Analisis Unsur Intrinsik Cerpen Shiro - Cintya Dara Sakina
Analisis Unsur Intrinsik Cerpen Shiro - Cintya Dara Sakina
A. Tema
Tema pada cerpen Shiro karya Akutagawa Ryūnosuke adalah
penyesalan. Hal ini terbukti oleh keseluruhan cerita yang menarasikan
penyesalan tokoh utama, yaitu Shiro. Tema tersebut dapat dikategorikan
sebagai tema tradisional karena premisnya sudah familiar di kalangan
masyarakat. Berdasarkan golongan menurut Shipley, tema tersebut
termasuk dalam tema tingkat egoik sebab berfokus pada penceritaan sikap
batin seorang tokoh.
B. Tokoh dan Penokohan
1) Shiro
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah Shiro. Seperti cerita pada
umumnya, tokoh utamanya merupakan tokoh protagonis. Shiro
memiliki perwatakan yang bulat, berkembang, dan tipikal. Watak
Shiro yang bulat ditunjukkan dalam sepanjang cerita bahwa ia suatu
waktu berbuat hal yang mengkhianati sahabatnya namun ada
pergolakan dalam batinnya dan ada waktu saat ia berbuat kebaikan.
Dari awal hingga akhir cerita, watak Shiro juga berkembang. Hal ini
ditunjukkan dengan perilakunya yang pada mulanya tidak berani dan
mementingkan diri sendiri tetapi di sisi lain ia merasa sangat bersalah
dan menyesal, kemudian hal ini berujung pada tindakan untuk
menebus kesalahannya dengan melakukan banyak aksi heroik. Dapat
dikatakan bahwa tokoh Shiro ini merupakan tokoh tipikal yang
merupakan cerminan dari sifat kompleks dan ambigu manusia pada
kehidupan nyata. Bukti bahwa Shiro memiliki waktak yang bulat,
berkembang, dan tipikal terdapat pada kutipan berikut.
Hampir saja Shiro berteriak dengan spontan, “Kuro, awas lbahaya!”
tapi pada saat itu si penangkap anjing menatap tajam Shiro dengan
wajah mengancam seolah berkata, “Coba saja, kalau kau peringatkan
dia, maka kau akan kutangkap duluan!” Shiro menjadi sangat ketakutan
sehingga ia lupa untuk menggonggong. Tidak... sebenarnya tidak
sepenuhnya lupa, hanya nyalinya yang hilang dan dengan perlahan ia
mulai melangkah mundur. Matanya tertuju ke arah si penangkap anjing.
Begitu si penangkap anjing terlepas dari pandangannya oleh pagar
tanaman, Shiro berlari lintang-pukang, meninggalkan Kuro yang
malang (Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008:138).
3) Haruo
Haruo adalah tokoh protagonis tambahan. Ia adalah anak
laki-laki majikannya. Haruo adalah anak yang pemberani. Watak
Haruo disebutkan secara tersurat dan terdapat penjelasan yang
mendukung melalui penggambaran dramatik tingkah laku.
Saudara laki-lakinya lebih berani. Tiba-tiba pundak kiri Shiro dipukul
dengan tongkat baseball, bahkan pukulan kedua mengarah ke kepalanya
(Si Putih dalam Kumpulan Cerita Rashomon, 2008: 141).
5) Napoleon
Napoleon adalah anak anjing kecil yang diselamatkan oleh
Shiro. Ia merupakan tokoh protagonis tambahan yang berwatak
ramah, tahu balas budi, dan perhatian. Penggambaran ini disajikan
melalui percakapan tokoh.
Dengan bangga anak anjing itu mengibaskan ekornya dan berkata, “Di
sinilah aku tinggal. Di Kafe Taisho-ken ini.. Paman tinggal di mana?"
“Paman? Aku... tinggal jauh dari sini.” Shiro menghela napas sedih.
“Baiklah, aku akan pulang." “Eee... tunggu sebentar. Apakah majikan
Paman sangat cerewet?” “Majikanku? Kenapa kau tanyakan hal itu?"
“Kalau majikan Paman tidak cerewet, malam ini menginaplah di sini,
biar ibuku bisa berterima kasih kepadamu karena telah menyelamatkan
jiwaku. Ada berbagai makanan enak di sini, susu, nasi kari, steik
daging, dan sebagainya." "Terima kasih. Tapi ada beberapa hal yang
harus Paman lakukan, jadi akan kuterima jamuanmu lain kali. ...Nah,
sampaikan salamku kepada ibumu.” (Si Putih dalam Kumpulan Cerpen
Rashomon, 2008: 145).
C. Latar
1) Latar waktu
Latar waktu yang terdapat pada cerita di antaranya: pada
suatu sore di musim semi (kalimat pertama pada paragraf pertama
bagian satu); tanggal 8 Mei, 7 Agustus, 13 September, dan 25
Oktober sekitar pukul 4.30 sore (terdapat pada surat kabar yang
memberitakan aksi heroik Shiro); dan pada tengah malam di suatu
musim gugur (kalimat pertama pada paragraf pertama bagian
lima). Latar waktu pada cerita ini digambarkan secara netral.
2) Latar tempat
Latar tempat pada cerita di antaranya adalah sepanjang
jalan sepi yang sempit, rumah majikan Shiro, sekitar Tokyo, depan
Kafe Taisho-ken, jalur rel Stasiun Tabata, Karuizawa, lembah
antara Gunung Hodaka dan Gunung Yarigatake, Nagoya, dan
Kebun Binatang Miyagi Junkai. Latar tempat juga digambarkan
secara netral.
3) Latar suasana
Latar suasana pada cerita tersebut di antaranya: suasana
takut ketika Shiro berhadapan dengan penangkap anjing, suasana
menyedihkan ketika majikan Shiro tidak mengenali dan
mengusirnya, suasana menyedihkan ketika Shiro menggelandang,
suasana menegangkan ketika Shiro melakukan aksi-aksi
penyelamatan, suasana sedih ketika Shiro merenungi kesalahannga
dan berniat bunuh diri, serta suasana mengharukan saat Shiro
kembali menjadi putih dan bertemu majikannya.
D. Alur
Alur dalam cerpen Shiro berjalan maju dengan kaidah plausabilitas
yang berpusat pada plot tokohan secara padat dan tunggal. Cerita diawali
dengan peristiwa menuju konflik utama yang diiringi dengan pengenalan
latar dan tokoh, kemudian menuju peningkatan konflik ketika tubuh Shiro
menghitam dan klimaksnya terjadi saat ia diusir majikannya dan hidup
menggelandang, kemudian dilanjutkan dengan penguraian masalah, dan
penyelesaian cerita disajikan secara tertutup dengan akhir yang bahagia.
E. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pada cerpen ini adalah sudut
pandang persona ketiga terbatas karena penulis hanya terfokus pada tokoh
Shiro.