Anda di halaman 1dari 45

Tugas Resume Buku

ASESMEN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Instrument dan
Evaluasi Belajar
Dosen pengampu:
Dr. Akif Khilmiyah, M.Ag.

Disusun oleh:

Muhammad Wardiyan Dzulfikar Raura 20191010018

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
RESUME BUKU

Judul Buku : ASESMEN DAN EVALUASI PENDIDIKAN


Pengarang : Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd
Penerbit : Prenamedia Group
Bahasa : Indonesia
Jumlah Halaman : 344 hlm

RINGKASAN BUKU
Buku ini memiliki 15 Bab di dalam daftar isinya, dan setiap bab mempunyai bagian-
bagian yang dijelaskan secara terperinci dan akurat. Adapun bagian yang terdiri dalam daftar
isinya adalah sebagai berikut :
Bagian Pertama Konsep-Konsep Dasar Pengukuran, Asesvaluasi Pendidikan
Bab 1 Dengan Judul Pengertian Dan Fungsi Pengukuran, Asesmen Dan Evaluasi
Pendidikan, pada bab satu ini terdiri atas empat sub pokok judul pembahasan, yaitu Beberapa
Pendapat Tentang Pengukuran, Asesmen Dan Evaluasi Pendidikan, Tujuan Dan Fungsi Asesmen
Pendidikan, Prinsip-Prinsip Asesmen Dan Evaluasi Yang Baik, dan Subjek, Objek, dan Sasaran
Asesmen Pendidikan.m
Bab 2 Dengan Judul Asesmen Pendidikan Dalam Konteks Perbaikan Mutu
Berkelanjutan, pada bab dua ini terdiri atas tiga sub pokok judul pembahasan, yaitu Pendidikan
Sebagai Suatu Sistem, Asesmen Sebagai Bagian Integral Dari Proses Pendidikan Dan
Pembelajaran, serta Evaluasi Dan Pengendalian Mutu Pendidikan.
Bab 3 Dengan Judul Syarat-Syarat Instrumen Yang Baik, pada bab tiga ini terdiri atas
lima sub pokok judul pembahasan, yaitu Validitas, Reliabilitas, Objektif, Praktis Dan Mudah
Digunakan, Dan Norma.
Bab 4 Dengan Judul Instrumen Asesmen, pada bab empat ini terdiri atas dua sub
pokok judul pembahasan, yaitu Tes dan Inventori.

Bagian Kedua
Asesmen Dan Evaluasi Kurikulum Serta Program
Bab 5 Dengan Judul Asesmen Dan Evaluasi Kurikulum, pada bab lima ini terdiri atas
empat sub pokok judul pembahasan, yaitu Apakah Yang Dimaksud Dengan Kurikulum?, Fungsi
Asesmen Dan Evaluasi Kurikulum, Model-Model Evaluasi Kurikulum, Langkah-Langkah
Asesmen Dan Evaluasi Kurikulum.
Bab 6 Dengan Judul Asesmen Dan Evaluasi Kurikulum, pada bab enam ini terdiri
atas tiga sub pokok judul pembahasan, yaitu Apakah Yang Dimaksud Dengan Program ?, Tujuan
Evaluasi program, serta Kerangka Asesmen dan Evaluasi Program.
Bagian Ketiga
Asesmen Pembelajaran Dan Asesmen Kelas
Bab 7 Dengan Judul Asesmen Pembelajaran, pada bab tujuh ini terdiri atas dua sub
pokok judul pembahasan, yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Asesmen Proses
Pembelajaran.
Bab 8 Dengan Judul Asesmen Kelas (Classroom Assesment), pada bab delapan ini
terdiri atas enam sub pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Asesmen Kelas (Classroom
Assesment), Dasar-Dasar Pertimbangan Munculnya Asesmen Kelas, Karakteristik Asesmen
Kelas, Asesmen Kelas Sebagai Asesmen Konteks, Langkah-Langkah Pengimplementasian
Asesmen Kelas, dan Tehnik-Tehnik Yang Dapat Digunakan Dalam Asesmen Kelas.
Bagian Keempat
Asesmen Hasil Belajar
Bab 9 Dengan Judul Asesmen Hasil Belajar Dengan Pendekatan Tradisional, pada
bab sembilan ini terdiri atas delapan sub pokok judul pembahasan, yaitu Tas Hasil belajar, Jenis-
Jenis Tes Hasil Belajar, Prinsip-Prinsip Asesmen Hasil Belajar, Perencanaan Dan Penyusunan
Tes Hasil Belajar, Tes Esai dan Tes Objektif, Pengadministrasian Tes, Penskoran Dan Penentuan
Nilai, Dua Pendekatan Penentuan Lulus Dalam Asesmen Hasil Belajar, Analisis Soal Dan
Pengembangan Alat Asesmen.
Bab 10 Dengan Judul Asesmen Hasil Belajar Berbasis Kompetensi, pada bab
sepuluh ini terdiri atas empat sub pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Kompetensi,
Hubungan Tujuan, Kurikulum Dan Asesmen Hasil Belajar, Bentuk-Bentuk Asesmen Hasil
Belajar Berbasis Kompetensi, Patokan dan Penentuan Lulus.
Bab 11 Dengan Judul Asesmen Alternatif, pada bab sebelas ini terdiri atas lima sub
pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Asesmen Alternatif, Dasar Rasional, Karateristik
Asesmen Alternatif, Pro Dan Kontra Terhadap Asesmen Alternatif, dan Tehnik-Tehnik Yang
Digunakan Dalam Asesmen Alternatif.
Bab 12 Dengan Judul Asesmen Autentik (Authentic Assesment), pada bab dua belas
ini terdiri atas tiga sub pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Asesmen Autentik, Ciri-Ciri
Asesmen Autentik.
Bab 13 Dengan Judul Asesmen / Unjuk Kerja, pada bab tiga belas ini terdiri atas
empat sub pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Asesmen Unjuk Kerja, Karakteristik
Asesmen Unjuk Kerja, Tes Unjuk Kerja, dan Inventori Unjuk Kerja.

Bagian Kelima
Asesmen Aspek-Aspek Khusus Peserta Didik
Bab 14 Dengan Judul Asesmen Intelegensi, pada bab empat belas ini terdiri atas dua
sub pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Intelegensi dan Beberapa Contoh Tes Intelegensi.
Bab 15 Dengan Judul Asesmen Bakat, pada bab lima belas ini terdiri atas dua sub
pokok judul pembahasan, yaitu Pengertian Bakat dan Beberpa Contoh Tes Bakat. Dan pada bab
lima belas ini di akhiri dengan Referensi dan Biografi Penulis.
BAB 1
A. PENGERTIAN DAN FUNGSI PENGUKURAN, ASESMEN DANEVALUASI
PENDIDIKAN

Disadari atau tidak oleh setiap individu yang terlibat dalam suatu kegiatan, pada setiap langkah
yang dilakukannya selalu ada asesmen dan evaluasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tipe asesmen dan evaluasi yang dilakukan sangat berkaitan dengan jenis dan tujuan
kegiatan yang ingin diungkapkan. Seorang yang menghadiri suatu konser, terkagum-kagum oleh
penampilan gadis cilik yang lincah memainkan biola di tangannya. Kekaguman itu bersumber
dari informasi asesmen dan evaluasi pada saat itu. Beberapa pengunjung pameran seni lukis
berkomentar: “Karya seni lukis A yang menggambarkan indahnya alam Pantai Kuta disenja hari
pada bulan September, sangat menarik dan menawan pengunjung. Panjang lukisan nya dua meter
dengan lebar satu meter.” Komentar itu merupakan asesmen dan eva luasi pengunjung terhadap
karya pelukis A. Mereka mengatakan menarik dan mena wan, setelah melihat bermacam-macam
lukisan orang lain, membandingkan dengan karya orang lain atau tempat sebenarnya yang
pernah mereka kunjungi. Dengan kata lain, sesuatu bisa dikatakan menarik atau tidak menarik
jika berdasarkan kriteria yang mereka miliki masing-masing atau patokan yang berlaku
universal.

Di sekolah atau di lembaga pendidikan nonformal lainnya, asesmen dan evaluasi pendidikan
merupakan salah satu variabel dalam proses pendidikan yang akan dapat memberikan umpan
balik (feedback) bagi penyempurnaan pendidikan untuk masa berikutnya, baik yang
berhubungan dengan proses pelaksanaan maupun yang dicapai sebagai salah satu variabel yang
menentukan. Asesmen dan evaluasi pendidikan perlu di rancang secara baik, efektif, dan efisien,
dengan merujuk kepada kriteria yang sahih dan andal; baik dalam penyusunan instrumen,
penetapan prosedur, penyeleng garaan pengukuran dan asesmen serta pengolahan maupun
penafsirannya. Proses pendidikan sebagai salah satu bentuk perwujudan pendidikan ataupun
bentuk-bentuk pendidikan lainnya yang terstruktur, menempatkan asesmen dan evaluasi
pendidikan sebagai bagian integral dan esensial dari keseluruhan proses pendidikan. Walaupun
proses pendidikan terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat dianggap berdiri sendiri, tetapi secara
keseluruhan merupakan suatu sistem dan saling berhubungan. Keber hasilan seorang pendidik,
pamong atau pendidik dan tenaga penunjang lainnya dalam kegiatan pendidikan akan
dicerminkan oleh keberhasilan peserta didik dalam belajar.

Relevansi program pendidikan akan ditandai oleh kesesuaian program dengan kebutuhan
masyarakat. Semuanya itu dapat diketahui dengan melakukan asesmen dan evaluasi program,
serta melihat kesesuaian dan relevansi program pendidikan tiap satuan/tingkatan pendidikan
terhadap pengguna jasa pendidikan tersebut dalam masyarakat.

Hasil pengukuran akan ditentukan oleh kecanggihan alat ukur/instrumen yang dipakai,
pengadministrasian yang tepat serta pengolahan data menurut pola yang se benarnya berdasarkan
patokan yang disepakati. Hasil pengukuran itu berupa angka atau simbol lain yang
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Sehubungan de ngan itu, ada tiga langkah yang perlu dilalui dalam melaksanakan pengukuran,
yaitu:
a. Mengidentifikasi dan merumuskan atribut atau kualitas yang akan diukur.
b. Menentukan seperangkat operasi yang dapat digunakan untuk mengukur atribut tersebut.
c. Menetapkan seperangkat prosedur atau definisi untuk menerjemahkan hasil pengukuran ke
dalam pernyataan/data kuantitatif. Bagaimanapun juga dalam pen gukuran, pengkuantitatifan
informasi adalah penting untuk membuat ketetapan hati/kebulatan tekad atau membedakan suatu
atribut sehingga kesimpulan yang diambil tidak subjektif. Oleh karena itu, pengukuran yang
dilakukan hendaklah komprehensif dan dila kukan dalam beberapa kali, bukan sekali jadi dan
selesai; serta melakukan pengon trolan yang terkendali selama kegiatan terhadap objek yang di
ukur.

2. Apakah yang Dimaksud dengan Asesmen?


Pada awalnya, istilah assessment banyak digunakan dalam bidang perencanaan dan penelitian.
Umpama, untuk menentukan jumlah sekolah dasar yang dibutuhkan warga masyarakat pada satu
wilayah dalam suatu kecamatan, maka dilakukanlah need assessment. Sehubungan dengan itu,
dikumpulkan data tentang: (1) jumlah pendu duk usia sekolah dasar; (2) penduduk usia sekolah
dasar yang sedang bersekolah; (3) aspirasi masyarakat tentang pendidikan (bersekolah di SD);
(4) sosial-ekonomi masyarakat. Dengan menggunakan bermacam-macam instrumen akan
tersedia data yang sesungguhnya, autentik dan menyeluruh. Selanjutnya dengan menggunakan
pola perencanaan tertentu akan dapat diketahui berapa jumlah sekolah yang dibutuh kan dalam
kurun waktu tertentu.

Pada 1960-an dua kata dalam bahasa Inggris ”measurement dan evaluation” sangat populer di
Indonesia, terutama ketika seseorang ingin menilai hasil belajar.

Kedua kata itu sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah Pen gukuran dan
Penilaian. Kata evaluasi pada saat itu diartikan jauh lebih luas dari seka rang (2009), seperti
dikemukakan Daniel L. Stufflebeam dan Egon G. Guba (1968) sebagai berikut: Evaluation is the
(1. process) of (2. delineating), (3. obtai- ning), and (4. providing) (5. useful) (6. information) for
(7. judging) (8. decision alternatives). Ini berarti bahwa evaluasi dapat diartikan sebagai suatu
proses penggambaran, pem erolehan, dan penyediaan informasi yang berguna untuk penetapan
alternatif-alter natif keputusan. Dalam batasan konstruk evaluasi seperti yang dikemukakan
Stuffle beam dan Guba itu, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, sebagai berikut:
a. Evaluasi dibangun dalam kerangka jasa untuk pengambilan keputusan, yaitu penyediaan
informasi yang berguna bagi pengambil keputusan.
b. Evaluasi itu suatu sirkel/siklus, yakni suatu proses yang terus-menerus dalam suatu program.
c. Proses evaluasi mencakup tiga langkah utama yaitu:
(1) penggambaran infor masi yang dibutuhkan dan perlu dikumpulkan,
(2) pemerolehan, pengadaan dan pengumpulan informasi, maupun penyediaan informasi;
(3) pemberian makna terhadap informasi tersebut.

Pada kurun waktu itu (1960-an), proses pengumpulan informasi dengan cara menggunakan
inventori (nontes) termasuk bagian dari evaluasi. Dalam bahasa seder hana, evaluasi pada saat itu
dapat di artikan sebagai proses pemerolehan dan peng adaan informasi secara sistematis serta
penggunaannya dalam pengambilan keputus an. Akan tetapi, sejak 1980-an tidak lagi demikian
halnya. Ketidakpuasan yang tum buh dengan penggunaan test (tradisional) dalam penilaian hasil
belajar, mendorong munculnya upaya mencari berbagai konsep dalam penilaian yang mampu
mengung kap kondisi sesungguhnya dari subjek yang dinilai. Sejalan dengan itu, terbentuklan
pola tiga konstruk dasar, yaitu measurement (pengukuran), assessment (asesmen/ penilaian) dan
evaluation (evaluasi). Bahkan ada yang mengistilahkan pengukuran dengan sebutan asesmen
dengan cara-cara khusus, seperti personality assessment, psychological assessment, dan client
assessment. Dalam bidang pendidikan, lahir pula berbagai konsep baru seperti: asesmen autentik
(authentic assessment), asesmen al ternatif (alternative assessment), penilaian diri (self–
assessment), dan penilian kelas (classrooom assessment).

Andai kata yang mau dinilai hanya kurikulum, maka asesmen kurikulum dapat diartikan sebagai
proses pengumpulan informasi secara sistematis tentang kuriku lum, antara lain: bagaimanakah
ketepatan kurikulum yang telah selesai disusun? atau bagaimanakah pelaksanaan kurikulum dan
relevansi kurikulum dengan kebutuhan pengguna jasa pendidikan? Pada waktu melakukan
asesmen terhadap kurikulum yang sudah selesai disusun, maka asesmen awal yang dilakukan
yaitu melaksanakan telaah reflektif terhadap kurikulum itu; ketepatan, keakuratan dan
keterkaitan standar kompetensi, kompetensi dasar, materi tiap mata pelajaran atau materi
perkuliahan, luas dan urutan (scope & sequence) materi pelajaran, pengalaman belajar dan ases
men/penilaian. Di samping itu, dalam pelaksanaan kurikulum, perlu dinilai keter laksanaanya,
kelayakannya, efektivitas dan efisiensi serta faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaannya.
Dilanjutkan dengan asesmen relevansi kurikulum kebutuhan masyarakat.

Kalau yang dinilai adalah pembelajaran maka asesmen dapat diartikan sebagai suatu proses
pengumpulan informasi secara sistematis (termasuk penginterpretasian, dan pencatatan serta
penggunaan informasi) tentang berbagai komponen pembela jaran untuk mengetahui
karakteristik komponen pembelajaran, kekuatan dan kele mahannya, proses pelaksanaan, dan
hasil yang dicapai sesuai dengan aturan. Asesmen tersebut merupakan informasi yang akan
digunakan dalam pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan. Kalau dilihat dari segi
subjek dan objek pendidikan, maka asesmen dapat dilakukan terhadap semua objek, kejadian
atau peristiwa pendidikan dan/atau pembelajaran maupun lingkungan pendidikan atau
pembelajaran, seperti peserta didik, pendidik, tenaga administratif, sarana dan prasarana,
kurikulum, pro ses pembelajaran, lingkungan belajar, kemajuan belajar maupun dampak
pendidikan, kualitas lulusan, dan relevansi pendidikan. Seandainya pendidik ingin mengetahui
kemajuan (progress) peserta didiknya da lam belajar, ia dapat melakukan bermacam cara, antara
lain: asesmen kelas (class room assessmet) tentang pencapaian peserta didik terhadap materi
yang disampai kan, asesmen formatif (formative assessment), atau dapat juga asesmen sumatif
(summative assessment). Kalau pendidik hanya ingin mengetahui dan memperbai ki kelemahan-
kelemahan dalam proses pembelajaran (teaching–learning activities) yang dilakukannya, dengan
maksud supaya ia dapat membelajarkan dengan baik pada waktu berikutnya, dan peserta didik
terdorong untuk belajar lebih baik, maka ia cukup melakukan asesmen formatif (formative
asssessment) maupun asesmen kelas (classroom assessment).
Kalau yang ingin dinilai adalah proses dan hasil belajar, maka asesmen proses dan hasil belajar
dapat diartikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi secara sistematis tentang prestasi
dan pencapaian peserta didik dalam belajar tanpa merujuk pada keputusan nilai. Walaupun yang
dinilai adalah peserta didik yang sedang bela jar, namun informasi yang kurang tepat atau
kelemahan yang terdapat pada peserta didik berdasarkan asesmen yang diajukan dalam berbagai
hal, akan menunjukkan pula proses belajar peserta didik yang kurang tepat dalam belajar, dan
secara tidak langsung, berhubungan dengan cara pendidik dalam membelajarkan. Informasi itu
seyogianya mengharuskan atau memberikan pesan kepada pendidik agar ia memperbaiki atau
menyesuaikan strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sesuai dengan kondisi peserta
didik tersebut. Di samping itu, proses belajar peserta didik dalam aspek tertentu, juga harus
diperbaikinya. Untuk itu perlu diungkapkan hal hal yang belum dikuasai atau diragukan peserta
didik, dengan mengajukan beberapa pertanyaan pendek, antara lain: Dalam waktu dua menit, di
akhir sesi pembelajaran, peserta didik “diminta” menuliskan satu atau dua kalimat jawaban
tentang pertanyaan seperti berikut: a. Apakah ada sesuatu yang bermakna, yang kamu pelajari
dalam sesi hari ini? b. Hal-hal apa sajakah yang belum kamu pahami sehubungan dengan materi
yang bapak/ibu sampaikan tadi? Jawaban pertanyaan tersebut, akan membantu pendidik untuk
memperbaiki serta menyesuaikan cara pembelajarannya dengan pola pertumbuhan dan
perkembangan serta keadaan peserta didik; sementara, peserta didik juga dapat memperbaiki cara
belajarnya berdasarkan kelemahan yang ditunjukkan oleh asesmen.

Asesmen dalam pendidikan dan pembelajaran dapat diklasifikasikan dalam bebe rapa cara yang
berbeda, seperti: a. Asesmen informal (informal assessment) dan asessmen formal (formal assess
ment). b. Asesmen sumatif (summative assessment) dan asesmen formatif (formative as
sessment), atau asesmen formatif-sumatif (formative-summative assessment). c. Asesmen
objektif (objective assessment) dan asesmen subjektif (subjective assess ment). d. Asesmen
tradisional dan asesmen inovatif: asesmen alternatif (alternative assess ment)/asesmen autentik
(autenthic assessment) dan asesmen kinerja/unjuk kerja (performance assessment). e. Asesmen
proses (process assessment) dan asesmen produk (product assessment) f. Asesmen idiograpik
(idiographic assessment) dan asesmen nomotetik (nomothe tic assessment). g. Asesmen
berdasarkan referensi atau unjuk kerja: criterion referenced assessment, norm referenced
assessment, ipsative assessment, dan performance assessment, h. Asesmen internal (internal
assessment) dan asesmen eksternal (external assess ment). i. Asesmen penempatan (placement
assessment) dan asesmen diagnostik (diagnos tic assessment), asesmen target (targetted
assessment). j. Asesmen kontinu (continous assessment) dan asesmen terminal (terminal assess
ment). k. Asesmen konvergen (convergent assessment) dan asesmen divergen (divergent as
sessment).

Asesmen dalam pendidikan dan pembelajaran dapat diklasifikasikan dalam bebe rapa cara yang
berbeda, seperti: a. Asesmen informal (informal assessment) dan asessmen formal (formal assess
ment). b. Asesmen sumatif (summative assessment) dan asesmen formatif (formative as
sessment), atau asesmen formatif-sumatif (formative-summative assessment). c. Asesmen
objektif (objective assessment) dan asesmen subjektif (subjective assess ment). d. Asesmen
tradisional dan asesmen inovatif: asesmen alternatif (alternative assess ment)/asesmen autentik
(autenthic assessment) dan asesmen kinerja/unjuk kerja (performance assessment). e. Asesmen
proses (process assessment) dan asesmen produk (product assessment) f. Asesmen idiograpik
(idiographic assessment) dan asesmen nomotetik (nomothe tic assessment). g. Asesmen
berdasarkan referensi atau unjuk kerja: criterion referenced assessment, norm referenced
assessment, ipsative assessment, dan performance assessment, h. Asesmen internal (internal
assessment) dan asesmen eksternal (external assess ment). i. Asesmen penempatan (placement
assessment) dan asesmen diagnostik (diagnos tic assessment), asesmen target (targetted
assessment). j. Asesmen kontinu (continous assessment) dan asesmen terminal (terminal assess
ment). k. Asesmen konvergen (convergent assessment) dan asesmen divergen (divergent as
sessment).
Belakangan ini muncul lagi berbagai istilah yang bergulir dengan cepat, seperti: classroom
assessment, curriculum based assessment, cognitive assessment, self-assess ment, outcome
assessment, direct dan indirect assessment, serta career assessment. Instrumen yang digunakan
tidak hanya terpaku pada tes, tetapi juga menggu nakan cara lain yang lebih inovatif sesuai
dengan fungsinya, seperti kuis, demontrasi, presentasi, observasi informal, observasi formal,
interviu, skala, portofolio, rubrik, jurnal, peta konsep, checklist, proyek, laporan, kritik terbuka
dan tertulis, unjuk kerja, dan self-assessment.

3. Apakah yang Dimaksud dengan Evaluasi?

Sekurang-kurangnya ada tiga kelompok yang mendefinisikan makna evaluasi dalam konstruk
yang berbeda pada kurun waktu 1930-1960-an. Kelompok perta ma yang diwakili Thorndike &
Hagen (1965) dan Ebel (1965), menekankan bahwa “evaluation came to be defined as roughly
synonymous with educàtional measurement.” Bersamaan dengan itu muncul pula rumusan
evaluasi yang menyatakan: “evaluation as synonymous with profesional judgement.” Kelompok
ini menekankan bahwa eva luasi, didasarkan pendapat ahli, ada atau tidak adanya data yang valid
dan reliabel bukan sesuatu yang perlu dipersoalkan. Konstruk ketiga tentang evaluasi dalam
masa itu merupakan hasil kerja Ralph Tyler. Ia menyatakan bahwa “evaluation came to be
defined as the process ofcomparing performance data with clearly specified objectives.”
(Worthen & Sanders, 1973:20). Evaluation may be defined as systematic process of determining
the extent to which educational objective are achieved by students (http://
www.egyankosh.ac.in/bitstream/123456789/23720/1 unit-9 di aksess tanggal 20 Desember 2008)
Konsep-konsep tersebut diperkuat lagi dengan pendapat Gronlund (1981: 5-6) sebagai berikut:
“evaluation may be defined as a systematic process of determining the extent to which
instructional objectives are achieved by pupils.” Konsep evaluasi seperti yang dikemukakan di
atas, merujuk kepada suatu proses sistematis dalam menentukan seberapa jauh tujuan pendidikan
dicapai oleh peserta didik. Kedua pendapat terakhir, secara gamblang memang tidak menyatakan
proses pengumpulan data yang akan dibandingkan dengan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Mereka lebih menekankan bahwa evaluasi itu lebih terfokus pada value judgement-
nya. Namun evaluasi tidak dapat dilakukan tanpa ada informasi yang akan digunakan. Oleh
karena itu, proses pengumpulan data pada saat itu merupakan ca kupan kerja bidang evaluasi.
B. TUJUAN DAN FUNGSI ASESMEN PENDIDIKAN

Dalam arti luas, tujuan dan fungsi asesmen dalam pendidikan adalah sebagai penyedia informasi
tentang: (a) penguasaan pengetahuan, nilai, sikap dan keteram pilan untuk perbaikan pendidikan;
(b) pengendalian mutu pendidikan dan pembe lajaran; (c) pengambilan keputusan tentang peserta
didik, (d) akuntabilitas untuk peserta didik dan publik, dan (e) regulasi administratif. Penguasaan
pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan untuk perbaikan sebagai fungsi pertama, merupakan
salah satu benang merah yang terabaikan selama ini. Para pengambil kebijakan atau pengelola
lapangan lebih banyak melihat kondisi momen tum asesmen dan evaluasi, terutama pada hasil
belajar. Namun sangat jarang yang menggunakan hasil tersebut sebagai informasi untuk
perbaikan pendidikan. Padahal, data dan informasi penguasaan pengetahuan, sikap dan
keterampilan peserta didik sehubungan dengan pembelajaran yang telah dilakukan, dapat
digunakan untuk: memperbaiki kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pendidik, memperbaiki
cara cara peserta didik dalam belajar dan menyempurnakan fasilitas belajar.

C. PRINSIP-PRINSIP ASESMEN YANG BAIK Memberikan gambaran yang maksimal tentang


proses pendidikan dan/atau pem belajaran, serta kemajuan dan tingkat pencapaian peserta didik
dalam belajar hanya dimungkinkan jika asesmen dan evaluasi pendidikan dan/atau pembelajaran
dilaku kan dengan baik dan benar. Untuk itu, pendidik perlu mewujudkan prinsip-prinsip
asesmen pendidikan dalam konteks yang sesunguhnya. Prinsip-prinsip tersebut se bagai berikut:
1. Asesmen yang baik bersifat komprehensif Prinsip ini menunjukkan pada kita betapa
pentingnya cakupan yang luas dari alat.

ukur yang digunakan, sesuai dengan materi pelajaran. Cakupan itu bukan sema ta-mata dilihat
dari luas materi yang dinilai, melainkan juga domain (aspek) yang diukur. Melalui tes objektif,
banyak informasi aspek kognitif yang dapat dikum pulkan, tetapi sangat sedikit sekali yang
berkaitan dengan minat, keterampilan, sikap, kepribadian maupun pelaksanaan kurikulum dan
proses pendidikan. Kue sioner, bagus digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang alat,
media, sarana dan prasarana, tetapi kurang tepat untuk mengukur hasil belajar. Dengan
menggunakan tes esai, informasi yang dikumpulkan sedikit, tetapi kemampuan menalar, dan
mengemukakan pendapat dapat dijaring dengan baik. Oleh karena itu, perumusan secara tepat
aspek yang akan dinilai sangat es ensial. Selanjutnya aspek tersebut hendaklah ditinjau secara
menyeluruh dan komprehensif, baik dari segi keterwakilan luasnya, maupun dari segi tujuan
yang dirumuskan sebelum proses pendidikan dilaksanakan. Instrumen apa yang akan digunakan
sangat terkait dengan kedua pembatasan tersebut. Sebab setiap jenis/ tipe instrumen mempunyai
keterbatasan tersendiri. Tidak ada instrumen yang baik untuk semua tujuan.

2. Asesmen hendaklah dilakukan secara kontinu.


Asesmen yang baik bukanlah dilakukan pada awal dan akhir suatu kegiatan saja, dengan kata
lain hanya bersifat sewaktu atau momentum, melainkan hendaklah dilakukan secara terus-
menerus. Pada saat program pendidikan mulai dirancang, seharusnya sudah diawali dengan
asesmen untuk mengetahui seberapa jauh pe serta didik sudah menguasai materi yang akan
diberikan (entry behavior). De ngan cara demikian, dapat dipilih materi dan strategi yang tepat,
organisasi kelas yang tepat dan menarik, waktu yang sesuai, dan sumber belajar yang
mendukung kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran
dilaksanakan di sekolah, asesmen proses pem belajaran seharusnya sudah dilaksanakan dengan
baik, sehingga dapat diketahui kesulitan-kesulitan, dan hambatan peserta didik dalam belajar.
Ada yang dapat langsung ditindaklanjuti pada saat proses pendidikan dan/atau pembelajaran ber
langsung, namun ada yang dilakukan lain waktu. Hal itu sangat tergantung pada persoalan yang
dihadapi oleh peserta didik. Kesukaran-kesukaran yang dialami pendidik/guru perlu diketahui,
sehingga dapat dilakukan penyempurnaan pada kegiatan-kegiatan berikutnya. Asesmen formatif
dilakukan untuk memperbaiki peserta didik dalam belajar dan pendidik/guru dalam
membelajarkan, sedangkan asesmen sumatif dapat dilakukan pada akhir unit/satuan/kegiatan
untuk menge tahui tingkat pencapaian peserta didik maupun efektivitas pendidikan.

Asesmen yang dilakukan secara tidak kontinu, kurang dapat merekam semua keadaan dalam
proses pendidikan dan/atau pembelajaran, maupun proses dan hasil belajar, sehingga asesmen itu
belum dapat menggambarkan pencapaian se cara utuh dan sesungguhnya.

3. Asesmen yang baik bersifat objektif. Apa pun yang akan dinilai berkenaan dengan input,
proses, produk maupun outcomes pendidikan, asesmen seyogianya menyediakan informasi yang
sesung guhnya dan autentik. Gambaran yang sesungguhnya tentang peristiwa, kejadian, objek
dan sasaran yang dinilai itu hanya dimungkinkan kalau asesmen itu bersifat objektif. Untuk itu
asessor harus mampu objektif; instrumen harus valid dan re liabel; dan pengadministrasian
instrumen harus sesuai dengan manual yang telah ditetapkan. Pengolahan dan analisis data
hendaklah objektif. Asesmen reflektif kuriku lum misalnya, hendaklah dilakukan oleh orang
yang ahli dalam pengembang kuri kulum dan orang yang ahli dalam bidang studi atau mata
pelajaran. Untuk menilai belajar, dapat dilakukan oleh pendidik/assessor yang mampu dalam
bidang terse but dan memahami tujuan pendidikan, serta menguasai cara mengembangkan
instrumen yang baik. Data yang terkumpul dengan menggunakan alat asesmen yang telah dirakit,
selanjutnya diskor dan dinilai secara objektif dan ditafsirkan dengan jelas dan tegas, serta tidak
memihak. Artinya, gambaran belajar itu tidak dipengaruhi oleh faktor lain di luar yang di capai
peserta didik. Untuk itu, perlu ada patokan atau norma yang jelas dengan klasifikasi yang tegas,
sehingga gam baran apa yang didapat peserta didik akan menjamin ketepatan dan keakuratan
gambaran peserta didik yang sebenarnya.

4. Asesmen yang baik berpijak pada tujuan yang telah ditetapkan dan menggunakan kriteria yang
jelas. Perumusan tujuan yang jelas, sangat penting dalam proses pendidikan. Tujuan
pendidikan/pembelajaran merupakan awal dari semua kegiatan pen didikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tujuan yang jelas akan membawa dampak positif pada pemilihan
metode dan strategi pendidikan. Tu juan yang jelas akan membantu dalam memilih media
pendidikan. Tujuan yang jelas merupakan dasar dalam merumuskan kisi-kisi ujian dan bentuk
ujian yang akan digunakan. Tujuan itu hendaklah terjabar dengan baik, jelas dan mudah diukur
atau dinilai, sehingga menjadi pegangan assessor dan membantu dalam memilih dan menyusun
alat asesmen yang tepat. Di samping itu, pemberian makna, nilai dan arti harus berpijak pada
krite ria/patokan yang ditetapkan sebelumnya. Pengendalian mutu pendidikan dengan baik dan
benar, hanya mungkin dilaksanakan apabila sejak dini kriteria penca paian telah ditentukan,
bukan dirumuskan kemudian setelah pelaksanaan kegiat an dilakukan. Sehingga, pemberian arti
tersebut diawali dengan membandingkan tingkat pencapaian kegiatan yang dilakukan dengan
kriteria yang ditetapkan.
5. Suatu prosedur asesmen dapat digunakan jika prosedur itu relevan dengan tu juan
pendidikan/pembelajaran dan karakteristik unjuk kerja yang dinilai dengan menggunakan
instrumen asesmen yang tepat, valid dan reliabel.

6. Makin banyak dan relevan informasi yang dikumpulkan melalui asesmen, makin baik tingkat
kepercayaan terhadap keputusan yang diambil melalui evaluasi pen didikan.

7. Asesmen yang baik hendaknya dilakukan oleh suatu tim Penggunaan assessor lebih dari satu
orang sangat besar artinya dalam penentu an objektivitas asesmen. Cara ini dapat mengurangi
subjektivitas yang mungkin timbul, dibandingkan apabila penilaian itu dilakukan oleh satu orang
saja. Di samping itu, apabila assessor merupakan suatu tim, mereka dapat melakukan di alog
sesama mereka dan membicarakan secara mendalam tentang orang yang dinilainya. Dengan
demikian diharapkan, apa yang mereka peroleh dari kom ponen pembelajaran yang dinilai, maka
itulah hasil yang sesungguhnya.

8. Asesmen bukanlah tujuan, melainkan cara dalam menyediakan informasi untuk mencapai
suatu tujuan.
Banyak “kesalahan” yang mungkin terjadi pada instrumen asesmen yang digu nakan. Kesalahan
pertama akan ada pada waktu menyusun instrumen. Apakah instrumen itu telah dirakit
sedemikian rupa menurut cara yang sebenarnya? Apa kah tujuan yang dirumuskan sudah benar?
Kesalahan lain terletak pada apakah aspek yang dinilai telah mencakup semua aspek materi
pelajaran, ataukah hanya aspek-aspek tertentu saja dan tidak mewakili keadaan yang sebenarnya?
Oleh karena itu berhati-hatilah. Upayakanlah seoptimal mungkin memenuhi patokan atau standar
yang telah ditetapkan dalam melakukan asesmen yang baik. Kehati-hatian akan mengurangi dan
meminimalkan kesalahan yang akan terjadi, dan secara langung maupun tidak langsung akan
memberikan dampak positif terhadap perbaikan dan pengendalian mutu pendidikan.

9. Asesmen pendidikan bersifat mendidik. Hal penting yang perlu di perhatikan adalah asesmen
adalah suatu proses penye diakan informasi, bukan pengambil keputusan untuk suatu kebijakan.
Kumpul kanlah data sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, kontinu dan menyeluruh. Olah
dan analisislah secara benar, dan sampaikan pula analisis/informasi itu ke pada yang dinilai,
pengambil keputusan atau yang berhak menerimanya dengan cara yang benar pula. Orang yang
dinilai maupun pengambil keputusan akan mengetahui siapa di rinya dalam aspek yang dinilai, di
mana posisi lembaganya saat dinilai dan ke mana arah yang hendak ditempuhnya. Asesmen
bersifat mendidik bukan menye barluaskan kelemahan dan kesalahan orang/unit yang dinilai.

D. SUBJEK, OBJEK, DAN SASARANASESMEN PENDIDIKAN

Siapakah subjek pendidikan dan siapa pulakah yang dijadikan objek asesmen dalam pendidikan?
Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut, tidak dapat dipisah kan dari konsep asesmen dalam
pendidikan yang telah dibicarakan sebelum ini. Se cara umum, objek asesmen dalam pendidikan
adalah semua komponen pendidikan, seperti peserta didik, kurikulum/program, sarana,
prasarana, media dan alat pendi dikan, proses pendidikan, lingkungan belajar, proses dan hasil
belajar serta dampak pendidikan. Adapun assessor adalah individu yang berhak dan mampu,
serta dapat berfungsi sebagai penilai yang baik dan benar pada setiap komponen pendidikan yang
dibebankan kepadanya. Khusus asesmen dan evaluasi hasil belajar peserta didik, pendidik
merupakan pelaksana pendidikan dan pengelola kelas, baik sebagai penggerak dan pendorong,
pemandu dan pemacu semangat peserta didik, sehingga pendidiklah yang menjadi subjek penilai
atau asessor. Mereka yang setiap saat berhadapan, berhubungan kon tinu dengan peserta didik;
dan yang banyak mengetahui tentang keadaan peserta di dik dengan segala latar belakangnya.
Karena itu wajar, jika pendidik adalah penilai proses dan hasil belajar. Namun perlu dipahami,
bahwa penilai itu sebenarnya adalah individu atau kelompok yang mampu menyediakan
informasi valid dan reliabel sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, asesmen
proses dan hasil belajar dapat pula dilakukan oleh orang lain (assessor independent), asal mereka
melakukan nya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Objek dan sasaran asesmen pendidikan dan/atau pembelajaran juga bervariasi dengan ruang
lingkup yang berlainan, sesuai dengan tujuan kegiatan. Dalam asesmen dan evaluasi proses dan
hasil belajar, yang dijadikan objek dan sasaran adalah peserta didik dengan segala aspeknya;
sementara dalam proses pendidikan adalah pendidik yang membelajarkan. Dalam asesmem
kurikulum, objek dan sasarannya adalah ri salah kurikulum untuk analisis refleksi ketepatan dan
kesesuaian visi, misi, tujuan, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi, strategi, alat dan
media, alokasi waktu serta teknik penilaian/asesmen. Selanjutnya yang dinilai adalah tentang
keterlaksa naan kurikulum tersebut di sekolah. Apabila asessmen pendidikan diarahkan pada
program pendidikan luar sekolah, maka objek dan sasaran asesmen adalah komponen/unsur yang
terlibat dalam pro gram tersebut.Umpama: asesmen program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Da lam hal ini, yang menjadi objek dan sasaran asesmen, adalah: 1. program, 2. peserta
didik/Warga belajar, 3. pamong belajar, 4. pelaksanaan program, 5. fasilitas belajar, 6.
lingkungan belajar, 7. faktor penunjang dan penghambat, 8. administrasi program, dan 9. dampak
program.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada tiap komponen, perlu diperinci lagi sesuai dengan
rencana program yang telah disetujui sebelumnya.

BAB 2
ASESMEN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS PERBAIKAN MUTU
BERKELANJUTAN

A. PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU SISTEM


Pendidikan merupakan suatu sistem, sedangkan pembelajaran merupakan salah satu bentuk dari
kegiatan pendidikan. Sebagai suatu sistem, pendidikan adalah suatu kegiatan yang berkelanjutan,
dan melibatkan banyak komponen, antara lain: (a) pe serta didik (raw input); (b) input instrumen
(instrumenal input, seperti pendidik, tu juan, bahan/program/kurikulum, metode, prasarana dan
saranal (c) input lingkung an (environmental input) seperti situasi dan kondisi lingkungan
pendidikan; keadaan sosial, budaya, ekonomi, dan keamanan; (d) pelaksanaan pendidikan
(process); dan (e) lulusan (product). Mutu lulusan banyak ditentukan oleh ketersediaan (kualitas
dan kuantitas) komponen pendidikan serta keberfungsian yang berarti masing-ma sing komponen
sesuai dengan perannya dalam pelaksanaan pendidikan sebagai suatu sistem. Kualitas
pelaksanaan pendidikan banyak pula ditentukan oleh peserta didik, pendidik (seperti: Dosen,
Guru, instruktur, pamong belajar, widyaiswara, dan tu tor), kurikulum/materi pelajaran, fasilitas,
alat dan media, sarana dan prasarana serta lingkungan pembelajaran.
Pendidikan yang bermutu tidak dapat dipisahkan dari semua komponen sistem pendidikan.
Apabila semua komponen pendidikan berfungsi secara optimal menurut fungsinya masing-
masing, berinteraksi dan bersinergis secara positif dalam mencapai tujuan, maka akan “terlahir”
lulusan yang berkembang secara optimal sesuai dengan hakikat dan martabat kediriannya.
Sebaliknya kualitas lulusan akan tercederai, apabi la komponen sistem pendidikan tidak optimal
dan jauh dari fungsi yang seharusnya.

Asesmen peserta didik perlu dilakukan sejak dini untuk mengetahui keadaan fisik, kemampuan,
bakat, minat, motivasi, kebiasaan, kepribadian, dan karakteristik psikologis lainnya. Pemahaman
akan karakteristik fisik dan psikologis tersebut me nyebabkan pendidik mengetahui kekuatan dan
kelemahan peserta didiknya, sehingga akan membantu pendidik dalam menyesuaikan rancangan
pendidikan dengan kondi si peserta didik yang sesungguhnya, sekurang-kurangnya
meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi. Asesmen terhadap pendidik akan menyediakan
informasi keadaan, bakat, ke mampuan, pengalaman, kepribadian, sifat, dan sikap serta kondisi
psikologis lainnya, sehingga memungkinkan pendidik menata pendidikan sesuai dengan keadaan
peser ta didik dan pendidik dalam lingkungan yang terus brubah dengan cepat. Di samping itu,
pendidik akan menyadari keterbatasannya dan membuka diri untuk pengembang an karier
selanjutnya. Asesmen sarana dan prasarana akan menyediakan informasi penunjang dalam
kegiatan pendidikan. Betapa pun peserta didik dan pendidik sudah siap, namun prasa rana dan
sarana yang terbatas menyebabkan rancangan instruksional yang lengkap tidak “membumi” di
sekolahnya; hanya akan tinggal di atas kertas, namun tidak layak (feasable) dilaksanakan pada
sekolah tersebut. Penyesuaian dengan prasarana dan sarana yang ada perlu dilakukan, namun
jangan lupa membuat rencana pengadaan dan perbaikan prasarana dan sarana pendidikan untuk
kegiatan berikutnya. Demiki an juga untuk asesmen kurikulum/silabus/rencana pelaksanaan
pembelajaran, mau pun lingkungan pendidikan. Informasi tentang setiap komponen tersebut akan
sangat berguna dalam membantu menyiapkan kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran.
Asesmen proses pendidikan akan menyediakan informasi tentang ketepatan dan keakuratan
proses pendidikan yang dilakukan, mulai dari prapembelajaran, kegiatan pembukaan, kegiatan
pokok dan diakhiri dengan menutup kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan itu, akan diketahui
pula kekurangan dan kelemahan yang perlu di sempurnakan untuk proses pembelajaran
berikutnya. Tidak kalah pentingnya adalah asesmen proses, asesmen belajar serta outcomes
pendidikan. Makin baik dan ber fungsi komponen-komponen pendidikan, maka akan semakin
baik pula mutu pro ses belajar dan pembelajaran. Pola yang sama dapat dilanjutkan terhadap
komponen pendidikan yang lain.

B. EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU PENDIDIKAN Pengendalian mutu pendidikan


sangat berkaitan erat dengan sistem. Apabila sistem dengan semua komponen yang menyertainya
masih mengutamakan dan me nekankan pada perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan,
dan kurang ber orientasi pada peningkatan mutu, maka tindakan dalam perencanaan dan
kebijakan yang diambil dalam pelaksanaan pendidikan jauh dari peningkatan mutu pendidikan
secara berkelanjutan. Oleh karena itu, langkah awal untuk pengendalian dan penja minan mutu
pendidikan dan pembelajaran yaitu membentuk sistem yang betul-betul peduli pada mutu; mutu
adalah yang pertama dan utama serta melaksanakan per baikan dan peningkatan mutu secara
berkelanjutan; dielaborasi dalam rencana dan tindakan pendidikan secara sungguh-sungguh,
tepat dan akurat.
Apabila sistem peduli dan komit terhadap pendidikan yang berkualitas, maka aspek-aspek tiap
komponen yang menyertai proses pendidikan akan tersedia dan/ atau diupayakan secara
bertahap, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal itu, secara bertahap, memungkinkan
pula proses pendidikan akan berkualitas pada waktu yang telah direncanakan. Produk akan
berkualitas kalau sistem dan prosesnya berkualitas. Namun apabila ada salah satu aspek yang
kurang berfungsi sesuai de ngan fungsi yang seharusnya, maka terganggulah sasaran yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, peningkatan dan pengendalian mutu pendidikan perlu ditopang oleh
asas-asas sebagai berikut: 1. Komitmen. 2. Digerakkan dari dalam. 3. Tanggung jawab. 4.
Kepatuhan pada rencana. 5. Monitoring, asesmen dan evaluasi secara berkelanjutan. 6.
Peningkatan mutu berkelanjutan.

BAB 3
SYARAT-SYARAT INSTRUMEN YANG BAIK
Asesmen pendidikan akan membawa makna yang berarti dalam menyediakan in formasi yang
tepat dan akurat bagi pengambil kebijakan, apabila instrumen yang di gunakan memenuhi
kriteria sebagai instrumen yang baik dan benar; diadministrasikan secara baik dan diolah secara
objektif berdasarkan kriteria yang tepat dan seharusnya. Instrumen yang baik hendaklah
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:
1. Valid
Suatu instrumen dikatakan valid atau mempunyai validitas yang tinggi apabila alat itu betul-betul
mampu mengukur dan menilai apa yang ingin diukur dan/atau dinilai. Oleh karena itu, validitas
suatu instrumen merujuk kepada ketepatan suatu instrumen menilai apa yang ingin dinilai.
Ketepatan dan kebermaknaan itu disimpul kan berdasarkan bukti-bukti skor instrumen tiap
individu peserta ujian atau subjek yang dinilai. Suatu instrumen valid untuk suatu objek asesmen
dan tidak valid untuk objek asesmen yang lain, karena setiap instrumen dirancang untuk tujuan
tertentu, sehingga kisi-kisi disusun berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2. Reliabel
Suatu instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Namun perlu dicermati de ngan baik
pernyataan berikut: Sesuatu yang valid/sahih adalah reliabel, tetapi suatu instrumen yang reliabel
belum tentu valid. Reliabilitas suatu instrumen menunjuk ke pada ketetapan, konsistensi, atau
stabilitas instrumen/suatu pengukuran yang dilaku kan.

3. Objektif
Objektif suatu instrumen atau alat ukur menunjuk kepada kesamaan skor atau diagnosis yang
diperoleh dari data yang sama apabila dilakukan oleh penskor/penilai dengan kualitas yang sama.
Dengan kata lain penskor hendaklah menilai/menskor apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh
subjektivitas penskor atau faktor-faktor lainnya di luar data yang tersedia.

4. Praktis dan Mudah Dilaksanakan


Suatu alat ukur atau instrumen dikatakan praktis apabila biaya alat ukur itu mudah dan murah.
Mudah dapat diartikan dalam konteks pengadministrasian, pensko ran dan penginterpretasian.
Alat yang disusun mudah diadministrasikan, mudah di skor, dan mudah diinterpretasikan. Mudah
diadministrasikan berarti para pelaksana instrumen (instrumenter) dapat melaksanakan instrumen
itu dengan baik dan para peserta ujian (testee) dengan mudah dapat memahaminya; tidak rumit
bentuknya, dan sederhana bahasanya. Adapun murah merujuk kepada biaya atau beban pelaksa
na dan peserta ujian tersebut. Ini berarti, beban biaya peserta yang mengikuti ujian tidak terlalu
tinggi dan dapat dilaksanakan dalam periode-periode tertentu.
5. Norma
Dalam hal ini, norma dapat diartikan sebagai patokan, kriteria atau ukuran yang digunakan untuk
menentukan standar minimal batas kelulusan peserta ujian. Umpama: Untuk menilai tingkat
pencapaian peserta didik atau dinyatakan lulus dalam satu mata pelajaran, ditetapkan norma yang
akan digunakan sebagai pegangan/acuan. Norma itu mungkin norma kelas/relatif atau norma
acuan mutlak; tergantung pada tujuan evaluasi.
BAB 4
INSTRUMEN ASESMEN
Seperti telah dikemukakan dalam bab terdahulu, asesmen dalam pendidikan bu kanlah semata-
mata asesmen proses dan hasil belajar, melainkan mencakup aspek yang lebih luas yaitu
input/komponen, proses, produk, dan program pendidikan. Un tuk dapat menilai aspek-aspek
tersebut dengan komponen-komponen yang menyer tainya, maka instrumen asesmen dalam
pendidikan yang digunakan harus terkait dengan aspek yang dinilai dan tujuan masing-masing
aspek tersebut. Secara garis besar, instrumen asesmen dalam pendidikan dapat dikategorikan
dalam dua kelompok, sebagai berikut:
1. Tes a. Tes standar (Standardized test) b. Tes susunan pendidik (Teacher/locally made test)
2. Inventori/Nontes Instrumen asesmen dalam bentuk tes maupun dalam bentuk nontes
mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan jenis yang digunakan. Akan tetapi, keduanya sa
ling membantu dalam menyediakan informasi untuk mengungkapkan, menjelaskan maupun
menerangkan tentang suatu kejadian dan kegiatan pendidikan.

Perbedaan yang mendasar antara tes dan nontes, terletak pada jawaban yang diberikan. Dalam
suatu tes hanya ada kemungkinan; Benar atau Salah. Apabila seseorang yang diuji (examinee)
tidak menjawab sesuai dengan kuncinya, maka ia akan salah. Adapun untuk nontes, tidak ada
jawaban benar atau salah. Semuanya tergantung pada keadaan seseorang. Pada bagian ini akan
diuraikan beberapa jenis instrumen yang berlaku umum, sedangkan jenis-jenis instrumen yang
terkait dengan pendekatan baru dalam menilai proses dan hasil belajar, akan dibicarakan pada
saat membicarakan bagian itu.

BAB 5
ASESMEN DAN EVALUASI KURIKULUM
Merosotnya mutu pendidikan sebagaimana yang dirisaukan semua warga ma syarakat
yang peduli terhadap pendidikan yang berkualitas, berwawasan global dan berlatar
budaya bangsa Indonesia, tidak dapat dipisahkan dari ketidakberfungsian se cara berarti;
dan bermakna semua komponen-komponen pendidikan, serta kebijakan pendidikan yang
tidak sepenuhnya berorientasi mutu sebagai pilar pijakan pertama, sehingga, terjadilah
kekurangan, kesalahan dan kemacetan dalam pelaksanaan pen didikan. Padahal,
pendidikan merupakan suatu investment jangka panjang. Sumber daya terdidik (kepala
yang terisi dengan pengetahuan, pemahaman, wawasan dan berbagai kemampuan; tangan
terampil melakukan; sehat jasmani dan rohani serta hati yang berisi dengan iman dan
berhati nurani) baru akan berarti dan berdampak positif pada lingkungannya, pada saat
yang bersangkutan “menularkan” keberadaan nya secara bermakna dan positif dalam
masyarakat yang damai dan sejahtera. Pada 2003, Human Development Index Indonesia
berada pada urutan 112 dari 175 negara, sedangkan 2012 berada pada urutan 124 dari 187
negara. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari semua komponen yang terkait dengan proses
pendidikan. Pe serta didik, bukan hanya sebagai bahan baku seperti semen dan kayu
dalam memba ngun rumah; melainkan manusia yang sedang tumbuh dan berkembang,
sehingga ke bermaknaannya dalam proses pendidikan banyak ditentukan oleh dirinya.
Sementara pendidik berfungsi sebagai pembimbing, manajer, motivator, dan fasilitator
dalam membantu peserta didik agar berkembang optimal sesuai dengan kediriannya.
Walau pun demikian, keberadaan dan keberfungsian serta komitmen pendidik dalam
tugas pengabdiannya, sangat menentukan.

Oleh karena itu, adalah mustahil menuntut pengabdian yang optimal kepada pendidik dan
tenaga kependidikan lainnya, kalau sebagian waktu mereka harus di gunakan untuk
mencari tambahan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup minimal dan essesial
bagi keluarganya. Komitmen pendidik akan bertambah turun jika tidak tersedia fasilitas
pendidikan yang memadai, serta lingkungan internal dan eksternal yang tidak menunjang
kegiatan pendidikan yang berkualitas di wilayahnya. Maka, walau peningkatan mutu
pendidikan/lulusan secara berkelanjutan, merupakan dambaan orangtua, pendidik/guru,
masyarakat belajar, serta semua stake holders dalam masyarakat yang cinta pada
pendidikan berkualitas; namun tidak dapat dipungkiri, ada faktor internal dan eksternal
dalam lingkungan sekolah, masyarakat dan orangtua, yang juga ikut pula
“menelantarkan” harapan tersebut. Oleh karena itu, kurikulum sekolah harus sesuai
dengan visi, misi, dan tujuan sekolah, baik dalam tataran konsep pengembangan, antomi
kurikulum; scope dan sequence, maupun im plementasi dan keterlaksanaan kurikulum,
serta dampak kurikulum.

BAB 6
ASESMEN DAN EVALUASI PROGRAM
Pembangunan bangsa dan negara mencakup semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara,
seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertanian, kesehatan, hukum, pendidikan,
olahraga, dan keamanan. Pola pembangunan setiap bidang se lalu berorientasi pada tujuan
pembangunan nasional yang telah dirumuskan, sesuai dengan kebijakan dan amanah filsafah
negara: Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan pendidikan merupakan salah
satu bidang yang memegang pe ranan sentral untuk masa datang. Dalam uraian selanjutnya,
asesmen dan evaluasi program hanya diarahkan pada evaluasi program pendidikan; di luar
evaluasi kuriku lum yang telah dibicarakan sebelum ini. Pendidikan merupakan salah satu
layanan kemanusiaan (human services), baik yang dilaksanakan di sekolah (formal education), di
luar sekolah (non formal edu cation) maupun di dalam keluarga (informal education). Kalau di
sekolah, telah ada kurikulum sesuai dengan tingkatannya, sedangkan untuk pendidikan
nonformal, disediakan program atau paket sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam tataran
“pendidikan untuk semua” (education for all) dan pendidikan seumur hidup. Umpa ma Paket A,
Paket B, dan Paket C.
Peningkatan dan pengembangan staf akademik dan staf administratif pada lem baga pendidikan
formal, telah dilakukan dengan mengikutsertakan staf pengajar da lam pendidikan lanjutan, atau
mengikuti pendidikan tambahan melalui magang, se minar, penataran, dan latihan. Umpama:
Program Pengembangan staf melalui proyek DUE-Like, SP4, TPSDP, I-MHERE, Program
Peningkatan Mutu Pendidik melalui Penataran Kurikulum Berbasis Kompetensi, Program
Pelatihan Penulisan Buku Ajar atau Latihan Penggunan Media Elektronik dalam Pendidikan, dan
lain-lain. Program yang disediakan bertumpu pada asesmen dan evaluasi diri lembaga atau
analisis kebutuhan peserta. Dalam dokumen tertulis rancangan program, telah disediakan rambu-
rambu evaluasi program, tetapi sangat terbatas untuk jenis evaluasi yang lain. Oleh karena itu,
perlu dilakukan asesmen dan evaluasi program yang menyeluruh, valid dan reliabel dalam
menyediakan informasi dan sekaligus menjadi pilar pengen dali mutu program pendidikan.

BAB 7
ASESMEN PEMBELAJARAN
Pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang bernuansa ilmu dan seni dalam proses pendidikan,
sehingga tercipta dan terakomodir suatu upaya sistematis dan terorganisir dalam membelajarkan
peserta didik yang dinamis dan interaktif, hidup, menantang, dan menyenangkan serta bermakna
bagi pertumbuhan dan perkem bangan peserta didik dan masa depannya. Proses pembelajaran
merupakan suatu orkestra pembelajaran; suatu perpaduan seni pembelajaran dan ilmu
pembelajaran. Kekurangtepatan dalam melaksanakan proses pendidikan akan membawa dampak
terganggunya pencapaian tujuan yang sesungguhnya. Apabila pendidik melaksanakan tugasnya
asal jadi saja, atau memanfaatkan pendekatan tradisional yang tidak mam pu membelajarkan
peserta didik, kelas akan menjadi gersang dan proses pendidikan tidak akan terlaksana
sebagaimana mestinya; tidak sesuai dengan rencana program pendidikan yang telah dirumuskan
dengan baik dan benar. Oleh karena itu, asesmen dan evaluasi proses pembelajaran perlu
dilakukan untuk mendapatkan informasi da lam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran dan
belajar, dengan memperhatikan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun
sebelumnya. Dengan kata lain, apa yang seharusnya dilakukan dalam proses pembelajaran,
sebenarnya, secara garis besar telah dituangkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Apa
yang diama ti dan dievaluasi sebenarnya adalah apa yang dilakukannya dalam kegiatan pembe
lajaran dalam kaitannya dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Ini bukan pula berarti
improvisasi dalam pelaksanaan kegiatan tidak ada. Apa yang tertera dalam rancana pelaksanaan
pembelajaran hanya pokok pikiran atau skenario pembelajar an, sedangkan penjabaran secara
mendetail hanya ada dalam implementasi rencana pelaksanaan pembelajaran yang
sesungguhnya.

Teknik yang digunakan adalah observasi, sedangkan instrumen yang dipakai ada lah daftar check
sesuai dengan langkah pembelajaran yang baik dan benar atau model belajar lain yang dipilih
oleh guru/pendidik. Di samping itu, dapat juga digunakan angket atau jenis alat lain yang sesuai
dengan tujuan asesmen. Jangan tempatkan instrumen pada posisi yang kaku, karena
implementasi proses pembelajaran akan ber hasil kalau guru/pendidik memosisikan proses
pembelajaran sebagai seni dan ilmu.
Sehingga dalam hal ini, situasi yang kondusif, dinamis, hidup, gembira, menggairah kan dan
menyenangkan sangat diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran. Seba liknya jangan pula
terjadi, karena lengah dan kurang cerdas menyikapi lingkungan belajar, benang merah rambu-
rambu yang telah disusun dalam rencana pembelajaran diabaikan sama sekali.

Sehingga dalam hal ini, situasi yang kondusif, dinamis, hidup, gembira, menggairah kan dan
menyenangkan sangat diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran. Seba liknya jangan pula
terjadi, karena lengah dan kurang cerdas menyikapi lingkungan belajar, benang merah rambu-
rambu yang telah disusun dalam rencana pembelajaran diabaikan sama sekali.
BAB 8
ASESMEN KELAS (CLASSROOMASSESSMENT)

Rendahnya hasil belajar peserta didik memang tidak dapat dipisahkan dari keber fungsian,
kebermaknaan, kecukupan, kekuatan maupun kelemahan komponen-kom ponen yang terlibat
dalam kegiatan pembelajaran. Jumlah guru yang cukup, secara kuantitas dan kualitas tidak dapat
menjamin peningkatan mutu belajar menjadi baik kalau peserta didik tidak belajar dan
membelajarkan diri secara baik. Demikian juga dengan dampak dari sarana dan prasarana,
lingkungan belajar dan proses pembela jaran. Informasi keberfungsian semua komponen
pembelajaran dalam kegiatan pem belajaran dapat diungkapkan dengan baik apabila
guru/pendidik melakukan asesmen sejak awal proses pembelajaran sampai akhir (selama satu
semester atau triwulan). Berdasarkan data tersebut para guru menyusun perbaikan Rencana
Pelaksanaan Pem belajaran dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
standar isi maupun standar proses yang telah ditetapkan.

A. PENGERTIAN ASESMEN KELAS (CLASSROOMASSESSMENT) Para guru perlu


memosisikan secara benar, bahwa dalam membelajarkan peserta didik, pada hakikatnya fungsi
guru yaitu membimbing, memfasilitasi, memotivasi, mengajak, menilai, dan memberi semangat
peserta didik dalam belajar. Di samping itu, guru juga berfungsi menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif; membina dan membangun sikap, kepribadian dan nilai-nilai (values) peserta
didik; sehingga berkembang optimal menjadi insan-insan intelektual dan/atau profesional serta
ber kepribadian matang. Guru harus siap “membelajarkan” peserta didik (bukan hanya
menyampaikan pengetahuan maupun kebudayaan) sehingga ia belajar dan ingin terus belajar.
Semuanya itu dikembangkan dalam suasana belajar di sekolah, khusunya da lam proses
pembelajaran di kelas.

Dalam konteks tersebut asesmen/penilaian kelas (classroom assessment) diper lukan. Jangan
biarkan pembelajaran tanpa makna yang sesungguhnya terhadap pe serta didik. Ujian sumatif
yang diujikan pada akhir semester, akhir tahun maupun tengah semester, lebih diarahkan untuk
pemberian angka/skor atau kenaikan kelas, bukan untuk perbaikan proses pembelajaran yang
dilakukan pendidik; bukan untuk menggali mengapa peserta didik tidak mengerti dan tidak
mampu melakukan sesuai yang telah diberikannya. Asesmen kelas akan sangat membantu
pendidik dan peserta didik, karena pada waktu tertentu, pendidik bertanya kepada peserta didik
tentang sesuatu yang belum dipahami atau diragukan berkaitan dengan sesuatu yang telah di
sampaikannya. Atau, peserta didik diberi peluang untuk memberikan refleksi tentang bahasa
yang digunakan pendidik dan kecepatannya dalam berbicara. Atau mungkin juga, peserta didik
diminta membuat ringkasan tentang materi yang sudah diberikan kepadanya dalam satu kalimat
pendek.

Dalam konteks tersebut asesmen/penilaian kelas (classroom assessment) diper lukan. Jangan
biarkan pembelajaran tanpa makna yang sesungguhnya terhadap pe serta didik. Ujian sumatif
yang diujikan pada akhir semester, akhir tahun maupun tengah semester, lebih diarahkan untuk
pemberian angka/skor atau kenaikan kelas, bukan untuk perbaikan proses pembelajaran yang
dilakukan pendidik; bukan untuk menggali mengapa peserta didik tidak mengerti dan tidak
mampu melakukan sesuai yang telah diberikannya. Asesmen kelas akan sangat membantu
pendidik dan peserta didik, karena pada waktu tertentu, pendidik bertanya kepada peserta didik
tentang sesuatu yang belum dipahami atau diragukan berkaitan dengan sesuatu yang telah di
sampaikannya. Atau, peserta didik diberi peluang untuk memberikan refleksi tentang bahasa
yang digunakan pendidik dan kecepatannya dalam berbicara. Atau mungkin juga, peserta didik
diminta membuat ringkasan tentang materi yang sudah diberikan kepadanya dalam satu kalimat
pendek.

Asesmen kelas adalah cara sederhana yang dapat digunakan pendidik untuk mengumpulkan
balikan (feedback) lebih awal dan seringkali; tentang bagaimana se baiknya peserta didik belajar
mengenai hal-hal yang telah dibelajarkan. Asesmen ke las merupakan suatu pendekatan yang
dirancang untuk menolong pendidik dalam memahami, apakah peserta didik belajar selama
proses pembelajaran berlangsung, dan bagaimana sebaiknya mereka mempelajarinya. Dengan
demikian dapat juga dikatakan bahwa asesmen kelas dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
peserta didik belajar. Dan tindakan tersebut dilaksanakan dalam usaha untuk memperbaiki
pendidikan yang dilakukan pendidik; bukan untuk memberi angka.

E. LANGKAH-LANGKAH PENGIMPLEMENTASIAN ASESMEN KELAS


Asesmen kelas bukan sesuatu yang baru, karena pendidik profesional selalu ber upaya
mengetahui apakah peserta didik tahu, mengerti, mampu mengaplikasikan, mampu menganalisa
dan menyintesis, berpikir kritis, mampu menilai, dan kreatif. Di samping itu, apakah peserta
didik memiliki sikap, kepribadian, tingkah laku dan nilai nilai terpuji. Namun tidak dapat
disangkal, karena jam tayang yang padat, dewasa ini, masih ada pendidik yang kurang
pengalaman dan pendidikan yang bermakna; dan menganut konsep: “pembelajaran adalah
menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik.” Paham tidak paham; mengerti tidak
mengerti, bukanlah urusannya. Mereka seakan-akan melupakan konsep bahwa pembelajaran
yang sesungguhnya adalah suatu aktivitas mengorganisir lingkungan dan menghubungkannya
dengan anak (peserta didik), sehingga terjadi proses belajar. Seandainya anak belum belajar, atau
tidak mau belajar, maka pada prinsipnya proses pembelajaran yang sesungguhnya, belum terjadi.
Bagi pendidik yang baru memulai mencoba asesmen kelas sebagai bagian dari proses
pembelajaran, bebarapa langkah yang disarankan dalam pengimplementasian asesmen kelas
sebagai berikut:

1. Perencanaan a. Pilih satu (dan hanya satu) kelas yang akan mencoba asesmen kelas. b.
Gunakan materi pelajaran di mana guru/pendidik familiar dan paling baik dalam materi itu. c.
Tetapkan tujuan pembelajaran yang akan dinilai. d. Pilih teknik yang tepat. e. Tentukan tanggal
dan waktu kapan akan memulai asesmen kelas itu. 2. Pelaksanaan a. Jelaskan dan informasikan
dulu kepada peserta didik, apa tujuan dan apa yang akan dikerjakan. b. Aplikasikan teknik dan
ceriterakan kepada peserta didik, mengapa guru/pen didik menanyakan kepada mereka tentang
sesuatu informasi. c. Yakinkan peserta didik bahwa informasi itu dimaksudkan untuk
memperbaiki, bukan untuk menentukan nilai/angka. d. Berikan arah yang jelas, berikan asesmen
dan kumpulkan respons. e. Baca melalui respons peserta didik dan kerjakan analisis data sendiri.
3. Pemberian respons a. Berikan respons berdasarkan data analisis: terfokus, terarah dan
komprehen sif dengan cara persuasif, bukan memberi malu kepada peserta didik. b. Tutup
pemberian balikan, dengan mengizinkan peserta didik mengetahui apa yang guru/pendidik
pelajari dengan adanya asesmen kelas dan apa perbe daannya apabila informasi itu tidak diambil.

E. TEKNIK-TEKNIK YANG DAPAT DIGUNAKAN DALAM ASESMEN KELAS


Pemilihan teknik yang tepat dalam asesmen kelas sangat terkait dengan mata pelajaran yang
diajarkan, tujuan yang telah dirumuskan, kemampuan guru/pendidik dalam membelajarkan dan
memberi respons, serta karakteristik peserta didik. Secara umum, bentuk asesmen kelas dapat
dikategorikan ke dalam beberapa bentuk: 1. Memilih respons yang disediakan (Selected
Responsse). 2. Menyusun respons sendiri (Constructed Responsse). 3. Merespons dalam bentuk
unjuk kerja atau kerja (Performance responsse). 4. Interaksi dalam kelas (Classroom interaction).
5. Sikap (Attitude).

BAB 9
ASESMEN HASIL BELAJAR DENGAN PENDEKATAN TRADISIONAL

Hasil belajar merupakan wujud pencapaian peserta didik; sekaligus merupakan lambang
keberhasilan pendidik dalam membelajarkan peserta didik. Tes hasil belajar
(Achievement test), kadang-kadang disebut juga tes prestasi belajar, merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan pendidik di sekolah atau pendidik di lembaga pendi dikan
tinggi, untuk memahami tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajar. Tes ini dapat
disusun dalam berbagai bentuk, tetapi pilihlah bentuk yang tepat dan sesuai dengan
tujuan kegiatan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, tes hasil belajar
mungkin saja mengukur kecepatan lari, kemampuan mengingat, pemahaman,
mengaplikasikan sesuatu, menilai, menciptakan sesuatu atau melahirkan pikiran se cara
tertulis. Seorang pendidik/guru, mungkin menggunakan tes objektif yang telah
distandardisasikan untuk mengukur belajar peserta didiknya, sedangkan pendidik yang
lain menggunakan tes unjuk kerja. Di samping itu, perlu diingat bahwa asesmen dan
evaluasi belajar merupakan evaluasi produk; bukan asesmen proses pendidikan. Sehingga
kurang tepat untuk mengatakan, bahwa skor rendah yang didapat peserta didik,
disebabkan oleh proses pendidikan yang keliru atau akibat input instrumen yang kurang
baik; kurang banyak, dan kurang berkualitas. Hal tersebut disebabkan belajar dipengaruhi
oleh berbagai komponen pendidikan sebagai suatu sistem.

Di samping itu, pendidik perlu memperhatikan bahwa produk, tugas/unjuk kerja yang
disampaikan, belum tentu karya peserta didik yang bersangkutan. Untuk itu, pendidik
harus melakukan asesmen proses dan hasil belajar peserta didik dengan benar. Sekaitan
dengan itu, jangan muncul pemberian label yang negatif pada peserta didik. Keraguan
diperlukan dalam rangka mencari kebenaran yang sesungguhnya, tetapi pemberian label
yang negatif sangat tidak dianjurkan, karena akan merusak citra diri peserta didik.

BAB 10
ASESMEN HASIL BELAJAR BERBASIS KOMPETENSI
Asesmen belajar berbasis kompetensi adalah asesmen belajar yang dirancang berdasarkan
kompetensi/sub kompetensi yang dirumuskan dalam tujuan program pendidikan.
Kekurangtepatan dalam perumusan kompetensi akan membawa dampak negatif pada
penyusunan kisi-kisi dan pemilihan tipe instrumen asesmen serta pe rakitan butir-butir
soal. Tidak kalah pentingnya adalah penentuan patokan sebagai acuan menentukan lulus
tidaknya seseorang. Acuan lulus ditetapkan sebelum kegia tan pendidikan dilaksanakan,
sebagai wujud kompetensi.

A. PENGERTIAN KOMPETENSI
Belajar merupakan simbol atau lambang pencapaian seseorang dalam belajar. Karena itu
tujuan pendidikan hendaknya berorientansi dan fokus pada peserta didik, bersifat
mengurai belajar, dan mencakup aspek-aspek tertentu, seperti kognitif, afek tif, dan
psikomotor. Evaluasi belajar berdasarkan kompetensi sebenarnya sudah lama tumbuh,
walaupun dalam wujud yang berbeda. Pada 1970-an muncul istilah “mastery learning”
(belajar tuntas), Competency-Based Teacher Education (Pendidikan Pendi dik Berbasis
Kompetensi = PGBK/CBTE) Dalam pola pendidikan“Mastery learning” seseorang
dinyatakan lulus kalau ia menguasai 8% dari bahan/materi ujian. Kompetesi merupakan
perpaduan skill, tingkah laku dan pengetahuan serta nilai nilai dasar yang dapat
didemontrasikan atau direfleksikan dalam kebiasaan dan ke mampuan berpikir dan
bertindak peserta didik sebagai yang dicapai melalui kegiatan mengajar yang bermakna
dan penuh arti.
Oleh karena itu, kompetensi dapat berupa:
a. Cognitive competencies
b. Affective competencies
c. Performance competencies
d. Consequence competencies (dampak atau gabungan a, b dan c)
Atau dapat juga berupa:
a. akademik
b. Pengusaan keterampilan
c. Pemilikan sikap dan kecendrungan bertindak
d. Peragaan unjuk kerja

Dengan demikian kompetensi merupakan kombinasi akademik, keterampilan, nilai, sikap


dan kecendrungan bertindak, maupun perilaku, yang ditampilkan peserta didik. itu dapat
muncul pada kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kom petensi lain. Oleh
karena itu, evaluasi belajar berdasarkan kompetensi dapat diru muskan sebagai usaha
sistematis dalam menetapkan tingkat pencapaian kemajuan dan/atau performa/unjuk kerja
seseorang dalam belajar, berdasarkan pengukuran dan teknik-teknik lain, dengan merujuk
pada kompetensi dan indikator tagihan atau indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan
dalam tujuan pendidikan serta sesuai dengan aturan yang berlaku. Seseorang peserta
didik akan dinyatakan lulus kalau ia telah dianggap berwewenang dan kompeten dalam
bidang yang dinilai, berdasarkan patokan yang telah dirumuskan.

Dalam hal ini buku ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu:
a. Dapat mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam suatu program
b. Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan evaluasi program
khususnya dalam program pembelajaran agar selalu dapat diperbaharui.
c. Dapat dijadikan masukkan dalam menentukan program selanjutnya baik yang sedang
dilaksanakan ataupun yang sudah dilakukan.

Selain manfaat dan kelebihan dari buku diatas juga dapat dijadikan sebagai gambaran
dari program evaluasi pendidikan yang dapat dijadikan sebagai rujukan para pendidik
untuk dapat membuat evaluasi program pendidikan disekolah.karena secara teoritis buku
ini sangat lemgkap dan jelas dalam setiap uraianya.

Kekurangan dari buku ini yang perlu untuk diperbaiki yaitu :


a. Dalam buku ini banyak di uraikan tentang program evaluasi program yang berkaitan
dengan program pembelajaran, padahal buku ini berjudul tentang evaluasi program
pendidikan memang akan sangat tanpak bahwa implementasi dari sebuah pendidikan
adalah pembelajarannya namun ada yang perlu ditambahkan yaitu ditambahkan dan
diuraikan beberapa program tentang ruang lingkup program program pendidikan.hal
ini mengingat bahwa dalam program pendidikan bukan hanya membahas tentang
pembelajaran saja melainkan tentang manajemen dan yang lainnya.
BAB 11
ASESMEN ALTERNATIF (ALTERNATIVEASSESSMENT)

Keterbatasan dan kelemahan tes (terutama tes objektif) dalam mengungkap pe mahaman,
kemampuan, dan keterampilan peserta didik yang sesungguhnya dalam proses dan hasil belajar,
memacu timbulnya upaya dan pola pikir baru untuk mencari alternatif lain. Sehingga, apa yang
diungkapkan sebagai asesmen, benar-benar meng gambarkan yang sesungguhnya. Dengan
menggunakan instrumen dalam bentuk tes objektif saja, baik pada waktu peserta didik sedang
belajar maupun dalam mengung kap hasil belajar, maka peserta didik hanya memilih suatu
respons dari daftar (list) yang disediakan. Peserta tidak menciptakan suatu respons terhadap
suatu pertanyaan, dan juga belum mencakup semua aspek/kemampuan yang seharusnya
dikuasainya. Penekanan yang ada baru pada kognitf tingkat rendah dan apa yang dijawab dengan
benar, belum tentu mereka dapat dan mampu mengaplikasikan kemampuan tersebut dalam
situasi riil yang sesungguhnya (dalam kehidupan sehari-hari).

Tes objektif memang baik, namun tidak berhenti disana. Kata “baik” harus diikuti dengan kata
“untuk”; jadi baik untuk menghimpun sebanyak mungkin informasi dari peserta didik sesuai
dengan materi yang diberikan. Lebih bersifat pemanggilan kem bali pengetahuan dan
pemahaman, serta terbatas sekali dalam menilai kemampuan mengaplikasikan, menganalisis,
mengsintesis, dan mengevaluasi. Tes objektif juga tidak mungkin digunakan untuk menilai
keterampilan maupun unjuk kerja. Kadang para pendidik sering lupa dan menyusun butir soal
dalam bentuk tes objektif pada ujian mid semester untuk satuan pelajaran yang tujuan
pembelajarannya adalah “agar peserta didik mampu melakukan...” Begitu juga dengan tes esai.
Walaupun sering pula digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyatakan
pen dapatnya, menerangkan atau menjelaskan sesuatu, namun luas cakupan yang diujik an
terbatas; dan tes esai juga tidak dapat menjawab pertanyaan: apakah peserta didik dapat dan
mampu menerapkan apa yang diujikan dalam dunia nyata?

Baik tes bentuk objektif maupun tes esai mempunyai kekuatan dan kelemahan tersendiri. Kedua
bentuk tes ini tidak dapat digunakan untuk mengungkap informasi tentang aspek-aspek tertentu
dalam waktu yang cepat dan sesering mungkin, serta tidak ditujukan supaya dapat dan mampu
melakukannya dalam situasi nyata, dan atau dalam dunia riil di lingkungannya. Oleh karena itu
dikembangkanlah Asesmen Alternatif (alternative assessment) dengan menggunakan berbagai
jenis instrumen lain, selain tes esai dan tes objektif.

Asesmen alternatif merupakan suatu tipe asesmen dalam pembelajaran dan/atau pembelajaran
dengan menggunakan berbagai teknik asesmen, di mana peserta didik menciptakan suatu respons
atau alternatif jawaban sendiri terhadap suatu pertanyaan atau tugas, atau melakukan tindakan,
perbuatan, unjuk kerja dalam dunia nyata; se dangkan pada asesmen tradisional, peserta didik
memilih suatu respons dari sejumlah (list) jawaban yang disediakan seperti betul-salah, pilihan
ganda, atau menjodohkan. Dengan kata lain, asesmen alternatif mencoba mengurangi
kelemahan-kelemahan tes tradisional dalam menilai peserta didik. Apabila peserta didik yang
dinilai diminta un tuk menggunakan, mengaplikasikan kemampuan dan keterampilannya
memecahkan masalah dalam situasi riil (as a real-life), termasuk di dalamnya musik, seni, tari,
pen didikan jasmani/olahraga, menulis paper, portofolio, percobaan/eksperimen. Oleh karena itu,
asesmen alternatif disebut juga asesmen autentik (authentic assessment). Kalau penilaian
dilakukan dengan mengamati peserta didik dalam melakukan suatu tugas (tasks), seperti
rancangan gambar, pemecahan masalah, presentasi, demonstrasi, mengoperasikan mesin, maka
asesmen alternatif disebut juga asesmen unjuk kerja (performance assessment). Asesmen
alternatif dilakukan secara berkelanjutan, sebagai bagian dari asesmen kelas untuk perbaikan
pembelajaran dan cara peserta didik dalam belajar (assessment for learning), namun dapat juga
dilakukan pada saat tertentu untuk menentukan hasil belajar (assessment of learning) yang
dilakukan pada akhir semester/caturwulan atau unit pembelajaran.

TEKNIK-TEKNIK YANG DIGUNAKAN DALAM ASESMEN ALTERNATIF: Banyak teknik


yang dapat digunakan dalam asesmen alternatif sesuai dengan bentuk proses pembelajaran yang
dipilih guru/pendidik, sehingga informasi yang di kumpulkan valid dan reliabel serta benar-benar
menggambarkan kondisi peserta didik yang sesungguhnya. Hal itu sangat dimungkinkan, karena
suatu aspek yang dinilai, akan ditinjau dan dinilai secara holistik dan berkesinambungan, sesuai
dengan target belajar, dengan menggunakan berbagai instrumen asesmen. Beberapa bentuk
pembe lajaran, di mana asesmen melekat di dalamnya (asesmen bagian integral dalam proses
pembelajaran) sebagai berikut;
1. Portofolio,
2. Rubrik (student written rubrics),
3. Jurnal siswa,
4. Buku catatan harian tentang peserta didik (student logs),
5. Penilaian diri (selfassessment),
6. Peta pikiran (mind concept) dan peta konsep (concept maps),
7. Diskusi kelompok terfokus (focuss group discussion),
8. Kerja kelompok,
9. Diskusi kelompok kecil (small group),
10. Tugas-tugas unjuk kerja (performance tasks),
11. Tugas-tugas tertulis tentang suatu kejadian (event tasks),
12. Projek peserta didik (student project),
13. Potongan-potongan benda dan/atau kertas yang ditempel pada bidang datar yang merupakan
kesatuan karya seni (collages),
14. Poster tempelan (posters sessions) karya peserta didik,
15. Interviu/wawancara,
16. Observasi,
17. Checklist,
18. Skala bertingkat (rating scales),
19. Kuesioner,
18. Catatan anekdot (anecdotal record),
19. Simulasi, demonstrasi dan pameran,
20. Penyajian lisan/presentasi kelas,
21. Video/audio taping.

BAB 12
ASESMEN AUTENTIK (AUTHENTICASSESSMENT)

Asesmen autentik pada prinsipnya adalah asesmen alternatif, namun tidak semua asesmen
alternatif adalah asesmen autentik. Dikatakan asesmen autentik jika pen didik/guru meminta
peserta didik menggunakan/mengaplikasikan keterampilan dan kemampuannya memecahkan
masalah seperti dalam situasi di kehidupan nyata/riil. A. PENGERTIAN Munculnya konsep
asesmen autentik di awal 1990-an, sebagai wujud ketidak puasan para ahli terhadap kelemahan-
kelemahan tes objektif, terutama untuk menilai kemampuan kognitif tingkat tinggi dalam
melakukan sesuatu di kehidupan yang se sungguhnya atau real word setting. Menurut John
Mueller (2008): Assessment Au thentic: A form of assessment in which students are asked to
perform real-world tasks that demontrate meaningfull application of essential knowledge and
skills. Adapun Linn dan Gronlund (1995) menyatakan bahwa: Authentic assessment is any type
of alternative assessment done in a “real world setting,” Oleh karena itu asesmen autentik juga
merupakan asesmen alternatif, apabila peserta didik melakukan, menerapkan dan/atau
melaksanakan suatu tugas dalam kehidupan nyata/riil. Tetapi, tidak berarti semua teknik asesmen
alternatif dapat digunakan dalam asesmen autentik.
BAB 13
ASESMEN UNJUK KERJA (PERFORMANCEASSESSMENT)

Tes objektif dan tes esai lebih banyak mengukur penguasaan hasil belajar da lam
domain/kawasan kognitif dan afektif; dan kadang-kadang kurang terkait dengan keterampilan
seseorang dalam melakukan sesuatu. Kendala yang demikian memba wa dampak bahwa
penguasaan hasil belajar kurang didukung oleh kemampuan dan keterampilan melaksanakan
sesuatu yang sudah dipelajari. Mereka lebih mampu ber teori, tetapi kurang terampil melakukan
teori tersebut. Sehubungan dengan itu, di dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan lebih
banyak asesmen unjuk kerja baik berupa tes unjuk kerja (performance test) untuk bidang studi
tertentu, maupun teknik-teknik inventori lainnya, sehingga guru/pendi dik dapat mengungkapkan
kemampuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki peserta didik secara menyeluruh.

A. PENGERTIAN ASESMEN UNJUK KERJA Asesmen unjuk kerja merupakan


penilaian/asesmen yang dilakukan pendidik/ guru dengan mengamati kegiatan peserta didik
dalam melakukan suatu tugas. Oleh karena itu, penilaian unjuk kerja lebih diarahkan untuk
menilai ketercapaian kompe tensi yang menuntut peserta didik melakukan suatu tugas. Tiga ciri
utama asesmen unjuk kerja sebagai berikut:
1. Peserta didik mengonstruksi/menyusun sendiri; lebih dari memilih atau meres pons.
2. Format asesmen mengikuti guru, yang mengamati tingkah laku peserta didik ten tang
kemampuan merefleksikan penguasaannya dalam dunia ril/nyata.
3. Skoring diarahkan pada pola berpikir dan belajar peserta didik yang tampak.

Oleh karen itu, asesmen unjuk kerja dapat digunakan dalam berbagai mata pe lajaran, seperti:
bahasa Indonesia, olahraga, bahasa Inggris, seni rupa, perkerjaan tangan, dan drama.

BAB 14
PENGUKURAN INTELEGENSI

Para ahli psikologi dan pendidikan, cendrung mengatakan bahwa inteligensi menentukan
keberhasilan seseorang dalam karier dan kehidupannya, termasuk di dalamnya keberhasilan
dalam belajar. Namun perlu pula digarisbawahi bahwa keber hasilan itu bukan semata-mata
ditentukan oleh inteligensi saja, melainkan juga oleh faktor-faktor psikologis yang lain. Coba
bandingkan peserta didik yang mempunyai inteligensi normal dengan peserta didik yang
berinteligensi (IQ) 70. Tidak dapat di pungkiri, peserta didik normal lebih cerdas dalam belajar
aspek kognitif daripada peserta didik yang mempunyai inteligensi (IQ) 70. Demikian juga pada
peserta didik yang sama-sama cerdas secara intelektual. Ternyata peserta didik yang matang dan
mempunyai kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi, lebih berhasil daripada peserta didik
yang kurang cerdas secara emosional atau yang kurang mampu men jalin hubungan antarpribadi
dengan orang lain. Walaupun belum dibuktikan secara empiris berapa persen pengaruh
inteligensi yang dimiliki seseorang berpengaruh ter hadap keberhasilan seseorang dalam suatu
unjuk kerja atau tindakan, namun ahli sependapat bahwa kadar inteligensi normal dan di bawah
normal menentukan tingkat keberhasilan seseorang dalam kehidupannya maupun dalam
pembelajaran yang di tempuhnya.

A. PENGERTIAN INTELIGENSI
Pada awal perkembangan ilmu psikologi, inteligensi selalu dikaitkan dengan kemampuan
berpikir dan memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Kemam puan khusus dalam bidang
tertentu, sering dikelompokkan dalam bakat khusus, dan terpisah dari inteligensi umum. Secara
konseptual, memang ada keterkaitan antara kecakapan dan kemampuan dan inteligensi serta
bakat. Kemampuan (ability) me rupakan daya pikir/nalar seseorang untuk melakukan tindakan
tertentu, baik fisik maupun mental.
Para ahli psikologi lainnya, memandang bagaimana fungsinya inteligensi itu sebagai dasar
pemikiran, kemudian baru merumuskan hakikat dan definisi dari in teligensi itu. Salah seorang
tokoh yang termasuk kelompok aliran ini ialah Binet. Ia menyatakan bahwa: “intelligence is the
tendency to take and maintain definite purpose of attain in a desired end and the power of
outocriticism.” Binet merinci lagi bahwa inteligensi itu dapat dijabarkan menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu.
b. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud mencapai tujuan itu.
c. Kemampuan autokritik.
BAB 15
ASESMEN BAKAT

Asesmen merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, proses
pembelajaran akan bermakna bagi peserta didik sebagai subjek belajar apabi la dalam setiap
petemuan kegiatan pembelajaran, pendidik memahami dan mampu mengartikulasikan tindakan
positif kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteris tik psikologis, kondisi fisik dan sosial
subjek belajar, bukan dari sisi pendidik yang membelajarkan. Perbuatan belajar tidak tercipta dan
peserta didik tidak dapat dika takan belajar, kalau hanya pendidik/guru yang berceramah,
sementara peserta didik berceramah/berkelakar pula dengan teman-temannya tanpa
mempedulikan ceramah guru di depan kelas. Jangan sekali-kali menyalahkan penggunaan
metode ceramah, karena ceramah bagus digunakan kalau tujuannya memang menyampaikan
penge tahuan, bukan pemahaman, aplikasi, analisis/sintesis, evaluasi, kreativitas, sikap dan
perilaku. Berbarengan dengan itu, guru/pendidik merupakan satu-satunya sumber belajar. Oleh
karena itu, memahami siapa peserta didik dengan segala karakteris tiknya, merupakan salah satu
upaya awal yang perlu dilakukan pendidik sebelum membelajarkan peserta didik secara baik dan
benar. Salah satu di antaranya mengenal bakat peserta didik.
Walaupun tes yang dapat mengukur “potensi dan bakat genetik” secara langsung belum ada yang
betul-betul bebas dari kebudayaan (cultural-free), namun usaha ke arah itu terus dikembangkan.
Pada umumnya, tes inteligensi ditujukan untuk meng ukur “general aptitude” (bakat umum)
sedangkan untuk menentukan bakat khusus tertentu perlu dirancang tes khusus untuk itu. Untuk
keperluan tersebut, dibutuhkan ahli yang mempunyai kewenangan (licensi) untuk itu.

A. PENGERTIAN BAKAT
Bakat (aptitude), inteligensi (intelligence), dan prestasi (achievement) merupa kan konstruk
psikologis yang tidak mudah dibedakan. Dalam pandangan tradisional, prestasi (belajar)
direfleksikan oleh efek belajar masa lampau (yang telah berlalu), se dangkan bakat dan
inteligensi direfleksikan oleh potensi individu untuk sukses. Oleh karena itu, bakat dan
inteligensi dipandang sebagai kekuatan (trait) yang ada pada individu, tidak mudah diubah oleh
pengalaman maupun pelatihan khusus. Jadi, bakat dan inteligensi merupakan indikasi dari innate
capacity (kapasitas pembawaan dari lahir). Pandangan tradisional tentang bakat dan inteligensi
ini ditolak oleh buku-buku teks pengukuran yang muncul pada dekade terakhir. (Anastasi, 1997;
Brown, 1983; Cronbach, 1990; Golstein dan Hersen, 2000). Semua memandang, bahwa saat ini,
tes dikembangkan dari kemampuan (abilitiy). Oleh sebab itu, bakat dalam arti kata kemampuan
(ablity), bukan capacity, merefleksikan efek pengalaman seseorang; dan yang diukur adalah
maximum performances bukan typial performance seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa konsep bakat dalam pandangan para ahli pengukuran dalam dekade terakhir ini,
menyangkut kesimpulan tentang kinerja (per formance) dalam belajar atau situasi latihan di masa
yang akan datang. Sebagai suatu konstruk psikologis, bakat sering digunakan dalam arti yang
lebih luas, sehingga bakat diberi makna sebagai karakeristik psikologis tiap individu, yang dapat
meramalkan perbedaan di antara individu dalam belajar atau situasi pelatihan. Dalam konteks
yang demikian, bakat adalah proses dan kemampuan kognitif (cog nitive abilities and process)
lebih dari karakteristik kepribadian dan emosional. (Re schly, Robinson–Zahartu, 2000).

B. BEBERAPA CONTOH TES BAKAT


Dua tes bakat yang sangat menonjol dan populer adalah Differential Aptitude Test Battery
(DATB) dan General Aptitude Test Battery (GATB). Tes lain yang sering juga digunakan untuk
tujuan tertentu, ialah:
1. Prognostic Test
a. Bennett Stenographic Aptitude Test
b. California Algebra Aptitude Test
c. Iowa Algebra Aptitude Test
d. Iowa Placement Examinations: Chemistry Aptitude
e. Iowa Placement Examinations: Physics Aptitude

2. Mechanical Aptitude Test


a. Bennett Hand-Tool Dexterity Test
b. Mac Quarrie Test for Mechanical Ability
c. Prognostic Test of Mechanical Abilities
d. SRA Mechanical Aptitude

3. Musical Aptitude Test


a. Musical Aptitude Test
b. Seashore Measures of Musical Talents
c. Horn Art Aptitude Inventory
d. Knauber Art Ability Test
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU
Adapun Kelebihan dari buku ini adalah warna cover buku yang cerah dan gambar yang
menarik yang mampu membuat ketertarikan para pembaca untuk membaca buku tersebut. Selain
itu, isi materi dari setiap sub pokok judul disajikan dengan kata-kata yang mudah dipahami dan
dimengerti. Dan tidak sampai di sini saja, buku ini juga dilengkapi dengan berbagai macam
contoh baik itu dalam bentuk tabel, diagram, grafik, contoh soal tes pada setiap bab dan sub
pokok materi dan sub pokok pembahasannya. Sehingga dengan adanya contoh-contoh pada
setiap materi akan memungkinkan pemahaman dan penalaran dari orang yang membaca buku
ini.
Selain itu, di dalam penyusunan kalimat dan kata dalam buku ini juga terlihat amat baik
dan teliti. Kalimat-kalimat yang disambungkan itu tepat dan tidak membuat bingung para
pembaca. Susunan dan pemilihan kata yang tidak terlalu susah inilah yang menjadi kelebihan
yang amat mencolok dalam buku ini. Dari awal bab sampai bab terakhir, penyusunanya
sangatlah berkesinambungan. Tidak lari dari materi. Isi buku yang juga sangat membantu untuk
aktivitas pembelajaran yang sangat mudah untuk dipahami oleh para pembaca. Terakhir pendapat
saya mengenai kelebihan dari buku ini adalah, bahwasannya buku ini menyajikan materi yang
benar-benar rampung. Dalam arti kata menjelaskannya tidak setengah setengah. Buku ini dari
awal bab sampai akhir selalu menyajikan kupasan materi yang padat dan tepat dan di dukung
dengan referensi buku yang lengkap.
Adapun Kekurangan buku ini adalah terletak pada cover buku ini. Cover buku terlalu
terlihat cerah. Sehingga akan mudah kotor. Selain itu ada sedikit saja kata kata yang kurang bisa
dipahami oleh. Mungkin karena kalimatnya terlalu mencakup terlalu luas dalam penjelasan
bahasa asingnya.

Anda mungkin juga menyukai