Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM II

MAKANAN HALAL DAN HARAM

Oleh :

Mutiara Arsya Vidianinggar Wijanarko 101611233039

Nurul Aini Wurdi Ningsih 101811233006

Yura Melly Safira 101811233015

Aulia Rochmah 101811233017

Warda Eka Islamiah 101811233023

Muhammad Risqi Ihya Ramdhan 101811233033

Bertanieza Nur Azizah 101811233044

Program Studi S1 Gizi


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga
Surabaya
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam tidak hanya menyangkut hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesama
manusia tetapi Islam juga mengatur bagaimana kehidupan manusia agar dapat berjalan
dengan baik dan sesuai syariat Islam. Melalui Al-Quran, manusia diberikan pedoman dalam
menjalani kehidupan di dunia mulai dari yang paling kecil hingga paling besar dan dari hal
yang sederhana hingga hal yang rumit seperti firman Allah pada QS. Al-Muthaffifin [83] : 1-
3. Dalam hal ini termasuk bagaimana manusia mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam Islam,
manusia wajib hukumnya bekerja keras untuk memperoleh rezeki dari Allah untuk memenuhi
kebutuhannya dengan cara yang dibenarkan oleh agama (Zulaekhah, 2005). Rezeki meliputi
segala karunia Allah seperti uang, pekerjaan, rumah, kesehatan, makanan, pengetahuan dan
lain-lain, Dalam Al-Quran rezeki yang baik disebut halalan tayyiban yang disebutkan pada
QS. al-Baqarah:168, QS Al-Maidah: 88, QS Al-Anfal: 69 dan QS an Nahl:114.

Salah satu yang termasuk rezeki adalah makanan dan minuman yang halalan tayyiban.
Makanan halal berarti makanan yang tidak menimbulkan kerugian dan diperbolehkan Allah
untuk memakannya. Tayyiban (makanan baik) berarti makanan yang dapat membawa
kesehatan untuk tubuh dan tidak ada larangan untuk memakannya. Makanan haram yakni
makanan yang jelas dilarang oleh Allah untuk dikonsumsi dan apabila melanggar akan
menimbulkan dosa. Sedangkan Syubhat yakni sesuatu yang dilarang Allah dengan tidak
permanen, tidak memberi dampak dan tidak terancam berdosa. Perintah memakan makanan
yang halal dan larangan mengkonsumsi makanan yang haram disebutkan dalam QS. Al-
Baqarah:168. Penentuan halal sesuai syariat Islam sebenarnya sangat luas yakni selama
makanan tersebut belum ada nash yang mengharamkan, tidak merugikan atau menimbulkan
penyakit, tidak menjijikkan maka akan kembali pada hukum asalnya, yaitu diperbolehkan.
Namun, tidak semua makanan halal bisa disebut tayyib, tetapi semua makanan tayyib pasti
halal. Kata tayyib dalam makanan mencakup makanan sehat, proporsional dan aman.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui pengertian halal, haram, dan syubhat
b. Mengetahui definisi makanan halal dan haram
c. Mengetahui definisi dan syarat-syarat makanan halal thayyiban
d. Mengetahui definisi, jenis dan syarat-syarat makanan halal
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Halal, Haram dan Syubhat


2.1.1 Pengertian Halal
Halal secara bahasa, menurut sebagian pendapat, berasal dari akar kata ‫الحل‬
yang artinya ( ‫ ) اإلباحة‬artinya sesuatu yang dibolehkan menurut syariat. Al-Jurjani
menulis, kata ”halal” berasal dari kata ‫ الحل‬yang berarti ” terbuka” ( ‫) الفتح‬. Secara
istilah, berarti setiap sesuatu yang tidak dikenakan sanki penggunaannya atau sesuatu
perbuatan yang dibebaskan syariat untuk dilakukan. Bisa disimpulkan halal adalah
sesuatu yang di perbolehkan oleh syariat untuk dilakukan, digunakan, atau
diusahakan, karena telah terurai tali atau ikatan yang mencegahnya atau unsur yang
membahayakannya dengan disertai perhatian cara memperolehnya, bukan dengan
hasil muamalah yang dilarang.
Dalam konteks makanan, dasar yang digunakan untuk menunjukkan ke
harusan mengonsumsi makanan dan minuman, tumbuhan dan binatang/hewan yang
telah halal lagi thayyib (baik) tercantum dalam Alquran dan Hadis. Contoh perintah
untuk mengonsumi dan memanfaat kan yang halal yaitu: Qas. al-Baqarah [2]: 168 dan
172, Q.s. al-Nahl [16]: 412, al- Mâ’idah [5]: 87 dan 88, al-Anfâl [8]: 69, al-Nahl [16]:
114. Dalam ayat-ayat ini kata ”halal” menjadi dasar perintah mengonsumsi makanan
dan minuman yang halal dan thayyib.
Dalam hadist riwayat dari Salman al-Farisi bahwa Nabi Saw. ditanya tentang
minyak samin, keju, dan jubah dari kulit binatang dapat dicatat mengenai “halal,
haram, dan syubhat yang memiliki keterkaitan dengan makanan dan minuman. Beliau
menjawab:
‫الحل ل َما أَ َح َّل ال َّل في كتابه و الحرام َما َح َّر َم ال َّل‬
‫كتابه َو َما َسكَتَ َع ْنه فَه َُو مما عَفا َع ْنه‬
Artinya:
Yang halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya, dan
yang haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam Kitab-Nya. Sedangkan
apa yang didiamkan-Nya maka ia termasuk yang dimaafkan kepada kalian.” (H.R. al-
Tirmidzî dan Ibn Mâjah)
2.1.2 Pengertian Haram
Dari sisi bahasa, haram adalah dilarang/ terlarang atau tidak diizinkan. Dari
sisi istilah, menurut Yûsuf al-Qarâdhawî haram sesuatu yang Allah melarang untuk
dilakukan dengan larangan yang tegas, setiap orang yang menentangnya akan
berhadapan dengan siksaan Allah di akhirat. Bahkan terkadang ia juga terancam
sanksi syariat di dunia. Al-Sa’di menambahkan, keharaman itu ada dua macam yaitu
karena disebabkan zatnya, yaitu jelek dan keji, lawan dari thayyib. Atau haram
dikarenakan yang ditampakkannya, yaitu keharaman yang berkaitan dengan hak Allah
atau hak hamba-Nya dan ini adalah lawannya halal.
Penyebutan ”haram” dengan perubahan bentuknya dari Alquran yang
memiliki konteks dengan makanan, minuman dan pakaian terdapat pada surah al-
Baqarah (2): 172-73, al-Mâ’idah (5): 3, 87, al-An‘âm (6) 143, 144, 145, dan 146, al-
A‘râf (7): 32, 157, al-Nahl (16): 115, 116, 118.

2.1.3 Pengertian Syubhat


Syubhat adalah sesuatu yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya karena
banyak manusia yang tidak mengetahui hukumnya. Adapun ulama mereka dapat
mengetahui hukum dari nas atau qiyâs atau sebagainya, apabila seseorang meragukan
sesuatu apakah halal atau haram sementara tidak ada nas dan ijmak sebagai hasil
ijtihad mujtahid lalu mendapatkan dalil syar’i-nya lalu dijumpainya halal maka ia
menjadi halal, tetapi terkadang ada dalilnya, namun tidak tertutup kemungkinan
keraguan (ihtimâl) yang jelas maka lebih utama bersikap wara’ dengan
meninggalkannya, karena sikap seperti ini merupakan pengamalan Nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi wa Sallam.
2.1 Makanan Halal
2.2.1 Pengertian Makanan Halal

Makanan adalah sumber kehidupan bagi manusia, karena makaman


menyumbangkan energi untuk kehidupan sehari hari. Makanan ada yang halal dan ada
yang haram. Makanan halal adalah makanan yang diperolehkan untuk dimakam atau
dikonsumsi. Menurut bahasa, halal artinya sesuatu yang diperolehlan menurut syariat.
Al-Jurjani mengatakan bahwa halal artinya terbuka. Menurut istilah, halal berarti
berarti setiap sesuatu yang tidak dikenakan sanki penggunaannya atau sesuatu
perbuatan yang dibebaskan syariat untuk dilakukan.
Abu Muhammad al-Husayn ibn Mas‘ud al-Baghawi(436-510H) dari mazhab
Syaf’i, berpendapat kata “halal” berarti sesuatu yang dibolehkan oleh syariat karena
baik. Muhammad ibn ‘Ali al-Syawkani (1759-1834 H) berpendapat, dinyatakan
sebagai halal karena telah terurainya simpul tali atau ikatan larangan yang mencegah.
Senada dengan pendapat al-Syawkani (1759-1834 H). Dari kalangan ulama
kontemporer, seperti Yusuf al-Qaradhawi, mendefiniskan halal sebagai sesuatu yang
dengannya terurailah buhul yang membahayakan, dan Allah memperbolehkan untuk
dikerjakan. Sementara ‘Abd al-Rahman ibn Nashir ibn al Sa’di’ ketika
mendefinisikan kata “halal” menyorotinya kepada bagaimana memperolehnya, bukan
dengan cara ghashab, mencuri, dan bukan sebagai hasil muamalah yang haram atau
berbentuk haram.

Berdasarkan beberapa pendapat, maka dapat disimpulkan bahwa makanan


halal adalah semua jenis makanan yang diperbolehkan untuk di sentuh, dimanfaatkan,
dan dikonsumsi sesuai dengan syariat, dab tidak mengandung unsur unsur yang
dilarang oleh agama. Makanan yang halal sudah dapat dipastikan bahwa makanan
tersebut bagus untuk tubuh. Karena jikalau makanan dapat dikatakan halal, maka
makanan tersebut layak dan atau bahkan dianjurkan oleh Allah untuk dikonsumsi.

2.2.2 Jenis Makanan Halal

Makanan halal tergolong dalam beberapa jenis. Allah SWT berfirman dalam
surat Al-Maidah ayat 88, Allah SWT yang artinya:

َ‫ى أَنتُم بِِۦه ُم ْؤ ِمنُون‬ ۟ ُ‫وا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم ٱهَّلل ُ َح ٰلَاًل طَيِّبًا ۚ َوٱتَّق‬
ٓ ‫وا ٱهَّلل َ ٱلَّ ِذ‬ ۟ ُ‫َو ُكل‬

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezkikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
(QS. Al-Maidah: 88). Selain itu dalam surat Al- Baqarah ayat 168 Allah SWT
berfirman, yang artinya:

ٌ ِ‫ت ٱل َّش ْي ٰطَ ِن ۚ إِنَّهۥُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُّمب‬


‫ين‬ ۟ ‫وا ِم َّما فِى ٱأْل َرْ ض َح ٰلَاًل طَيِّبًا َواَل تَتَّبع‬
ِ ‫ُوا ُخطُ ٰ َو‬ ِ ِ
۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل‬

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 168).
Dari dua ayat tersebut, makanan dan minuman yang boleh dimakan umat islam adalah
yang memenuhi dua syarat, yaitu halal, yang artinya diperbolehkan untuk dimakan
dan tidak dilarang oleh hukum syara’, dan baik/Thayyib yang artinya makanan itu
bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan. Kategori makanan dan minuman yang halal
dapat digolongkan menurut berbagai sifat, diantaranya adalah:

a. Halal Zatnya
Makanan ataupun minunan yang halal harus sesuai juga dengan
kehalalan zatnya. Makanan dan minuman harus terbuat dari bahan bahan yang
memang diperolehkan untuk dikonsumsi dan tidak melanggar hukum syariat
dalam konsumsi makanan. Contoh nya adalah nasi, susu, telur, daging ayam,
dan lain sebagainya.
b. Halal Cara Mendapatkannya
Makanan yang halal harus juga memenuhi kriteria bagaimana cara
makanan itu didapat. Karena penting mengetahui asal muasal dari makanan
yang kita makan. Apabila makanan tersebut berasal dari hal hal yang dilarang
atau bahkan diharamkan untuk dilakukan, maka makanan tersebut dapat
dikatakam makanan yang haram, meskipun pada dasarnya bahan makanannya
halal. Contoh makanan yang haram yang didapatkan dari hasil yang dilarang
adalah ayam goreng yang meskipun halal akan menjadi haram apabila usaha
untuk mendapatkannya adalah dengan cara mencuri ayam goreng tetangga.
c. Halal Pengolahannya
Makanan yang halal harus juga dilihat dari prosed pengolahannya.
Makanam yang pada dasarnya halal, tapi apabila proses pengolahannya tidak
sesuai dengan syariat islam maka makanan tersebut haram untuk dimakan.
Contohnya adalah ayam termasuk makanan yang halal, namun apabila cara
menyembelihnya adalah dengan cara yang kotor, dalam keadaan sudah mati
(bangkai), dan tidak sesuai dengan ajaran islam maka ayam tersebut haram
untuk dikonsumsi. Berikut dalil tentang makanan dan minuman halal dan
haram:
ُ
ٍ َ‫ير َو َمٓا أ ِه َّل بِ ِهۦ لِ َغي ِْر ٱهَّلل ِ ۖ فَ َم ِن ٱضْ طُ َّر َغ ْي َر ب‬
‫اغ‬ ِ ‫إِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْٱل َم ْيتَةَ َوٱل َّد َم َولَحْ َم ْٱل ِخ‬
ِ ‫نز‬
ِ ‫َواَل عَا ٍد فَٓاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ َغفُو ٌر ر‬
‫َّحي ٌم‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan hewan yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
Al Baqarah: 173). Makanan yang halal adalah sebagai berikut :

1. Makanan atau minuman yang tidak diharamkam oleh Allah


Semua makanan ataupun minuman yang tidak ada hadist
atau dalil yang menyatakan bahwa makanan tersebut haram,
maka makanan tersebut layak dan halal untuk dikonsumsi. ada
hadist yang menyatakan tentang makanan atau minuman yang
baik, yang artinya:
"Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya adalah
halal dan apa yang diharamkan Allah di dalam Kitab-Nya
adalah haram, dan apa yang didiamkan (tidak diterangkan),
maka barang itu termasuk yang dimaafkan.” (HR. Ibnu Majah
dan Turmudzi).
Makanan atau minuman yang halal adalah makanan atau
minuman yang bersih suci, dan tidak kotor. Dan yang pasti
makanan tersebut memberikan manfaat untuk tubuh baik itu
manfaat kesehatan atau manfaat baik yang lainnya. Ada ayat
Al-Quran yang menyatakan bahwa :

‫ت ٱل َّش ْي ٰطَ ِن ۚ إِنَّهۥُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو‬ ۟ ‫وا ِم َّما فِى ٱأْل َرْ ض َح ٰلَاًل طَيِّبًا َواَل تَتَّبع‬
ِ ‫ُوا ُخطُ ٰ َو‬ ِ ِ
۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ُكل‬

ٌ ِ‫ُّمب‬
‫ين‬

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal


lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah:
168)

Dan ada juga firman Allah, yang artinya:


"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A’raf
: 157)
2. Makanan yang tidak memberi mudhorot, tidak merusak
kesehatan jasmani, moral, dan yang lainnya
Makanan yang halal adalah makanan yang menyehatkan
tubuh dan memberikan manfaat kesehatan. Makanan yang halal
adalah bukan makanan yang dapat merusak ataupun
membahayakam kesehatan baik itu kesehatan jasmani, rohani,
dan moral.
3. Binatang ternak
Jenis makanan halal yang lainnya adalah binatang
ternak, seperti kambing, ayam, sapi, domba, unta, dan yang
lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
ْ َّ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَوْ فُوا بِ ْال ُعقُو ِد ۚ أُ ِحل‬
‫ت لَ ُك ْم بَ ِهي َمةُ اأْل َ ْن َع ِام إِاَّل َما يُ ْتلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم َغ ْي َر ُم ِحلِّي‬
‫ص ْي ِد َوأَ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم ۗ إِ َّن هَّللا َ يَحْ ُك ُم َما ي ُِري ُد‬
َّ ‫ال‬
“Telah dihalalkan bagi kamu memakan binatang ternak
(seperti: Unta, Sapi, Kerbau dan Kambing)”. (QS. Al-Maidah:
1)
4. Hewan laut/air
Makanan halal lainnya adalah hewan yang hidup di laut
ataupun air, baik itu ditangkap dalam keadaan hidup atau sudah
mati (bangkai). Namun apabila makanan tersebut mengandung
zat zat berbahaya yang dapat menggangu sistem metabolik
tubuh atau menggangu kesehatan, maka hukumnya haram.
Allah SWT berfirman:

‫ص ْي ُد ْٱلبَ ِّر َما ُد ْمتُ ْم ُح ُر ًما‬ َ ‫ص ْي ُد ْٱلبَحْ ِر َوطَ َعا ُمهۥُ َم ٰتَعًا لَّ ُك ْم َولِل َّسي‬
َ ‫َّار ِة ۖ َوحُرِّ َم َعلَ ْي ُك ْم‬ َ ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم‬
َ‫شرُون‬ َ ْ‫ى إِلَ ْي ِه تُح‬ ۟ ُ‫ۗ َوٱتَّق‬
ٓ ‫وا ٱهَّلل َ ٱلَّ ِذ‬
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat
bagimu," (Q.S. Al-Maidah:96)
Hadis Nabi Muhammad SAW:
Artinya: “Rasulullah saw. bersabda: mengenai laut bahwa laut
itu suci airnya dan halal bangkainya. "(HR. Imam Empat)
5. Ikan dan belalang
Ikan dan belalang adalah dua hewan yang dihalalkan untuk
dimakan dalam keadaan mati. Nabi Muhammad SAW bersabda
yang artinya:
“Dihalalkan kepada kita dua bangkai, yaitu ikan dan belalang”.
(HR. Ibnu Majah)
6. Binatang hasil buruan dari hutan
Binatang yang berasal dari hasil buruam di hutan termasuk
binatang yang halal untuk dimakan. Contohnya adalah kijang,
kelinci, ayam hutan, dan lainnya.
2.2 Makanan Haram

Konsep islam mengenai makanan sama dengan konsep lainnya yaitu dalam rangka
menjaga keselamatan jiwa, raga, dan akal. Makanan memiliki dampak yang besar
dalam kehidupan seseorang, baik itu makanan halal maupun yang haram. Haram
berarti sesuatu yang dilarang dengan larangan yang tegas untuk dilakukan atau
dipergunakan baik disebabkan karena zatnya maupun cara mendapatkannya (Ali
2016). Makanan haram ada dua macam, yaitu yang haram karena zatnya seperti babi,
bangkai dan darah. Sedangkan yang haram karena sesuatu bukan dari zatnya seperti
makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan.
Berikut ini ayat Al-Quran yang menerangkan diharamkannya beberapa jenis makanan
dan minuman

Q.S. al-Maidah [5] : 3:

Terjemah Arti : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tafsir Q.S. al-Maidah Ayat 3 : Allah mengharamkan bagi kalian binatang


yang mati tanpa disembelih. Allah juga mengharamkan bagi kalian darah yang
mengucur, daging babi, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain
Allah, binatang yang mati karena dicekik, dipukul, jatuh dari tempat yang tinggi,
ditanduk oleh binatang lain, dan binatang yang diterkam oleh binatang buas seperti
singa, harimau, serigala. Kecuali bila kalian mendapati binatang-binatang tersebut
masih hidup kemudian kalian menyembelihnya, maka binatang itu halal bagi kalian.
Dia juga mengharamkan bagi kalian binatang yang disembelih untuk berhala. Dan Dia
juga mengharamkan bagi kalian mencari tahu nasib kalian melalui beberapa batang
kayu panjang, yaitu bisa dari bebatuan atau anak panah yang tertulis di sana
"Lakukan" dan "Jangan lakukan" lantas tulisan mana yang keluar, maka itulah yang
dikerjakan. Melakukan perbuatan-perbuatan terlarang tersebut berarti keluar dari
ketaatan kepada Allah. Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa untuk membuat
kalian murtad maupun membuat kalian meninggalkan agama Islam tatkala mereka
melihat kekuatan Islam. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepada-Ku saja. Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, yaitu
agama Islam, dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku yang lahir maupun yang
batin. Dan telah Aku pilihkan agama Islam sebagai agama kalian. Maka Aku tidak
akan menerima agama lain selain Islam. Barangsiapa yang kelaparan dan terpaksa
memakan bangkai, tanpa ada kecenderungan untuk berbuat dosa, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

Menurut Rasyid Ridha, Allah mengharamkan bangkai hewan yang mati


dengan sendirinya karena berbahaya bagi kesehatan. Hewan mati dengan sendirinya,
tidak mati melainkan disebabkan oleh penyakit. Babi diharamkan, karena babi itu
jorok, makanannya yang paling lezat adalah kotoran dan najis. Menurut al-Maraghy,
diharamkan daging babi, karena babi itu kotor dan berbahaya bagi kesehatan, karena
ia senang pada yang kotor. Ibnu Katsir mengatakan, bahwa daging babi diharamkan,
baik jinak, maupun yang liar.

Menurut Ibnu Rusyd, penyembelihan hewan dengan menyebut nama selain


Allah diharamkan demi menjaga kemurnian tauhid. Adapun hewan yang dicekik,
yang dipukul dengan tongkat, yang terjatuh dari tempat yang tinggi, yang ditanduk
oleh binatang lain dan yang terlukai oleh binatang buas, maka hukumnya disamakan
dengan bangkai tanpa diperselisihkan lagi, kecuali binatang tersebut sempat
disembelih sebelum mati. Selain telah disebutkan oleh parah tafsir, filsuf atau para
ahli. Berikut alasan diharamkannya makanan dan minuman karena mengandung
beberapa bahaya (mudharat) bila dikonsumsi manusia.

2.3.1 Bangkai
Bangkai merupakan hewan yang mati dengan sendirinya atau kematiannya tanpa
disembelih dengan cara yang benar sesuai syariat islam (Ali 2016). Termasuk
didalamnya hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas tanpa sempat disembelih terlebih dahulu (Zulaekah dan
Kusumawati 2005). Tidak adanya proses penyembelihan menyebabkan darah masih
banyak memenuhi otot sehingga bisa menjadi media pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat membahayakan manusia (Bintoro et al. 2006). Daging yang berasal dari
bangkai akan meningkatkan kontaminasi bakteri patogen yang lebih besar. Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. menyebabkan demam tifoid, yaitu
penyakit yang ditandai dengan demam yang berlangsung lama dan disertai
peradangan (inflamasi) yang dapat merusak organ hati dan usus (Cita 2011).

2.3.2 Darah
Dalam ajaran islam, darah termasuk benda yang haram dan najis. Darah yang
mengalir seperti darah yang keluar pada saat penyembelihan termasuk kategori
haram. Apabila darah berada tersendiri maka hukumnya haram, namun apabila
bercampur atau masih melekat pada daging maka boleh dimakan karena tidak
mungkin untuk dipisahkan (Ali 2016). Namun, terdapat pengecualian yaitu
diperbolehkannya mengonsumsi hati dan limpa. Hati dan limpa atau paru-paru
termasuk jenis darah yang halal dimakan berdasarkan nash yang ada dalam hadist (Ali
2016). Selain itu darah berfungsi untuk mengangkut toksik dan sisa metabolit
makanan. Apabila hewan berpenyakit, maka patogen penyebab penyakit tersebut juga
berada dalam darah. Saat dikonsumsi dan masuk kedalam tubuh, patogen tersebut
dapat membahayakan manusia (Zulaekah and Kusumawati 2005).

Darah juga mengandung racun, bakteri, dan produk metabolit tubuh seperti
urea, asam urat, keratin dan karbondioksida (Khattak et al. 2011). Kandungan bahan
berbahaya inilah yang dapat berpindah ke dalam tubuh manusia dan menjadi residu
sehingga menyebabkan gangguan pada tubuh ketika mengonsumsi darah

2.3.3 Daging Babi

Beberapa surat dalam Al-Quran menyebutkan bahwa daging babi termasuk


makanan haram. Penyebutan daging babi dikarenakan pada hewan babi, pemanfaatan
paling banyak adalah dagingnya. Namun pengharaman tersebut tidak hanya pada
dagingnya, namun keseluruhan dari babi termasuk kulitnya, rambutnya, tulangnya,
lemaknya, maupun anggota tubuh lainnya (Ali 2016). Jika diamati dari pola hidupnya,
babi termasuk hewan yang biasa mengonsumsi kotorannya sendiri dan benda-benda
najis lainnya.

Beberapa cacing yang terdapat pada babi antara lain Taenia solium yang dapat
masuk ke peredaran darah dan menyebabkan penyakit Taeniasis yaitu adanya
gangguan pada otak, hati, saraf tulang, dan paru-paru (Gomez-Puerta et al. 2018;
Suriawanto et al. n.d.; Yulianto et al. 2015). Kemudian penelitian lain juga
menyebutkan terdapatnya empat jenis cacing nematoda yang menyerang organ usus
halus pada babi di Papua yaitu, Strongyloides ransomi, Ascaris suum,
Macracanthorhyncus hirudinaceus dan Globocephalus urosubulatus (Crompton et al.
1985; Ewers 1973; Talbot 1972; Van Cleave 1953; Viney dan Lok 2007). Pada babi
juga ditemukan adanya virus Classical Swine Fever atau Hog Cholera yang
menyebabkan radang kulit manusia yang memperlihatkan warna merah dan suhu
tubuh tinggi (Gregg 2002).

2.3.4 Minuman Keras

Minuman keras (khamr) merupakan minuman memabukkan yang diharamkan


dalam islam.. Pengharaman terdapat dalam Qs. An-Nahl: 67 yang artinya sebagai
berikut “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan
dan yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar tanda (kebesaran
Allah) bagi orang yang memikirkan”. Alkohol yang terdapat dalam minuman keras
meskipun dalam jumlah yang sedikit, tetap dapat menyebabkan stimulasi pada
berbagai organ. Menurut beberapa penelitian, minuman keras dapat mempengaruhi
sistem saraf dan mengakibatkan hilangnya fungsi indra (Al-Qaraḍāwī 1984).
Seseorang yang terbiasa meminum minuman keras dapat mengidap penyakit
alkoholisme. Akoholisme termasuk penyakit otak yang dapat mempengaruhi berbagai
jaringan tubuh (Dudley 2004; Mehta 2016).

2.3.5 Penyembelihan Tidak Sesuai Syariat

Hewan yang boleh dikonsumsi akan menjadi halal apabila melalui


penyembelihan yang sesuai syariat islam. Namun jika tidak disembelih atau
penyembelihan tidak sesuai syariat, maka masuk ke dalam kategori bangkai yang
haram dikonsumsi (Nurjannah 2006). Hewan yang dagingnya boleh dikonsumsi oleh
seorang muslim merupakan hewan yang disembelih sesuai dengan syariat Islam
(Dahlan 2006). Syarat-syarat penyembelihan yang wajib dipenuhi agar daging hewan
sembelihan halal dikonsumsi adalah berkaitan dengan juru sembelih (penyembelih),
alat sembelihan, anggota tubuh yang harus disembelih, dan tata cara penyembelihan
(Qardhawi 1980). Setiap hewan yang akan dikonsumsi harus melalui proses
penyembelihan untuk mengeluarkan darah dari dalam tubuh hewan tersebut. Tata cara
penyembelihan telah diatur sedemikian rupa sehingga hewan mati karena kehabisan
darah, bukan karena cedera pada organ vitalnya. Jika organ hewan seperti jantung,
otak, hati, atau paru-parunya rusak, hewan bisa mati seketika dan darah dalam
tubuhnya menggumpal sehingga mencemari daging. Juru penyembelih diwajibkan
memotong saluran pernapasan (trakea/hulqum), saluran makanan (oesophagus/marik)
dan dua urat leher (wadajain). Kesempurnaan pengeluaran darah dapat membersihkan
daging dan organ dari darah, sehingga dapat meningkatan kualitas daging yang
dihasilkan.

Bahwa semua yang diharamkan atau dilarang dalam agama Islam, pasti ada madharatnya dan
bahayanya, walaupun baru sebagiannya dapat dibuktikan oleh para ahli dari berbagai disiplin
ilmu dan sebagiannya belum dapat dibuktikan atau diketahui oleh manusia, karena
pengetahuan manusia itu terbatas, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Isra [17]: 85.
(Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk
urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit") Yang
berarti; Dan orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab bertanya kepadamu -wahai
Rasul- tentang hakikat roh, maka katakanlah pada mereka, "Tidak ada yang
mengetahui hakikat roh kecuali Allah, sedangkan kalian dan semua makhluk tidaklah
diberikan ilmu kecuali hanya sedikit bila dibandingkan dengan ilmu Allah
-Subḥānahu wa Ta'ālā-.

Maka dari itu, Makanan dan minuman tersebut diharamkan karena mengancam
jiwa manusia, bertentangan dengan pemeliharaan jiwa (hifz al-nafs), pemeliharaan
akal (hifz al-‘aql) dan pemeliharaan harta (hifz al-mal) dalam maqasid al-syari’ah.

2.4 Makanan Halal Thayyiban

Dalam konsumsi pangan, materi zat makanan atau minuman belum tentu
menjamin kehalalannya. Ini karena pengertian thayyib seolah-olah menerjemahkan
maksud sebenarnya dari kata halal. Halal dan haram memang sudah diketahui melalui
nash atau teks yang jelas dari al-Qur`an dan Sunnah. Namun, thayyib lebih menjurus
kepada kaidah pengendalian teknis, aplikasi, dan pengurusan serta proteksi hal-hal
yang berkaitan dengan makanan dan minuman yang dihalalkan. Makanan menjadi
haram, jika unsur-unsur thayyib ini diabaikan.

Thayyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Dalam hal
makanan, thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau tidak rusak
(kadaluarsa). Thayyib dapat diartikan sebagai makanan yang mengundang selera dan
tidak membahayakan fisik serta akalnya. Dapat juga diartikan sebagai makanan yang
sehat, proporsional, dan aman. Aman berarti bebas mikrobia patogen dan bebas zat-
zat kimia yang berbahaya seperti formalin, antibiotika, boraks, racun dan zat-zat
kimia berbahaya lainnya. Proporsional, berarti bahwa makanan itu seimbang zat-zat
gizi yang ada di dalamnya. Selain itu, makanan yang thayyib berarti bergizi tinggi.
Makanan yang thayyib bagi seseorang belum tentu thayib bagi yang lain. Misalnya,
telur itu thayyib bagi orang yang kadar kolesterolnya normal, tetapi tidak thayyib bagi
mereka yang mempunyai kadar kolesterol di atas normal. Al-Quran dan Hadis sudah
mencantumkan keharusan bagi manusia agar memilih makanan yang halal dan
thayyib (baik) untuk dikonsumsi, salah satunya tercantum dalam surat Al-Baqarah
[2]:168 yang berbunyi:

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh
yang nyata bagimu”

Keamanan pangan ini secara implisit dinyatakan dalam QS. Al-Maidah:88, yakni:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan
kepadamu, dan bertawakallah keada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.”

Sehubungan dengan hal itu, dalam usaha mencapai kesempurnaan ibadah kepada
Allah swt., faktor thayyib yang meliputi kebersihan, kesucian, kehalalan, keberkahan,
dan sumber pangan, serta pengaruhnya terhadap kesehatan fisik dan jiwa, juga
kebebasan dari unsur syubhat merupakan hal penting yang sangat implikatif bagi
kesempurnaan dan diterimanya ibadah oleh Allah. Karena bagaimana pun, Allah swt.
itu baik, dan tidak menerima kecuali hal-hal yang baik. Jadi ketika kita mengolah
makanan selain memperhatikan kehalalan makanan, juga harus memperhatikan
kethayyiban makanan.

2.5 Syarat dan Kriteria Makanan Halal Menurut Islam


2.5.1 Dasar Hukum Makanan Halal

Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bagi
manusia adalah mubah atau dibolehkan. Dengan kata lain bahwa semua makanan
pada dasarnya adalah halal sampai ada dalil yang menyebutkan bahwa makanan
tersebut haram hukumnya untuk dikonsumsi.
Melihat Makna tersebut maka sebenarnya jangkauan halal dalam hal makanan
adalah sangat luas karena bumi ini diciptakan oleh Allah dengan segala sesuatunya
termasuk hewan dan tumbuhan yang merupakan sumber makanan bagi manusia.
Beberapa ayat dalam al-quran menyebutkan tentang Ketentuan makanan halal dan
perintah untuk mengkonsumsi makanan halal dan menjauhi makanan haram,
diantaranya adalah ayat-ayat berikut ini

 Al Baqarah 29
Dalam surat Al Baqarah ayat 29 Allah SWT menyebutkan bahwa
segala sesuatu yang diciptakan di muka bumi adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia.

ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اأْل َر‬


ٍ ‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْست ََو ٰى إِلَى ال َّس َما ِء فَ َس َّواهُ َّن َس ْب َع َس َما َوا‬
‫ت ۚ َوهُ َو‬ َ َ‫هُ َو الَّ ِذي خَ ل‬
‫بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

 Al Maidah 88
Allah berfirman dalam surat Al maidah ayat 88 bahwa Allah telah
memerintahkan pada manusia untuk makan makanan halal saja.

َ‫َو ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي أَ ْنتُ ْمبِ ِه ُم ْؤ ِمنُون‬
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah
Allah rezekikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada Nya.”

 An Nahl 114
Dalam surat An Nahl ayat 114 Allah memerintahkan kaumnya untuk
memakan makanan halal sebagai bentuk rasa iman kepada Allah SWT.

َ‫فَ ُكلُوا ِم َّما َر َزقَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا َوا ْش ُكرُوا نِ ْع َمتَ هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah
diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah”
 Al-Baqarah 173
Allah menyebutkan beberapa jenis makanan haram dalam surat Al
Baqarah dan melarang umatnya untuk mengkonsumsi makanan
tersebut.
ُ
ِ ‫إِنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َم َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِز‬
ٍ َ‫ير َو َما أ ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ ۖ فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر ب‬
‫اغ َواَل‬
‫عَا ٍد فَاَل إِ ْث َم َعلَ ْي ِه ۚ إِنَّاهَّلل َ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dengan melihat dalil-dalil tersebut maka kita dapat mengetahui
Bahwasanya Allah menghalalkan segala makanan yang baik dan
mengharamkan sesuatu yang dapat mendatangkan keburukan bagi
umat manusia apabila dikonsumsi.
2.5.2 Kriteria Makanan Halal
Adapun makanan halal dalam Islam dikenal dalam beberapa kategori dan
seluruh kategori tersebut harus dipenuhi agar makanan layak dikatakan sebagai
makanan halal Adapun kategori dan hal-hal tersebut antara lain
1. Halal zatnya
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam penentuan kehalalan suatu
makanan adalah zat nya atau bahan dasar makanan tersebut misalnya makanan
yang berasal dari binatang maupun tumbuhan yang tidak diharamkan oleh
Allah. Adapun jika dalam makanan disebut terkandung zat atau makanan yang
tidak halal maka status makanan yang tercampur tersebut adalah haram dan
tidak boleh dikonsumsi oleh umat Islam.
2. Halal cara memperolehnya
Pada dasarnya semua makanan adalah halal dan apabila zatnya halal maka
makanan dapat menjadi haram tergantung bagaimana cara memperolehnya.
Makanan halal dapat menjadi haram apabila diperoleh melalui hasil mencuri,
melalukan perbuatan zina, menipu, hasil riba dan maupun korupsi.
3. Halal cara memprosesnya
Kategori halal yang harus dipenuhi selanjutnya adalah cara memproses
makanan tersebut. Apabila makanan sudah diperoleh dengan cara halal, dengan
bahan baku yang halal pula, jika makanan tersebut diproses dengan
menggunakan sesuatu yang haram misalnya alat masak yang bekas digunakan
untuk memasak makanan haram atau bahan-bahan lain yang tidak
diperbolehkan atau diharamkan untuk dikonsumsi maka makanan tersebut bisa
menjadi haram.
4. Halal cara menyajikan, mengantarkan serta menyimpannya
Kategori halal yang terakhir adalah bagaimana makanan tersebut disimpan,
diangkut dan disajikan sebelum akhirnya dikonsumsi. Ketiga proses tersebut
dapat mengubah status makanan dari halal menjadi haram misalnya jika
makanan disajikan dalam piring yang terbuat dari emas maupun disimpan
bersamaan dengan makanan dan diantar untuk tujuan yang tidak baik.
Dengan kata lain makanan halal adalah makanan yang memenuhi persyaratan
Syariah dan Meskipun demikian bukan berarti Islam mempersulit umatnya
untuk mendapatkan makanan hari ini sebenarnya bertujuan agar umat Islam
dapat menjaga diri dan keluarganya dari api neraka karena makanan yang
haram bisa menjadi daging dan membawa kita masuk neraka
2.5.3 Syarat Makanan Halal
Suatu makanan dikatakan sebagai makanan halal adalah jika memenuhi syarat
berikut ini
1. Tidak mengandung zat atau makanan yang diharamkan
Makanan halal adalah makanan yang tidak mengandung zat yang diharamkan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala misalnya dengan mencampur makanan halal
dengan daging babi, alkohol maupun bahan bahan lain yang sifatnya haram.
2. Tidak mengandung najis atau kotoran
Syarat yang dimaksud adalah makanan tersebut tidak terkontaminasi dengan
beberapa zat yang dianggap sebagai najis misalnya darah kotoran manusia
urine dan sebagainya. Dengan kata lain seorang yang meminum atau
mengkonsumsi urine atau air seni misalnya dalam tujuan pengobatan hal ini
tetap tidak diperbolehkan dan urine yang merupakan najis haram hukumnya
untuk dikonsumsi
Dalam pemrosesan dan penyimpanan makanan halal harus diperhatikan
karena makanan halal tidak boleh terkontaminasi dan bercampur dengan
makanan haram atau zatnya biarpun hanya sedikit. Allah menghalalkan
hampir seluruh tumbuhan yang ada di bumi kecuali tumbuhan yang beracun
atau yang dapat merugikan manusia serta jenis hewan jinak baik yang
diternakkan maupun tidak, Seperti ayam, sapi,kambing,kerbau,rusa, hewan
air dan lain sebagainya. Semoga sebagai umat Islam kita senantiasa
mengkonsumsi makanan halal dan menjauhi segala makanan yang
diharamkan.

2.6 Studi Kasus

Kepiting dikenal sebagai salah satu makanan dari laut (seafood) yang banyak
digemari. Kepiting adalah sumber protein yang baik (mengandung sekitar 18-19.5
gram protein per 100 gram).

Kepiting juga merupakan sumber kalsium yang baik (89 miligram per 100
gram). Dimana kalsium adalah zat gizi penting dalam pembentukan tulang dan gigi.
Menabung kalsium sejak usia dini juga penting bagi tercapainya kepadatan massa
tulang optimal untuk menghindari osteoporosis di usia lanjut nanti. Selain itu kepiting
juga mengandung EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid)
yaitu komponen asam lemak Omega-3 yang penting dalam pembentukan membran sel
otak pada janin sejumlah 0.3 gram (Brown et al. 2008). Jadi, kepiting baik dikonsumsi
oleh ibu hamil untuk optimalisasi pertumbuhan otak janin yang dikandungnya. Dan
begitu pula manfaat lainnya dari kepiting ini yang masih banyak lagi.

Lalu dengan banyaknya kandungan gizi yang terkandung pada kepiting,


bagaimana hukumnya mengonsumsi kepiting menurut agama?

Hukum mengonsumsi makanan menurut agama ada 3 macam, antara lain


halal, haram, dan syubhat. Pengertian halal dan haram sudah jelas artinya, namun
diantara kedua hal tersebut ada perkara yang dinamakan syubhat. Dimana syubhat itu
diantara halal dan haram adalah sesuatu hal yang tidak diketahui hala dan haramnya.
Sebenarnya semua keputusan konsumsi halal dan haram itu sudah dituliskan di Al-
Qur’an, namun hal tersebut tidak dijelaskan secara langsung sehingga menyebabkan
beberapa persepsi yang berbeda- beda. Maka sikap kita sebagai seorang muslim ada
diantara tiga hal ini, mengambil yang halal, meninggalkan yang haram, dan berdiam
diri dari yang syubhat sampai jelas hukumnya.

Beberapa masyarkat masih banyak yang mengira mengonsumsi kepiting


hukumnya dalam agaman adalah haram, namun beberapa masyarakat mengira jika
mengonsumsi kepiting hukumnya dalam agama adalah halal. Namun ternyata pada
tahun 2002, MUI telah menetapkan fatwa bahwa kepiting halal dikonsumsi sepanjang
tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Apabila membahayakan orang
yang mengkonsumsinya maka hukumnya menjadi haram. Dalam menetapkan hukum
halal dan haramnya kepiting untuk dikonsumsi, MUI mengacu pada tiga patokan.
Pertama, adanya dalil berupa nash (Al-Quran atau hadis) yang menyatakan makanan
itu halal. Kedua, Adanya dalil dalam Al-Quran atau hadis yang menyatakan makanan
itu haram. Kemudian yang ketiga, tidak ada dalil yang menegaskan makanan itu
haram atau halal. Berdasarkan patokan tersebut, MUI berpendapat bahwa kepiting
termasuk ke dalam patokan yang ketiga, yakni binatang yang tidak ditegaskan dalam
Al Qur’an maupun hadis tentang halal atau haramnya. Maka hukumnya ditentukan
menurut hukum asal bahwa segala sesuatu pada dasarnya adalah halal sepanjang tidak
berdampak buruk bagi jasmani dan rohani. Jadi, ditegaskan kembali bahwa kepiting
halal untuk dikonsumsi.
Kepiting sendiri berasal dari Laut, Dalam Q.s. Al-Maidah ayat 96 mengatakan
bahwa semua makanan yang berasal dari laut halal hukumnya untuk dikonsumsi
bahkan bangkai hewan laut pun juga halal, berikut firmannya :

Selain itu dalil lain mengenai sucinya laut begitu juga bangkainya, yaitu
Jadi kepiting dalam masalah ini, dari para ulama ada dua pendapat. Pertama,
mengharamkan kepiting karena kepiting hidup di dua alam yaitu darat dan air, yang dikenal
dengan binatang amphibi. Pengharaman kepiting dianalogikan dengan katak yang hidup di
darat dan air. Pendapat ini dipegang teguh kebanyakan dari mazhab Syafii. Seperti; Imam Ar-
Romliy dan Al-Khotib Asy-Syarbainiy. Kedua, menghalalkan kepiting karena dalil yang
lebih kuat dan alasan logis yang diajukan. Berikut factor- factor yang mendukung halalnya
mengonsumsi kepiting :

1. Sabda Nabi Muhammad saw: "(Makanan) yang halal adalah (makanan) yang
dihalalkan oleh Allah di dalam kitab-Nya, dan yang haram adalah yang
diharamkan oleh-Nya di dalam kitab-Nya. Sedangkan yang tidak disebutkan
(halal-haramnya) di dalam kitab-Nya adalah termasuk yang dibolehkan." (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi).
2. Katak bisa hidup di darat dan air karena bernapas dengan paru-paru dan kulit.
Sedangkan kepiting hanya bernapas dengan insang. Kepiting memang bisa tahan
di darat selama 4-5 hari, karena insangnya menyimpan air, sehingga masih bisa
bernapas. Tapi kalau tidak ada air di insangnya sama sekali, dia mati. Jadi kepiting
tidak bisa lepas dari air. Kepiting bukan hewan amphibi sebagaimana disampaikan
oleh ahli dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian
Bogor (IPB), Dr. Sulistiono.
3. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan: 
a. Bernafas dengan insang
b. Berhabitat di air
c. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena
memerlukan oksigen dari air.
4. Dengan penemuan ini maka ‘illat hukum yang dipakai oleh para ulama zaman
dulu tidak relevan lagi, hukumnya pun bisa berubah karena berubahnya alasan
hukum (‘illat) nya. Karena hukum itu tergantung ‘illatnya, al-hukmu yaduru ma’a
illatihi wujudan wa’adaman. Apabila ‘illat berubah maka hukum pun bisa
berubah, sesuai kaidah (‫الحكم بانتهاء العلة‬ ‫)إنتهاء‬.
5. Kehalalan kepiting dikuatkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pada
tanggal : 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Ju1i 2002 M.

Dari beberapa firman, dalil, dan fakta hasil penelitian diatas menunjukkan
hasil bahwa mengonsumsi kepiting bagi seorang muslim hukum agamanya adalah
halal.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam mengonsumsi makanan, manusia perlu memperhatikan apakah


makanan yang ingin dikonsumsi itu halal atau haram serta baik atau tidak bagi tubuh.
Makanan halal adalah makanan yang baik yang dibolehkan memakannya menurut
ajaran Islam sesuai dalam Al-Qur’an dan al-Hadis. Sedangkan pengertian makanan
haram adalah makanan yang dilarang atau tidak diizinkan untuk dimakan. Menurut
agama Islam, makanan yang dianjurkan adalah makanan yang halalan tayyiban, yaitu
dihalalkan oleh agama dan baik (tayyib), dapat membawa kesehatan bagi tubuh.
Makanan yang dihalalkan oleh agama islam meliputi halal secara dzatnya, halal
menurut cara prosesnya, dan halal cara memperolehnya, sedangkan makanan yang
diharamkan meliputi bangkai, darah, babi, penyembelihan untuk selain Allah, al-
mawaqudzah, al mutaraddiyah, al-nathiah, al-sabu’u, dan al-nusub. Untuk dapat
mengonsumsi makanan halalan tayyiban, maka perlu mengetahui syarat dan kriteria
makanan halal sehingga mengindari terjadinya syubhat.
Pada studi kasus mengenai hukum mengonsumsi kepiting menurut islam.
Terjadi banyak perbedaan pendapat tentang hukum mengonsumsi keiting bagi umat
islam. Namun, berdasarkan uraian penjelasan dari berbagai ulama, bahwa kepiting
merupakan binatang yang bernafas dengan insang, berhabitat di air, dan tidak akan
pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari
air, maka hukum mengonsumsi kepiting adalah halal dikuatkan oleh fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Pada tanggal : 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Ju1i 2002 M.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyani. 2019. Kajian Literatur Pada Makanan Dalam Perspektif Islam Dan Kesehatan.
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Vol. 15, No. 2, Juli 2019.

Baits, Ammi Nur. 2011. Hukum Makan Kepiting. Https://Konsultasisyariah.Com/7881-


Hukum-Makan-Kepiting.Html (Diakses Tanggal 25 September 2020).

Fahmi, Irkham Nur. 2010. Kepiting: Haram Atau Halal?.


Https://Www.Kompasiana.Com/Irkhamnurfahmi/55004037a333114f7551007f/Kepiting-
Haram-Atau-Halal (Diakses Tangga 25 September 2020).

Gizi. 2019. Keterkaitan Antara Makanan Halal Dan Haram Dengan Penyakit.
Http://Gizi.Unida.Gontor.Ac.Id/2019/03/06/Keterkaitan-Antara-Makanan-Halal-Dan-
Haram-Dengan-Penyakit/ (Diakses Tanggal 25 September 2020).

Muchtar Ali. 2016. Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah Dan Tanggung Jawab
Produk Atas Produsen Industri Halal. Ahkam: Volume 16, Nomor 2.

N, Sudirman H. 2017. Inilah Hukum Makan Kepiting Dalam Agama Islam.


Http://Makassartoday.Com/2017/02/14/Inilah-Hukum-Makan-Kepiting-Dalam-Agama-
Islam/#:~:Text=Sejauh%20ini%20tidak%20ada%20ayat,Dan%20di%20laut%2C
%20hukumnya%20haram.&Text=Kedua%2C%20Adanya%20dalil%20dalam
%20Al,Yang%20menyatakan%20makanan%20itu%20haram (Diakses Tanggal 25
September 2020).

Thabrani, Abdul Mukti. 2013. Esensi Ta’abbud Dalam Konsumsi Pangan (Telaah
Kontemplatif Atas Makna Halâl-Thayyib). Jurnal Al-Ihkam, Vol. 8 No. 1 Juni 2013.

Thaib, Ismail. 2002. Pandangan Islam Terhadap Makanan. Jurnal Tarjih, Vol 4, No 1(2002).

Waharjani. 2015. Makanan Yang Halal Lagi Baik Dan Implikasinya Terhadap Kesalehan
Seseorang. Jurnal Komunikasi Dan Pendidikan Islam: Volume 4, Nomor 2.

Zulaekah, S., & Kusumawati, Y. (2005). Halal Dan Haram Makanan Dalam Islam.
SUHUF,25-35.

https://M.Merdeka.Com/Sumut/Makanan-Halal-Menurut-Konsep-Islam-Dan-Dalil-Yang-
Mendasarinya-Kln.Html?Page=5

https://M.Liputan6.Com/Hot/Read/4140583/6-Makanan-Dan-Minuman-Halal-Dalam-Islam-
Beserta-Dalilnya

https://Www.Google.Com/Url?
Sa=T&Source=Web&Rct=J&Url=Https://Duniahalal.Com/Blog/Index.Php/2018/11/16/Inilah
-3-Kriteria-Makanan-Minuman-
Halal/&Ved=2ahukewj4nozlxotsahuubn0khawoaioqfjakegqichab&Usg=Aovvaw0pytma7nrk
gstz8iwmjxy5
Https://Www.Google.Com/Url?
Sa=T&Source=Web&Rct=J&Url=Https://Dalamislam.Com/Makanan-Dan-
Minuman/Makanan-Halal/Makanan-
Halal/Amp&Ved=2ahukewik4pzfx4tsahwoh7cahf7xdxmqfjacegqiahab&Usg=Aovvaw1dzvg
xzf2lkrnar53gsdw9&Ampcf=1

Anda mungkin juga menyukai