Anda di halaman 1dari 9

Laporan Observasi Sosiologi Gereja : HKBP Salatiga

Sosilogi Gereja C

Anggota Kelompok :
- 712019235 Monica Yolanda Silitonga
- 712019242 Dira Ayu Tamara
- 712019244 Imanuel Esbert Benu
- 712019245 Immanuel Perwira Satria Silalahi
- 712019254 Anthony Pardomuan Pasaribu
- 712019261 Pascal Dominggo Purba
- 712019264 Bernatd H. Damanik
- 712019268 Seski Agrepina Saekoko

Lokus Obserasi : HKBP Salatiga

A. Letak Geografis HKBP Salatiga


Gereja HKBP Salatiga merupakan salah satu gereja di Kota Salatiga. Gereja ini menyediakan
tempat ibadah ummat ummat kristiani suku batak untuk ibadah rutin minggu pagi dan Sore.
Secara geografis HKBP Salatiga beralamat di Jl. Merbabu No.1, Kecamatan Sidomukti, Kota
Salatiga, Jawa Tengah. Letak Geografis HKBP Salatiga dapat dikatakan strategis karena
berdekatan dengan Alun-alun Salatiga yang jaraknya kurang lebih 260 meter, Kantor Kepolisian
Ressort 280 meter, Kantor DPRD 240 meter, dan kantor Wali Kota 140 meter. Melihat letak
gereja HKBP Salatiga yang berdekatan dengan fasilitas publik dan kantor-kantor pemerintahan
menjadikan HKBP Salatiga sebagai gereja yang mempunyai intesitas komunikasi yang tinggi
baik antara sesame jemaat maupun antara jemaat dan masyarakat lingkungan sekitar.

B. Tatanan Situasi dan Objek Sosiologis Disekitar HKBP Salatiga


Gereja HKBP Salatiga berkembang seirama dengan perkembangan orang dari suku Batak
yang berada di Salatiga. Awalnya HKBP masuk ke Salatiga pada tahun 1956. Pemuda-pemudi
merindukan akan suasana kebaktian yang bernuansa Batak, maka inisiatif saat itu adalah
mendirikan HKBP Salatiga. Menjelang akhir tahun 1957 adanya keinginan yang lebih untuk
mendirikan HKBP di kota Salatiga. Pada waktu itu jemaat HKBP menggunakan gedung gereja
GPIB Salatiga yang hingga saat ini berdiri di Taman Sari Salatiga. Mereka sepakat membentuk
NHKBP (Naposo Bulung Huria Kristen Batak Protestan) di Salatiga membuat suatu pertemuan
di rumah keluarga S.M.A Pasaribu, jalan Tuntang No.5 yang dihadiri 21 orang pemuda-pemudi.
Karena belum ada HKBP di Salatiga, mereka menganggap dan mengusulkan ke BPD (Badan
Pengurus Distrik) NHKBP Distrik IX dan NHKBP pusat sebagai cabang luar biasa. BPD
menerima dan memandang NHKBP Salatiga sebagai calon cabang. Kegiatan NHKBP yang
teratur adalah pemahaman Kitab Suci yang dilaksanakan sekali dalam dua minggu bertempat
dirumah keluarga Batak Kristen yang ada di Salatiga secara bergantian. Dikemukakan bahwa
tidak sedikit atau tidak kecil hasil yang dicapai yaitu kemajuan kehidupan kerohanian para
anggota, tetap terpeliharanya semangat kekeluargaan dan berdirinya HKBP di Salatiga pada 2
Februari 1958 (delapan bulan setelah NHKBP Salatiga berdiri) dan diresmikan pada 7 April
1958.
Dewasa ini setiap masyarakat akan mengalami perubahan dan dinamika sosial budaya baik di
desa maupun di kota. Perubahan dan dinamika itu merupakan akibat dari adanya interaksi
antarmanusia dan antarkelompok yang menyebabkan perubahan dan dinamika sosial. Semua
pengaruh kemajuan teknologi dari luar maupun dari dalam hadir di tengah-tengah kehidupan
seseorang. Perubahan dan dinamika yang terjadi di masyarakat bisa berupa perubahan nilai-nilai
sosial, norma-norma yang berlaku di masyarakat, pola-pola perilaku individu dan organisasi,
interaksi sosial dan struktur sosial masyarakat mengingat bahwa HKBP Salatiga berada
ditengah-tengah keramaian ruang publik yang kemudian mengakibatkan tidak sedikit para jemaat
baik kaum bapak, ibu, dan kaum pemuda yang mengalami pencampuran budaya didalam
kehidupan sehari-hari. Pada kondisi saat ini banyak Mahasiswa yang beribadah ke HKBP
Salatiga karena Mahasiswa yang merantau merindukan nuansa bataknya dan litrugi bahasa
bataknya, karena salah satu identitas HKBP adalah bahasa batak itu sendiri. Penggunaan bahasa
batak memang sangatlah penting terutama untuk masyarakat batak sendiri sebagai alat
komunikasi, bahasa memiliki peranan yang sangat vital dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu Pendeta dan majelis berusaha untuk memberikan pelayanan sesuai dengan
keadaan dan situasi beberapa jemaat. Dapat dikatakan bahasa merupakan suatu sistem yang
berstruktur dari simbol-simbol bunyi yang dipergunakan oleh anggota suatu kelompok sosial
sebagai alat berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya, contoh sederhana nya adalah
didalam pembagian pelaksanaan ibadah dimana pada saat minggu pagi yang menghadirinya
mayoritas adalah kaum bapak, ibu, dan lansia, meskipun terdapat beberapa pemuda yang
mengikuti ibadah pagi. Kemudian yang kedua adalah ibadah minggu sore yang dilaksanakan
pada pukul 15.00 WIB yang mayoritasnya adalah pemuda baik Mahasiswa, maupun pemuda
yang berkerja di salatiga.
HKBP Salatiga terlihat membangun hubungan yang baik dengan masyakat sekitar gereja
terutama pada proses renovasi dan pembangunan gereja yang dilakukan pada tahun 2021.
Mendapatkan dana atau bantuan baik dari jemaat ataupun bantuan dari masyarakat sekitar.
Kerjasama yang baik HKBP Salatiga dengan gereja HKBP lainnya berdampak besar terhadap
perkembangan HKBP pagaran. HKBP Salatiga ikut bersosialisasi pada setiap perpolitikan dan
ikut serta menghadiri sebagai pendeta gereja maupun jemaat.

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN II


A. Situasi Sosial di Lingkungan Gereja.
Pelayanan Jemaat di HKBP Salatiga setiap tahun mengalami perkembangan yang baik, di
mana pelayanan di setiap kategorial sudah berjalan setiap minggunya, di antaranya yaitu : Ibadah
Kebaktian Lingkungan Selatan, Ibadah Kebaktian Lingkungan Utara, Ibadah Persekutuan
Kategorial Kaum Ama (Bapak), Ibadah Persekutuan Kategorial Kaum Ina (Ibu), Ibadah
Persekutuan Kategorial Kaum Pemuda/Pemudi, Ibadah Persekutuan Kategorial Sekolah Minggu,
Ibadah Persekutuan Lingkungan dan Ibadah Persekutuan Kategorial Lansia (lanjut Usia).
Dengan adanya pelayanan gereja yang dilakukan membentuk situasi sosial di lingkungan
HKBP Salatiga. Mayoritas jemaat HKBP Salatiga adalah Orang Batak Toba sebagai salah satu
sub suku Batak, memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari
nenek moyang. Struktur dan sistem sosial tersebut mengatur tata hubungan atau relasi sesama
anggota masyarakat, baik yang merupakan kerabat dekat, kerabat luas, saudara semarga maupun
beda marga serta masyarakat umum. Suku Batak Toba memiliki salah satu struktur sosial yang
dinamakan dongan tubu atau dongan sabutuha. Berdasarkan sistem perkawinan, maka pemberi
istri menjadi unsur kedua yang dinamakan hula-hula dan kelompok sosial pengambil istri
menjadi unsur sosial ketiga yang dinamakan boru. Dengan demikian dalam struktur sosial orang
Batak Toba terdapat tiga unsur yang didasarkan pada garis keturunan dan sistem perkawinan.
Ketiga unsur tersebut dinamakan dalihan na tolu. Wujud tingginya kedudukan sosial Hulahula
dibuktikan bahwa kelompok ini dipandang sebagai “sumber restu” yang bernilai kepercayaan
agama. Restu tersebut berbobot jasmani, materi bahkan rohani. Restu ini berdampak bagi masa
kini dan masa depan. Hulahula dalam wujud kehidupan sosial semestinya dihormati, disanjung,
dan tidak diremehkan atau dipermalukan.
Dukungan budaya terhadap fungsionalitas struktur sosial yang sangat kuat memberikan dasar
pada sistem sosial yang telah dianut. terkait dengan tiga unsur struktur sosial dalam kehidupan
sehari-hari disebut sebagai somba marhulahula, manat mardongan tubu, elek marboru (sembah
sujud kepada Hulahula,bijaksana terhadap saudara semarga dan membujuk (sayang) kepada
boru), yang kemudian ungkapan tersebut dijadikan pedoman dalam membangun hubungan sosial
orang Batak Toba serta sebagai wujud nyata sistem sosial yang dianut. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa peran dan dukungan dari budaya sangat penting dan memiliki pengaruh untuk
memperkuat situasi sosial dilingkungan gereja berada.

B. Pemahaman Setiap Lapisan Tentang Diri Mereka dan Tentang Orang Lain di Luar
Mereka.
Ungkapan budaya yang mengukuhkan hubungan bersaudara semarga berbunyi manat
mardongan tubu (hati-hati dan bijaksana terhadap saudara semarga). Ungkapan budaya yang
menekankan garis kebijaksanaan di dalam hubungan sosial dengan saudara semarga, sejak nenek
moyang telah diajarkan. Ungkapan yang utuh dikenal dalam kehidupan sehari-hari atas ketiga
unsur struktur sosial tersebut adalah somba marhulahula, manat mardongan tubu, elek marboru
(sembah sujud kepada Hulahula,bijaksana terhadap saudara semarga dan membujuk (sayang)
kepada boru). Ungkapan tersebut merupakan pedoman hubungan sosial orang Batak Toba
sebagai wujud nyata sistem sosial yang dianut. Dari letak gereja HKBP Salatiga yang berada di
tengah keramaian publik maka gereja ini mempunyai intesitas komunikasi yang tinggi baik itu
antar jemaat dan juga lingkungan sekitar. Situasi sosial di gereja HKBP Salatiga juga erat dengan
penggunaan bahasa yang mana bahasa adat yang digunakan membuat sesama jemaat merasa
semakin dekat, dari hal ini maka kekeluargaan yg erat dapat dibentuk. Dukungan budaya
terhadap fungsionalitas struktur sosial yang sangat kuat memberikan dasar pada sistem sosial
yang telah dianut. terkait dengan tiga unsur struktur sosial dalam kehidupan sehari-hari disebut
sebagai somba marhulahula, manat mardongan tubu, elek marboru (sembah sujud kepada
Hulahula,bijaksana terhadap saudara semarga dan membujuk (sayang) kepada boru), yang
kemudian ungkapan tersebut dijadikan pedoman dalam membangun hubungan sosial orang
Batak Toba serta sebagai wujud nyata sistem sosial yang dianut. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa peran dan dukungan dari budaya sangat penting dan memiliki pengaruh untuk
memperkuat situasi sosial dilingkungan gereja berada.

C. Bentuk-Bentuk Interaksi Antara Lapisan Secara Internal dan Eksternal.


Bentuk bentuk interaksi HKBP Salatiga secara internal adalah bagaimana interaksi jemaat
dengan Pendeta beserta penatua/Sintua, jemaat dengan jemaat, pendeta/Penatua dengan jemaat
ikut berkontribusi baik dalam ruang lingkup gereja. Baik dalam memberikan dana bantuan dalam
pembangunan gereja, ikut dalam berpartisipasi dalam pelayanan seperti mahasiswa yang
menunjukkan sikap simpati terhadap pelayanan di HKBP Salatiga. Interaksi yang terjadi antar
remaja, muda-mudi (Napaosobulung) dengan mahasiswa yang mengambil peran sebagai Song
leader, sebagai ketua naposo dan perangkat organisasi muda-mudi (Napaosobulung). Tidak ada
unsur-unsur saling merugikan atau menguntungkan. Namun ada hubungan kerjasama yang baik
demi berjalannya pelayanan yang berdayaguna. Secara eksternal. HKBP Salatiga menciptakan
suasana timbal balik interaksi baik dari masyarakat terhadap HKBP Salatiga maupun sebaliknya.
HKBP Salatiga menjaga ketertiban dan keharmonisan ketika agama tetangga seperti muslim,
Hindu, Budhha melakukan perayaan besar. Bahkan HKBP Salatiga ikut berperan untuk
memberikan sumbangan kepada masjid yang dalam pembangunan.
Bentuk-bentuk interaksi secara eksternal: gereja HKBP Salatiga adalah gereja kesukuan
otomatis segala kegiatan2 sosial atau bahkan kegiatan hari raya yg melibatkan budaya
batak/HKBP pasti gereja turut terjun langsung di dalamnya. Selain itu, sbgai gereja yg ada dan
berdiri di wilayah Jawa maka pastinya ada usaha dari pihak gereja untuk membangun kerja sama
dan melibatkan diri dalam membangun kehidupan bermasyarakat. Adanya hubungan timbal
balik yang menguntungkan akan semakin memperkuat keberadaan gereja di tengah2 masyarakat.
Mengacu pada realita penduduk Salatiga yang beragam mendorong gereja HKBP untk senantiasa
menciptakan keseimbangan dalam berinteraksi dan bentuk interaksinya beragam. Seperti adanya
kerja sama dengan pihak-pihak setempat serta terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial yang
diperlukan.
D. Konsep-Konsep Interaksi.
Dalam perkembangan interaksi yang saya lihat didalam gereja HKBP Salatiga, menurut saya
pribadi lebih sangat menjunjung kekeluargaan dengan ciri khas yang dimiliki sebagai Gereja
kesukuan yaitu Batak Toba, para majelis gereja maupun jemaat gereja saling bertegur sapa baik
sebelum dan sesudah peribadahan dilakukan umumnya, hal ini terjadi ketika para majelis
sebulum masuk dalam ruang konsistori atau dalam bahasa batak yang saya pahami adalah Bilik
Parhobasan dimana para majelis gereja yang meliputi Pendeta, BVR, Guru Huria dan Para Sintua
serta pelayan Minggu mempersiapkan diri. Mereka biasanya mengobrol di bagian depan gereja
yang juga menyediakan beberapa tempat untuk saling berinteraksi baik sesama para majelis
maupun jemaat tanpa terkecuali, nah umumnya bercerita bagaimana hari-hari yang dijalani
hingga bisa melakukan ibadah minggu bersama-sama di HKBP Salatiga, dalam percakapan yang
saya juga rasakan ketika melakukan peribadahan di Gereja ini juga sangat mengingatkan saya
akan kerinduan di kampung halaman, karena biasanya sesama suku kami menggunakan bahasa
yang sama sehingga saya juga bisa belajar akan kosakata yang baru dalam berbahasa batak. Ada
juga para Majelis gereja yang menganggap mahasiswa seperti kami adalah anak mereka di
perantauan karena sesama orang batak yang juga memiliki keturunan marga atau silsilah yang
memiliki ikatan persaudaran, sehingga interaksi yang saya lakukan dengan beberapa majelis dan
jemaat secara internal maupun eksternal cukup baik.
Dalam interaksi ketika melakukan ibadah Minggu juga saya merasakan bagaiman kepedulian
antar beberapa mejelis dalam studi atau status saya sebagai mahasiswa dimana banyak interaksi
yang menurut pribadi saya sendiri merupakan hal penting dengan bertanya bagaimana perasaan
dan kabar hari ini dan biasanya mereka memposisikan diri sebagai orangtua yang bertanya
seperti keluarga ataupun anak kandung mereka. Hal ini juga terjadi ketika peribadahan minggu
telah selesai dilakukan dimana para Majelis Gereja juga melakukan interaksi secara eksternal
dengan para jemaat dengan melakukan percakapan yang saya lihat dan saya amati cukup lama
dengan beberapa pembahasan apa yang menjadi perbaikan dalam peribadahan Minggu dengan
percakapan ini Majelis gereja mampu melakukan perbaikan yang dirasa kurang dalam pelayanan
melalalui masukkan oleh para jemaat gereja dan hal ini sering saya temui karena saya tidak
hanya sekali melakukan peribadahan di Gereja HKBP Salatiga dengan demikian saya rasa hal
yang baik yang sampai saat ini terus dijaga oleh Gereja HKBP Salatiga adalah Majelis Gereja
dan jemaat memiliki Interaksi yang baik dalam hal internal yang dilakukan secara terbuka baik
dalam warta jemaat atau warta gereja dimana transparasi dilakukan dengan baik, begitu juga
dengan eksternal dengan menjaga kekeluargaan antara sesama majelis kejemaat dan sebaliknya.
Di dalam kehidupan interaksi sosial, kita seperti terkadang kita diperhadapkan dengan situasi
mempertahankan diri terhadap serangan. Dia harus menghindari dan menanggapi
gerakan-gerakan yang ada dilingkungan sosial. Hal ini lah yang dilakukan oleh HKBP Salatiga
dalam bersosialisasi di lingkungan masyarakat, gereja HKBP berusaha membangun hubungan
interaksi sosial dengan terbuka dengan masyarakat yang bermukim disekitar gereja, ada beberapa
hal diperhatikan dalam hubungan itu seperti memperhatikan batas pelaksanaan ibadah-ibadah
besar maupun acara-acara gereja. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh HKBP Salatiga dapat
direncakan dulu, juga tindakan- tindakan itu ditentukan oleh hukum-hukum yang disepakati
bersama-sama. Gambaran lain: dalam kehidupan etis kita, kita ini seperti seorang pengemudi
mobil yang harus mengambil keputusan-keputusan dengan cepat. Meskipun pengemudi menuju
tempat tertentu, tetapi tindakannya tidak dapat dimengerti hanya dengan melihat tujuannya itu

Hasil Wawancara
Imanuel Benu: Selamat sore bro. Selama gereja atau ppl di sini adakah kegiatan yang melibatkan
institusi di luar gereja, atau warga sekitar gereja atau Salatiga?
Narasumber: Kalau kegiatan di gereja, setauku tidak ada melibatkan institusi diluar gereja kak.
Tapi kalau ada kegiatan misal kegiatan dari remaja naposo yg ada di gereja yg ikut berperan
itupun remaja naposo yang ada di gereja itu dan juga ikut terlibat anak PPL di gereja HKBP
Salatiga.
Narasumber: Kalau warga sekitar terlibat jika mereka jemaat disana. Kalau bukan jemaat di sana
mereka gak ada terlibat kak. Palingan yg terlibat itu anak PPL disitu dan pemuda yg terdaftar
jadi jemaat di HKBP Salatiga. Jika dia misal suku Batak dan bergerak di HKBP Salatiga harus
mendaftarkan diri sebagai jemaat disana dan mengikuti kegiatan yg ada di pemuda. Dan juga Pdt
beserta penatua akan datang mengunjungi jika ada yg sakit dirawat di RS.
Imanuel Benu: Oke bro berarti tidak pernah ada kegiatan kyak bagi² masker atau bagi² sembako
bgtu eeeee bro
Narasumber: Kalau bagi2 masker setauku tidak ada bro. Kecuali waktu masa pandemi, jika ada
jemaat dtg beribadah tdak membawakan masker akan di kasih dari gereja. Kalau soal pembagian
sembako saya kurang tau kak. Tapi dulu ada pembagian makanan yang dibagikan oleh anak
sekolah Minggu beserta guru-guru sekolah Minggu kak. Di bagikan kepada org2 yg ada di jalan,
misal tukang parkir, pemulung.
Imanuel Benu: Terus sekarang apakah ada suku lain yang bergereja di sana bro selain Batak
Narasumber: Banyak kak. Ada juga dari beragam suku.
Imanuel Benu: Sampai jadi majelis bgtu atau pelayan apa bgtu bro?
Narasumber: Kalau menjadi penatua atau majelis, itu orang Batak semua kak.
Imanuel Benu: Itu memang karena ada aturan gereja yang melarang orang lain selain Batak
menjadi majelis atau bagaimana bro?
Narasumber: Sebenarnya bukan aturan kak. Tapi emang tidak ada yg mau menjadi majelis dari
suku lain kak. Kalau ada, Pdt sama jemaat kami pasti senang kak
Narasumber: Karena kami suku Batak, jdi harus pandai bahasa Batak kak. Mungkin itu yang
menjadi kesulitan.
Imanuel Benu: Sejauh ini yang bro tau mayoritas jemaat itu pekerjaanya apa? Apakah mereka
perantau atau mahasiswa begitu?
Narasumber: Kalau setau aku perantau semua kak. Dan pekerjaan mereka ada yg PNS, guru dan
dosen. Ada juga bekerja koperasi.
Imanuel Benu: Setauh bro sekarang ketua pemudanya asli jemaat atau mahasiswa bro, ttlrus suku
apa?
Narasumber: Oh.. kalau ketua pemuda asli sini dan jemaat sini kak. Mahasiswa, tapi dia kuliah di
solo.
Imanuel Benu: Bukan Suku Batak bro.
Narasumber: Suku Batak
Imanuel Benu: Sebelumnya belum pernah ada suku lain bro?
Narasumber: Orang tuanya perantau di sini. Tapi mereka sudah tinggal dan dia lahir di sini kak
Narasumber: Belum ada setauku
Imanuel Benu: Nah itu kenapa apakah tidak diijinkan orang selain Batak jadi ketua pemuda
begitu?
Narasumber: Bukan tidak diijinkan kak. Masalah nya tidak ada dari suku lain. Semua suku
Batak, solanya rata-rata pemuda yg bergerak di HKBP Salatiga suku Batak semua.
Imanuel Benu: Bro tau istilah di atas aturan ada kebijakan? Kalau tau bolehka dijelaskan
maknanya?
Narasumber: Artinya kak, Aturan memang harus tetap dilakukan tetapi sebagai pemimpin kita
juga melihat situasi dan kedaan yang bisa kita ambil kebijakan dengan tidak menyimpang atau
meniadakan aturan tetapi memang karena kebutuhan
Imanuel Benu: Bro bagaimana diakonia di dalam gereja? Misalnya bagi jemaat yang susah itu
ada bantuan bgtu seperti apa?
Narasumber: Ada kak bantuan. Dan untuk diakonia, kalau ada jemaat yg sakit Pdt sama sintua
itu dtg kerumah jemaat untuk menjenguk dan mendoakan.
Imanuel Benu: Tidak ada bantuan kayak beasiswa atau apa bgtu kah bro ?
Imanuel Benu: Atau bantuan uang buat irg susah atau sembako bgtu?

Narasumber: Dulu ada bantuan beasiswa dan itu sudah pernah ada satu orang yang dapat
beasiswa, anak teologi juga kak. Dia perempuan tapi setelah dia siap kuliah teologi, dia menikah
sama orang Islam dan dia jadi mualaf. Itulah yg membuat gereja kami kecewa kak. Bahkan
sampai sekarang tidak ada lagi dirapat harian (rapat majelis dan jemaat) soal beasiswa.

Narasumber: Karna kebetulan jemaat HKBP Salatiga tidak ada yang susah-susah amat kak. Jdi
bantuan sembako tidak ada.

Imanuel Benu: Oke siap makasih ya. Mungkin itu saja dulu bro. Tuhan Yesus berkati.

Anda mungkin juga menyukai