Anda di halaman 1dari 10

Makalah Pengawasan dan Pengendalian Satpol PP

KATA PENGANTAR

Kepada sahabat-sahabat saya, Wilkos dan Moh Dafitri yang bertugas di Satpol PP Kec Tanabang dan
Kec Pulogadung yang melakukan studi di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi LAN Jakarta, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar terciptanya perbaikan-perbaikan pada
penulisan di masa mendatang agar kelak saya dapat mengerti bagaimana mengerjakan paper yang
baik, karena tugas ini merupakan latihan dalam penulisan skripsi. Penulis juga berharap paper ini
dapat berguna khususnya bagi diri penulis serta bagi khalayak lainnya dalam memahami dan
menyikapi perubahan yang lebih baik dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, 06 April 2015

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) merupakan unsur penunjang Pemprov DKI Jakarta, yang
berkedududukan sebagai unit kerja yang dipimpin oleh seorang Kasatpol PP dan dalam
melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur. Kasatpol PP dibantu oleh seorang
Wakil Kasatpol PP dan beberapa Komandan Satuan Teknis, dalam melaksanakan tugasnya Kasatpol
PP dapat membentuk Tim Asistensi. Susunan organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja
yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur/Walikota. Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal
maupun horizontal. Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan
kabupaten/kota bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-
langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP)

Sebagai unsur penunjang Pemprov DKI yang berkedudukan sebagai Unit Kerja Satuan Polisi Pamong
Praja (SATPOL PP)

Tugas SATPOL PP

membantu kepala daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan
teratur

menegakkan Perda

menegakkan kebijakan pemerintah daerah lainnya yaitu peraturan kepala daerah

Wewenang

Polisi Pamong Praja berwenang:

a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau


badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah;

(Tindakan penertiban nonyustisial adalah tindakan yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja
dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
terhadap pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan)

b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat;

(Yang dimaksud dengan ”menindak” adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran
Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan).

c. fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;

d. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah; dan

(Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan Polisi Pamong Praja yang
tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya
dugaan pelanggaran Perda dan/atau peraturan kepala daerah, antara lain mencatat,
mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta meminta keterangan).

e. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum
yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

(Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa pemberian surat
pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau
peraturan kepala daerah).

Kewajiban

Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib:

a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya
yang hidup dan berkembang di masyarakat;

(Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau kebiasaan yang diakui sebagai
aturan/etika yang mengikat secara moral kepada masyarakat setempat).

b. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;

c. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban


umum dan ketenteraman masyarakat;

(Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan” adalah upaya pencegahan agar
perselisihan antara warga masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman dan
ketertiban umum).

d. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut
diduga adanya tindak pidana; dan

(Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luaryang diatur dalam Perda)

e. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut
diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah adalah ”Bagaimanakah strategi Unit Kerja Satpol
PP dalam mengatasi kendala-kendala dalam melakukan pengawasan dan pengendalian”?

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian pengawasan

Pengawasan menurut Oteng Sutisna (1983) adalah sebagai suatu proses fungsi administrasi
untuk melihat apa yang terjadi sesuai dengan apa yang semetinya terjadi. Dengan kata lain
pengawasan adalah fungsi administratif untuk memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya.

Pengawasan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara menyeluruh dengan mengadakan
perbandingan yang seharusnya (das sollen) dan yang adanya (das sein). Prof. Dr. Sumardjo
Tjitrosudoyo.

Menurut Nawawi (2000 : 115) pengawasan atau control diartikan sebagai proses mengukur
(measurement) dan menilai (evaluation) tingkat efektivitas dan tingkat efisieni penggunaan sarana
kerja dalam memberikan kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi.

Jadi, Pengawasan merupakan suatu proses pemeriksaan berdasarkan gejala-gejala yang terjadi
yakni dilakukan dengan meneliti, mengukur atau menilai sejauh mana sumber daya yang ada
berjalan secara efektif dan efisien baik kinerja SDM maupun penggunaan nonSDM agar dapat
dikendalikan sesuai dengan rancangan program atau perencanaan yang telah ditetapkan.

Pengawasan yang dilakukan dapat memberikan umpan balik, artinya apabila yang dilakukan tidak
sesuai dengan rencana atau terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan perbaikan atau diadakan
penyesuaian kembali.

2. Tujuan Pengawasan

1) Untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan.

2) Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan instruksi serta asas-asas yang
telah ditentukan.

3) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.

4) Untuk mengetahui apakah kegiatan berjalan efisien.

5) Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan dan kegagalan ke arah
perbaikan.

3. TIPE / MACAM-MACAM PENGAWASAN

Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000,
hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas
pengawasan, antara lain:

a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).

b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)


c. Pengawasan Feed Back (feed back control)

Penjelasan:

a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary contro)

Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna


memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan
hasil-hasil yang direncanakan.

Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaankebijaksanaan merupakan pedoman-


pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan
tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan mengimplementasikannya.

Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tndakan


mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan.

Pengawasan pendahuluan meliputi:

Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.

Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.

Pengawasan pendahuluan modal

Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya finansial

b. Pengawasan Pada Waktu Kerja Berlangsung (concurrent control)

Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan
pekerjaan para bawahan mereka.

Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk:

Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode-metode serta prosedur-
prsedur yang tepat.

Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Proses memberikan pengarahan bukan saja meliputi cara dengan apa petunjuk-petunjuk
dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap orang-orang yang memberikan penyerahan.

c. Pengawasan Feed Back (feed back control)

Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan
perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa
mendatang.

Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:

Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)

Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis).

Pengawasan Kualitas (Quality Control)

Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)


4. PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGAWASAN

Prinsip-prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan menurutMassie, terdiri dari

(1) tertuju kepada strategis sebagai kunci sasaranyang menentukan keberhasilan,

(2) pengawasan harus menjadi umpanbalik sebagai bahan revisi dalam mencapai

tujuan,

(3) harus fleksibel danresponsif terhadap perubahan-perubahan kondisi

lingkungan,

(4) cocokdengan organisasi pendidikan, misalnya organisasi sebagai systemterbuka,

(5) merupakan control diri sendiri,

(6) bersifat langsung yaitupelaksanaan kontrol di tempat kerja,

(7) memperhatikan hakikat manusiadalam mengontrol para personil pendidikan.

Pengawasan manajemen adalah usaha sistematis menetapkan standar prestasi denganperencanaan


sasarannya guna mendesain sistem informasi umpan balik.Membandingkan prestasi kerja dengan
standar yang telah ditetapkan lebihdahulu adalah, untuk menentukan apakah ada penyimpangan
dan mencatatbesar kecilnya penyimpangan, kemudian mengambil tindakan yangdiperlukan untuk
memastikan, bahwa semua sumber sekolahdimanfaatkan secara efektif dan efisien. Oleh Stoner
masing-masing tahapan dalam proses pengawasan adalah :

1) Menetapkan standard dan metode untuk mengukur prestasi, langkahini mencakup penetapan
standar dan ukuran untuk segala macamkeperluan, mulai dari target pencapaian kurikulum sampai
pada targetpencapaian mutu lulusan. Dalam konteks manajemen sekolah agarpengawasan dapat
berfungsi secara efektif, standar kinerja sekolahharus diperinci dalam istilah-istilah yang dapat
dipahami dan diterimaoleh kepala sekolah sendiri, guru, tenaga kependidikan, supervisor,dan
karyawan sekolah. Metode pengukurannya juga harus jelas dandapat diterima sebagai yang akurat.

2) Mengukur orientasi kerja, langkah ini merupakan proses yangberkesinambungan, berulang- ulang
yang frekuensinya tergantung jenisaktivitas yang sedang diukur. Kesalahan yang harus dicegah
adalah membiarkan berlalunya jangka waktu yang terlalu lama antarapengukuran dengan prestasi.

3) Membandingkan hasil yang telah diukur dengan sasaran dan standaryang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika hasil-hasil itu memenuhistandar, kepala sekolah dapat mengasumsi bahwa segala
sesuatunyatelah berjalan secara terkendali.

4) Mengambil tindakan korektif, jika hasil-hasil yang dicapai tidak memenuhi standar dan analisis
menunjukkan perlunya diambil tindakan. Tindakan korektif ini dapat berupa mengadakan
perubahanterhadap satu atau lebih banyak aktivitas dalam operasi sekolah, atauterhadap standar
yang telah ditetapkan semula.Pengawasan dan pengendalian sekolah harus dilakukan olehkepala
sekolah, pengawasan layanan belajar harus dilakukan olehsupervisor, dan pengawasan layanan
teknis kependidikan dilakukan olehtenaga kependidikan yang diberi wewenang untuk itu.Selain
pengawasan, langkah sela njutnya adalah proses evaluasi.Proses evaluasi merupakan suatu proses
vital dan kontinyu dalam sebuahmanajemen organisasi. Tujuan utama dari evaluasi strategis ini
adalahmemonitor dan mengevaluasi perkembangan organisasi dalam mencapaitujuan dengan
menggunakan standar tertentu, yang selanjutnya dapat memberikan koreksi atau
mempertimbangkan kemungkinan mengubahmetode yang lebih sesuai dengan tujuan.Proses
evaluasi sendiri pada dasarnya tidak lepas dari siklusperencanaan-implementasi-evaluasi. Dalam
siklus tersebut, bila dipandangsebagai sebuah sistem tentu akan ada masukan (input), proses,
dankeluaran (output).

5. SYARAT-SYARAT DAN SIFAT PENGAWASAN

Syarat-syarat Pengawasan umum dapat dipergunakan sebagai berikut:

1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.

2. Menghindarkan adanya tekanan, paksaan, yang menyebabkan penyimpangan dari tujuan


pengawasan itu sendiri.

3. Melakukan koreksi rencana yang dapat digunakan untuk mengadakan per-baikan serta
penyempurnaan rencana yang akan datang.

Sesuai dengan keterangan tersebut di atas, maka beberapa cara yang baik dapat dilakukan sebagai
berikut:

· Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi agar memberikan keterangan-


keterangan yang jelas dan ikut serta memecahkan hal-hal yang mempengaruhinya.

· Pengakuan atas hasil/nilai manusia yang telah dilakukannya (hasil karya manusia); artinya
penghargaan atas hasil pekerjaannya.

· Melakukan suatu kerja sama agar diperoleh saling pengertian, saling percaya mempercayai,
yang bersifat memberikan pendidikan.

6. TEKNIK DAN METODE PENGAWASAN

Secara umum ada 2 macam metode dan teknik pengawasan Yaitu :

Metode konvensional ( Baku /Teoritis )

Metode Partisipatif

7. FUNGSI DAN PROSEDUR PENGAWASAN

Fungsi pokok dari suatu pengawasan adalah untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau
kesalahan-kesalahan , memprbaiki adanya berbagai macam penyimpangan atau kesalahan yang
terjadi ,mendinamisir oraganisasi/perusahaan serta segenap kegiatan manajemen
lainnya,mempertebal rasa tanggung jawab.
BAB III

PEMBAHASAN

Saat sekarang kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dituntut
untuk lebih baik. Dalam banyak hal memang harus diakui bahwa kinerja pelayanan publik Polisi
Pamong Praja masih buruk. Hal ini disebabkan antara lain adalah ; pertama, tidak ada sistem insentif
untuk melakukan perbaikan. Kedua, buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik,
yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule driven) dan
petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan.

Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi Polisi Pamong Praja digerakkan oleh peraturan
dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif
dan tidak inovatif sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat yang selalu
berkembang. Ketiga, budaya aparatur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan.
Keempat, budaya paternalistrik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas
utama, bukan kepentingan masyarakat.

Masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat Polisi Pamong Praja merupakan satu
masalah penting bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan pelaksanaan
tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah pelayanan publik sudah
menjadi program pemerintah yang harus secara terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya.

Adanya pembuatan metode/sistem pelayanan publik ternyata tidak otomatis mengatasi masalah
yang terjadi, sebab dari hari ke hari keluhan masyarakat bukannya berkurang bahkan semakin
sumbang terdengar. Hal ini menunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public services masih
belum memenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah seharusnya pemerintah
memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu pelayanan.

Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi Polisi
Pamong Praja untuk memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur
pemerintah. Sebagai upaya melakukan perubahan tesebut Menteri Pendayagunaan Aparatur telah
mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam surat keputusan tersebut, untuk
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah diberikan
arahan mengenai prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu antara lain prinsip kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan tanggung jawab serta kedisiplinan.

Untuk menerapkan prinsip-prinsip pelayanan publik diatas, tentunya memerlukan suatu dukungan
pembuatan kebijakan. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah dengan melaksanakan Pengawasan
Melekat di seluruh unit kerja Polisi Pamong Praja. Secara konsepsional sebenarnya kebijakan
Pengawasan Melekat dilingkungan Polisi Pamong Praja sudah telah lama diterapkan. Istilah
Pengawasan Melekat setidaknya telah digunakan secara formal untuk pertama kalinya dalam
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Kemudian, dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat.
Pengertian Pengawasan Melekat seperti yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun
1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus-menerus, dilakukan atasan langsung terhadap bawahannya, secara
preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien
sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, suatu kebijakan tidak begitu saja dapat diimplementasikan dengan baik. Disisi lain,
kenyataan menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik terus
meningkat seiring dengan meningkatnya dinamika masyarakat itu sendiri. Bila tidak diimbangi
dengan konsestensi pelaksanaan kebijakan atau betapa banyak kebijakan yang telah diambil oleh
Polisi Pamong Praja maka hasilnya tetap saja dirasakan kurang memuaskan.

Sedangkan alternatif untuk mengatasi kendala-kendala permasalahan tersebut antara lain:

1. Dilakukan pendelegasian wewenang oleh Kasatpol kepada pejabat-pejabat senior;

2. Pemberian motivasi kepada para pegawai akan pentingnya supervisi pelayanan;

3. Dilakukan pembinaan oleh pejabat terkait kepada pegawai-pegawai senior yang ditunjuk sebagai
supervisor dan membentuk tim penilai supervise;

4. Dilakukan koordinasi secara intens kepada seluruh unit kerja;

5. Mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai;

6. Menerapkan disiplin terhadap tata tertib pegawai;

7. Mengadakan evaluasi kepegawaian.

BAB IV

PENUTUP

Dalam konteks pengawasan dan pengendalian kebijakan, Polisi Pamong Praja memiliki kendala-
kendala yang perlu diatasi guna meningkatakan mutu pelayanan terhadap Dewan dan masyarakat.
Cara mengatasi kendala-kendala tersebut adalah : Dilakukan pendelegasian wewenang oleh Kasatpol
kepada pejabat-pejabat senior; Pemberian motivasi kepada para pegawai akan pentingnya supervisi
pelayanan; Dilakukan pembinaan oleh pejabat terkait kepada pegawai-pegawai senior yang ditunjuk
sebagai supervisor dan membentuk tim penilai supervise; Dilakukan koordinasi secara intens kepada
seluruh unit kerja; Mengupayakan sarana dan prasarana yang memadai; Menerapkan disiplin
terhadap tata tertib pegawai; Mengadakan evaluasi kepegawaian.
DAFTAR PUSTAKA

http://limansetiawan.blogspot.com/2015/04/makalah-pengawasan-dan-pengendalian.html

Goldthorpe, J.E., 1992. Sosiologi Dunia Ketiga, Kesenjangan dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Soegijoko, Budhy Tjahjati S dan BS Kusbiantoro, 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di
Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Tjiptoherijanto, Prijono, 1997. Migrasi, Urbanisasi dan Pasar tenaga Kerja di Indonesia. Jakarta: UI
Press.

Anda mungkin juga menyukai