Anda di halaman 1dari 25

Dr.dr.

Meliana Zailani MARS


STANDAR NASIONAL AKREDITASI
RUMAH SAKIT
MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR IPKP

• Rumah sakit pendidikan harus mempunyai mutu dan


keselamatan pasien yang lebih tinggi daripada rumah
sakit nonpendidikan.
• Agar mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
pendidikan tetap terjaga maka perlu ditetapkan
standar akreditasi untuk rumah sakit pendidikan.
• Pada rumah sakit yang digunakan sebagai rumah sakit
pendidikan, akreditasi perlu dilengkapi dengan standar
dan elemen penilaian untuk menjaga mutu pelayanan
dan menjamin keselamatan pasien
Standar IPKP.2
Pelaksanaan pelayanan dalam pendidikan klinis
yang diselenggarakan di rumah sakit mempunyai
akuntabilitas manajemen, koordinasi, dan
prosedur yang jelas.
Elemen Penilaian IPKP.2
Elemen Penilaian IPKP.2
1. Ada regulasi tentang pengelolan dan
pengawasan pelaksanaan pendidikan klinis yang
telah disepakati bersama meliputi 1) sampai
dengan 3) di maksud dan tujuan. (R)
2. Ada daftar lengkap memuat nama semua
peserta pendidikan klinis yang saat ini ada di
rumah sakit. (D)
3. Untuk setiap peserta pendidikan klinis terdapat
dokumentasi yang berisi paling sedikit meliputi
a) sampai dengan e) di maksud dan tujuan. (D)
Maksud dan Tujuan IPKP.2
Rumah sakit memiliki regulasi yang mengatur:
1)kapasitas penerimaan peserta didik sesuai dengan kapasitas
rumah sakit yang dicantumkan dalam perjanjian kerja sama;
2)persyaratan kualifikasi pendidik/dosen klinis;
3)peserta pendidikan klinis di rumah sakit.
• Rumah sakit mendokumentasikan daftar akurat yang
memuat semua peserta pendidikan klinis di rumah sakit.
• Untuk setiap peserta pendidikan klinis dilakukan
pemberian kewenangan klinis untuk menentukan sejauh
mana kewenangan yang diberikan secara mandiri atau di
bawah supervisi.
Maksud dan Tujuan IPKP.2
Rumah sakit harus mempunyai dokumentasi
a. surat keterangan peserta didik dari institusi
b. pendidikan;
b. ijazah, surat tanda registrasi, dan surat izin
praktik yang menjadi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. klasifikasi akademik;
d. identifikasi kompetensi peserta pendidikan
klinis;
e. laporan pencapaian kompetensi.
Prinsip pemberian Kewenangan Klinis

Sertifikat Kompetensi
Ijazah dr/drg
Surat keterangan sehat FM
Pernyataan taat: Sumpah STR SIP
Dr/drg,; etika dr/drg
Keterangan kelakuan dan
etik
Jaga Mutu
Etika dan disiplin
OPPE
FPPE

Rekomendasi Kewenangan
Kredensial kewenangan
klinis klinis

MELZA-KKI 2016
2
• There are two categories of licensed practitioners that require
different levels of credentialing verification:
• 1) Licensed Independent Practitioner (LIP) - "individuals permitted
by law and the organization to provide care and services without
direction or supervision, within the scope of the individual's license
and consistent with individually granted clinical privileges." At
HEALTH CENTER these include physicians, dentists, nurse
practitioners, and physician assistants.
• 2) Other Licensed or certified Health Care Practitioner - "an
individual who is licensed, registered or certified but not permitted
by law to provide patient care services without direction or
supervision." At HEALTH CENTER these include registered nurses,
licensed practical nurses, certified laboratory technicians, and
dental hygienists.
Credensialing and Priviledging
WHO?
• Praktisi mandiri yg mempunyai STR dan SIP untuk memberikan pelayanan secara mandiri
tanpa pengarahan atau supervisi dalam lingkup kompetensi dan kewenangannya
WHAT?
• Kredensialing/ Proses Kredensial adalah proses untuk memperoleh, memverifikasi, dan
mendapatkan kualifikasi dari praktisi klinis utnuk dapat memberikan asuhan klinis di failitas
pelayanan kesehatan
• Kredensial adalah semua dokumen perijinan seperti STR, SIP; ijazah ,sertifikat kompetensi;
sertifikat pelatihan; pengalaman atau riwayat pekerjaan ; dan kualifikasi lain yang
dibutuhkan
• Dokumen harus sudah diverifikasi melalui sumper primer,
• Dokumen harus disimpan dan dipelihara dalam file /dokumentasi RS
• Privileging /Proses Pemberian Kewenangan adalah proses dimana lingkup yang spesifik dan
tindakan dari asuhan pasien diberikan kepada praktisi /staf klinis oleh RS , berdasarkan
evaluasi dari kredensial dan kinerjanya .
 A “privilege’ is defined as an advantage, right, or benefit that is not available to everyone;
the rights and advantages enjoyed by a relatively small group of people, usually as a
result of education and experience.
 IAMRA (InternationaL Association of Medical Regulation Authority) :
Praktik Klinik bukan lah hak tetapi Kewenangan (Clinical Practice is not a Right, It,s a
priviledge)
Pendidikan Klinis di RS di Indonesia
• Pendidikan/Pelatihan profesi (post graduate)
Peserta didik sudah mempunyai STR dan SIP dapat
diberikan
PENUGASAN dan KEWENANGAN KLINIS
sesuai kompetensi/level kompetensi dalam pendidikan
dibawah supervisi perceptor/PJP
Pendidikan/Pelatihan Klinis undegradute/vokasi
Kewenangan Klinis merupakan kewenangan kerja dalam
lingkup kewenangan klinis perceptor/PJP
• UU no 29 tahun 2004 ttg Praktek Kedokteran
• UU no 20 tahun 2013 ttg Pendidikan Kedokteran
• UU no 36 tahun 2016 ttg Tenaga Kesehatan
• UU no 37 tahun 2016 ttg Keperawatan
• Permenkes 2052 tahun 2009 ttg Surat Ijin Praktik
• Permenkes no 1 tahu 2017 ttg Keselamatan Pasien
berpengaruh terhadap proses pembelajaran mahasiswa
kedokteran/tenaga kesehatan lain khususnya dalam tahap praktik
klinik yang harus memperhatikan dan mengutamakan
keselamatan dan kenyamanan pasien
 prosedur pembelajaran praktik klinik perlu diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengurangi makna pembelajaran klinik mahasiswa
kedokteran, tetapi juga tetap memperhatikan masalah medik
legal, keamanan, dan kenyamanan pasien.
TINGKAT SUPERVISI
disesuaikan dengan kompetensi dan kewenangan peserta didik :
1. Supervisi tinggi:
kemampuan asesmen peserta didik belum sahih
keputusan dalam membuat diagnosis dan rencana asuhan, tindakan
medis dan operatif harus dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP). Pencatatan pada berkas rekam medis harus
dilakukan oleh DPJP;
2. Supervisi moderat tinggi:
kemampuan asesmen peserta didik sudah dianggap sahih, namun
kemampuan membuat keputusan belum sahih sehingga rencana asuhan
yang dibuat peserta didik harus disupervisi oleh DPJP. Tindakan medis
dan operatif dapat dikerjakan oleh peserta didik dengan supervisi
langsung (onsite) oleh DPJP. Pencatatan pada berkas rekam medis oleh
peserta didik dan diverifikasi dan divalidasi oleh DPJP;
3. …………
TINGKAT SUPERVISI

3. Supervisi moderat:
kemampuan melakukan asesmen sudah sahih, tetapi kemampuan
membuat keputusan belum sahih sehingga keputusan rencana
asuhan harus mendapat persetujuan DPJP sebelum dijalankan, kecuali
pada kasus gawat darurat. Tindakan medis dan operatif dapat
dilaksanakan oleh peserta didik dengan supervisi tidak
langsung oleh DPJP (dilaporkan setelah pelaksanaan). Pencatatan
pada berkas rekam medis oleh peserta didik dengan verifikasi dan
validasi oleh DPJP;
4. Supervisi rendah:
kemampuan asesmen dan kemampuan membuat keputusan sudah
sahih sehingga dapat membuat diagnosis dan rencana asuhan, namun
karena belum mempunyai legitimasi tetap harus melapor kepada
DPJP. Tindakan medis dan operatif dapat dilakukan dengan supervisi
tidak langsung oleh DPJP. Pencatatan pada berkas rekam medis oleh
peserta didik dengan validasi oleh DPJP.
SUPERVISI VS KEWENANGAN
KEWENANGAN KLINIS PESERTA DIDIK

• Dapat diberikan selama masih memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
– Berbagai tindakan klinis yang dilakukan
merupakan bagian dari proses pendidikan yang
dilakukan pada sarana atau institusi pendidikan
– Berbagai tindakan medis yang dilakukan berada
dalam petunjuk dan supervisi staf klinis
– Staf Klinis yang ditunjung mempunyai
Kewenangan Klinis dalam lingkup
kompetensi/kewenangan yang sesuai dengan
disupervisi
Peserta Kepaniteraan Klinis

• Tindakan medis yang dilakukan sesuai dengan standar kompetensi


dokter indonesia (SKDI) yang termasuk dalam kompetensi 3 dan 4
dibawah supervisi Residen Madya/ DPJP.
• Kewenangan klinis akan diuraikan dalam buku panduan peserta
didik kepaniteraan klinik yang dikeluarkan oleh KPM masing-masing
SMF/departemen.
• Mahasiswa program pendidikan profesi dokter diperbolehkan
menerima pasien (melakukan anamnesis serta melakukan
pemeriksaan fisik) dan mengusulkan pemeriksaan penunjang serta
terapi.
• Hasil pemeriksaan pasien dan usulan pemeriksaan penunjang serta
terapi dituliskan ke lebaran status pasien di buku log/buku status
mahasiswa.
Peserta Kepaniteraan Klinis

• Mahasiswa program pendidikan klinis tidak


diperkenankan mengisi lembar status pasien di
rekam medis RS

• Mahasiswa diperkenankan
membuka/mempelajari rekam medik dengan
tetap menjaga kerahasiaan data medik pasien
dan menjaga etika profesionalitas dokter. (tidak
diperbolehkan untuk mengambil foto atas rekam
medik pasien.
Peserta Kepaniteraan Klinis

Melaksanakan seluruh langkah dan panduan keselamatan pasien sesuai dengan


International Patient Safety Guidelines (IPSG), serta melakukan pelaporan insiden
serta penilaian risiko keselamatan pasien sesuai dengan Risk Grading Analysis.
• Melakukan identifikasi Pasien secara Benar
• Meningkatkan Komunikasi Efektif saat melaporkan keadaan pasien,
• melaporkan hasil kritis, serah terima pasien, dengan prinsip SBAR
(Situation, Background, Assessment, Recommendation) dan menerima instruksi
verbal dengan prinsip TBAK (Tulis/ Baca Kembali)
 Belajar menerapkan prinsip Keamanan Pemakaian Obat yang memerlukan
Kewaspadaan Tinggi dengan prinsip 7 benar.
• Mengurangi risiko terinfeksi oleh tenaga kesehatan dengan selalu menjaga
kebersihan tangan sesuai 6 langkah WHO
• Mengurangi risiko pasien jatuh dengan melakukan penilaian risiko jatuh pada
semua pasien baru dan pasien yang mengalami perubahan kondisi.
• Memberikan laporan setiap keadaan yang tidak konsisten dengan kegiatan rutin
(Prosedur) terutama untuk pelayanan kepada pasien
Kewenangan Klinis Peserta Pendidikan Klinis

• Kewenangan klinis harus diberikan kepada


semua klinisi yang di ijinkan dalam Peraturan
perundangan
 Khusus untuk peserta pendidikan klinis;
kewenangan berdasarkan kompetensi dan
kebutuhan kurikulum pendidikan dan berada
dibawah supervisi dan tanggung jawab penuh
dari Staf Klinis Penanggung Jawab Pasien
/Perceptor dalam lingkup kewenangan klinisnya
Ruang Lingkup Supervisi peserta pendidikan klinis
(co ass,PPDS, Trainee/Fellow, dll)
• Ruang lingkup praktik klinis dan atau supervisi dari
peserta pendidikan klinis didokumentasikan antara lain
dengan cara :
A. Regulasi yang menjelaskan mekanisme secara rinci
supervisi dan ruang lingkup praktik klinis didalam
departemen/unit pelayanan klinik
B. Penjabaran tugas klinis yang ditanda tangani oleh
peserta pendidikan klinis yang ditanda tangani
peserta didik dan Direktur Pelayanan
C. Penjabaran kewenangan klinis untuk PPDS tahap
pembekalan, magang dan mandiri (atau tahapan lain
yang sudah disepakati Direksi )dari Komite Medik
Tata Laksana Peserta Pendidikan Klinis
• Komite/Panitia Koordinasi Pendidikan, bertanggung jawab
untuk memonitor semua aspek pendidikan klinis,
memelihara dokumen yang dibutuhkan sesuai peraturan
perundangan atau lembaga akreditasi dan melaporkan serta
memberi saran kepada Komite Medik /Komite Tenaga
Kesehatan Lain dan kepada Direktur tentang berbagai issue
pendidikan kedokteran dan nakes lain di RS
• Komite /Panitia harus mengawasi dan medukung kepatuhan
terhadap persyaratan dari LAM dan KARS .
• Komite/Panitia harus menyiapkan peraturan tertulis tentang
peran, tanggung jawab dan kegiatan asuhan pasien dari
semua pesertan program pendidikan vokasi dan profesi,
meliputi identifikasi mekanisme keterlibatan peserta dan
kemandirian dalam asuhan pasien yang spesifik
Tata Laksana Peserta Pendidikan Klinis
• Semua peserta pendidikan klinis
(mahasiswa/residents/fellows, dll) harus terdata di
Kom/Pankordik dan di unit pelayanan tempatnya
bekerja, dengan tingkat kewenangan yang diberikan
• Semua Peserta dan harus menggunakan kartu
identitas yang jelas.
• Sebelum mendapat kewenangan alam rangka kegiatan
pendidikan harus sudah mengikuti program orientasi
RS
• Peserta pendidikan klinis /residents/fellowsharus
memperkenalkan diri kepada pasien yang terkait
dengan partisipasi dalam asuhan
Tata Laksana Peserta Pendidikan Klinis
• Peserta pendidikan klinis /residents/fellows harus mempraktikan teknik
Keselamatan Pasien sesuai ketentuan RS
• Peserta pendidikan klinis/residents/fellows hanya dapat melaksanakan
asuhan sesuai dengan kewenangan yang diberikan berdasarkan jenjang
kompetensi pendidikan dengan supervisi langsung dari
DPJP/PPJP/perceptor lain yang mempunyai kewenangan klinis tersebut
• Residents/fellows training di RS tidak dapat menggantikan staf medis dan
tidak diperkenankan mendapatkan kewenangan klinis . Mereka hanya
diijinkan melaksanakan fungsi2 yang sudah disusun dalam protokol
pendidikan yang disusun oleh penanggung jawab program dan telah
disetujui oleh Sub Komite Kredensial
• Ketua program studi bertanggung jawab untuk memverifikasi kualifikasi
dan kredensial untuk fungsi yang diijinkan dari setiap resident/fellow di RS.
Asuhan pasien menjadi tanggung jawab staf klinis. Residents/fellows dapat
berpartisipasi atas penunjukan staf medis dan Divisi dalam melaksanakan
tugas edukasi dan administratif

Anda mungkin juga menyukai