Anda di halaman 1dari 16

YURISDIKSI

Jurnal Wacana Hukum dan Sains


Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Urgensi Aplikasi Notaris Cyber Dalam Pandemi

Covid-19 Untuk Kebutuhan Akta Otentik


Isa Anshari Arif, Nynda Fatmawati Octarina

Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya E-mail:

iceisa2@gmail.com dan nynda_f@yahoo.com

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui urgensi penerapan Cyber Notary yang belakangan ini sedang mengalami pandemi Covid-19, penelitian ini menggunakan metode normatif

dengan logika deduktif yang menjelaskan suatu hal yang bersifat umum kemudian ditarik pada kesimpulan yang spesifik. Siber Notaris tersebut seharusnya dapat diselenggarakan di

Indonesia yang sebelumnya telah diberikan fasilitas pada Pasal 6 UU ITE dan Pasal 77 ayat (1) dan (4) UUPT, namun karena UUJN-P belum diatur. dan sebagai jabatan notaris lex

specialis, maka Cyber Notary belum berlaku. Namun hal ini harus diperhatikan kembali, mengingat pada era covid-19 yang diharapkan dapat mengurangi aktivitas di luar rumah,

mengurangi risiko virus covid-19 dan tidak mengurangi pelayanan hukum kepada masyarakat berupa pembuatan otentik. perbuatan. Untuk penyelenggaraan Cyber Notaris

memerlukan persyaratan berupa perubahan beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yaitu: (1) Pasal 1868 KUH Perdata, (2) Pasal dalam UUJN-P, (3) Pasal 5 ayat (4)

dalam UU ITE; dan (4) UU Meterai yang selama ini selalu mengidentifikasikan akta otentik selalu dalam bentuk akta tertulis. Dan untuk mengurangi risiko keamanan Cyber Notary,

faktor eksternal yang harus diperhatikan adalah: (a) etika notaris, (b) pendidikan notaris yang berkelanjutan, (c) teknik pengamanan data elektronik, dan (d) sertifikasi otorisasi. dan (4)

UU Meterai yang selama ini selalu mengidentifikasikan akta otentik selalu dalam bentuk akta tertulis. Dan untuk mengurangi risiko keamanan Cyber Notary, faktor eksternal yang

harus diperhatikan adalah: (a) etika notaris, (b) pendidikan notaris yang berkelanjutan, (c) teknik pengamanan data elektronik, dan (d) sertifikasi otorisasi. dan (4) UU Meterai yang

selama ini selalu mengidentifikasikan akta otentik selalu dalam bentuk akta tertulis. Dan untuk mengurangi risiko keamanan Cyber Notary, faktor eksternal yang harus diperhatikan

adalah: (a) etika notaris, (b) pendidikan notaris yang berkelanjutan, (c) teknik pengamanan data elektronik, dan (d) sertifikasi otorisasi.

Kata kunci: Cyber Notary, Akta Otentik Elektronik, Perubahan UUJN-P.

1. PERKENALAN

Saat ini negara-negara di dunia sedang mengalami pandemi virus korona (Covid-19) dimana hampir semua negara

melakukan segala upaya untuk menjaga dan menyelamatkan warganya, termasuk pembatasan terhadap WNA yang masuk

ke wilayahnya. Di Indonesia, pemerintah Republik Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan mengambil keputusan

tentang Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang berlaku di wilayah provinsi dan kota / kabupaten. Bahkan termasuk

desa-desa kini juga mematok pengetatan total tamu yang datang ke rumah warga.

Akibat pandemi virus ini, Pemerintah menghimbau masyarakat untuk melakukan social distancing dan physical

distancing guna mengurangi penyebaran virus ke masyarakat secara cepat, karena virus ini bekerja sangat cepat menginfeksi

masyarakat yang belum terpapar virus. . Dan sebagai akibat dari penerapan kebijakan tersebut, banyak kantor atau perusahaan

yang memberhentikan diri dan meminta karyawannya untuk bekerja dari rumah kemudian melakukan komunikasi melalui media

online.

Hal ini juga berlaku untuk beberapa kantor notaris / PPAT, di mana mereka memilih untuk menutup kantornya dan

melakukan pekerjaan dari rumah untuk membatasi pertemuan dengan orang lain sehingga kemungkinan tertular virus Covid-19 dapat

diminimalisir. Pertanyaannya bagaimana kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat? Apakah Notaris / PPAT boleh memberikan

jasanya tanpa harus bertemu langsung dengan para pihak? Dan bagaimana prosedur untuk mengatasinya dimana dalam

Undang-Undang Nomor 2

93
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) mewajibkan Notaris

untuk membaca, menandatangani akta di depan para pihak, saksi dan pejabat Notaris sendiri.

Dalam situasi saat ini, maka mau tidak mau dan tidak harus harus, kita harus kembali ke wacana Cyber Notary

yang dulu banyak ditentang karena tidak sesuai dengan hukum normatif. Padahal dengan perkembangan teknologi dan ilmu

pengetahuan saat ini, konsep Cyber Notary sudah sangat lazim dilakukan sehingga tidak boleh ada lagi pertentangan dan

hambatan dalam penerapannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1 Yang harus digarisbawahi dalam penyelenggaraan

Notaris Siber ini adalah menjaga keaslian akta yang dibuat oleh Notaris sehingga kekuatan hukum akta otentik tersebut tetap

terjaga sebagai alat bukti utama dalam persidangan dan untuk itu diperlukan derajat yang tinggi. keyakinan untuk menjaga

harkat, martabat dan reputasi profesi Notaris.

Apa sebenarnya yang disebut Cyber Notary? Beberapa pendapat menyatakan bahwa Cyber Notary adalah:

Sebuah. Konsep Cyber Notary dapat dimaknai sementara oleh seorang notaris yang menjalankan pekerjaannya dengan menggunakan
basis teknologi informasi, khususnya membuat akta. 2

b. Notaris yang menjalankan peran sebagai notaris berbasis teknologi informasi. 3

UUJN-P memberikan celah bagi penerapan Cyber Notaris, meskipun menurut penulis masih dalam kategori grey

area dimana dalam penjelasan pasal 15 ayat (3), Notaris berwenang untuk mengesahkan transaksi yang dilakukan secara

elektronik. Banyak hal yang harus ditanyakan dengan penjelasan ini karena apa yang dimaksud dengan transaksi yang

dilakukan secara elektronik? Tentang transaksi atau dokumennya? Dan bagaimana dengan produk Notaris? Baru mendaftar

dan mengesahkan atau membuat akta? Ini menjadi tanda tanya tentang validitas Cyber Notaris di Indonesia. Pasalnya,

pasal-pasal dalam UUJN-P belum mengisyaratkan bahwa Notaris Siber diperbolehkan, terutama dalam membuat akta otentik

(Roesli, Heri, & Rahayu, 2017).

Sebenarnya dalam peraturan perundang-undangan lainnya telah memfasilitasi keberadaan Cyber Notaris, misalnya

dengan dibuatnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), hanya saja pasal

tersebut masih belum jelas karena masih mengecualikan akta yang bersifat fisik. yg dibutuhkan ,. Begitu pula Pasal 77 ayat (1) dan

ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilakukan dengan menggunakan media telekonferensi atau sarana media online

lainnya. yang memungkinkan para peserta RUPS dapat saling melihat dan mendengar secara langsung

1 Edmon Makarin, Notaris dan Transaksi Elektronik, Kajian Hukum tentang Cyber Notary atau Electronic Notary, Edisi ke-2,

Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 133.


2 RA Emma Nurita, Cyber Notary, Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, Refika Aditama, Bandung, 2012, halaman xii.

3
Brian Tentara Prastyo, Peluang dan Tantangan Cyber Notaris di Indonesia,
http://staff.blog.ui.ac.id/brian.army/2009/11/29/peluang-cyber-notary-di-indonesia/ , diakses pada tanggal 30 Maret 2020 pukul 05.30 diakses
tanggal 30 Maret 2020 pukul 05.30 WIB.

94
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

ikut serta dalam RUPS secara langsung juga dan pada RUPS tersebut harus dibuat akta notaris oleh Notaris.

Namun dengan pandemi virus COVID-19 saat ini tanpa batasan waktu, mungkinkah para pihak, saksi, dan

notaris dapat bertemu secara langsung dan di satu tempat? Dan itu pula yang menjadi objek penelitian Peneliti

sehingga ia melakukan penelitian dengan judul " URGENSI

PENERAPAN NOTARIS CYBER DALAM PANDEMIK COVID-19 UNTUK KEBUTUHAN AKA OTENTIK ".

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah Cyber Notary mampu menjawab kebutuhan akta otentik saat pandemi Covid-19?

2. Apa yang harus dilakukan agar Notaris Cyber dapat dilaksanakan di Indonesia?

2. RISETODOLOGI

Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki,

penelitian hukum normatif merupakan suatu proses menemukan aturan hukum, asas hukum, untuk menjawab permasalahan hukum

dilakukan penelitian hukum normatif untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi (penilaian) dalam

permasalahan yang dihadapi. . 4 Peneliti menggunakan jenis penelitian normatif karena penelitian ini untuk menemukan koherensi

yaitu ada tidaknya aturan hukum yang sesuai dengan norma hukum dan apakah norma berupa perintah atau larangan sudah sesuai

dengan prinsip hukum, dan apakah perbuatan seseorang sudah sesuai. dengan norma hukum atau prinsip hukum. 5

Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Patung

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah hukum yang sedang

ditangani. 6 Pendekatan ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut validitas Cyber Notaris di Indonesia berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Pendekatan Konseptual

4 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, halaman 141.

5 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. halaman 47.


6 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., halaman 133.

95
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Pendekatan konseptual bergerak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Mempelajari

pandangan dan doktrin dalam hukum, peneliti akan menemukan gagasan yang melahirkan pemahaman hukum, konsep hukum,

dan asas hukum yang relevan dengan masalah yang dihadapi. 7

Sumber Bahan Hukum

1. Bahan hukum primer.

2. Bahan hukum sekunder.

3. Bahan hukum tersier.

PENERAPAN NOTARIS CYBER DALAM PANDEMIK COVID-19 Pandemi Covid-19

Pada 11 Maret 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan virus corona (Covid-19) sebagai pandemi

yang artinya Covid-19 merupakan penyakit dunia dan oleh karena itu semua negara di dunia wajib mempersiapkan diri untuk

mengobatinya. korban terinfeksi Covid-19. Pandemi dalam istilah kesehatan dikenal sebagai wabah penyakit baru yang

menyerang banyak korban dan menyebabkan kematian serta cakupannya sangat luas dan simultan.

Penyebaran Covid-19 yang cepat dan meluas ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena salah satu akibatnya adalah

penderitanya bisa saja mengalami kematian. Begitu juga dengan proses penularannya yang sangat cepat sehingga hanya kontak fisik

atau tertular air liur penderita juga bisa dikatakan orang awam telah terdeteksi virus Covid-19.

Sebelumnya, virus corona jenis baru ini muncul di Wuhan, China. WHO pertama kali menerima laporan tentang

virus ini pada 31 Desember 2019, dan karena penyebaran virus yang cepat ini menyebabkan WHO menetapkan wabah virus

ini sebagai Public Health Emergency of International Concern. Dan untuk ini, WHO merekomendasikan pemerintah di seluruh

negeri untuk tanggap darurat terhadap penyebaran virus Covid-19.

Dampak penyebaran virus ini mengakibatkan semua pemerintahan di dunia memerintahkan warganya untuk waspada dan

mengurangi kontak fisik dengan orang lain. Dan oleh karena itu muncul kampanye untuk tinggal di rumah atau bahkan bekerja dari rumah. Hal

itu bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 agar tidak menular ke lebih banyak orang, karena belum ditemukan vaksin

untuk menyembuhkan atau melawan virus tersebut.

Dampak Pandemi Covid-19 pada Notaris

Pandemi Covid-19 telah melanda banyak pihak, tak terkecuali di bidang notaris, sehingga sebagian besar notaris memberhentikan

kantornya dan bekerja di rumah sehingga beberapa pekerjaan menjadi tertunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Padahal meski notaris

menyatakan tidak ada pihak yang dirugikan dengan hal ini, namun kualitasnya

7 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., halaman 135-136.

96
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Pekerjaan notaris pasti terganggu dan hal ini bertentangan dengan kewajiban notaris sebagai pejabat pelayanan hukum bagi

masyarakat. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e yaitu memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan

pembuatan akta.

Perhimpunan Notaris Indonesia telah mengeluarkan Surat Banding nomor 65/33-III / PPINI / 2020 tanggal 17 Maret 2020

yang menyatakan bahwa Kantor Notaris mengurangi kegiatan di kantor maupun di luar kantor dan jika tidak ada kebutuhan yang

mendesak maka pekerjaan tersebut harus diselesaikan, sebanyak mungkin diselesaikan di rumah. Dalam hal pedoman untuk bekerja di

rumah, Pengurus Pusat Perhimpunan Notaris Indonesia (PP-INI) menetapkan peraturan yaitu: 8

1. Menata kembali jadwal penandatanganan akta dengan para pihak sampai kondisi memungkinkan;

2. Merekomendasikan rekan Notaris lain yang kondisinya memungkinkan untuk jabatan tersebut;

3. Untuk perjanjian, akta, atau pertemuan yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dibuat dokumen di bawah

tangan, dengan mencantumkan klausul " akan dibuat / disajikan kembali dalam Akta Otentik segera setelah kondisi darurat

Covid-19 dicabut oleh Pemerintah "

Akta otentik yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok akta sesuai dengan edaran PP-INI menurut Prita
Miranti Suyudi, terbagi menjadi dua, yaitu: 9

Sebuah. Akta bisa ditunda;

b. Akta tidak bisa ditunda.

Termasuk dalam klasifikasi ini adalah beberapa akta sebagai berikut: Sertifikat

1. tanah.

2. Akta tentang perubahan badan hukum dan pendaftarannya.

3. Perbuatan yang berkaitan dengan hubungan antara subyek hukum individu seperti perjanjian pernikahan, hutang dagang

dan surat wasiat notaris dan pendaftarannya.

PP-INI memberikan pengecualian bahwa untuk akta yang tidak dapat ditunda penyelesaiannya, Notaris tetap

dapat melayani kebutuhan penyadap di Kantor Notaris sebagaimana diatur dalam Kode Etik Notaris pasal 3 angka 8. 10 Konsekuensinya,

Notaris wajib melaksanakan protokol untuk mencegah penyebaran Covid-19 sesuai dengan peraturan Pemerintah.

Pengecualian tersebut sebenarnya telah melanggar ketentuan yang dibuat oleh Pemerintah Republik

Indonesia terkait penanganan penyebaran virus Covid-19, yang intinya Pemerintah Republik Indonesia ingin

warganya tunduk dan patuh untuk tidak

8 Surat Edaran Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia nomor 67/35-III / PP-INI / 2020 tanggal 17 Maret

2020.
9 Prita Miranti Suyudi, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e8efcaac54aa/notaris-ppat-danpandemi-covid-19-oleh--prita-miranti-suyudi/kamis_09_april_2020, diakses

pada 16 April 2020 pukul 08: 00 malam


10 Perubahan Kode Etik Notaris yang ditetapkan di Banten tanggal 29-30 Mei 2015 dalam Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris

Indonesia, Bab III - Kewajiban, Larangan dan Pengecualian, Pasal 3 angka 8:


“ Menetapkan satu kantor di tempat di tempat dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari ".

97
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

keluar rumah dan melakukan aktivitas yang bersinggungan dengan banyak orang sehingga rantai penyebaran virus

Covid-19 dapat diputus atau diminimalisir.

Karena melanggar maka perlu Ikatan Notaris Indonesia melakukan terobosan baru agar regulasi yang

telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia dapat berjalan efektif dan dapat membantu upaya Pemerintah Indonesia

untuk memutus mata rantai penyebaran Covid. -19 virus.

Urgensi Aplikasi Notaris Siber di Masa Pandemi Covid-19

Urgensi fungsi dan peran notaris elektronik (Cyber Notary) sebenarnya sudah dimulai pada Kongres Internasional

Notaris Latin XXIV tahun 2004 yang dibahas dalam Kelompok Kerja Tema II (Notaris dan Kontrak Elektronik) yang pada

hakikatnya adalah organisasi notaris. harus menyadari untuk membuka diri dengan menampung semua perkembangan

tersebut, khususnya teknologi informasi, dengan baik, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana mestinya.

Konferensi ini telah menyadari kemungkinan membuat akta otentik secara elektronik. 11

Beberapa negara di dunia telah menerapkan Notaris Elektronik atau Notaris Siber dalam sistem hukum

nasionalnya, terutama dalam rangka kebutuhan akan jaminan keaslian informasi elektronik terkait penyelenggaraan tanda

tangan digital. Amerika Serikat dan Perancis merupakan dua negara yang mewakili dua tradisi hukum yang berbeda

(Common System dan Civil Law System), namun dari segi notaris, kedua negara tersebut telah memasukkan konsep Cyber

Notary dalam sistem hukum nasionalnya. Dan beberapa negara juga mengapresiasi hal yang sama. 12

Penggunaan dan pembuatan akta notaris secara elektronik tidak terlepas dari sistem hukum yang dianut oleh suatu

negara. Diantara berbagai sistem hukum yang ada di dunia secara garis besar terbagi menjadi dua sistem hukum yaitu sistem

hukum Anglo Saxon atau disebut juga dengan Common Law System dan sistem hukum Eropa Kontinental yang secara umum

disebut dengan sistem hukum perdata (Civil Law). Sistem). 13

Kewenangan notaris di negara Anglo Saxon System adalah pendaftaran surat saja, yang bagi notaris di

Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental adalah waarmeking (registrasi dibawah tangan), notaris

dalam sistem hukum Anglo Saxon tidak berperan dalam pembuatan dan penetapan isi surat / akta. Akta yang

merupakan produk notaris Anglo Saxon tidak dianggap sebagai alat bukti di pengadilan. 14

11 Edmon Makarim, Op. Cit., halaman 3.


12 Edmon Makarim, Op. Cit., Halaman 5.
13 Wasis SP, Pengantar Ilmu Hukum, UMM Press, Malang, 2002, halaman 29.
14 Anonim, Notaris Mewakili Negara, diakses melalui website:

http://taligara.wordpress.com ., diakses 23 April 2020 pukul 06.00

98
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Kekuatan alat bukti tertulis dalam bentuk akta otentik memiliki tempat tertinggi, terkuat dan terlengkap atau alat bukti

yang sempurna dalam sistem hukum Eropa Kontinental, hal ini menyebabkan kedudukan Notaris dalam sistem sangat penting

mengingat tugas dan kewenangannya dalam membuatnya. akta otentik. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut

sistem hukum Eropa Kontinental termasuk negara yang menjunjung tinggi akta otentik dan oleh karena itu dianggap memiliki

kekuatan hukum paling sempurna di pengadilan. 15

Saat pandemi Covid-19, posisi Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik menjadi

dilema. Di satu sisi terdapat kewajiban pelayanan hukum kepada masyarakat sesuai dengan amanat yang diberikan

oleh UUJN-P, namun sebagai warga negara yang baik juga harus mentaati aturan yang dibuat oleh Pemerintah yang

intinya melindungi warganya dari kemungkinan terjangkit. virus Covid-19.

Oleh karena itu kebutuhan Cyber Notary untuk memenuhi kebutuhan akta otentik oleh masyarakat, untuk saat ini

sangat penting karena tanpa mengurangi kualitas pelayanan hukum tetapi juga aman dan sehat dari serangan virus Covid-19.

Maka oleh karena itu paradigma hukum normatif harus segera ditinggalkan dan kemudian beralih ke hukum progresif dimana

hukum mengikuti syarat-syarat sehingga segala perbuatan hukum memiliki landasan.

Wacana tersebut sebenarnya diawali dengan pidato Presiden RI Ir. Joko Widodo pada pembukaan
Kongres Notaris Internasional ke-29 yang berlangsung di Jakarta pada 27-30 November 2019, dimana Presiden
telah meminta kepada organisasi notaris (INI) untuk menjawab tantangan era revolusi industri 4.0. 16

PERSYARATAN PELAKSANAAN CYBER NOTARY DI INDONESIA Peluang Pendaftaran Cyber

Notaris

Penggunaan komputer dalam melakukan perbuatan fisik dan dalam proses pendaftaran badan hukum melalui

Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum / SABH) menunjukkan bahwa konsep Cyber Notary sebenarnya telah

digunakan di Indonesia. SABH merupakan sistem komputerisasi pembentukan badan hukum yang dilaksanakan di

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham). 17

Dalam perkembangannya, Kemendagri kemudian membuat AHU secara online yang mengakibatkan proses birokrasi

pendaftaran menjadi lebih singkat karena tidak perlu adanya pertemuan fisik antara penyedia layanan dan pengguna sehingga

meminimalisir kemungkinan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.

15 Emma Nurita, Op.Cit., halaman 36.


16 Sekretariat Negara Republik Indonesia,

https://www.setneg.go.id/baca/index/buka_kongres_ke_29_notaris_dunia_presiden_ingatkan_tantangan_era
_disrupsi_terhadap_layanan_kenotariatan , diakses 23 April 2020 pukul 06:15
17 Sistem Administrasi Badan Hukum, http://www.sisminbakum.go.id/kumdang/news1a.php ,

diakses 23 April 2020 pukul 07.00

99
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Keberhasilan layanan online oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah menginspirasi banyak pihak untuk

menggunakan kecanggihan teknologi dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari sehingga mampu lebih efisien dan efektif, termasuk

peran notaris dan salah satu jalan. Untuk menjawab tuntutan tersebut maka akan diadopsi konsep Cyber Notary dalam sistem

perundang-undangan kita termasuk UUJN-P.

Konsep Cyber Notary merupakan salah satu bentuk konsep yang mengadopsi penggunaan komputer oleh notaris

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Di Indonesia, akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris adalah akta otentik.

Akta otentik berdasarkan pasal 1867 KUH Perdata adalah bukti yang sempurna. Akta notaris dapat menjadi akta otentik jika

memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan khususnya Pasal 1868 KUH Perdata. Berbagai persyaratan yang harus

dipenuhi dalam pembuatan akta otentik membuat penerapan konsep Cyber Notaris di Indonesia semakin sulit.

Indonesia sebagai negara hukum modern tentunya tidak bisa lepas dari perkembangan di luar hukum, namun untuk

menyerap nilai-nilai yang berada di luar hukum, para pembuat undang-undang harus berhati-hati dengan kesiapan masyarakat

terhadap perubahan dan dampak negatif dari perubahan itu sendiri. Dampak perubahan teknologi sedikit banyak kini telah

muncul. Hal ini ditunjukkan dengan penyalahgunaan validitas teknologi melalui proses dematerialisasi dan sulitnya menentukan

keberadaan seseorang (deteritoralization) karena teknologi telah menciptakan dunianya sendiri, yaitu dunia maya.

Permasalahan dematerilisasi dan deteritoralisasi tentunya sangat erat kaitannya dengan kewenangan hukum perdata notaris

dalam membuat akta otentik.

Jika persyaratan akta otentik ini terkait dengan dematerilisasi dan deteritorisasi, keduanya merupakan

tantangan bagi penerapan Cyber Notaris sehubungan dengan pembuatan akta otentik oleh notaris. Penerapan

konsep ini akan berdampak pada penandatanganan akta, persyaratan bahwa pemohon harus diperkenalkan

atau dikenalkan kepada notaris, kewajiban membaca akta oleh notaris, keberadaan penyadap dan saksi serta

kewenangan notaris. Untuk urusan kewilayahan, kuasa notaris akan menangani UUJN dan Pasal 1868 KUH

Perdata tentang persyaratan akta otentik bahwa akta harus dibuat oleh pejabat yang berwenang di tempat akta

dibuat. Sedangkan masalah lainnya terkait dengan kekuatan pembuktian akta. Menurut UUJN,

Masalahnya, kekuatan pembuktian akta pribadi jauh lebih lemah daripada akta otentik dan akan merugikan

para pihak.

Peluang proses pembuatan akta otentik dapat dilakukan secara online atau hanya melalui dunia maya tanpa bertemu

langsung antar para pihak dapat dilakukan dengan menghilangkan persyaratan yang mengharuskan adanya pertemuan para pihak.

Namun tentunya harus didukung dengan kecanggihan teknologi seperti fasilitas telekonferensi yang memungkinkan akta tersebut

dapat dibaca oleh masyarakat.

100
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

notaris melalui media dan didengar serta disaksikan oleh para pihak secara online. Namun masalahnya adalah

kebenaran pihak-pihak yang terlibat dalam telekonferensi dan mereka hanya dapat dilakukan di bawah tekanan

yang tidak akan terlihat melalui media telekonferensi. Selain catatan telekonferensi, kebenarannya harus diuji

terlebih dahulu jika ada kasus di kemudian hari karena kemungkinan terjadi rekayasa hasil dari kecanggihan

teknologi tersebut. Jika ini terjadi, kekuatan pembuktian hasil telekonferensi pada dasarnya sama dengan

kekuatan pembuktian di bawah tangan. Padahal, jika ada kasus sehubungan dengan akta otentik, yang

dimaksud adalah hasil telekonferensi tersebut. Jadi jika ini dilakukan sama saja dengan mengurangi kekuatan

pembuktian dari akta notaris menjadi sama dengan akta yang ada di bawah tangan.

Selain itu, pembuatan akta notaris secara online hanya dapat diterapkan pada kelompok tertentu yang paham teknologi

dan / atau yang memiliki dana cukup besar. Sedangkan bagi orang yang belum paham teknologi dan / atau orang yang lemah

sulit untuk disentuh dan masih cenderung menggunakan pembuatan akta manual. Oleh karena itu, pekerjaan di luar hukum dan

kuasa hukum dari notaris sebagaimana diteorikan oleh AW Voor dan diamanatkan oleh Pasal 15 ayat (2e) UUJN-P tidak akan

berjalan maksimal.

Selain membuat akta otentik, notaris juga memiliki kewenangan untuk mengesahkan tanda tangan dan menentukan

kepastian tanggal dokumen privete dengan cara mendaftar di buku tercatat. Ketentuan ini merupakan pengesahan akta pribadi

yang dibuat oleh perorangan atau oleh pihak-pihak di atas kertas yang cukup dibubuhi cap dengan cara mendaftar pada buku

tercatat yang disediakan oleh notaris. Praktik pengesahan akta elektronik tentunya sangat bergantung pada kemampuan

menandatangani akta elektronik. Sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur soal ini. Untuk itu kita membutuhkan tanda

tangan setoran yang disebut Third Party (Belanda) atau Source Code Escrow (AS). Menurut Herlien Budiono, notaris adalah

Pihak Ketiga Tepercaya yang ideal. 18 Jika aturan ini akan diterapkan di Indonesia, tentunya notaris yang dapat berperan sebagai

Pihak Ketiga Terpercaya hanyalah notaris khusus yang telah lulus proses sertifikasi untuk menjadi Pihak Ketiga Terpercaya.

Penandatanganan elektronik sangat mungkin diterapkan di Indonesia. Proses pengesahan hanya bisa membuktikan

kebenaran pihak yang menandatangani akta. Persoalannya, aturan pengesahan yang termaktub dalam Pasal 15 ayat (2a)

UUJN-P juga mengatur tidak hanya notaris tanda tangan notaris tetapi juga kepastian tanggal surat pribadi tersebut. Dalam

praktik untuk menegakkan kepastian, notaris bertanya langsung kepada pihak yang akan menandatangani proses pengesahan

mengenai kebenaran tanggal surat tersebut berada di tangan. Sehingga apabila dikeluarkan aturan tentang penandatanganan

akta secara elektronik maka ketentuan ini harus diubah, dihapus atau ditegaskan dalam peraturan baru bahwa dengan

penandatanganan elektronik dalam rangka pengesahan berarti para pihak telah

18 Herlien Budiono, Op. Cit., halaman 221.

101
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

setuju bahwa tanggal yang tercantum dalam data elektronik adalah tanggal surat yang ada di tangan. Sedangkan pendaftaran

dan pembukuan dokumen pribadi pada buku terdaftar dapat dilakukan secara elektronik sebagaimana diatur dalam UUJN-P.

Otoritas notaris lainnya adalah mencatat dokumen pribadi dengan mendaftar di buku terdaftar. Wewenang ini

hanya menyangkut pendaftaran jadi tidak jadi soal bisa elektronik atau langsung. Begitu pula dengan kewenangan untuk

membuat salinan dari dokumen pribadi asli juga dapat dilakukan secara elektronik karena tidak terkait dengan pembuktian

akta. Namun mengirimkan salinan secara elektronik, tentunya harus dilakukan dengan hati-hati. Padahal kewenangan

legalisasi sulit dilakukan secara elektronik karena bukti asli harus dilihat oleh notaris.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2e) UUJN-P, bahwa sehubungan dengan pembuatan akta tersebut, Notaris

berwenang memberikan konseling hukum terkait dengan tugas eksternal notaris. Menurut AW Voor bahwa pekerjaan di luar

hukum notaris menyangkut aspek pelayanan kepada pihak yang lemah dan tidak memahami hukum. 19

Dasar Hukum Penerapan Cyber Notaris di Indonesia

Penerapan Cyber Notary di Indonesia, terutama untuk akta otentik belum memiliki kekuatan pembuktian yang

sempurna sebagaimana mestinya. Hingga saat ini, akta notaris terhadap pemberlakuan Cyber Notary hanya dianggap sebagai

akta pribadi yang disamakan dengan dokumen elektronik, surat dan sertifikat. Meskipun Pasal 15 ayat (3) UUJN-P menyatakan

bahwa Notaris memiliki kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dalam hal ini kewenangan untuk

mengesahkan transaksi yang dilakukan secara elektronik. Namun kekuatan serti fi kasi tersebut tidak sama dengan kekuatan

akta otentik sebagaimana dalam Pasal 1868 KUH Perdata. 20

Teori hukum Roscoe Pound sebagai alat pembaharuan komunitas (hukum sebagai alat rekayasa masyarakat) yang

menjelaskan bahwa hukum harus menjadi yang terdepan dalam suatu perkembangan atau perubahan dalam masyarakat. 21 karena

sangat pentingnya derajat kepastian dan keadilan hukum dalam suatu pembangunan sehingga memungkinkan konsep Cyber

Notary dapat diterima di masyarakat Indonesia.

Berikut catatan dalam upaya pengesahan Cyber Notaris dalam sistem hukum nasional Indonesia:

1. Akta harus dibuat oleh (pintu) atau di depan (sepuluh overstaan) seorang pejabat publik

19 Tan Thong Kie, Op. Cit., halaman 452-454.


20 Eddy OS Hiariej, Telaah Kritis Konsep Cyber Notary dalam Sudut Pandang Hukum Pembuktian,

Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional, “Membangun Hukum Kenotariatan di Indonesia”, Yogyakarta,
2014, halaman. 9.
21 Salim. HS, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, halaman 70.

102
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Pasal 1 angka 7 UUJN-P menyebutkan bahwa akta notaris dapat menjadi akta otentik jika dibuat oleh atau dihadapan

Notaris, artinya Notaris harus meminta adanya dokumen fisik sebagai sarana untuk menyampaikan keinginan para

pihak. dalam tindakannya konstan. Pasal yang harus diubah (atau penjelasan Undang-Undang), yaitu pengguna tidak

harus berhadapan secara fisik, tetapi dapat dilakukan melalui media online seperti teleconference, skype atau

zooming, sehingga zooming dapat mengurangi hambatan berupa batas teritorial. Batas negara bagian / kota / provinsi. 22

2. Akta harus dibuat dalam bentuk dan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang

Hal tersebut mengacu pada ketentuan Bab VII Bagian Pertama UUJN-P. Dalam bab tersebut terdapat beberapa pasal

yang perlu diubah agar akta notaris Cyber Notaris tersebut asli, antara lain:

Sebuah. Pasal 38 UUJN-P pasal ini mengatur tentang bentuk akta. Dalam tulisan ini lebih baik dijelaskan akta notaris dalam

bentuk elektronik, karena nantinya akta notaris terhadap Cyber Notaris bersifat paperless.

b. Pasal 39 ayat (1) UUJN-P, pasal ini mengatur yang harus diketahui oleh notaris, termasuk saksi yang

mengetahui dan memiliki kemampuan melakukan perbuatan hukum. Perubahan yang perlu dilakukan adalah

dalam konsep Cyber Notary tidak perlu kehadiran pengguna secara fisik, sehingga yang harus menjadi poin

penting adalah Notaris dapat merunut keabsahan bukti pendukung para pihak hingga penyelenggara. situs

web, misalnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), surat nikah ke Dinas Kependudukan

dan Catatan Sipil (Dispendukcapil), akta warisan ke sistem pengadilan negeri dan lain-lain, dengan

menggunakan akses tertentu. 23

Menurut Edmon Makarim, identitas para pihak dapat menggunakan KTP elektronik (e-KTP) karena e-KTP berisi

kode pengaman dan catatan elektronik sebagai alat verifikasi dan validasi data identitas penduduk dan biodata.

tanda tangan, pas foto dan sidik jari jari penduduk yang bersangkutan. 24 Sehingga terlihat bahwa pihak yang akan

dianugerahkan sebenarnya adalah pihak-pihak yang berkepentingan dan diketahui oleh Notaris. Pasal 40 ayat (1)

UUJN-P, pasal ini mengatur pembacaan akta di hadapan para pihak. Dengan Cyber Notary, pembacaan akta di

c. depan para pihak dapat dilakukan secara online dengan menggunakan media dengar pendapat (seperti

teleconference, skype, atau zoom). Pasal 44 ayat (1) UUJN-P, pasal ini mengatur tentang penandatanganan akta

oleh para pihak, saksi, dan notaris. Dengan Cyber Notary, prosesnya bisa menggunakan tanda tangan digital

d. atau

22 Habib Adjie, Konsep Notaris Mayantara: Notaris Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Persaingan Global, Makalah,
Dipresentasikan pada Seminar Nasional “Konsep Cyber Notary Bagi Notaris Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Persaingan Global ", Yogyakarta,
2015, halaman 18.
23 Ibid., halaman 16.

24 Edmon Makarim, Op. Cit., halaman 147.

103
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

bahkan bisa ditambah dengan sidik jari digital (Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN-P) 25 serta stempel dan merek
digital. 26

3. Kewenangan Notaris untuk membuat dan membuatnya dihadapannya berdasarkan akta. Kewenangan

tersebut meliputi:

Sebuah. Notaris harus berwenang selama itu menyangkut akta yang harus dibuat.

Oleh Notaris Siber, akta tersebut akan disimpan dan / atau diserahkan dalam bentuk microchip, mikrofilm atau media lain

dengan password hanya untuk para pihak, yang dapat dicetak sesuai kebutuhan setelah mendapat persetujuan Notaris terlebih

dahulu. Yang sudah memiliki dasar hukum yaitu dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Kearsipan yang memungkinkan arsip dan / atau lembaga kearsipan membuat arsip dalam berbagai bentuk dan / atau media

lain. 27

b. Notaris harus berwenang selama itu untuk kepentingan siapa akta dibuat. Dalam Cyber Notary, status para

pihak dapat dilacak melalui e-KTP dan / atau e-passport sebagai identitas yang memuat biodata, tanda

tangan, pas foto dan sidik jari tangan yang berhadapan. Jika tidak dapat dilacak sehingga keyakinan notaris

dipertanyakan, Notaris berhak menolak permintaan para pihak sebagaimana disyaratkan dalam prinsip

"kehati-hatian" dan hak "pembangkang" -nya.

c. Notaris harus berwenang selama di tempat pembuatan akta tersebut. Dengan Cyber Notary, pelanggaran batas

pekerjaan dan meninggalkan tempat kerja dapat diselesaikan, karena melalui media online yang sarat dengan

teknologi seperti saat ini (telekonferensi, skype, zoom) sehingga para pihak dapat melihat dan mendengar secara

langsung dan sekaligus waktu karena kemampuan medianya dapat menembus batas bahkan batas negara tanpa

adanya pihak yang masuk secara fisik atau mengharuskan Notaris meninggalkan tempat domisili. 28

d. Notaris harus berwenang selama membuat akta.

Cyber Notary dapat mengoptimalkan kualitas penyelesaian akta dengan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan

secara cepat dan tepat melalui teknologi informasi. rmonisasi peraturan perundang-undangan.

4. Ha

Di Selain perubahan UUJN-P, Cyber Notaris dapat diterapkan di Indonesia, mensyaratkan

harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu:

Sebuah. Pasal 5 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang surat

atau dokumen yang harus berbentuk tertulis dan dengan akta Notaris.

25 Pasal 16 ayat (1C) UUJN-P tentang pembubuhan surat dan dokumen serta sidik jari pada berita acara akta.

26 Habib Adjie, Op. Cit., Halaman. 16.


27 Edmon Makarim, Op. Cit., halaman 140.
28 Habib Adjie, Op. Cit., Halaman 15.

104
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

b. Perubahan Pasal 5 ayat (4) UU ITE tentang isi dan / atau penghapusan isinya sehingga akta notaris

berikutnya yang dibuat oleh Notaris Siber tetap otentik, karena Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU ITE telah

diatur. bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah jika menggunakan sistem elektronik

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE.

c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (UUBM)

Untuk Akta Notaris harus dibubuhkan stempel pada berita acara akta, sehingga dengan adanya Cyber Notary

tersebut stempel yang ditempelkan pada akta elektronik tersebut harus dalam bentuk stempel elektronik juga. Untuk

itu, harmonisasi yang harus dilakukan adalah dengan mengubah isi pasal UUBM sehingga meterai selain yang

dicetak resmi juga dapat berbentuk elektronik.

5. Faktor eksternal lainnya

Selain faktor berupa peraturan perundang-undangan, hal-hal yang harus dilakukan untuk dapat mengesahkan Cyber Notaris

dan akta yang dihasilkannya agar tetap otentik:

Sebuah. Etika Notaris

Sebagai Notaris Siber, Notaris yang terikat pada peraturan dalam Kode Etik Notaris mengharuskan Notaris

bertindak secara profesional, mandiri dan berintegritas. Karena dalam Cyber Notaris sangat rawan terjadinya

penipuan yang berakibat menyeret Notaris ke suatu perkara pidana dan sangat mungkin mendekam di sel

penjara, oleh karena itu Notaris harus selalu menjaga harkat, martabat dan semangat Notaris sebagai sebuah

Officium Nobile. Meneruskan pendidikan

b.

Partisipasi INI sebagai satu-satunya organisasi Notaris di Indonesia dalam memaksimalkan Cyber Notaris,

khususnya di era disrupsi dan pandemi Covid-19, harus dilakukan melalui pembuatan program pendidikan

berkelanjutan bagi Notaris dan Calon Notaris agar berkualitas Notaris dan Notarisnya. produk dipertahankan

sesuai dengan amanat undang-undang.

c. Teknik Keamanan Data Elektronik

Untuk melindungi kerahasiaan dan keamanan data elektronik yang berkaitan dengan akta notaris

terhadap penerapan Cyber Notary dalam pertukaran data elektronik kejahatan siber, digunakan

beberapa teknik uraian-enkripsi untuk data elektronik, antara lain teknik kriptografi dan fungsi hash.

d. Otoritas Sertifikasi

Untuk memastikan keamanan di Cyber Notary, harus ada pihak ketiga atau otoritas khusus yang berwenang untuk

memeriksa kebenaran data, independen, dan dipercaya (pihak ketiga yang terpercaya), dalam hal ini dikenal dengan

Certification Authority (CA) . Dengan CA maka

105
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

Notaris sebelum melakukan jasa hukum terlebih dahulu meminta izin dari PT kepada siapa pihak yang ingin

dianugerahkan, selain itu Notaris memeriksa keabsahan keinginan tersebut untuk peraturan perundang-undangan di

Indonesia.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Selama pandemi Covid-19,

1. dimana semua pihak dituntut untuk berhati-hati dalam berinteraksi karena sifat dari virus ini sangat mudah menular dan

dapat mengakibatkan kematian pada pasien. Sehingga Pemerintah Republik Indonesia harus mengeluarkan peraturan

yang bertujuan untuk membatasi transaksi yang dilakukan di luar rumah sehingga dapat memutus mata rantai penyebaran

virus Covid-19 karena obatnya belum ditemukan dan kapan akan berakhir,termasuk dalam hal ini Notaris diharuskan untuk

mengikuti peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dan oleh karena itu Pengurus Pusat Perhimpunan Notaris

Indonesia (PP-INI) mengeluarkan Surat Edaran yang menasihati Notaris untuk membatasi kegiatan di luar rumah dan jika

demikian kewajiban membuat akta sejauh mungkin ditunda.

Untuk mensukseskan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang virus Covid-19 dan tidak menurunkan kualitas

pelayanan hukum oleh Notaris, maka penerapan Cyber Notaris untuk saat ini sangat diperlukan karena dapat

melindungi para pihak, saksi, notaris dan akta. produk dari otoritas yang diperoleh berdasarkan hukum.

2. Penyelenggaraan Cyber Notary di Indonesia membutuhkan dukungan sarana dan prasarana baik fisik maupun non fisik.

Untuk mengesahkan Cyber Notaris, dalam hal ini untuk keaslian akta yang dihasilkan perlu dilakukan perubahan terhadap

pasal-pasal yang terdapat dalam UUJN-P terutama terkait dengan (1) kewajiban bertemu secara fisik dan membaca serta

menandatangani akta di depan. dari Notaris pada saat itu bersama para pihak dan para saksi; (2) Kewajiban Notaris

mencetak dan menyimpan dokumen secara fisik; (3) Kewajiban Notaris untuk melaksanakan pekerjaan harus di tempat

kedudukannya. Karena dengan Cyber Notary semua bisa teratasi karena sifatnya yang tidak mengenal batas (borderless)

dan waktu.

Perubahan juga diperlukan dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE dan UUBM agar Akta Cyber Notaris dapat dianggap

sebagai akta otentik dan untuk mensukseskannya juga harus memperhatikan faktor-faktor: (1) Etika Notaris; (2)

Pendidikan Berkelanjutan; (3) Teknik keamanan data; dan (4) Otoritas Sertifikasi.

Rekomendasi

Atas hasil penelitian tentang urgensi implementasi Cyber Notary, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut:

106
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

1. Organisasi notaris resmi (INI) harus segera bertindak untuk mensosialisasikan Cyber Notaris dengan dasar hukum

berupa peraturan pemerintah Indonesia untuk memutus sementara mata rantai penyebaran virus Covid-19, sekaligus

kemudian melakukan perubahan hukum dengan mengusulkan kepada komisi DPR dan Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia. Hal ini untuk mengantisipasi pandemi Covid-19 yang tidak memiliki batasan waktu dan agar

kedepannya pelayanan hukum profesi Notaris tidak terganggu lagi.

2. Agar akta notaris Cyber Notaris tetap dapat dianggap sebagai akta otentik sesuai dengan Pasal 1868 KUH Perdata,

Pemerintah Indonesia dapat segera mengubah peraturan perundang-undangan terkait keaslian akta elektronik suatu

produk Notaris sehingga bahwa masih bisa menjadi alat bukti yang memiliki kekuatan sempurna di pengadilan (Pasal

1867 KUH Perdata).

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, (2009). Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Anonim, Notaris Mewakili Negara, diakses melalui website: http://taligara.wordpress.com ., diakses pada 23 April
2020 pukul 06.00

Bernard L. Tanya dkk., (2010). Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
Penerbitan Genta, Yogyakarta.

Brian Tentara Prastyo, Peluang dan Tantangan Cyber Notaris di Indonesia,


http://staff.blog.ui.ac.id/brian.army/2009/11/29/peluang-cyber-notary-di-indonesia/ , diakses pada 30 Maret 2020
pukul 05.30

Eddy OS Hiariej, (2014). “ Telaah Kritis Konsep Cyber Notary dalam Sudut Pandang Hukum
Pembuktian ”, Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional bertema“ Membangun Hukum
Kenotariatan Di Indonesia ”, Yogyakarta.

Edmon Makarim, (2013). Notaris dan Transaksi Elektronik: Kajian Hukum tentang Cyber Notary
atau Notaris Elektronik, Edisi ke-2, Rajawali Pers, Jakarta.

Fardhian, Legalisasi Dokumen Publik dan Transaksi Elektronik, http://lkhat.org/diskusi-terbuka-


cybernotary-5-februari-2014 / , diakses pada 16 April 2020 pukul 20.30

Habib Adjie, (2018). Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No.2 Tahun 2014
Tentang Peubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.

__________, (2015). “ Konsep Notaris Mayantara: Notaris Indonesia Dalam Menghadapi


Tantangan Persaingan Global , Makalah, Disampaikan dalam Seminar Nasional “ Konsep
Cyber Notary bagi Notaris Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Persaingan Global ",
Yogyakarta.

Herlien Budiono, (1998). Akta Otentik dan Notaris Pada Sistem Anglo Saxon dan Sistem Hukum
Romawi, Percikan Gagasan Tentang Hukum ke-III, Mandar Maju, Bandung.

Peter Mahmud Marzuki, (2008). Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

107
YURISDIKSI
Jurnal Wacana Hukum dan Sains
Universitas Merdeka Surabaya
Karya ini dilisensikan di bawah a Lisensi Internasional Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0

RA Emma Nurita, (2012). Cyber Notary, Pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikiran, Refika
Aditama, Bandung.

Salim, HS, (2012). Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo, Jakarta.

Satjipto Rahardjo, (2007). Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Soerjono Soekanto, (1983). Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -, (1987). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, (2012). Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Pers, Jakarta.

Sudikno Mertokusumo, (1988). Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Sekretariat Negara Republik Indonesia,


https://www.setneg.go.id/baca/index/buka_kongres_ke_29_notaris_dunia_presiden_ingatkan
_tantangan_era_disrupsi_terhadap_layanan_kenotariatan, diakses pada 23 April 2020 pukul 06:15

Prita Miranti Suyudi, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e8efcaac54aa/notaris-ppat-dan-


pandemi-covid-19-oleh - prita-miranti-suyudi / kamis_09_april_2020 / diakses diakses pada 16 April 2020 pukul 8:00
malam

Tan Thong Kie, (2007). Studi Notariat, Serba-serbi Praktek Notaris, Cetakan Pertama, Ichtiar Baru
Van Hoeve, Jakarta.

Wasis, SP, (2002). Pengantar Ilmu Hukum, UMM Pers, Malang, 2002.

Roesli, M., Heri, A., & Rahayu, S. (2017). Kewenangan Panitia Pengadaan Tanah Di
Pelaksanaan Kompensasi Pembebasan Lahan. YURISDIKSI: Jurnal Wacana Hukum Dan Sains, 10 ( 2),
46 - 59.

108

Anda mungkin juga menyukai