tarik statis, lingkungan, dan dalam beberapa sistem, kondisi
metalurgi yang menyebabkan kegagalan komponen karena inisiasi dan penyebaran
retakan rasio aspek tinggi. Hal ini ditandai dengan retakan – retakan yang
menyebabkan kegagalan komponen – komponen struktur yang bersangkutan. Retak
korosi tegangan disingkat SCC. Kegagalan lebih sering tiba – tiba dan tidak dapat
diprediksi yang mungkin terjadi setelah beberapa bulan atau tahun layanan
sebelumnya memuaskan [1].
Stress korosi retak (SCC) adalah jenis retak yang terjadi ketika material yang
rentan terhadap SCC secara bersamaan tertekan dan terkena lingkungan yang
menyebabkan SCC pada tingkat makroskopik, kegagalan SCC tampak rapuh yaitu,
keuletan material yang biasa sangat berkurang. Tegangan tarik dapat diterapkan
atau sisa, atau keduanya. Tegangan sisa dihasilkan dari proses fabrikasi, seperti
deformasi dan pengelasan. Tegangan retak korosi dapat berupa intergranular atau
transgranular, atau kombinasi keduanya. Secara umum, ada tiga tahapan dalam
proses stress korosi retak :
1. Pembangkitan lingkungan yang menyebabkan SCC.
2. Inisiasi SCC.

62
BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

3. Propagasi SCC hingga terjadi kegagalan [4].


Tergantung pada kombinasi logam lingkungan dan kondisi tekanan, waktu
kerusakan dapat bervariasi dari menit hingga beberapa tahun. Untuk alasan ini,
pemeriksaan logam bertekanan yang terpapar ke lingkungan korosif selama servis
sangat penting untuk menentukan apakah retakan telah dimulai dan untuk
mengembangkan prosedur mitigasi sebelum terjadi kegagalan [4].
Retak korosi tegangan disebabkan oleh interaksi faktor metalurgi, mekanik,
dan lingkungan, sehingga terdapat berbagai kemungkinan tindakan pengendalian
SCC yang dapat dilakukan. Selain itu, kompleksitas SCC telah menyebabkan
sejumlah besar hipotesis, model, teori, dan kontroversi tentang mekanisme
terjadinya SCC [4]. Kondisi berikut ini diperlukan agar SCC terjadi:
1. Logam yang rentan.
2. Lingkungan tertentu.
3. Tegangan tarik atau sisa.

Gambar 4.1 Proses SCC


(sumber: book principles of corrosion engineering and corrosion control)
SCC adalah proses mekanis-kimiawi yang mengarah ke pemecahan paduan
tertentu pada tekanan dibawah kekuatan tariknya. Diperlukan rentan paduan yang,
lingkungan kimiawi yang tepat, ditambah tarik yang tahan lama tegangan.
Sepertinya tidak ada sistem paduan yang sepenuhnya kebal terhadap SCC di semua
lingkungan. Biasanya, ada periode induksi, selama nukleasi retak pada mikroskopis
tingkat. Periode latensi ini mungkin cukup lama (misalnya, berbulan – bulan atau
bertahun – tahun) sebelum berlanjut ke tahap propagasi [5].
SCC adalah proses anodik, fakta yang dapat diverifikasi dengan
menggunakan perlindungan katodik sebagai tindakan perbaikan yang efektif. SCC
dapat terkadang menyebabkan kelelahan, korosi, atau sebaliknya.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 63


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Biasanya,sebenarnya sifat dari retakan tersebut dapat diidentifikasi dari morfologi


retakan yang diamati. Dalam kegagalan SCC biasanya ada sedikit kehilangan logam
karena korosi umum. Jadi, kegagalan baut tegangan yang berkarat sampai akhirnya
tidak dapat menopang beban yang diterapkan tidak diklasifikasikan sebagai SCC
[5]
.
Berbagai jenis SCC dibedakan sebagai berikut:
1. Perengkahan korosi tegangan klorida. Itu terjadi pada baja austenitik di bawah
tegangan tarik dengan adanya oksigen, ion klorida dan tinggi suhu.
2. Retak korosi tegangan kaustik. Retak baja di lingkungan kaustik di mana
konsentrasi hidrogen tinggi, misalnya, retak tabung Inconel dalam larutan
alkali.
3. Retak korosi tegangan sulfida. Retak baja di lingkungan hidrogen sulfida
seperti yang ditemui di industri pengeboran minyak.
4. Retak musiman. Istilah ini sekarang sudah usang. Itu hanya memiliki
signifikansi historis. Ini hanya mengacu pada SCC kuningan diamoniak
lingkungan, tetapi kadang-kadang masih terjadi di pabrik pendingin yang
menggunakan amonia refrigerant [1].
Retak korosi tegangan korosi pada baja pertama kali ditemui dengan cara
praktis di ketel uap paku keling. Tekanan pada paku keling selalu melebihi batas
elastis, dan ketel air biasanya diolah dengan alkali untuk meminimalkan korosi.
Celah antara paku keling dan plat boiler memungkinkan air boiler untuk
terkonsentrasi, hingga konsentrasi alkali mencukupi untuk menginduksi SCC,
terkadang disertai dengan ledakan boiler. Karena alkali dikenali sebagai salah satu
penyebabnya, kegagalan semacam ini pertama kali disebut perapuhan kaustik.
Dengan munculnya boiler yang dilas dan dengan boiler yang lebih baik pengolahan
air, SCC boiler menjadi kurang umum. Namun, kejadiannya belum dihilangkan
sepenuhnya, karena tekanan yang signifikan, misalnya, dapat terjadi pada bagian
[4]
boiler yang dilas atau di tangki yang digunakan untuk menyimpan alkali pekat .
Retak korosi tegangan merupakan merugikan fenomena yang terjadi di bawah
tegangan tarik, baik residu maupun diterapkan pada lingkungan korosif. Retakan
dimulai dan diperbanyak oleh efek gabungan dari tegangan dan lingkungan.
Mekanisme korosi tegangan retak sangat kompleks dan meskipun telah dilakukan

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 64


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

penelitian ekstensif, masih belum dipahami secara meyakinkan. Namun, berbagai


faktor penting yang menyebabkan SCC diberikan di bawah ini. Retakan SCC dapat
berupa intergranular atau transgranular, tergantung pada paduan, kondisi tegangan,
dan lingkungan. Retak korosi tegangan dimulai dan menyebar tanpa bukti korosi
dari luar. Kegagalan dapat terjadi tanpa peringatan sebelumnya. Mereka sering
memulai cacat yang sudah ada sebelumnya atau cacat yang terbentuk selama masa
layanan komponen. Berikut ini adalah umumnya lokasi untuk inisiasi retak :
1. Diskontinuitas permukaan. Retakan dapat dimulai pada permukaan yang tidak
rata, seperti alur, putaran atau cacat yang timbul dari proses fabrikasi.
2. Lubang korosi. SCC juga dapat dimulai di pit yang terbentuk di permukaan
karena pemecahan kepasifan oleh ion klorida. Lubang terbentuk pada nilai
potensial tertentu, yaitu potensi lubang kritis. Dalam banyak kasus, retak korosi
tegangan telah diamati untuk memulai di dasar lubang oleh korosi
intergranular. Elektrokimia di dasar lubang adalah faktor pengontrol dalam
inisiasi retakan di lokasi lubang.
3. Batas butir. Korosi intergranular akibat sensitisasi oleh pengotor, seperti fosfor
atau belerang, pada batas butir yang membuat batas butir sangat reaktif
terhadap SCC. Pembubaran bidang slip disebabkan oleh kerusakan film
pelindung dan memicu SCC [1].
Karakteristik dari SCC :
1. Stres, baik residual atau terapan, diperlukan. Ada aksi stres dan simultan korosi
yang.
2. Umumnya semua paduan rentan terhadap SCC, namun ada beberapa logam
murni yang telah diamati mengalami SCC, seperti 99,999% Cu dan besi dengan
kemurnian tinggi.
3. SCC dari paduan tertentu disebabkan oleh hanya beberapa spesies kimiawi di
lingkungan.
4. Ada periode yang disebut 'periode induksi' yang diperlukan untuk
menghasilkan crack inisiasi, mirip dengan periode induksi yang diperlukan
untuk menghasilkan pitting.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 65


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

5. Kondisi retakan khusus untuk paduan dan lingkungan. Suatu paduan dapat
terkorosi dalam satu media korosif sementara itu mungkin tidak berada di
bawah SCC. Semua lingkungan spesifik untuk paduan tertentu tidak diketahui.
6. Modus retakan mungkin intergranular atau transgranular. Transisi dari
intergranular ke transgranular bergantung pada beberapa faktor, seperti
perlakuan panas, korosif media, tingkat tegangan dan suhu.
7. Laju serangan sangat cepat diretak ujung dan sangat rendah di sisi retakan.
8. Ada reaksi korosi tertentu yang kritis untuk terjadinya SCC.
9. Retakan SCC terlihat rapuh secara mikroskopis.
10. Mode fraktur paduan di SCC selalu berbeda dari mode frakturnya pada fraktur
regangan biasa.
11. Untuk beberapa sistem, tampaknya ada nilai ambang tegangan yang di
bawahnya SCC tidak terjadi.
12. Mungkin ada potensi kritis di bawahnya SCC tidak terjadi [1].
Pengaruh kimia bahan dan mikrostruktur bahan di SCC dan hubungan antara
keduanya sangat kompleks. Komposisi paduan memiliki bantalan yang signifikan
pada sifat-sifat film pasif dan fase. distribusi Sebagai contoh, jumlah karbon yang
tinggi pada baja cenderung membentuk karbida kromium yang menyebabkan
sensitisasi baja dan menyebabkan korosi antar butir. Demikian pula, elemen
pengotor dalam baja memisahkan dan mempengaruhi korosi proses pelarutan [5].
Pengaruh kimia material dan mikrostruktur pada korosi antar butir dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori :
1. Presipitasi Batas Butir : Hal ini paling baik diilustrasikan dengan pembentukan
kromium karbida (Cr23C6) pada batas butirdan penipisan kromium yang
berdekatan dengan batas butir dalam baja tahan karat, seperti AISI 304. Daerah
batas butir mengalami serangan korosi yang disebut serangan intergranular.
Presipitasi karbida juga terjadi padanikel paduan, seperti paduan 600.
2. Pemisahan Batas Butir : Pengotor, seperti fosfor, belerang, karbon dan silikon,
terpisah pada batas butir dan retakan berkontribusi pada baja SCC dan paduan
dasar nikel. Contoh presipitasi batas butir :
1. Pengendapan kromium karbida dalam baja tahan karat pada kisaran suhu
500–800°C.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 66


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

2. Pengendapan karbida kromium dalam paduan dasar nikel, seperti paduan


600 [5].

4.3. Metodologi Penelitian


4.3.1. Skema Proses

Siapkan alat dan bahan

Bersihkan spesimen uji secara mekanik

Timbang dan ukur dimensi awal spesimen uji

Jepit spesimen uji di alat pengujian SCC

Masukkan pasir silika kedalam alat pengujian SCC

Masukkan larutan NaCl 3,5% kedalam alat pengujian SCC

Berikan beban

Ukur potensial dan pH awal spesimen uji

Pasang dial gauge

Catat perubahan yang terjadi selama 21 hari

Bersihkan spesimen uji

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 67


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Timbang dan ukur dimensi akhir spesimen uji

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4.2 Skema proses pengujian stress corrosion cracking

4.3.2. Penjelasan Skema Proses


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Permukaan spesimen uji dibersihkan secara mekanik
menggunakan amplas kasar dan amplas halus.
3. Dimensi awal spesimen uji diukur dan berat awal spesimen uji
ditimbang.
4. Spesimen uji dijepit di alat pengujian SCC.
5. Pasir silika dimasukkan kedalam alat pengujian SCC.
6. Larutan NaCl 3,5% dimasukkan kedalam alat pengujian SCC.
7. Beban diberikan ke spesimen uji di alat pengujian SCC.
8. Spesimen uji diukur potensial awalnya dan larutan diukur pH
awalnya.
9. Dial gauge dipasang.
10. Perubahan panjang spesimen uji, potensial spesimen uji, dan pH
larutan dicatat selama 21 hari.
11. Spesimen uji dibersihkan.
12. Dimensi akhir spesimen uji diukur dan berat akhir spesimen uji
ditimbang.
13. Kemudian larutan dianalisa.
14. Terakhir ditarik kesimpulan.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 68


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

4.3.3. Gambar Proses

Bersihkan spesimen uji secara mekanik

Timbang dan ukur dimensi awal spesimen uji

Jepit spesimen uji di alat pengujian SCC

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 69


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Masukkan pasir silika kedalam alat pengujian SCC

Masukkan larutan NaCl 3,5% kedalam alat pengujian SCC

Berikan beban

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 70


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Ukur potensial dan pH awal spesimen uji

Pasang dial gauge

Catat perubahan panjang spesimen uji, potensial spesimen uji, dan


pH larutan selama 21 hari

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 71


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Bersihkan spesimen uji

Timbang dan ukur dimensi akhir spesimen uji


Gambar 4.3 Gambar proses pengujian stress corrosion cracking
(sumber: laboratorium kimia dan korosi)

4.4. Alat dan Bahan


4.4.1. Alat
1. Neraca Analitik 1 buah
2. pH Meter 1 buah
3. Multimeter 1 buah
4. Reference Electrode Ag/AgCl 1 buah
5. Alat Uji SCC 1 buah
6. Sel Uji SCC 1 buah
7. Beban 18,85 kg
8. Aerator 1 buah
9. Dial Gauge 1 buah
10. Vernier Calliper 1 buah

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 72


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

11. Tang 1 buah


12. Spatula 1 buah

4.4.2. Bahan
1. Baja JIS SS 400 1 buah
2. Amplas 1 buah
3. Larutan NaCl 3,5% Secukupnya
4. Pasir Silika Secukupnya
5. Alkohol Secukupnya
6. Aqua Dm Secukupnya
7. Agregat Secukupnya

4.5. Pengumpulan dan Pengolahan Data


4.5.1. Pengumpulan Data
1. Data Awal Pengamatan
Tabel 4.1 Data awal pengamatan
No Parameter Keterangan
1 Spesimen JIS SS 400
2 Panjang awal (mm) 180,35 mm
3 Lebar awal (mm) 34,8 mm
4 Tebal awal (mm) 3,7 mm
5 Beban SCC (Kg) 18,85 Kg
6 Larutan NaCl 3,5%
7 Waktu pengamatan 21 hari
8 Waktu awal pembebanan 16,22 WIB
9 Potensial awal (V) -0,691 V
10 pH awal 7,50
11 Panjang takikan awal (mm) 2,9 mm dan kedalaman 3,25mm
12 Berat awal spesimen (gram) 145,81 gram
13 Panjang gauge (mm) 50,9 mm (dalam) dan 56,1 mm (luar)

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 73


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

2. Gambar Teknik Spesimen dan Foto Spesimen


1. Gambar teknik spesimen sebelum pengujian

Gambar 4.4 Spesimen sebelum pengujian

2. Gambar teknik spesimen sesudah pengujian

Gambar 4.5 Spesimen sesudah pengujian


3. Foto awal dan akhir spesimen
Tabel 4.2 Spesimen sebelum dan sesudah pencelupan

No Gambar spesimen Gambar spesimen setelah


Spesimen
. sebelum pencelupan pencelupan

1. Baja JIS SS
400

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 74


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

3. Data Akhir Pengamatan


Tabel 4.3 Data akhir pengamatan
1 Spesimen JIS SS 400
2 Panjang awal (mm) 186 mm
3 Lebar awal (mm) 34,30 mm
4 Tebal awal (mm) 3,72 mm
5 Beban SCC (Kg) 145,17 kg
6 Larutan NaCl 3,5%
7 Waktu pengamatan 21 hari
8 Waktu akhir pembebanan 16.25 WIB
9 Potensial akhir (V) 0.421
10 pH akhir 8.42
11 Panjang takikan awal (mm) 2,46 mm
12 Berat awal spesimen (gram) 145,17 g
13 Panjang gauge (mm) 52,2 mm (dalam) dan 59,7 mm
(luar)

4. Data Pengamatan pH dan Potensial


Tabel 4.4 Data pengamatan pH dan potensial
Pertambahan
No Tanggal Waktu pH Potensial Potensial (konversi)
Panjang (mm)
1 28/11/2020 02:00 7.71 -0.545 -0.742 0,11
2 28/11/2020 10:00 7.51 0.58 0.383 0,12
3 01/12/2020 02:00 7.01 0.599 0.402 0,17
4 05/12/2020 08:00 7.24 0.62 0.423 0,19
5 05/12/2020 20:00 7.36 0.618 0.421 0,17
6 09/12/2020 06:00 7.34 0.623 0.426 0,24
7 11/12/2020 00:00 7.9 0.617 0.42 0,24
8 14/12/2020 02:00 7.77 0.614 0.417 0,24
9 14/12/2020 20:00 8 0.619 0.422 0,26
10 16/12/2020 08:00 8.2 0.613 0.416 0,26

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 75


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

5. Data Diagram Pourbaix Kelompok 4


Tabel 4.5 Data diagram pourbaix kelompok 4
Potensial Pertambahan
No. Tanggal Waktu pH Potensial
(Konversi) Panjang (mm)
11 28/11/2020 02:00 7.71 -0.545 -0.742 0.11
19 28/11/2020 10:00 7.51 0.58 0.383 0.12
83 01/12/2020 02:00 7.01 0.599 0.402 0.17
185 05/12/2020 08:00 7.24 0.62 0.423 0.19
197 05/12/2020 20:00 7.36 0.618 0.421 0.23
279 09/12/2020 06:00 7.34 0.623 0.426 0.24
319 11/12/2020 00:00 7.9 0.617 0.42 0.24
369 14/12/2020 02:00 7.77 0.614 0.417 0.24
387 14/12/2020 20:00 8 0.619 0.422 0,25
423 16/12/2020 08:00 8.2 0.613 0.416 0,26

4.5.2. Pengolahan Data


1. Perhitungan luas penampang awal
Dik :
a = 62,12 mm f = 34,8 mm
b = 5,2 mm g = 2,9 mm
c = 50,9 mm h = 3,25 mm
d = 56,1 mm i = 3,7 mm
e = 15,7 mm j = 180 mm
Dit : A0 ?
Jawab :
A0 = 2[2 (a x f) + (c x e) + 2(1/2 (e + f) x b) – (1/2 x g x h)]
= 2[2(62,12 x 34,8) + (50,9 x 15,7) + 2(1/2(15,7 x 34,8) 5,2)
– (1/2 x 2,9 x 3,25)]
= 2 [4323,55 + 799,13 + 262,6 – 4,71]
= 2 [5380,57] mm2
= 10.761,14 mm2 = 16,679 inch2
2. Perhitungan luas penampang akhir
Dik :
a : 63,15 mm f : 34,3 mm
b : 7,5 mm g : 2,48 mm

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 76


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

c : 52,2 mm h : 3 mm
d : 59,7 mm i : 3,7 mm
e : 15,7 mm j : 186 mm
Dit : A1 ?
Jawab :
A1 = 2 [2 (a x f) + (c x e) + 2(1/2 (e + f) x b) – (1/2 x g x h)]
= 2 [ 2(63,15 x 34,3) + (52,2 x 15,7) + 2(1/2(15,7 x 34,3) 7,5)
– (1/2 x 2,48 x 3)]
= 2 [4332,09 + 816,54 + 375 – 3,72]
= 2 [5522,91] mm2
= 11.045,87 mm2 = 17,121 inch2
3. Perhitungan beban
Dik : σy = 245 N/mm2 = 245 Mpa = 24,5 kg/mm2
g = 10 m/s2
σUTS = 500 N/mm2
A0 = 10.761,14 mm2
Dit : FDIN dan F?
Jawab :
σy
FDIN = gravitasi

245 N/mm2
= 10 m/s2

= 24,5 kg/mm2
F = σUTS × A0
= 500 N/mm2 × 10.761,14 mm2
= 5.380.570 N
4. Safety factor
Dik : FDIN = 24,5 kg/mm2
F = 5.380.570 N
Dit : SFDIN dan SF?
Jawab :
SFDIN = FDIN × 0,75
= 24,5 × 0,75
= 18,375 kg/mm2

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 77


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

SF = F × 0,75
= 5.380.570 × 0,75
= 4.035.427,5 N
5. Regangan
Dik : l1 = 186 mm
l0 = 180,35 mm
Dit : e?
l₁ -l₀
e= l₀
186-180,35
= 180,35

= 0,031 mm
6. Modulus elastisitas
Dik : σ = 24,5 kg/mm2
e = 0,031
Dit : E?
Jawab :
σ
E=e
24,5
= 0,031

= 790,32 kg/mm2
7. Laju korosi
Dik : W = 145,81 – 145,16
= 0,65 gr = 650 mg
A0 = 11.045,87 mm2 = 17,121 inch2
T = 21 hari = 504 jam
Dit : CR?
Jawab :
534 × W
CR = ρ × A × T
534 ×0,65
= 7,8× 17,121 ×504

= 5,157 x 10-3 mpy


8. Konversi reference electrode ke H
VH(n) = VH Pengukuran – VH Referensi

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 78


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

Diketahui:
VH Referensi = 0.197 V
Tabel 4.6 Potensial larutan dalam SCC
VH(1) -0.545
VH(2) 0.58
VH(3) 0.599
VH(4) 0.62
VH(5) 0.618
VH(6) 0.623
VH(7) 0.617
VH(8) 0.614
VH(9) 0.619
VH(10) 0.613

VH(1) = VH Pengukuran – VH Referensi


= -0.545 - 0.197 = -0.742 V
VH(2) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.58 - 0.197 = 0.383 V
VH(3) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.599 - 0.197 = 0.402 V
VH(4) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.62 - 0.197 = 0.423 V
VH(5) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.618 - 0.197 = 0.421 V
VH(6) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.623 - 0.197 = 0.426 V
VH(7) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.617 - 0.197 = 0.42 V
VH(8) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.614 - 0.197 = 0.417 V
VH(9) = VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.619 - 0.197 = 0.422 V
VH(10)= VH Pengukuran – VH Referensi
= 0.613 - 0.197 = 0.416 V

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 79


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

1. Diagram Pourbaix

Gambar 4.6 Diagram pourbaix kelompok 4


(sumber: laboratorium kimia dan korosi teknik metalurgi)

Tabel 4.7 Data diagram pourbaix kelompok 4

No Tanggal Waktu pH Potensial (konversi)


1 28/11/2020 02:00 7.71 -0.742
2 28/11/2020 10:00 7.51 0.383
3 01/12/2020 02:00 7.01 0.402
4 05/12/2020 08:00 7.24 0.423
5 05/12/2020 20:00 7.36 0.421
6 09/12/2020 06:00 7.34 0.426
7 11/12/2020 00:00 7.9 0.42
8 14/12/2020 02:00 7.77 0.417
9 14/12/2020 20:00 8 0.422
10 16/12/2020 08:00 8.2 0.416

4.6. Analisa dan Pembahasan


Material yang digunakan dalam pengujian ini yaitu material Baja JIS SS 400.
Baja JIS SS 400 tidak termasuk baja tahan karat atau dapat dikatakan bahwa Baja

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 80


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

JIS SS 400 tidak tahan terhadap korosi. Arti dari Baja JIS SS 400 yaitu untuk JIS
itu sendiri merupakan kode internasional untuk baja yang dikeluarkan oleh industri
yang ada di jepang. Kepanjangan JIS itu sendiri adalah Japanese Industrial
Standard. Untuk SS itu sendiri artinya bukan stainless steel, tetapi structural steel
atau dapat disebut baja kontruksi. Baja ini termasuk baja dengan kadar karbon
rendah (max 0,17% C). Baja JIS SS 400 ini merupakan baja umum (mild steel) yang
hanya memiliki komposisi kimia karbon (C), Mangan (Mn), Silikon (Si), Sulfur (S)
dan Posfor (P).
Pada praktikum ini, beban yang diberikan pada spesimen sebesar 18,85 kg.
Pengaruh pemberian beban pada pengujian stress corrosion cracking adalah untuk
mengetahui seberapa kuat spesimen uji menahan regangan dari beban tersebut.
Karena pemberian beban tersebut, spesimen mengalami penambahan panjang,
panjang awal sebesar 180,35 mm, setelah dilakukan pengujian panjang spesimen
menjadi 186 mm.
Pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal – kristal silika (SiO2)
dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan.
Pasir silika juga dikenal dengan nama pasir putih merupakan hasil pelapukan batuan
yang mengandung mineral utama yaitu silika. Pengaruh penggunaan pasir silika
pada pengujian ini yaitu pasir silika dapat meningkatkan kekuatan tarik, kekuatan
tekan dan kekuatan lentur pada spesimen pada saat proses pengujian dilakukan.
Faktor yang mempengaruhi korosi pada spesimen adalah jenis larutan uji,
waktu pengujian atau lamanya pengujian dilakukan, lingkungan atau udara yang
ikut bereaksi pada saat pengujian dilakukan. Fenomena yang terjadi pada saat
pengujian stress corrosion cracking yaitu semakin lama pengujian dilakukan,
spesimen uji mengalami penambahan panjang, potensial yang berubah – ubah dan
pH yang berubah – ubah juga atau bisa dikatakan tidak stabil. Faktor tersebut
dikarenakan adanya tegangan pada spesimen uji oleh beban yang diberikan. Dan
hasil dari pengujian tersebut, seluruh permukaan spesimen uji terkorosi.
Regangan atau kompresi berpengaruh sangat kecil pada proses korosi, tetapi
jika tarikan dan lingkungan yang korosif dikondisi yang bersamaan maka kondisi
ini merupakan salah satu pembuktian apakah material tersebut gagal atau tidak.
Zona korosi yang terjadi pada spesimen uji yaitu pada daerah yang mengalami

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 81


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

regangan dan korosi yang terbentuk pada zona korosi tersebut yaitu korosi
tegangan, karena adanya suatu beban yang menyebabkan spesimen mengalami
tegangan dan lingkungan yang korosif dari larutan NaCl 3,5%. Kondisi korosi yang
paling parah ada di permukaan bagian bawah spesimen, dikarenakan sebagian besar
permukaan spesimen kontak langsung dengan larutan NaCl 3,5% dan regangan dari
pembebanan yang diberikan.
Hasil akhir spesimen uji pada pengujian stress corrosion cracking ini yaitu
spesimen uji berat spesimen mengalami penurunan yang dikarenakan spesimen uji
telah terkorosi, selisih berat awal dan akhir spesimen yaitu sebesar 640 mg. Laju
korosi yang terjadi pada pengujian ini yaitu sebesar 443,7 mpy, sedangkan tingkat
ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki nilai laju korosi
sebesar 1-200 mpy. Dapat disimpulkan pengujian ini mengakibatkan laju korosi
pada spesimen uji menjadi sangat tinggi.

4.7. Kesimpulan dan Saran


4.7.1. Kesimpulan
1. Cara mengukur penambahan panjang yaitu menggunakan dial
gauge, mengukur potensial menggunakan multitester dan
mengukur pH menggunakan pH meter.
2. Perubahan yang terjadi pada spesimen uji yaitu spesimen uji
terkorosi dan spesimen uji mengalami penambahan panjang.
3. Parameter yang mempengaruhi stress corrosion cracking yaitu,
lingkungan (udara atau kelembapan), larutan uji yang digunakan,
dan waktu pengujian dilakukan.
4. Standarisasi yang terkait pada praktikum ini yaitu ASTM G1,
ASTM E8, ASTM G49 – 85, ASTM G44 – 99, dan ASTM G123.
5. Terjadinya penambahan panjang pada spesimen uji dikarenakan
adanya regangan yang diberikan oleh beban pada spesimen uji.

4.7.2. Saran
1. Pada saat pengukuran potensial, penambahan panjang dan pH
lebih teliti lagi agar tidak terjadi kesalahan.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 82


BAB IV PENGUJIAN STRESS CORROSION CRACKING KELOMPOK 4

2. Pada saat pengukuran berat dan dimensi spesimen uji lebih teliti
dalam membaca ukuran pada alat ukurnya.
3. Pada saat pengamatan spesimen uji setiap selama 21 hari lebih
teliti agar hasil pengamatannya lebih maksimal.

Laporan Akhir Praktikum Korosi TA. 2020/2021 83

Anda mungkin juga menyukai