Bab III ini, menyajikan data dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan penulis
pada tanggal 9 Juni - 6 Juli 2014 di GKJ Salatiga. Data hasil penelitian ini antara lain
diperoleh dari wawancara dengan Mejelis/Tokoh Adat, dan Jemaat dewasa yaitu laki-laki dan
perempuan yang bekerja (berkarir). Pada bab ini juga, tercantum analisa terhadap masalah
yang diteliti yaitu tentang apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi oleh perempuan karir
40
3.1 Kota Salatiga1
Kota Salatiga, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan
Semarang dan 52 km sebelah utara Kota Surakarta, dan berada di jalan negara yang
Tingkir, Sidomukti, dan Sidorejo. Kota ini berada di lereng timur Gunung Merbabu, sehingga
Salatiga terletak di ketinggian 750-850 mdpl, dan terletak di lereng timur Gunung
Merbabu yang membuat daerah Salatiga menjadi lebih sejuk. Pemandangan Gunung
Ungaran, Gunung Telomoyo, dan Gunung Merbabu yang indah membuat Salatiga menjadi
daerah yang indah dan spektakuler. Seluruh Wilayah Salatiga dibatasi oleh Kabupaten
Semarang, antara lain di bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Pabelan, di bagian
Kecamatan Tuntang dan Kecamatan Getasan, di bagian timur berbatasan dengan Kecamatan
Salatiga meempunyai potensi alam maupun kondisi geografis yang cukup menarik,
cukup bagus untuk kegiatan pertanian, perdagangan, perkebunan, industri maupun usaha-
usaha yang bersifat pengemangan budaya dan sosial.2 Salatiga mempunyai luas wilayah ±
56,78 km2, berpenduduk 176.795 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk perempuan dengan
laki-laki, jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk laki-laki.
Hal tersebut ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap
1
(http://www.penataanruangjateng.info/content.php?query=profil_wilayahKotaSalatia&top=profil_wilayah-
kab_kota). Diakses pada tanggal 10 Juni 2014, Pkl. 18.45.
2
E. Supangkat, Salatiga, Sketsa Kota Lama. (Salatiga Griya Media, 2007). Hlm, 21.
41
Di kota Salatiga berdiri sebuah Gereja Kristen Jawa Salatiga, letaknya di Jln.
Dalam membicarakan sejarah dan perkembangan GKJ Salatiga, tentunya tidak dapat
terlepas dari sejarah pemberitaan injil oleh zending dari gereja Gereformeerd Belanda yang
bekerja di sekitar Jawa Tengah. Karena zending inilah nantinya yang memungkinkan
munculnya berbagai kelompok gereja-gereja Jawa, sebagai cikal bakal lahirnya bentuk
Tanah Jawa Tengah bagian Selatan menghasilkan Sinode Geredja-geredja Djawa Tegah
3
Efrayim Purwoatmodjo, dkk. Kehidupan yang Bertumbuh (Sejarah GKJ Salatiga 1955-Kini, (Salatiga : Widya
Press). Hlm, 11-26.
42
Selatan, sedangkan Zending Salatiga dengan wilayah-wilayah penginjilan di Jawa tengah
bagian Utara menghasilan ‘sinode’ Geredja-geredja Djawa Tengah Utara. Lalu muncul ide
untuk mempersatukan kedua sinode tersebut, yang diwujudkan dengan pertemuan antara
kedua delegasi pada tanggal 19 Mei 1949 di Gereja Mlaten Semarang. Dalam pertemuan itu
berhasil disepakati bahwa tempat pelayanan Sidang Kesatuan I di Salatiga, dengan GKJTU
Dari hasil sinode tersebut berhasil pula dibuat beberapa kesepakatan. Misalnya tidak
ada lagi ada batasan antara utara dan selatan. Namanya dilebur menjadi Geredja-geredja
Kristen Djawa Tengah (GKDT), dengan kantor pusat Sinode sementara akan ditempatkan di
pelayanan umum) di Gereja Salatiga pada 27 september 1949. Pdt. Basuki Probowinoto
beserta keluarga pindah ke Salatiga, dan untuk sementara menempati pavilion pastori Gereja
Salatiga di Jln. Ksatrian 42 (Sekarang Jln. A. Yani) yang sekaligus digunakan untuk Kantor
Pusat Sinode (GKDT). Setelah tiga kali berpindah-pindah, kantor pusat sinode terakhir
Sangat disayangkan, bahwa usaha persatuan yang telah dilakukan ini kemudian harus
menjadi pemicu kembali terpisahnya kedua kelompok gereja ini. Akhirnya pada tahun 1953
sinode kesatuan ini pun berangsur-angsur terpisah. Meskipun mengecewakan, di sisi lain,
perpecahan ini membawa berkah bagi semua pihak masing-masing mengatur pertumbuhan
dari warga Gereja Kristen Jawa Tengah Salatiga (GKJTS), yang kemudian bertumbuh
menjadi gereja yang mandiri tanpa melalui proses pendewasaan oleh gereja induk.
43
Mereka ini awalnya merupakan kelompok pendatang di Salatiga semasa sinode
kesatuan, yang terlanjur bergabung dengan warga GKJTU yang ada sebelumnya. Seiring
dengan isu perpecahan sinode kesatuan yang mulai tampak pada Sidang Sinode 1950 di
menjadi terusik, khususnya di Salatiga. Di antara meraka kurang menyatu dan timbul rasa
Warga yang berasal dari GKJTS pun disarankan untuk memisahkan diri dan
menyelenggarakan ibadahnya sendiri. Maka pada tanggal 1 Januari 1955, beberapa dari
mereka mengadakan ibadah Tahun Baru sendiri di lokal SMP Kristen Salatiga di Jln. Kota
Madya (sekarang Jln. Sukowati), yang dilayani oleh Pdt. Kartosoegondo. Peristiwa ini
kemudian ditetapkan sebagai hari jadi GKJ Salatiga. Karena perkembangan jumlah peserta
ibadah minggu yang semakin banyak dan untuk menciptakan suasana ibadah yang lebih
Namun untuk memiliki gedung gereja sendiri tentu bukanlah hal yang mudah. Jemaat
harus beberapa kali berpindah tempat ibadah dengan menumpang di gedung-gedung lainnya.
Dari SMP Kristen, sejak april 1956 mereka menumpang di gedung GPIB Tamansari. Ini
berlangsung hingga Juli 1961, karena sejak bulan Agustus 1968 mereka berpindah lagi, kali
membeli sebidang tanah di Jln. P. Diponegoro dan dibangun sebuah barak sebagai tempat
ibadah semetara. Lalu dengan bantuan dana dari Kom Over de Brug, dibangunlah gedung
yang tetap, terdiri dari dua bangunan kembar, satu ruang ibadah dan satu ruang pertemuan.
Gedung ini terletak tepat di depan kampus UKSW di Jln. P. Diponegoro No. 55 Salatiga.
44
Selama proses pembangunan gedung, tempat ibadah dipindah lagi ke aula Sinode GKJ.
Hingga pada tanggal 15 Mei 1970 gedung GKJ Salatiga diresmikan pengunaannya bertepatan
GKJ Salatiga dalam sejarahnya dilayani oleh puluhan anggota mejelis bahkan
mencapai seratus lebih termasuk dalamnya para tua-tua, diaken dan beberapa pendeta. Ada
juga pelayan non-majelis, yaitu para pembantu pendeta dan bahkan beberapa warga pelayan
Salatiga:5
6. Pdt. Stefanus Yossy Nugraha, S.Si., ditabiskan pada tanggal 16 Maret 2003.
7. Pdt. Wiji Astuti, S.Si., ditabiskan pada tanggal 18 Desember 2004. Beliau masih
4
Skripsi : Desmond Chryhoper Simorangkir, Sekte atau Gereja (Suatu Tinjauan Kristis Sosio-Historis terhadap
Pemahaman GKJ Salatiga mengenai Keberadaan Saksi-saksi Yehuwa), (Salatiga : Fakultas Teologi, 2005),
hlm, 68.
5
Efrayim Purwoatmojo, dkk. Kehidupan yang bertumbuh...................................... 61-83.
45
3.4 Pertumbuhan GKJ Salatiga
Berdasarkan data jemaat periode Desember 2009, GKJ saat ini memiliki jumlah
jemaat sekitar 1737 jiwa yang terdiri dari 603 KK. Warga jemaat tersebut tersebar di dua
pepanthan, yaitu Pepanthan Gedong dan kayuwangi; dan empat blok, yaitu Blok Jetis Timur,
Jetis Barat, Cungkup dan Kemiri. Selain Warga setempat, petumbuhan GKJ Salatiga
didukung oleh warga gereja yang berdatangan dari kota lain dalam rangka studi baik di
mahasiswa, guru, dan dosen banyak mendukung dalam pertumbuhan dan perkembangan
Dalam konteks GKJ Salatiga, laki-laki dan perempuan yang telah berkeluarga mereka
rata-rata bekerja (berkarir). Perempuan dan laki-laki dalam keluarga di GKJ Salatiga sama-
sama maju mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dalam menjalani perannya
sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, perempuan sering menghadapi berbagai
berasal dari dalam rumah tangga, misalnya perempuan bertangung jawab terhadap keluarga,
urusan rumah tangga dan juga karirnya. Berbeda dengan laki-laki, mereka hanya bertangung
jawab atas urusan mencari nafkah dan membantu istri semampu atau sebisa mereka.
Oleh karena itu dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui apa saja hambatan-
hambatan yang dihadapi oleh perempuan karir dalam rumah di GKJ Salatiga. Penulis juga
ingin mengetahui, bagaimana dukungan dan keterlibatan anggota keluarga ketika perempuan
menjalani peran gandanya. Selain itu penulis ingin mengetahui, apakah teori dalam bab II
memang sesuai atau sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada di lapangan.
46
3.5 Hasil Penelitian dan Analisa Data
3.5.1 Berbagai alasan yang mendorong seorang ibu rumah tangga menjadi
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang informan Ibu Mo, antara lain
mengatakan bahwa : “Yang pertama karena alasan ekonomi, yaitu agar kebutuhan
keluarganya dapat tercukupi dengan baik. Selain itu yang kedua ia ingin aktualisasi
diri, agar dapat berkembang dalam hal wawasan dan keterampilan. Ia juga merasa
seorang ibu.”6
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga diungkapkan oleh Ibu Ti dalam wawancara
: “Pertama-tama memang sejak lulus ia ingin bekerja, tidak hanya sekedar menjadi ibu
rumah tangga saja. Selain itu juga, untuk mendukung kebutuhan rumah tangga dan
yang pasti ingin punya pendapatan sendiri. Ia mengatakan bukan hanya bangga tetapi
sangat puas. Ia dan suaminya sama-sama bekerja. Sehingga kini apa yang diinginkan
Pendapat yang serupa juga diungkapkan dalam wawancara dengan Ibu Kr : “ Pertama
karna ia telah menempuh pedidikan sampai perguruan tinggi. Sehingga setelah lulus
kuliah ia ingin bekerja menjadi guru. Hal ini yang medorong setelah selesai kuliah ia
6
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat ).
7
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
47
kesempatan dirinya untuk bekerja. Pastinya sangat bangga ketika ia menjadi
dari orang tua. Sebelum menikah, ia diharapkan sudah memiliki pekerjaaan. Sehingga
ketika sudah berkeluarga dirinya dapat membantu suaminya mencari nafkah. Selain
itu bekerja juga sebagai bentuk hiburannya untuk keluar rumah, banyak teman dan
ingin memiliki wawasan lain. Ia juga sangat bersyukur dan bangga sekali bisa
bekerja.”9
Pendapat yang sama dituturkan oleh Ibu Es: “Ia dari keluarga yang kurang mampu,
sehingga ada didorong dari orang tua untuk bersekolah. Setelah lulus sekolah,
perempuan karir.”10
Begitu pula dalam wawancara dengan Ibu Na : “Adanya dorongan dan tuntutan dari
orang tuanya untuk ia bersekolah sampai sarjana dan sukses. Ia berkarir karena
adanya dorongan dari orang tua dan dirinya sendiri yang berniat ingin sekolah. Ia
membantu anak-anak, untuk mendidik anak-anak dan juga biaya bagi pendidikan
Dalam FGD para perempuan menuturkan : “Ketika berkarir tujuan mereka yaitu ingin
8
Hasil wawancara dengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
9
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
10
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
11
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
12
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
48
mengisi waktu luang, hiburan mereka untuk keluar rumah, mendapat banyak teman,
untuk menambah wawasan lain, ingin berkarya, dan tidak hanya fokus di rumah saja.
Mereka sangat puas menjadi perempuan karir, karena itu adalah keinginan mereka.
Selain itu mereka juga bangga karena dapat meringankan beban rumah tangga. Hal ini
Tidak jauh berbeda dengan pendapat perempuan, para laki-laki juga mengungkapkan
hal yang sama. Menurut pendapat Pak Ye : “Ia rasa banyak hal. Pertama, dahulu
istrinya bersekolah lalu ingin mengembangkan ilmu yang didapatkan. Kedua, ada
kaitanya dengan kebutuhan keluarga. Keikut sertaan istrinya banyak memberi andil
bagi keluarga. Ketiga, bekerja itu adalah anugerah Tuhan. Kami bekerja mengingat
apa yang telah dikatakan Tuhan bahwa kamu bisa makan kalau kamu berkeringat. Hal
inilah yang mendorong, sehingga ia dan istrinya tetap semangat untuk kerja. Hati
kecilnya mengatakan sangat bangga, itu jadi kebanggaan diri saat istrinya menjadi
perempuan karir.“14
Hal yang mirip juga dituturkan oleh Pak Aj : “Sebelum menikah istrinya memang
sudah bekerja. Istrinya bekerja sebagai motivasi bagi anak-anaknya untuk juga
bekerja. Selain itu, sebagai wadah untuk pergaulan istrinya dalam bermasyarakat
Hal yang tidak jauh berbeda juga di ungkapkan oleh Pak Yo : “Istrinya bersekolah
lalu lulus maka bekerja. Selain itu ingin membantu suami dalam mencukupi
kebutuhan keluarga, kalau hanya mengandalkan pendapatan suami tidak akan cukup.
13
Hasil FGD terhadap perempuan karir , Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
14
Hasil wawancara dengan Pak Ye, Minggu 15 Juni 2014 pkl 16.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
15
Hasil wawancara dengan Pak AJ, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
49
Ia bangga, karena istrinya bisa aktualisasi diri, cari uang sendiri, membanggakan
pekerjaan, dan dapat menjadi figur istri yang dapat dihargai oleh orang lain.”16
Begitu juga penuturan dalam wawancara dengan Pak Bu : “Alasan istrinya berkarir
adalah bahwa biaya hidup saat ini cukup berat bila ditangung oleh satu penghasilan
saja (penghasilan suami). Sehingga istri juga memutuskan untuk bekerja. Saya bangga
Dalam wawancara dengan Pak Su : “Ia dan istrinya sama-sama bekerja untuk
Sementara itu menurut Pak Ad : “Istrinya sebelum menikah memang sudah bekerja,
setelah menikah istrinya tetap bekerja. Ia sedikit bangga akan istrinya yang menjadi
perempuan karir.”19
Dari hasil proses pengumpulan data melalui teknik wawancara kepada infroman
kunci dan teknik FGD kepada para perempuan karir, sebetulnya kedua teknik tersebut
juga berfungsi untuk menjelaskan hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data
penulis, selama ini banyak perempuan yang turut terlibat dalam mencari nafkah untuk
dalam mencari nafkah, ternyata membawa dampak yang sangat baik bagi
dalam berkarir, berarti perempuan telah membuktikan bahwa ia juga memiliki potensi
16
Hasil wawancara dengan Pak Yo, Jumat 04 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis)
17
Hasil wawancara dengan Pak Bu, Minggu 15 Juni 2014 pkl 11.00. WIB
18
Hasil wawancara dengan Pak Su, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
19
Hasil Wawancara dengan Pak Ad, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
50
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan ternyata memang sesuai dengan
yang ada dalam teori-teori, mengungkapkan bahwa alasan yang medorong seorang
anggota keluarganya, meringankan beban rumah tangga dan juga perempuan ingin
Indonesia mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan adalah “Mitra Sejajar” dalam
modern, tidak lagi dianggap sebagai mahluk yang semata-mata tergantung pada
digaji seseorang untuk melaksanakan tugas pada waktu dan tempat tertentu untuk
baik di dalam rumah maupun di luar rumah dengan tujuan untuk memperoleh
pendapatan yang akan dipergunakan bagi kebutuhan keluarga.22 Hal ini juga
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
20
http:// pandangan suami/Dampak Positif dan Negatif Wanita Karir.htm. Diakses pada tangga 12 Juni 2014,
pkl 10.00 Wib.
21
Vauren (dalam Sagita, R. (2003). Hubungan antara intelegensi dengan kemampun menghadapi stress pada
wanita karir di PEMDA Situbondo. Skripsi, Program Sarjana Psikologi. Digilib Universitas Muhammadiyah,
Malang.
22
M.W., Endar, Erni M., dan Mu’arifudin, Peranan Perempuan dalam Mencegah Bahaya Korupsi, Karya Tulis
Ilmiah Bidang Sosial. Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES, Semarang, 2008.
23
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=perempuanpunya kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam
GBHN. Diakses pada tanggal 20 September 2013, pkl 13.00.
51
Ketika perempuan berkarir, itu juga sebagai bentuk aktualisasi diri perempuan, untuk
untuk keluar rumah, mendapat banyak teman, dan perempuan tidak hanya fokus di
Alasan lain perempuan berkarir yaitu ingin mengaplikasikan ilmu yang didapat dan
tidak mau menyia-nyiakan pendidikan yang telah ditempuh selama ini. Di dalam
kesempatan yang sama seperti laki-laki untuk mengenyam pendidikan dan untuk
bekerja.27 Mengenai kesetaraan pendidikan dapat dilihat juga pada UU No.7 tahun
24
S.C Utami Munandar, Wanita Karir Tantangan dan Peluang, “Wanita dalam Mayarakat Indonesia Akses,
pemberdayaan dan Kesempatan...............................................................................301.
25
Panji, Anoraga. Psikologi kerja, cetakan kedua, .............................................. 33.
26
http://www.raswck.com/aktualisasi-diri-menurut-abraham-maslow. Diakses pada tanggal 20 Juni 2014 pkl
11.00.
27
2012.,PengarusutamaanJenderLingkupDepartemenKehutanan,(http://www.dephut.go.id/index.php/news/details
/269), Diakses pada tanggal 08 September 2013, pkl 11.00.
28
Singkatan CEDAW dipakai dalam penerbitan Unifem seperti “ In Pursuit of Justice” dan “ Do our laws
promote gender equality : A handbook for CEDAW –based legal reviews”. Istilah Konvendi CEDAW
sebenarnya dua kali kata konvensi dan dapat rancu dengan istilah Komite CEDAW, yang merumuskan
Rekomendasi Umum dan Komentar/Obsevasi Akhir yang dijelaskan lebih lanjut dalam Bab I.C.E) tentang
Dinamika Konvensi CEDAW.
52
Forms of Discrimination Agains Women”)29 yang membahas penghapusan segala
3.5.2 Perempuan dan laki-laki sudah mendapatkan kesempatan yang sama untuk
kesempatan yang sama besarnya. Peluang untuk berkarir cukup besar dan batasan-
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Mi : “Perempuan
kesempatan yang sama, bagi yang ekonominya pas-pasan. Kalau yang suaminya
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Kr : ”Perempuan
dahulu jadi nomor dua, tetapi kini bahwa laki-laki dan perempuan punya kesempatan
mempunyai kesempatan yang sama dalam pekerjaan di kantor, gereja dan masyarakat.
Sebagai seorang perempuan yang harus di tekankan bahwa sesibuk apapun, sepenting
apapun, setinggi apapun jabatan di kantor ketika kembali ke rumah adalah sebagai
seorang istri dan ibu. Ketika sudah di rumah, jabatan atau titel harus diletakkan.
29
L.M. Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender, (Jakarta : Pustaka Obor
Indonesia, 2012). Hlm, 1.
30
Makalah., Palupi Ciptoningrum., 2009.,Hubungan Peran Ganda Dengan Pengembangan Karier Wanita
(Kelurahan Menteng, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat . Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
31
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
32
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
33
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
53
Perempuan tidak boleh merasa lebih walaupun punya penghasilan lebih tinggi.
Sementara itu dalam wawancara dengan Ibu Na: “Iya. Hampir sudah mendapatkan
Sedangkan dalam wawancara dengan Ibu Mo : “ Belum, karena ada beberapa hal
tergantung kegiatan apa yang dapat di setarakan. Dalam sebuah keluarga, ia dan
suami tidak setara karena ada kepala keluarga. Dalam keluarga, oleh suami ia tidak
dianggap sebagai kanca wingking. Ia dan suami dalam kehidupan sehari-hari, dalam
mendidik anak, dalam pekerjaan di rumah dan dalam pelayanan sama-sam maju.”37
kesempatan, tetapi harus tetap diingat tugasnya dan kodratnya sebagai perempuan.
Ada juga yang mengatakan, belum setara tetapi sudah mendapatkan kesempatan yang
menentukan hal itu. Pertama, secara Alkitabiah perempuan dan laki-laki itu sama.
Dalam banyak hal, walaupun tidak dalam kondisi keluarga, tetapi di dalam pekerjaan
yang memang cocok untuk dikerjakan perempuan, ada pekerjaan yang cocok di
kerjakan laki-laki. Keikut sertaan perempuan dalam pekerjaan itu adalah untuk saling
34
Hasil wawancara dengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
35
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
36
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
37
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri).
38
Hasil FGD terhadap perempuan karir , Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
54
ekonomi keluarga, baik di dalam meningkatkan ketentraman masyarakat sangat nyata.
Hal ini karena adanya suatu kelompok laki-laki yang memimpin. Walaupun pada
Dalam wawancara dengan Pak Bu : “Perempuan jaman dulu masih di sebut sebagai
warga kelas kedua setelah laki-laki, tetapi sekarang ini perempuan Jawa sudah lebih
banyak yang setara dengan laki-laki. Namun ada dorongan kuat dari perempuan untuk
mau terlibat di gereja dan juga berperan ganda. Dahulu pengaruh budaya patriarki
Begitu pula dengan penuturan Pak Ad: “ Hampir, tapi sebagian besar sering kali
suami-suami menuntut istri untuk tunduk pada suaminya. Masih banyak laki-laki
Dari hasil teknik pengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperan di segala bidang kehidupan,
39
Hasil wawancara dengan Pak Ye, Minggu 15 Juni 2014 pkl 16.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
40
Hasil wawancara dengan Pak Yo, Jumat 04 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis)
41
Hasil wawancara dengan Pak AJ, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB(Lokasi sektor Cungkup)
42
Hasil wawancara dengan Pak Bu, Minggu 15 Juni 2014 pkl 11.00. WIB
43
Hasil wawancara dengan Pak Ad, Kamis 19 Juni 2014 pkl 20.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
55
misal dalam pekerjaan, di gereja dan masyarakat. Budaya patriarki tidak lagi
kehidudupan. Perempuan kini tidak hanya berkutat di dalam urusan domestik, tetapi
Dari data yang tersedia ternyata memang sesuai dengan yang ada dalam teori, terlihat
bahwa perempuan dan laki-laki sudah hampir mendapatkan kesempatan yang sama
untuk berperan di segala bidang kehidupan. Hal ini dapat dilihat, perempuan dan laki-
Perempuan sudah mendapatkan peluang yang cukup besar untuk berkarir. Batasan-
batasan untuk perempuan sudah tidak ada lagi. Perempuan sudah punya kesempatan
yang sama, terutama bagi perempuan yang ekonominya pas-pasan. Tugas antara
perempuan dan laki-laki tidak lagi diberikan berdasarkan jender. Keikut sertaan
perempuan dalam pekerjaan itu adalah untuk saling melengkapi. Dalam konteks di
jawab atas urusan domestik, sementara laki-laki di bidang publik. Rupanya pengaruh
dari adanya budaya patriarki dalam masyarakat Jawa sudah mulai pudar. Patriarki
Secara etimologis, patriarki berkaitan dengan sistem sosial di mana bapak menguasai
yang membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial, budaya
(juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa
perempuan (istri) harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki.
44
Asnath Niwa Natar, Ketika Perempuan Berteologi : Berteologi Feminis Kontekstual............................25
56
Perempuan yang terahir dari keluarga Jawa dengan prinsip adat istiadat patriarki
yang kental pasti merasa dididik menjadi perempuan Jawa yang terbatasi dengan
nilai-nilai patriarki. Jika dilihat dari pengertian perempuan atau wanita, berasal dari
kata gabungan dua bahasa jawa (kerata basa) wani (berani) dan tata (teratur).45
Secara “gathukologis” (menyamakan) kata ini mengandung dua konotasi wani ditata
(berani diatur) dan wani nata (berani mengatur).46 Dalam konotasinya wani ditata
mengurus dapur dan rumah tangga. Perempuan Jawa hanya dianggap sebagai kanca
wingking (teman belakang)47 yang kerjanya di dapur, sumur dan kasur yang
Masak : mengurusi dapur, karena mengurusi dapur perempuan sering disebut dengan
istilah kanca wingking. Namun, kepandaian memasak tidak hanya mengolah dan
menyediakan makan dan minum, tetapi juga mengatur anggaran belanja dengan
sebaik-baiknya. Sebagai wujud dari sikap bekti terhadap suami, dalam urusan masak-
memasak dan segala sesuatu yang berhubungan makan dan minum, istri juga harus
Macak : yang berarti seorang perempuan harus bisa merias diri, berdandan, ataupun
mempesona. Hal ini merupakan kewajiban pokok yang harus dijaga sebagai bentuk
perwujudan bekti dalam melayani suami. Dengan demikian, jika perempuan selalu
45
http://dragus.cd/2009/03/05/gathukoogy-ilmubaru/. Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 09.06.
46
Anang Prasongko., 2012., (http://m.kompasiana.com/post/read/465060/3/wanita-itu-wani-di-tata.html).
Diakses pada tanggal 09 Juni 2014, pkl 19.45.
47
Budi Munawar-Rachman, Rekontruksi Fiqh Perempuan dalam Peradaban Masyarakat Modern, ...........47-48.
48
Pujiwulansari., 2011., Peran Ganda Perempuan (http:// Peran Ganda Perempuan.htm),Diakses Pada tanggal
20 Agustus 2013, pkl 13.00.
57
Manak : pengertian tersebut tidak hanya sekedar mengandung, melahirkan, dan
Perempuan Jawa juga jarang diikutkan dalam membuat keputusan besar dalam
keluarganya, karena dianggap tidak memiliki hak dan tidak memiliki kecakapan
dalam hal tersebut. Jika pun perempuan mengeluarkan pendapatnya, bisa-bisa balik
dicela “kamu tidak tahu apa-apa”, atau “perempuan tidak usah ikut campur”. Hal-hal
semacam itu membuat perempuan (istri) tidak diberi ruang pendapat, hak kebebasan
untuk mengatakan pilihananya, hanya bisa terkukung oleh budaya yang terkadang
inheren menciptakan suatu pembagian kerja, hierarki kekuasaan laki-laki, dan struktur
kontrol logis kaum laki-laki dalam suatu keluarga patriarkat dan stuktur sosial.
Mereka beranggapan bahwa budaya patriarki selalu ada dan akan terus ada, dan
seperti tatanan alam lainnya tidak bisa di rubah. Tetapi ada juga pedapat yang
menyatakan bahwa patriarki sifatnya bukan nature, tetapi nurture dan kerena itu bisa
diubah seiring dengan berjalannya waktu. Teori nature menggangap bahwa perbedaan
peran antara perempuan dan laki-laki bersifat alami.50 Menurut Budiman dalam
bukunya Pembagian Kerja Secara Seksual, teori nature memusatkan perhatian pada
ciri-ciri yang alami dari insan manusia, atau yang seringkai disebut dengan kodrat,
yang pada gilirannya menghasilkan pembagian kerja yang didasarkan atas perbedaan
antara jenis kelamin.51 Pembedaan kerja yang didasarkan pada perbedaan seksual, ini
49
Jane C. Ollenburger dan Helen A. Moore, Sosiologi Wanita..............................................................7.
50
Riant Nugroho, Gender Strategi pengarus-utamaan di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011). Hlm,
22.
51
Arif Budiman, Pembagian kerja Secara Seksual, (Jakarta: Gramedia, 1982). Hlm, 1.
58
tak jarang menimbulkan adanya perbedaan status sosial serta kedudukan antara laki-
laki dan perempuan. Karena secara alamiah perempuan bertugas untuk mengurusi
urusan domestik, maka posisi dan status sosialnya berada cenderung berada lebih
rendah. Sedangkan status sosial kaum laki-laki yang bekerja di ruang publik relatif
dalam ruang domestik, membuat mereka cenderung tidak berkembang sebagai sesama
makluk ciptaan Tuhan. Pada akhirnya mereka cenderung menjadi semakin kerdil
Sementara teori nurture bertentangan dengan teori nature atau teori kodrat. Teori ini
faktor biologis masing-masing seks dengan lingkungan.52 Perbedaan sifat dan sikap
lingkungan sosial, hasil pemupukan proses sosialisasi atau melalu usaha pendidikan.
Bebeda dengan teori Equilibrium, teori ini menekankan pada konsep kemitraan dan
tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki – laki, karena keduanya
harus bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam
peran perempuan dan laki – laki secara seimbang. Hubungan diantara kedua elemen
52
S.K Sanderson Sosiologi Makro, Sebuah pendekatan Terhadap Realita. Jakarta : Rajagfindo, 1995. Hlm, 42.
59
tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling
Walapun perempuan telah mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki, tetapi
masih saja ada stigma dari masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya
dianggap sebagai nomor dua dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu tidak punya
peran yang berarti dan dianggap sebagai kaum yang tidak penting. Masih terdapat
menimpa perempuan ketika berkarir, kadang juga hanya di pandang sebelah mata dan
Marginalisasi
Subordinasi
Subordinasi artinya suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang
dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Stereotipe pemberian citra baku atau label/cap kepada seorang atau kelompok
Violence (kekerasan)
Kekerasan artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan
oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau
60
Beban ganda artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih
tangga.
Berikut merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Es : “Sebagai Ibu rumah
Sementara itu Ibu Mo : “Ia mengatakan bahwa waktu bagi keluarga dan rumah tangga
kurang. Selain itu tidak bisa maksimal untuk bisa mengembangkan karirnya.”54
Dalam wawancara dengan Ibu Ma : “ Dahulu saat anak-anak masih kecil sangat terasa
repot. Selain itu mengalami hambatan soal waktu, akomodasi dan pekerjaan yang
Begitu pula dengan Ibu Mi mengatakan bahwa : “Ketika bekerja ia memikirkan anak-
Hampir sama dengan Ibu Kr : “Masa-masa paling sulit adalah ketika anak di bawah
usia lima tahun, karena membutuhkan perawatan yang intensif. Pada saat itu ia
sempat berpikir untuk berhenti bekerja, karena waktu untuk merawat anak-anak lebih
sedikit. Sehingga anak-anak lebih banyak dipegang atau dirawat orang lain, dalam
hal ini pembantu. Ketika pembantunya baik-baik saja ini tidak menjadi masalah,
tetapi ketika pembantu itu keluar atau gonta-ganti itu menjadi masalah bagi kami.
53
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
54
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
55
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
56
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
61
Selain itu hambatan di dalam karir sangat banyak, misalnya tidak ada penerimaan di
tempat kerja, pimpinan kadang tidak senang dengan ia dan egoisnya laki-laki.”57
komplek, misalnya pekerjaan rumah tangga kadang tidak ada yang membantu. Ia
tersebut sulit untuk di selesaikan. Maka yang dapat ia lakukan adalah berusaha
hambatan yang mereka alami, misalnya ketika anggota keluarga ada yang sakit.
Mengenai pembagian waktu antara keluarga dan karir. Selain itu banyak hal yang
ada, tetapi menurutnya itu tidak menggangu apa yang ia lakukan baik kegiatan di
Dari hasil teknik pengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, banyak sekali menemui hambatan-
57
Hasil wawancara dengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB(Lokasi sektor Jetis Barat)
58
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
59
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
60
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
62
di dalam rumah tangga dan karir, sehingga membuat perempuan kurang maksimal
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan memang sesuai dengan yang ada
menjadi hambatan perempuan karir di dalam rumah tangga. Sulitnya ketika anak di
bawah usia lima tahun, karena membutuhkan perawatan yang intensif. Menurut
perempuan selalu diketengahkan dalam fungsi sebagai ibu : jadi, fungsi mata rantai
reproduksi.61 Peran sentral ibu dalam keluarga merupakan profesi yang tidak bisa
perempuan sebagai ibu yang diperkuat dengan adanya mitos dan stereotip tentang
“naluri keibuan”, “kodrat” perempuan, dan tentang perempuan yang kasih sayangnya
terhadap anak tidak dapat ditukar dan ditakar. Peran perempuan dalam rumah tangga
ditampilkan melalui dikotomi peran, yaitu sebagai istri dan sebagai ibu.62
Kesulitan perempuan membagi waktu antara urusan rumah tangga, keluarga dan
pekerjaan. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan orang lain, banya hal
yang terbengkalai, hasil pekerjaan kurang maksimal. Apalagi jika anggota keluarga
ada yang sakit, pekerjaan kantor yang mungkin belum selesai atau harus menenuhi
target dan masalah yang berkaitan dengan kodrat. Seorang ibu dikatakan sebagai
“tiang rumah tangga” amatlah penting yaitu mengatur pengeluaran hidup rumah
tangga yang menyangkut kesehatan dan gizi keluarga, pendidikan anak-anak, dan
61
Dalam Sumiyatiningsih, Michelle Zimbalist Rosaldo, Women, Culture, and Society ................................17-
41.
62
Saparinah Sadli, Berbeda Tetapi Setara, Pemikiran Tentang Kajian Perempuan, .................................... 19.
63
home economic. Menurut Mulyani peran tersebut merupakan kodrat dan kewajiban
yang harus dijalani oleh perempuan.63 Dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan
kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Menurut Sa’ad
Karim, jika ibu adalah seorang perempuan yang baik, akan baiklah kondisi keluarga.
sekolah-sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak serta saran, untuk
memenuhi mereka dengan berbagai sifat mulia.65 Konsep ibu rumah tangga ini secara
Menurut Walkel dan Woods dalam Guhardja mendefinisikan pekerjaan rumah tangga
Pemeliharaan rumah
63
Mulyawati, “Peran Ganda Seorang Wanita”, (Yogyakarta: Pustaka Semesta Pers,1986).
64
Gm. Susanto., 2014., (http://jawabanpasti.com/ibu-rumah-tangga.com). Diakses pada tanggal 10 Juni 2014,
Pkl. 17.38
65
Haryanto., 2010., (http://belajarpsikologi.com/peranan-ibu-dalam-keluarga.com). Diakses pada tanggal 10
Juni 2014, Pkl. 18.20
66
http://ichrisdianms.wordpress.com/2013/05/11/peran-ganda wanita sebagai ibu rumah tangga dan civitas
akademika. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 20.00.
64
3.5.4 Cara perempuan karir mengatasi hambatan-hambatan dalam rumah tangga.
hambatan tersebut dengan baik, yaitu dengan mengatur waktu baik untuk kelurga dan
pekerjaan.”67
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Mo : “ Berusaha
Hampir sama dengan pendapat diatas Ibu Mi : “Membagi waktu dengan baik.”69
Begitu pula dengan pendapat Ibu Na : “Berusaha membagi waktu antara keluarga dan
pekerjaannya.”71
mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan juga dalam hal tenanga untuk
Sedangkan menurut Ibu Kr: “Hambatan-hambatan dalam berkarir selalu ada dalam
tersingkir, tetapi berusaha untuk terus maju dan bekerja dengan baik. Hal ini semakin
waktu antara keluarga dan pekerjaan. Mereka berusaha meminta bantuaan anggota
67
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
68
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
69
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
70
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
71
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
72
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB(Lokasi sektor Kemiri)
73
Hasil wawancara dengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
65
keluarga yang lain. Ada juga yang mengatakan, harus pandai mengatur waktu dan
Dari hasil teknikpengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, mereka tetap mampu mengatasi
tersebut.
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan memang sesuai dengan yang ada
Perempuan berusaha mengatur diri dan waktunya dengan baik, dalam pekerjaan
maupun di keluarga. Berusaha meminta bantuan anggota keluarga yang lainnya untuk
bantuan yang diberikan suami dan anggota keluarga lainnya akan memberikan
dari anggota keluarga ini akan memberikan rasa aman bagi perempuan untuk berkarir.
Selain itu perempuan juga tidak lupa berdoa dalam mengatasi hambatan-hambatan
yang di alaminya. Pandai membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan, tuntutan
yang sangat penting bagi seorang perempuan karir. Hal inilah yang diungkapkan oleh
74
Hasil FGD terhadap perempuan karir ,Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
66
Sri Dasa Utama. Meski sibuk dengan berbagai kegiatan dan aktivitas, namun harus
3.3.5 Perempuan dalam menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus
Pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Mo : “Ia pernah mengalami dilema, stres dan
Dalam wawancara pendapat serupa juga di ungkapan oleh Ibu Es : “Kadang ketika
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Kr : “Sering
kelelahan dan stres. Selain itu pernah dilema memilih antara karir atau keluarga.
Apalagi jika tantangan-tantangan itu bersal dari keluarganya, hal ini bisa membuat ia
Menurutpendapat Ibu Ti : “Capek pernah, tapi tidak sampai berpikir untuk tidak
melayani, bekerja atau ikut kegiatan di masyarakat. Apa yang bisa dikerjakannya,
75
Sri Dasa Utama., 2014., www/radar-utara.com/berita/1122/sulit-atur-waktu-butuh-support-suami. Diakses
pada tanggal 21 Agustus 2014. Pkl 16.48 wib.
76
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
77
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
78
Hasil wawancara dengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
79
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
80
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
67
Hal yang tidak jauh berbeda di ungkapkan oleh Ibu Ma : “Sering lelah dan letih
secara pikiran. Selama ini ia belum pernah berpikir lebih memilih keluarga atau
Dalam FGD para perempuan menuturkan : “Iya pernah dilema. Mereka mengatakan
kelelahan iya, tetapi stres belum tentu. Ada juga yang mengatakan kadang-kadang
Dari hasil teknik pengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
rumah tangga sekaligus perempuan karir, mereka pada umumnya mengalami dilema,
stres dan kelelahan. Hal ini terjadi, dikarenakan peran ganda yang dilakukan oleh
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan memang sesuai dengan yang ada
dilema, stres dan kelelahan. Ketika anak-anak protes, ini bisa membuat perempuan
down. Selain itu merasa jenuh dan malas dalam bekerja. Stres kerja merupakan beban
kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan emosional yang menghambat
dan Donnely stres kerja dipengaruhi oleh kondisi organisasi, seperti penetapan arah
81
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 (Lokasi sektor Kemiri)
82
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 (Lokasi sektor Kemiri)
83
Hasil FGD terhadap perempuan karir , Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 (Lokasi sektor Jetis Barat)
68
dan kebijaksanaan organisasi, perubahan strategi organisasi, dan keuangan, tuntutan
kerja, tanggung jawab atas orang lain, perubahan waktu kerja, hubungan yang
kurang baik antar kelompok kerja dan konflik peran. Akibatnya konsentrasi kerja
terganggu, kinerja kurang memuaskan dan individu tidak dapat memenuhi tuntutan
Menurut Orenstein bahwa peran ganda dapat membuat perempuan sulit meraih sukses
Alfadiomi dan Fathul tentang ibu dan karir menunjukan bahwa ibu yang bekerja
rumah tangga sekaligus perempuan karir sering kali dihadapkan pada pilihan yang
dilematis. Memilih karir atau keluarga atau memilih keduanya dengan berbagai
sama, tetapi semuanya bersumber pada keinginan untuk menyeimbangkan antara karir
dan keluarga. Sehingga yang muncul dipermukaan kesadaran adalah bahwa karir
adalah dilema bagi perempuan atau ibu rumah tangga yang berkarir.
tangganya.”87
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Ma : “Semua
anggota keluarga turut terlibat dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Anak-
84
F. Luthans, Organizational behavior. Singapore: McGraw-Hill Books Company, 1998).
85
(http://www.google.co.id/search?hl=id&q= peranganda perempuan menurut Orenstein). Diakses pada
tanggal 05 Mei 2014, pkl 21.13
86
Alfadiomi dan Fathul, Ibu dan Karir : Kajian Fenomenologi Terhadap Dual-Career Family, Jurnal Psikologi,
Vol 32, No 1, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM, 2005).
87
Hasil wawancara dengan Ibu Mo, Jumat 13 Juni 2014 pkl 18.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat)
69
anak juga sudah dididik dari kecil untuk membantu. Walaupun ketika anak-anak
membantu tidak sampai bersih, misalnya cuci piring dan membereskan tempat tidur.
Hal ini mengajarkan anak-anaknya ketika dewasa nanti untuk dapat mandiri dan
bertangung jawab atas dirinya sendiri. Ia juga didukung oleh suami dan anak-anak
Hampir sama dengan pendapat Ibu Mi : “Anak-anak turut terlibat, misalnya anak laki-
laki bersih-bersih dan anak peremuan cuci piring serta bantu-bantu. Begitu juga
dengan suami turut membatu istri menyelesaikan urusan rumah dan dapur.”89
Berikut ini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Kr : “Anak dan suami
turut terlibat dalam urusan rumah tangga. Kalau anak-anak biasanya membantu
mencuci piring, mencuci mobil dan bersih-bersih sementara suami membantu dalam
urusan dapur.”90
Sementara itu dalam wawancara dengan Ibu Es : “Suami dan anak-anak membantu
Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Pak Ye : “Sangat mendukung sekali istrinya
bekerja tidak ada hambatan di dalam keluarga. Sering kali pekerjaan rumah tangga
digantikan oleh anggota keluarga. Selama ini tidak terjadi masalah dalam arti
pekerjaan rumah tangga harus dikerjakan istrinya, tapi bisa dikerjakan oleh keluarga
Berikut ini merupakan pendapat yang dikemukakan oleh Ibu Na: “Ada yang
membantu yaitu mertua dan kakak ipar. Mereka ikut membantu mengerjakan urusan
88
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
89
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
90
Hasil wawancaradengan Ibu Kr, Kamis 19 Juni 2014 pkl 19.00 WIB(Lokasi sektor Jetis Barat)
91
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
92
Hasil wawancara dengan Pak Ye, Minggu 15 Juni 2014 pkl 16.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
70
rumah tangga. Kadang-kadang suami juga ikut membantu, jika diminta untuk
rumah tangga.”93
rumah”.94
Pak Aj berpendapat : “Ia dan anak-anak mendukung dalam hal akomodasi dan waktu.
Di dalam keluarga tidak ada perbedaan pekerjaan perempuan dan laki-laki. Kadang ia
pekerjaan rumah.”95
Hampir sama dengan penuturan Pak Yo : “Dulu sempat tidak ada pembantu, tetapi
ketika memiliki anak baru ada pembantu untuk menjaga dan mengerjakan pekerjaan
rumah. Namun, untuk urusan anak-anak istrinya tetap memberikan perhatian penuh.
Dalam wawancara Pak Bu juga menambahkan : “Suami dan istri berbagi tugas dan
93
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
94
Hasil Wawancara dengan Pak Ad, Kamis 19 Juni 2014 pkl 20.00 WIB (Lokasi sektor Jetis Barat).
95
Hasil Wawancara dengan Pak AJ, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
96
Hasil Wawancara dengan Pak Yo, Jumat 04 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis)
97
Hasil wawancara dengan Pak Bu, Minggu 15 Juni 2014 pkl 11.00. WIB
98
Hasil wawancara Hasil Wawancara dengan Pak Su, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor
Kemiri).
71
kelamin laki-laki sehingga mereka tidak tahu bagaimana caranya membantu. Sempat
saat itu ada orang yang membantu, tetapi saat ini ia sendiri yang menangani pekerjaan
mengerjakan urusan rumah tangga. Ia merasa tidak terbeban atas pekerjaan rumah
tangga yang dilakukan. Dahulu suami tidak turut terlibat, namun kini suaminya mulai
anggota keluarga tetapi tidak setiap hari. Ada yang mengatakan bahwa keterlibatan
anggota keluarga itu selalu dan harus. Ada juga yang menambahkan, adanya
bahwa suami mendukung mereka untuk berkarir. Suami memberi mendukung dengan
Dari hasil teknik pengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
urusan rumah tangga. Selain keterlibatan anggota keluarga, diperlukan juga dukungan
dari anggota keluarga lainnya. Sebab rumah tangga adalah milik suami, istri dan
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan memang sesuai dengan yang ada
pekerjaan rumah tangga. Sementara itu anak-anak juga turut dilibatkan dalam
99
Hasil wawancara dengan Ibu Ti, Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 (Lokasi sektor Kemiri)
100
Hasil FGD terhadap perempuan karir ,Sabtu 14 Juni 2014 pkl 11.00 (Lokasi sektor Jetis Barat)
72
mengerjakan urusan rumah tangga, walaupun hanya sebatas bantu-bantu misalnya
menyuci piring, merapikan kamar, menyuci mobil, dan menyapu rumah. Para
perempuan juga berusaha mendidik anak-anak sejak usia dini, supaya ketika dewasa
mereka dapat mandiri dan bertangung jawab atas diri sendiri. Meskipun kenyataan di
lapangan ternyata masih ada anggota keluarga yang tidak mau terlibat atau dilibatkan
dalam urusan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan alasan bahwa semua
juga mendukung perempuan dalam berkarir. Mendukung dalam hal mengantar dan
menjemput istri, berupa biaya dan memberikan semangat. Selain itu menurut
Suriyasam dalam Budiman, bahwa faktor penting yang dapat mengurangi dilema
antara keluarga dan pekerjaan bagi perempuan adalah adanya dukungan dari suami.101
Hal ini sangat berkaitan dengan hak dan kedudukan suami istri di dalam perkawinan
dilindungi oleh Undang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 pasal 31 ayat 1 yaitu “
Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan
informasi, dan dukungan emosional sehingga individu merasa nyaman.103 Hal tersebut
sesuai dengan penelitian French dan Tellenback, Breuner, Sten-Olof, dan Lofgren
101
Budiman (2002), Persepsi efektivitas kinerja karyawan ditinjau dari konflik peran ganda isteri dan
dukungan sosial rekan kerja. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
102
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_no 74.htm, Diakses Pada tanggal 5 Agustus 2013, pkl 13.00.
103
R. S. Lazarus, (Emotional and adaptation. (New York: McGraw-Hill Publishing Company, 1991).
73
menemukan bahwa dukungan sosial dapat mencegah terjadinya psychological distress
di lingkungan kerja.
3.5.7. Usaha yang dilakukan gereja dalam menerapkan kesetaraan jender antara laki-
berperan di gereja. Bukan hanya laki-laki saja, perempuan banyak yang berperan di
Dulu memang sulit, karena cara pandang gereja yang masih kuno. Sehingga mereka
berpikir lagi kalau mau menempatkan perempuan di gereja untuk menempati jabatan-
jabatan tersebut. Hal ini juga dikarenakan adanya pengaruh budaya patriarki. Pada
saat itu perempuan tidak diberi kesempatan untuk bersuara, tapi saat ini perempuan
Hal yang mirip dengan itu antara lain juga di ungkapkan oleh Ibu Ma : “Perempuan
dan laki-laki sudah bisa sama. Saat ini perempuan diberi ruang atau kesempatan untuk
ambil bagian di gereja. Selain itu juga memiliki kesempatan untuk bersuara di dalam
Begitu pula wawancara dengan Ibu Na : “Iya sudah mendapatkan kesempatan yang
sama.”106
pintar-pintar, perempuan dan laki-laki sudah tidak ada beda ketika melakukan tugas
pelayanan.“107
104
Hasil wawancara dengan Ibu Es, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
105
Hasil wawancara dengan Ibu Ma, Minggu 15 Juni 2014 pkl 15.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
106
Hasil wawancara dengan Ibu Na, Minggu 06 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
74
Pak Aj juga berpendapat: “Di gereja sudah bagus. GKJ sudah ada pemetaan istilah
Sekarang dengan majunya perkembangan zaman perempuan sudah banyak yang ikut
berperan. Selain itu juga, di komisi-komisi banyak perempuan yang berperan. Bahkan
istrinya terus menerus yang menjadi majelis, sementara ia belum pernah menjadi
majelis.”108
paradigma berpikir seharusnya sudah tidak ada lagi untuk meragukan kopetesi
dan mengembangkan kopetensi itu sehingga perempuan bisa menjadi mitra dalam
pelayanan dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam konteks GKJ, telah
diri, tidak bisa bicara, dan hanya bersikap nerimo. Perempuan tidak mau
perempuan untuk ikut terlibat dalam pelayanan di gereja, dan juga adanya kerinduan
Hal yang tidak jauh berbeda juga di ungkapkan oleh Pak Bu berpendapat : “
Perempuan perlu terlibat di dalam gereja, karena gereja bukan hanya milik laki-laki.
Dahulu laki-laki banyak yang merasa superior. Yesus turun dengan wujud laki-laki.
Nabi dan rasul juga banyak yang laki-laki. Hal ini membuat jugment yang dirasa valit
107
Hasil wawancara dengan Ibu Mi, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
108
Hasil wawancara dengan Pak AJ, Selasa 03 Juli 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Cungkup)
109
Hasil wawancara dengan Pak Yo, Jumat 04 Juli 2014 pkl 11.00 WIB (Lokasi sektor Jetis)
110
Hasil wawancara dengan Pak Su, Minggu 15 Juni 2014 pkl 17.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
75
manusia juga, banyak laki-laki yang lebih berperan, mereka punya fisik dan power
yang kuat. Namun karena perkembangan zaman membuat laki-laki menyadari bahwa
perempuan juga bisa punya peran yang sama. Dan esensi agama itu kan tidak
mendiskriminasi. Maka saat ini Gereja Kristen membuka lebar bagi perempuan untuk
berperan ambil bagian dalam berbagai posisi di gereja. Namun memang prosesnya
Sedangkan menurut Pak Ye : “Walaupun ada budaya kanca wingking itu sudah
berkembang lama. Sekarang dipandang dari segi firman Tuhan bahwa menggangap
perempuan kanca wingking itu tidak disukai Tuhan. Sebab, kehadiran perempuan
dalam kehidupan laki-laki adalah melengkapi kekurangan dan hal-hal yang tidak bisa
di lakukan atau dimiliki oleh laki-laki. Budaya patriarki bisa diubah. Hal ini tidak
menjadi tabu untuk zaman sekarang. Justru dalam banyak hal, kalau bisa kanca
wingking bisa di rubah menjadi kanca ngereb. Justu malah menjadi juru mudi atau
supir. Dalam banyak hal, justru perempuan yang lebih menentukan. Sebelum Kartini,
banyak perempuan tidak di hargai sebagai teman hidup tetapi hanya sebagai teman
belakang. Kalaupun waktu itu perempuan bersuara hanya dianggap angin lalu.
Dengan dimulainya perjuangan Kartini, perempuan tidak bisa lagi dianggap nomor
dua. Kalau bisa perempuanlah yang didepan. Gereja menyadari potensi-potensi yang
ada di dalam diri perempuan itu sangat perlu di manfaatkan. Pernah satu kali memilih
Dari hasil teknik pengambilan data penelitian melalui wawancara maupun FGD yang
dilakukan di atas, sebetulnya kedua teknik tersebut juga berfungsi untuk menjelaskan
hasil dari teknik pengumpulan data dan analisa data dokumen tentang alasan yang
111
Hasil wawancara dengan Pak Bu, Minggu 15 Juni 2014 pkl 11.00. WIB
112
Hasil wawancara dengan Pak Ye, Minggu 15 Juni 2014 pkl 16.00 WIB (Lokasi sektor Kemiri)
76
mendorong perempuan berkarir. Menurut penulis, keterlibatan perempuan di dalam
dapat menjadi mitra sejajar dalam melakasanakan tugas pelayanan. Sebab perempuan
dan laki-laki memiliki potensi yang sama untuk dapat dikembangkan dalam pelayanan
Hasil dari wawancara maupun FGD yang dilakukan memang sesuai dengan yang ada
di gereja. Dikatakan juga bahwa banyak perempuan yang perperan penting di gereja.
Saat ini perempuan diberi kesempatan untuk bersuara dalam rapat-rapat, menjadi
majelis, menjadi ketua komisi, dan ketua bidang. Perempuan di gereja semakin cerdas
dan menyenangkan.
Saat ini GKJ Salatiga sudah berusaha menerapkan kesetaraan jender antara
dalam bukunya yang berjudul Sex, Jenderand Society memaknai jender sebagai
perbedaan atau jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan pula kodrat Tuhan.113
Perbedaan biologis seks (jenis kelamin) merupakan kodrat Tuhan dan oleh karenanya
disebutkan bahwa jender merupakan suatu konsep kultural yang dipakai untuk
bawa jender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,
hak, tangung jawab, dan perilaku yang dibetuk oleh tata nilai sosial, budaya dan
113
A. Oakley, Sex, Gender and Society. (New York: Harper Colophon 1972).
114
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami.............................................................................8
77
adat istiadat.115 Mansour Fakih juga berpendapat mengenai jender yaitu suatu sifat
yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang di konstruksi secara sosial
maupun kultural.116 Caplan juga sependapat dengan Fakih, dalam The Cultural
dan perempuan tidaklah sekedar biologi, namun melalui proses sosial kultural.117
sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan.118 Selain itu, istilah jender merujuk
pada karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan
perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada
perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa
artinya menjadi laki-laki atau perempuan.119 Baron juga mengartikan bahwa jender
merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai
yang sangat baik. Kini gereja tidak lagi melihat perempuan berdasarkan fisik atau
jenis kelaminnya, tetapi lebih melihat kepada potensi yang dimiliki oleh kaum
perempuan. Bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama
besarnya bagi perempuan untuk terlibat aktif dalam kepemimpinan di Gereja Kristen
Jawa Salatiga. Perempuan dan laki-laki, kini menjadi mitra sejajar dalam
115
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung : PT Refika Aditama,
2012). Hlm, 76.
116
Mansour Fakih, Analisis Jender & Transformasi Sosial.................................................................. 8.
117
Mansour Fakih, Analisis Jender & Transformasi Sosial .....................................................................72
118
J.W. Santrock, Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. (Jakarta : Bandung, 2003). Hlm, 365.
119
A. Rahmawati, 2004, Presepsi Remaja tentang Konsep maskulin dan Feminim Dilihat dari Beberapa Latar
Belakangnya. Skripsi pada Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI. (Bandung : Tidak Diterbitkan).
Hlm, 19.
120
A. R. Baron (Alih Bahasa Ratna Juwita). (2000). Psikologi Sosial. Bandung : Khazanah Intelektual). Hlm,
188.
78
Rangkuman
Dalam konteks GKJ Salatiga, laki-laki dan perempuan yang telah berkeluarga mereka
rata-rata bekerja (berkarir). Perempuan dan laki-laki dalam keluarga di GKJ Salatiga
menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus perempuan karir, perempuan
hambatan yang dihadapi kebanyakan berasal dari dalam rumah tangga, misalnya
perempuan bertangung jawab terhadap keluarga, urusan rumah tangga dan juga
karirnya. Berbeda dengan laki-laki, mereka hanya bertangung jawab atas urusan
Berbagai alasan yang medorong seorang perempuan berkarir yaitu adanya keinginan
rumah tangga dan juga perempuan ingin memiliki pendapatan sendiri. Ketika
perempuan berkarir, itu juga sebagai bentuk aktualisasi diri perempuan, untuk
untuk keluar rumah, mendapat banyak teman, dan perempuan tidak hanya fokus di
rumah saja. Alasan lainnya perempuan berkarir yaitu ingin mengaplikasikan ilmu
yang didapat dan tidak mau menyia-nyiakan pendidikan yang telah ditempuh selama
ini.
Perempuan dan laki-laki telah mendapatkan kesempatan yang sama di segala aspek
kehidupan. Perempuan sudah mendapatkan peluang yang cukup besar untuk berkarir.
Batasan-batasan untuk perempuan sudah tidak ada lagi. Perempuan sudah punya
79
kesempatan yang sama, terutama bagi perempuan yang ekonominya pas-pasan. Tugas
antara perempuan dan laki-laki tidak lagi diberikan berdasarkan jender. Keikut sertaan
perempuan dalam pekerjaan itu adalah untuk saling melengkapi. Walapun perempuan
telah mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki, tetapi masih saja ada stigma
dari masyarakat yang menganggap bahwa perempuan hanya dianggap sebagai nomor
dua dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu tidak punya peran yang berarti dan
Aspek pengasuhan anak menjadi hambatan perempuan karir di dalam rumah tangga.
Sulitnya ketika anak di bawah usia lima tahun, karena membutuhkan perawatan yang
intensif. Kesulitan perempuan membagi waktu antara urusan rumah tangga, keluarga
dan pekerjaan. Mengerjakan pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan orang lain, banya
hal yang terbengkalai, hasil pekerjaan kurang maksimal. Apalagi jika anggota
keluarga ada yang sakit, pekerjaan kantor yang mungkin belum selesai atau harus
Perempuan berusaha mengatur diri dan waktunya dengan baik, dalam pekerjaan
maupun di keluarga. Berusaha meminta bantuan anggota keluarga yang lainnya untuk
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Selain itu perempuan juga tidak lupa berdoa
Pada umumnya perempuan mengalami dilema, stres dan kelelahan. Ketika anak-anak
protes, ini bisa membuat perempuan down. Selain itu merasa jenuh dan malas dalam
bekerja.
80
Dalam realita, ada keterlibatan anggota keluarga dalam mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Sementara itu anak-anak juga turut dilibatkan dalam mengerjakan urusan
merapikan kamar, menyuci mobil, dan menyapu rumah. Para perempuan juga
berusaha mendidik anak-anak sejak usia dini, supaya ketika dewasa mereka dapat
mandiri dan bertangung jawab atas diri sendiri. Meskipu ternyata masih ada anggota
keluarga yang tidak mau terlibat atau dilibatkan dalam urusan mengerjakan pekerjaan
rumah tangga dengan alasan bahwa semua anaknya adalah laki-laki. Selain membantu
dalam berkarir, misalnya dengan mengantar atau menjemput istri, dan memberikan
semangat.
GKJ Salatiga sudah berusaha menerapkan kesetaraan jender antara laki-laki dan
juga bahwa banyak perempuan diberi kesempatan untuk bersuara dalam rapat-rapat,
81